Kedua, bencana merupakan tanggung jawab kita bersama, pemerintah saja tidak
cukup, perlu didukung oleh komponen bangsa yang lain. Karena salah satu
kewajiban warga negara adalah melakukan bela negara dan saat ini negara sedang
memanggil kita, meminta sedikit saja rasa anasionalisme kita.
Lupakan ego sektoral karena bencana ini tidak mengenal batas sosial, ras, etnik,
bahasa, budaya serta agama. Bahaya Covid-19 harus dihadapi secara bersama-
sama, kita isi sisi yang kurang dari pemerintah. Inilah mengapa Muhammadiyah
(termasuk Aisyiyah) menggelorakan spirit ta’awun (gotong royong) dalam
menghadapi bahaya Covid-19 dengan membentuk MCCC (Muhammadiyah
Covid-19 Comand Center).
Ketiga, dengan meyakini bahwa bencana ini sebagai ujian dari Allah yang harus
kita hadapi dengan kesabaran yang proporsional. Artinya bukan hanya pasrah, tapi
tetap melakukan ikhtiar dengan selalu positif thinking, tetap melakukan segala hal
terbaik yang bisa kita lakukan kapanpun dan di manapun kita berada, Sabar juga
berarti menjaga bahkan meningkatkan ibadah.
Dan yang lebih penting lagi harus dibarengi dengan ikhlas dan tetap bersyukur
karena di balik wabah ini pasti terkandung hikmah yang luar biasa. Udara menjadi
lebih bersih, air menjadi lebih jernih, lingkungan lebih sehat, dan lain-lain. Kita
yakin bahwa apa yang terjadi di dunia ini semuanya atas kehendak Allah SWT.
Dia yang maha mengetahui apa terbaik untuk makhluk-Nya.
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan sia-sia begitu saja?” Firman
Allah SWT dalam al-Quran surat al-Qiyamah ayat 36 mengisyaratkan bahwa
Allah akan ikut andil dalam menanggulangi bencana yang dihadapi manusia.
Bagaimana caranya? Dengan memberi kemudahan dalam beribadah, dengan
mengutamakan keselamatan nyawa dari segala-galanya.
Fikih Kebencanaan mengunakan dua prinsip umum yaitu kemudahan (taysir) dan
perubahan hukum sesuai dengan perubahan situasi (taghayyuru al-ahkam bi
taghayyuri al zaman wa al makan wa ah ahwal). Dalam situasi apapun manusia
harus tetap melaksanakan kewajibanya kepada Tuhan Nya, dalam batas maksimal
yang dimilikinya. Namun syariat Islam memberikan solusi kemudahan untuk
pelaksanaanya. Islam tidak membebani kewajiban yang berada diluar kapasitas
umatnya.
Yang lebih penting dari semua adalah bagaimana meluruskan persepsi kita dalam
memandang bencana. Cara pandang yang keliru akan melahirkan respon yang
kurang tepat juga. Kita harus yakin bahwa bencana merupakan ujian sekaligus
rahmat dari Allah, maka kita harus menyikapinya dengan positif, tidak menyalah-
nyalahkan dan berprasangka negatif terhadap Tuhan. Yakinlah bahwa bencana ini
akan berakhir. Keyakinan ini penting untuk terus kita tumbuhkan agar tetap
semangat dan optimistis melihat masa depan.
Jenazah pasien Covid-19 termasuk jenazah yang berisiko tinggi menularkan virus
yang diidapnya. Oleh sebab itu, perlu perawatan khusus yang berbeda dengan
perawatan jenazah pada umumnya. Perawatan jenazah pasien Covid-19 hanya
dapat dilakukan oleh petugas dari rumah sakit. Seluruh petugas yang terlibat
dalam proses perawatan jenazah sejak dari memandikan sampai dengan
penguburan harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) lengkap sesuai standar
medis dan tetap berhati-hati serta menjaga kebersihan maupun sterilitas diri,
peralatan dan tempat atau lingkungan yang digunakan untuk proses perawatan
jenazah hingga selesai penguburan. Tuntunan perawatan ini dilakukan untuk
jenazah pasien Covid-19, baik yang meninggal dunia setelah terkonfirmasi positif
maupun yang belum terkonfirmasi positif tetapi menunjukkan gejala yang sama
dengan gejala Covid-19 sebelum meninggal dunia.
1. Memandikan jenazah
a. Jenazah dimandikan dengan cara disiram atau disemprot dengan air dan cairan
disinfektan dari jarak tertentu yang aman dari risiko penularan. Dimulai dengan
menyiram/menyemprot anggota wudu dan setelah itu dimulai lagi dari anggota
badan sebelah kanan.
d. Dalam keadaan darurat yang menuntut untuk tidak memandikan jenazah, maka
jenazah tidak perlu dimandikan.
2. Mengafani jenazah
a. Sebelum dikafani, jenazah dibungkus dengan plastik atau bahan serupa yang
kedap udara.
b. Jenazah dikafani dengan 1 (satu) lembar kain kafan warna putih atau warna lain
yang menutup seluruh tubuh. Apabila memungkinkan, jenazah laki-laki dikafani
dengan 3 (tiga) lembar kain kafan dan jenazah perempuan dikafani dengan 5
(lima) lembar kain kafan
c. Setelah dikafani, jenazah dibungkus lagi dengan plastik atau bahan serupa yang
kedap udara untuk yang kedua kalinya.
3. Menyalatkan Jenazah
a. Shalat jenazah boleh dilakukan di tempat steril di rumah sakit atau lokasi
perawatan jenazah dengan izin dan pengawasan dari petugas rumah sakit.
b. Shalat diutamakan hanya oleh pihak keluarga secara sangat terbatas, dengan
tetap menjalankan seluruh protokol kesehatan terkait pencegahan Covid-19,
seperti tidak berkerumun, menjaga social distancing dan physical distancing, serta
menjaga kebersihan diri dan lingkungan, baik sebelum maupun sesudah shalat.
4. Menguburkan Jenazah