Anda di halaman 1dari 10

NABI

MUHAMMAD SAW
SEBAGAI
PEMIMPIN
KELUARGA YANG
HARMONIS
Kelompok 2 :
- Sri Mulyani 1810801023
- Bonansya Gaten Aswarani 1810801038
- Inne Rahma Rukyana AR 1810801028
- Pranaditya Maulana 1810801055
- Misbahudin Bustari 1810801029
- Nurfeny Fatimah 1810801057
- Anugrah Kurniawan P 1810801031
- Rysky Tampubolon 1810801068
- Indira Putri Sakina 1810801035
- Ahmad Fauzan 1810801070
Ayah dan Suami Teladan
Rasulullah Nabi Muhammad SAW dinobatkan sebagai orang yang
paling berpangaruh di dunia versi buku “The 100”. Rasulullah SAW
memiliki empat putra serta empat putri. Jiwa penyayang Rasulullah SAW
kepada anak kecil itu sangat tidak diragukan lagi. Beliau sangat
menyayangi dan menghargai semua anak kecil, walaupun tidak ada
(tidak memiliki) hubungan darah. Bahkan ketika Rasulullah SAW
berjumpa dengan anak kecil, beliau selalu bercanda, mengajak balap
lari, serta membuat lawakan/ lelucon jenaka untuk mubuat anak kecil dan
cucunya tersebut tertawa riang gembira. Sesungguhnya Rasulullah SAW
merupakan sosok yang sabar dan tidak suka memarah-marahi anak
kecil. Meskipun Rasulullah SAW terkenal dengan penyabar dan tidak
suka marah pada anak kecil, bukan malah berarti Rasulullah SAW
menghilangkan sifat tegasnya dalam mendidik anak.
Rasulullah SAW tidak segan-segan menegur anak kecil, apabila
anak tersebut menyalahi adab dalam ajaran Islam. Seperti Misal,
Rasulullah pernah menegur Umar bin Abu Salma ; “Hai nak! Bacalah
basmalah, menyuaplah dengan tangan kananmu serta makanlah apa
yang ada didekatmu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mertua yang Pengertian
Rasulullah Saw. bersabda: “Siapa yang ingin melihat
seorang bidadari, maka hendaklah ia melihat Ummu Rumman.”
Hadis yang disadur dari kitab Kanzul Ummal tersebut
menggambarkan tentang sosok Ummu Rumman, wanita yang
cantik zahir dan batinnya, hingga Rasulullah Saw. sendiri pun
mengibaratkannya seperti bidadari surga.
Ummu Rumman merupakan contoh dari sosok istri setia,
salehah, dan suci yang selalu berdiri di sisi suaminya untuk
meringankan segala penderitaannya. Ia juga membebaskan
banyak budak lemah yang menyatakan masuk Islam dan
semakin banyak mendapat siksaan dari kaum Quraisy maupun
lainnya. Di samping itu pula, Ummu Rumman merupakan ibu
yang pengasih dan penyayang dan begitu lembut dalam mendidik
anak-anaknya. Ia rawat dengan sebaik-baiknya hingga Aisyah ra.
memasuki usia enam tahun lalu datanglah Rasulullah Saw. untuk
meminang dan menikahinya. Hal ini menjadi bentuk ketaatan
beliau kepada perintah Allah. Ummu Rumman pun merasakan
bahagia atas terbangunnya hubungan kekeluargaan yang mulia
tersebut.
Kakek yang Penyayang
Nabi Muhammad sering pula disebut dengan melihat
kedudukannya di antara utusan Allah yang lain atau manusia
pada umumnya. Misalnya ya khatamal anbiyâ’i yang berarti
wahai Penutup para Nabi. Panggilan ini paling akrab didengar.
Ada contoh lain, ya Khair al-Hâdi yang mengandung pengertian
wahai sebaik-baiknya pembawa petunjuk. Dalam syair lain Nabi
Muhammad juga disapa dengan yâ sayyid as-Sâdâti, wahai
junjungan para tuan.
Di sela-sela
1 kesibukannya membimbing umat Rasulullah
tak lupa menemui cucucucunya itu. Ia datang ke rumah
Fatimah dan berkata, “Panggillah dua orang anakku itu datang
kemari,” kata2 beliau kepada Fatimah. Nabi tak menyebut cucu
tapi anaknya karena begitu cintanya. Dalam kesempatan lain
saat Nabi sedang lewat di depan rumah Fatimah, beliau
3
mendengar suara Husein sedang menangis. Buru-buru beliau
singgah sebentar dan menegur Fatimah. “Wahai Fatimah!
Apakah engkau4
tidak mengerti bahwa tangis anak itu sangat
menyedihkan hatiku?”. Nabi tidak tega mendengar tangis
cucunya.
Perhatian Kepada Pengasuhnya
Nabi Muhammad SAW lahir kedunia dari rahim perempuan suci dan mulia dalam keadaan yatim.
Ayahnya meniggal pada saat beliau masih dalam kandungan. Tepatnya pada umur dua bulan dari masa
kehamilan ibundanya. Ia diasuh dan disusui langsung oleh ibunya (sayyidah Aminah). Akan tetapi tidak
berlangsung lama. Ia hanya diasuh dan disusui oleh ibundanya berlangsung selama dua sampai tiga hari.
Selanjutnya, setelah ia dibawa ke sebuah perkampungan tepatnya di kediaman Bani Sa'ad agar diasuh
dan disusui oleh seorang perempuan yang bernama Tsuwaibah atauh Halimah. Pada saat itu ia sedang
mengasuh empat orang anak dari perkawinannya dengan seorang laki-laki yang bernama Harits Bin Abdi
Al-Izza.
Suatu ketika Abu Thalib ingin pergi ke negeri Syam untuk berdagang dan dia tidak ingin ditemani
nabi Muhammad kecil pada umur dua belas tahun dengan alasan sulitnya perjalanan, tetapi nabi
Muhammad saw berkat kecintaanya terhadap pemannya ia tetap mau ikut dan tidak ingin ditinggal.
Akhirnya Abu Thalib tetap ajakannya dengan penuh kasih sayang dan tidak memarahinya. Sebagai
kebiasaan anak-anak para pembesar dan tokoh lainnya kala itu, Nabi Muhammad saw pada saat umur
sepuluh atau dua belas tahun sudah terbiasa mengembala kambing. Karena memang pekerjaan ini
merupakan pekerjan yang mulia. Di samping itu juga merupakan pembelajaran bagaimana menjaga dan
melindungi alam. Bukan diartikan sebagai bentuk perubahan dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad
saw dalam hal mengasuh. (Baca: Empat Pelajaran Penting dari Kisah Kelahiran dan Pengasuhan Nabi
Muhammad). Masa kecil beliau, bentuk dan pola pengasuhan Nabi Muhammad mulai dari ibunya,
sayyidah Halimah, Kakek hingga pamannya berlangsung dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Rasulullah SAW dan Istri-istrinya
Nabi Muhammad SAW, beliau pernah menikahi tiga belas
wanita. Semuanya janda, kecuali A’isyah binti Abu Bakar
Radhiyallahu ‘anhuma. Berikut ini adalah daftar nama yang dinukil
dari Ibnu Hisyam dalam karya berjudul “al-Sīrah al-Nabawiyyah”.
Pertama, Khadijah binti Khuwailid; Kedua, Saudah binti Zam’ah;
Ketiga, Aisyah binti Abu Bakar; Keempat, Zainab binti Jahsyin;
Kelima, Ummu Salamah binti Abu Umayyah; Keenam, Hafshah
binti Umar; Ketujuh, Ummu Habibah binti Abu Sufyan; Kedelapan,
Juwairiyah binti Harits; Kesembilan, Shafiyah binti Huyay bin
Akhtub.
Bila diperhatikan, poligami yang dilakukan nabi bukan untuk
memenuhi hawa nafsu. Buktinya, dari seluruh isterinya yang
perawan hanya satu dan sisanya adalah janda dan semua tidak
mempunyai anak, kecuali Khadijah. Karena itulah, Abbas Mahmud
Aqqad dalam “Abqariyyah Muhammad” (108-109) berkata:
“Seandainya hanya kenikmatan seksual yang menjadi motif
pernikahan Nabi, maka untuk memenuhinya, beliau akan
mempoligami 9 istri yang masih muda, prawan yang terkenal
cantik di Makkah, Madinah dan di jazirah Arab. Satu-satunya
perawan yang dinikahi adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar. Itupun pada
awalnya ditawarkan oleh istri Utsman bin Madz’un sepeninggal
Khadijah.”
Masalah atau konflik dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebuah keniscayaan. Baik dengan sendiri, orang

Rasulullah lain, atau dengan pasangan adalah hal yang sangat


lumrah. Sebagai manusia biasa, hal ini juga dialami oleh
Nabi Muhammad saw bersama para istriistrinya. Beliau, di
SAW. dalam sisi lain sebagai Nabi, juga tidak terlepas dari jeratan
masalah sebagaimana manusia pada umumnya. Dikutip
Menyelesaikan dari kitab Al-Asalib An-Nabawiyyah Fi Mu’alajat Al-
Musykilat Az-Zaujiyat karangan Dr. Abdus Sami’ Al-Anis,
Masalah Rumah Nabi Muhammad memiliki berbagai metode yang beliau
terapkan untuk menangani masalah rumah tangga.

Tangga Salah satu metode yang digunakan oleh Nabi adalah


menghadapi kemarahan istri dengan senyuman dan
senda gurau. Tidak semua masalah dihadapi oleh Nabi
Muhammad dengan serius, kemarahan, atau kekerasan.
Beliau ada kalanya menanggapinya dengan kasih sayang
berupa senyuman, bahkan senda gurau yang hal ini justru
mendinginkan suasana.
Kesimpulan
. Berdasarkan uraian di atas maka ditarik kesimpulan
bahwasannya Rausulullah SAW adalah pemimpin
rumah tangga yang mampu bersikap adil kepada
semua anggota keluarganya. Rasulullah SAW tidak
segan menegur jika ada anggota keluarga yang
melakukan kesalahan untuk memperbaikinya.
Dalam membina rumah tangga pun Rasulullah SAW
tidak segan untuk turun membantu pekerjaan
rumah. Rasulullah SAW juga sangat berbakti dan
pengertian kepada kakek dan pengasuhnya karena
mereka pengganti orang tua ketika beliau menjadi
yatim piatu. Selain itu, Rasulullah SAW juga mampu
adil kepada semua istri – istrinya dan Rasulullah
SAW melakukan poligami bukan berdasarkan hawa
nafsu tetapi karena memang menolong kaum janda
tua yang dinikahinya. Dalam menyelesaikan
masalah dalam rumah tangga, Rasulullah SAW
selalu menggunakan kepala dingin, bukan dengan
kemarahan atau kekerasan.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai