Anda di halaman 1dari 13

Ummu Al-Mundzir termasuk salah seorang wanita yang pertama memeluk Islam dan berpartisipasi

dalam dua baiat yang penuh berkah di hadapan Rasulullah sebanyak dua kali. Sehingga, Mundzir diberi
gelar Mubayiat al-Baiatain yang artinya orang yang berbaiat dua kali.

Nama asli Ummul Mundzir adalah Salma binti Qais bin Amr bin Ubaid. Dia merupakan bibi dari
Rasulullah SAW. Ummul Mundzir juga bersaudara dengan Sulaith bin Qais yang turut dalam Perang
Badar, Khandaq, dan semua peperangan Rasulullah.

Sulaith juga merupakan pahlawan perang Jisr. Perang Jisr adalah perang yang terjadi di sebuah jembatan
bersama Abu Ubaidah di mana pada perang tersebut, Sulaith gugur tepat pada 14 Hijriyah.

Masuk Islamnya Ummul Mundzir


Baiat pertama

Dia mendatangi Rasulullah SAW dan langsung berbaiat kepada beliau bersama perempuan-perempuan
Anshar. Dalam baiat itu, Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk tidak menyekutukan Allah, tidak
mencuri, tidak berz!na, tidak membunuh anak-anak, tidak melakukan kebohongan besar, dan tidak
menentang Rasul dalam kebaikan.

Ini dijelaskan dalam sabdanya, Janganlah kalian menipu suami-suami kalian. Setelah Mundzir berbaiat
pada Rasulullah, dia dan perempuan lainnya beranjak pergi.

Namun, timbul pertanyaan dalam diri Mundzir maksud dari menipu suami. Mundzir pun menanyakan
hal ini pada perempuan yang lain. Perempuan tersebut bertanya pada Rasulullah, Rasul pun menjawab,
"Kalian mengambil harta suami kalian, tetapi kalian melayaninya setengah hati. Seluruh kisah tersebut
diambil dari Hadis Riwayat Ahmad.

Baiat kedua

Baiat kedua dilakukan Mundzir ketika di bawah pohon. Baiat ini dikenal dengan Baiat ar-Ridwan yang
terjadi pada tahun keenam Hijriyah ketika kaum musyrikin menahan Utsman bin Affan RA di Makkah.
Rasulullah pun menyeru kaum Muslim agar berbaiat sesuai perintah Allah SWT. Salah seorang wanita
yang menyegerakan perintah ini ialah Ummul Mundzir.

Dia menyambut perkataan Rasulullah bersama sekelompok sahabiyah lain yang rela mati. Dengan
sikapnya tersebut, dia mendapatkan berita gembira berupa surga yang telah disabdakan Rasulullah
SAW, Tidak akan masuk neraka orang yang mengikat baiat di bawah pohon ini." (HR Bukhari).
Kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah
Ummu Al-Mundzir memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah. Pasalnya, dia mempunyai
kontribusi dan andil penting dalam proses masuk Islamnya seseorang. Pada saat berlangsungnya jihad,
Ummu Al-Mundzir menemani salah seorang pria dan merekomendasikannya untuk masuk Islam di
hadapan Rasulullah. Peristiwa ini terjadi ketika berlangsung Perang Bani Quraizhah, yaitu ketika Saad
bin Muadz menetapkan suatu keputusan untuk seorang Yahudi dan Bani Quraizhah. Keputusan itu
adalah pembunuhan kaum pria, perampasan harta, dan penawanan kaum wanita serta anak-anak.

Keputusan hukum akan mulai dilaksanakan. Pada saat itu Ummu Al-Mundzir dengan beberapa wanita
mujahidah lainnya sedang bersama Rasulullah. Dia maju mendekat kepada Rasulullah untuk meminta
kepada beliau agar mengembalikan kepadanya seseorang bernama Rifaah Al-Qurazhi yang pernah
diajak kerjasama Ummu Al-Mundzir. Lalu Ummu Al-Mundzir berkata, Wahai Nabi Allah, aku tebus
engkau dengan ayah dan ibuku. Berikan kepadaku Rifaah. Dia berjanji akan melakukan shalat dan
makan daging unta.

Kemudian Rasulullah menyerahkannya kepada Ummu Al-Mundzir seraya bersabda, Jika dia mau
melakukan shalat, maka itu lebih baik bagi dirinya. Jika dia tetap kokoh pada agamanya, maka hal itu
lebih jelek bagi dirinya. Dan akhirnya Rifaah masuk Islam. Dia berkesempatan mendampingi Rasulullah
dan meriwayatkan hadits. Rifaah adalah paman Ummul Mukminin Shafiyyah bintu Huyaiy.

Tidak hanya itu saja Ummu Al-Mundzir menjadi perantara dalam hal kebaikan. Ibnu Said mengatakan,
Ketika Bani Quraizhah tertawan, Rasulullah menyuruh Raihanah binti Zaid bin Amr untuk datang ke
rumah Salma binti Qais alias Ummu Al-Mundzir, untuk selanjutnya tinggal di sana. Raihanah akhirnya
tinggal di rumah Ummu Mundzir hingga mendapatkan sekali haid, lalu suci dari haidnya. Setelah itu
Ummu Al-Mundzir datang kepada Rasulullah dan menyampaikan berita tentang Raihanah.

Kedekatan dengan Rasulullah


Bibi Rasulullah ini berkesempatan mendapatkan hadiah khusus dari Rasulullah SAW. Salah satunya
Rasulullah secara khusus sering mengunjunginya. Rasulullah juga sering makan di tempatnya dan selalu
memuji makanan yang dimasak Ummul Mundzir mengandung berkah dan manfaat.

Ummul Mundzir bercerita, Rasulullah datang bersama Ali bin Abu Thalib yang baru sembuh dari
penyakitnya. Ketika itu, dia memiliki buah anggur yang bergelantungan di pohonnya. Rasulullah pun
langsung memakan anggur tersebut dari pohonnya. Begitu juga Ali yang mengikuti Rasul untuk
mendatangi pohon anggur tersebut.

Namun, Rasul melarangnya, Jangan, kamu baru sembuh dari sakit. Seketika Ali berhenti. Kemudian,
Ummul Mundzir pun berencana untuk memasak gandum dan lobak.

Setelah matang, Ummul Mundzir kemudian menyajikan makanan tersebut kepada Rasulullah.
Kemudian, Rasulullah bersabda, Wahai Ali, tuangkan makanan ini karena ini lebih berguna bagimu.
(HR Abu Dawud dan Tirmizi).

Ummul Mundzir merupakan salah seorang perawi hadits Nabi yang suci, dan banyak orang yang
meriwayatkan hadits darinya, di antaranya adalah Yaqub bin Abi Yaqub Al-Madani, Ayyub bin
Abdurrahman, dan Ummu Sulaith binti Ayyub bin Al-Hakam.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ummu Kultsum binti Uqbah merupakan saudara perempuan Utsman bin Affan, dari pihak Ibu. Yang
masuk Islam ketika masih di Mekah, dan merupakan wanita pertama yang hijrah ke Madinah dari
kabilah Hadnah Hudaibiyah. Ummu Kultsum binti Uqbah bin Muid masuk islam di Mekah, dan telah
dibaiat Rasulullah sebelum hijrah. Tetapi keislamannya diketahui oleh keluarganya. Saudara laki-lakinya
yang bernama Walid dan Imarah yang merupakan kedua anak Uqbah, memintanya untuk meninggalkan
Islam. Umu Kultsum kemudian pergi menuju Ummu Salamah, sehingga nabi sendiri datang ke rumah
Ummu Salamah untuk menjenguk Ummu Kultsum.

Karena keberanian itulah Abu Said berkata tentang Ummu Kultsum: Aku tak pernah mengetahui
seorang wanita Quraisy yang berani keluar dari rumah ayahnya karena Islam selain Ummu Kultsum."

Ummu Kultsum sangat pandai menulis. Ia menikah dengan Zaid bin Haritsah. Setelah Zaid meninggal, ia
kemudian meninkah dengan Zubair bin Awwam, yang dikaruniai anak yang bernama Zainab. Setelah
bercerai dengan Zubair, ia menikah dengan Abdurrahman bin Auf, darinya dikaruniai 2 anak, yang
bernama Ibrahim dan Hamid. Setelah Abdurrahman bin Auf meninggal, ia kemudian menikah dengan
Amr bin Ash, dan ia meninggal dunia pada tahun 33 H.

Ummu Kultsum meriwayatkan hadits dari nabi sebanyak 10 hadits. Diantara orang yang meriwayatkan
hadits darinya, antara lain: Hamid bin Abdurrahman bin Auf (anak Ummu Kultsum sendiri), Hamid bin
Nafi dan lainnya.

Keluar dari Mekkah sendirian


Ketika masih muda dan belum menikah, Ummu Kultsum binti Uqbah tidak pernah berpisah dari ayah-
bundanya. Kemudian iman memasuki hatinya, maka dia keluar dari Mekkah sendirian dan hijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya SAW. Kedua saudaranya mengejar untuk mengajak dia kembali.

Pada waktu itu Rasulullah SAW telah berdamai dengan Quraisy pada persetujuan Hudaibiah dengan
syarat beliau setuju mengembalikan orang-orang Muslim yang datang kepada mereka. Ketika para
wanita datang kepadanya, Allah tidak setuju Nabi SAW mengembalikan kepada kaum Musyrikin, maka
turunlah ayat-ayat yang menyuruh menguji mereka :(Maka ujilah keimanan mereka) dengan bersumpah
:Apakah mereka wanita Muslim yang sebenarnya atau tidak ?

"Adalah Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abi Mu'aith termasuk orang-orang yang keluar kepada
Rasulullah SAW dan waktu itu dia masih muda belia. Kemudian keluarganya datang meminta kepada
Rasulullah SAW agar mengembalikan kepada mereka, sehingga Allah SWT menurunkan ayat-ayat
tentang wanita-wanita beriman." (HR Bukhari dari Al-Miswar bin Makhramah)

Dalam Siyar A'laamin Nubala', Imam Adz-Dzahabi berkata : Ummu Kultsum bin Uqbah bin Abi Mu'aith
masuk Islam dan berbai'at. Dia tidak sempat hijrah hingga tahun 7 Hijriah, dan keluarnya di jaman
perdamaian Hudaibiah. Kedua saudaranya adalah :"Al-Walid dan Ammaroh.

Ummu Kultsum lulus dalam ujian dan berhasil menyelamatkan agamanya dari kaumnya. Diriwayatkan
:Ujian itu dilakukan dengan cara mengucapkan sumpah : "Aku tidak keluar,kecuali karena mencintai
Allah dan Rasul-Nya, dan aku tidak keluar untuk mencari dunia maupun membenci suami." Ada yang
mengatakan : "Kami bersaksi dengan perkataan yang baik. Aku telah bersaksi di hadapan beberapa
saksi : Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW."

Kedudukan yang mulia


Ummu Kultsum mempunyai kedudukan mulia di antara kaum Muslimin. Hal itu menjadi jelas dari
riwayat sebagaimana dalam Al-Ishaabah dan diriwayat-kan oleh Ibnu Mandah, bahwa Umar bin
Khaththab r.a. bertanya kepada Ummu Kultsum binti Uqbah, isteri Abdurrahman bin Auf : "Apakah
Rasulullah SAW berkata kepadamu :"Nikahilah pemimpin kaum Muslimin, Abdurrahman bin Auf ?"
Ummu Kultsum menjawab:"Ya."

Haditsnya terdapat dalam Shahihain dan ketiga kitab Sunan, dia berkata : "Aku tidak mendengar Nabi
SAW mengizinkan suatu dusta dalam perkataan yang diucapkan orang-orang, kecuali dalam tiga
perkara.... alhadits." Nasai meriwayatkan sebuah haditsnya yang lain dalam Al-Kubra,
mengenai keutamaan : "Qul huwallaahu ahad."

Perawi Hadits
Ummu Kultsum meriwayatkan 10 hadits dari Nabi Muhammad SAW, di antaranya sebuah hadits
diriwayatkan dalah shahihain, yang disepakati Bukhari dan Muslim. Ummu Kultsum binti Uqbah telah
beriman sendirian, tanpa seorang laki-laki pun di rumahnya. Dia tinggalkan tempat pingitan dan
keamanan serta ketenangannya di bawah kegelapan seorang diri. Kedua kakinya berjalan melalui
gunung-gunung dan padang pasir di antara Mekkah dan Madinah, menuju tempat perlindungan agama
dan negeri hijrahnya. Dia berhijrah kepada Rasul Allah SAW kemudian disusul oleh ibunya yang
mengikuti jejak dan berhijrah seperti dia. Dia tinggalkan para pemuda dalam keluarganya dan orang-
orang tua mereka yang tetap terombang-ambing dalam kesesatannya. [Al-Ishaabah, juz 8, halaman
275].

Kata-kata Ummu Kultsum kepada Rasulullah SAW akan tetap menjadi cahaya yang menerangi jalan bagi
setiap wanita muda yang beriman kepada Tuhannya : "Wahai, Rasulullah, apakah Anda akan
kembalikan aku kepada orang-orang kafir yang menggangguku, supaya aku tinggalkan agamaku,
sedangkan aku tidak bisa bersabar ? Dan bukankah telah Anda ketahui keadaan wanita yang lemah?
Sesungguhnya ada perjanjian yang menyebutkan syarat untuk menolak setiap orang yang masuk Islam
dari Mekkah dan berhijrah ke Medinah, baik laki-laki maupun perempuan."

Maka turunlah ayat Al-Qur'an :"Apabila datang kepadamu wanita-wanita beriman yang berhijrah, maka
ujilah (keimanan) mereka." Maka Nabi Muhammad SAW bersabda : "Demi Allah, tidaklah kalian keluar,
kecuali karena mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya SAW serta Islam. Kalian tidak keluar karena
suamimaupun harta. Apabila mereka ucapkan itu, maka mereka tidak kembali kepada orang-orang
kafir."

Ummu Umarah memiliki nama lengka Nusaibah binti Kaab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah.
Ia adalah seorang wanita dari Bani Mazin an-Najar.

Beliau wanita yang bersegera masuk Islam, salah seorang dari dua wanita yang bersama para utusan
Anshar yang datang ke Mekah untuk melakukan baiat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Disamping memiliki sisi keutamaan dan kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, ksatia, dan tidak
takut mati di jalan Allah.

Keberanian Ummu Umarah membuat Rasulullah SAW bangga. ''Siapakah yang sanggup melakukan
seperti yang engkau lakukan, wahai Ummu Umarah? ujar Rasulullah memuji.

Ketika Rasulullah SAW memimpin pasukannya menuju bukit Uhud, ia bersama suaminya, Ghaziyah bin
Amr serta dua buah hatinya, Abdullah dan Hubaib tutur bergabung. Awalnya, Ummu Umarah bertugas
sebagai perawat tentara yang terluka serta menyediakan minuman, selanjutnya ia ikut berjihad terjun
langsung dalam beberapa pertempuran.

Pertempuran uhud
Bukit Uhud, 7 Syawal 3 H/ 22 Maret 625 M. Sekitar 700 pasukan tentara Muslim yang dipimpin
Rasulullah SAW bertempur melawan 3.000 tentara kafir di bawah komando Abu Sufyan. Kemenangan
yang hampir diraih umat Islam, berubah menjadi kekalahan, setelah pasukan Muslim mengabaikan
perintah Rasulullah SAW.

Pasukan kafir pun memukul balik serangan tentara Muslim. Mereka berniat untuk membunuh
Rasulullah SAW. Melihat pasukan Muslim yang terjepit, seorang prajurit Muslimah bernama Ummu
Umarah atau Nasibah binti Ka'ab al-Anshariyah justru tampil mengangkat pedang. Dengan penuh
keberanian, Ummu Umarah menghadang laju tentara kafir yang berniat membunuh Nabi Muhammad
SAW.

''Siang itu, sambil membawa sekendi air, saya keluar menuju Uhud untuk menyaksikan pertempuran
kaum Muslimin. Awalnya, tentara Muslim memenangkan pertempuran. Namun, ketika pasukan Islam
mulai kalah, saya langsung terjun ke medan laga. Saya halau segala serangan yang datang ke arah
Rasulullah dengan pedang saya,'' kisah Ummu Umarah seperti dituturkan Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat.

Ummu Umarah tak gentar saat menghadapi Ibnu Qumai'ah yang penuh amarah hendak membunuh
Rasulullah. Serangan demi serangan, ia halau dengan pedangnya. Hingga, ia mengalami luka pada bagian
pundaknya. Ummu Umarah mengisahkan peristiwa heroik yang dialaminya pada Perang Uhud dengan
penuh semangat.

Aku melihat banyak di antara kaum Muslimin yang lari kocar-kacir dan menginggalkan Rasulullah.
Hingga tinggal tersisa beberapa orang yang melindungi beliau termasuk aku, kedua anakku, sedangkan
suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya. Dan Rasulullah melihat aku tidak bersenjata,''
ungkap Ummu Umarah.

Saat melihat seorang tentara Muslim yang mundur, Rasulullah pun berkata,''Berikan senjatamu kepada
orang yang sedang berperang. Ummu Umarah pun lalu mengambil pedang yang dilemparkan tentara
yang lari tersebut dan segera melindungi Nabi SAW dari gempuran musuh.

Peran Ummu Umarah yang lainnya


Baiatur Ridwan - Ummu Umarah adalah teladan bagi para Muslimah. Ia telah mengorbankan dirinya di
jalan jihad membela agama Islam. Ia telah menunaikan kewajibannya sesuai dengan kemampuannya,
baik di waktu perperang maupun di waktu aman. Ia telah turut serta bersama Rasulullah SAW dalam
Baiatur Ridwan di Hudaibiyah, yaitu baiat perjanjian untuk membela agama Allah.

Perang Hunain dan memerangi nabi palsu - Tak hanya berjuang di Perang Uhud, Ummu Umarah pun
tampil mengangkat panji-panji pasukan Muslim Perang Hunain. Tak lama setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW, sebagian kabilah yang dipimpin Usailamah al-Kadzab murtad. Bahkan, Usailamah
mengaku sebagai nabi. Khalifah pertama Abu Bakar ash-Shidiq pun memutuskan untuk memerangi nabi
palsu itu.

Mendengar kabar itu, Ummu Umarah pun segera mendatangi Abu Bakar Ash-Shidiq. Ia mohon izin
untuk turut berjuang ke medan perang bersama pasukan Muslim yang akan memerangi orang-orang
murtad dari Islam. Mendengar permohonan itu, Abu Bakar pun berkata, ''Sungguh kami telah
menyaksikan pengorbananmu di medan jihad, maka keluarlah (untuk berperang) dengan menyebut
nama Allah.

Perang Yamamah - Suatu ketika Ummu Umarah ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya
yang lain, yaitu Abdullah. Beliau bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan tangannya
sebagai balasan bagi Musailamah yang telah membunuh Hubaib, akan tetapi takdir Allah menghendaki
lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh adalah putra beliau yang satunya, yaitu Abdullah. Ia
membalas Musailamah yang telah membunuh saudara kandungnya.

Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekeja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala ummu Umarah
mengetahui kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur kepada Allah.

Ummu Umarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya setelah
kehilangan satu tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu Abdullah.

Secara khusus, Rasulullah SAW pun mendoakan Ummu Umarah. Ketika sang mujahidah
terluka, Rasulullah SAW berkata kepada putra Ummu Umarah, ''Ibumu! Ibumu! Balutlah lukanya. Ya
Allah, jadikanlah mereka teman-temanku di surga.''

Ummu Umarah adalah seorang sahabat Rasul yang senantiasa mengaplikasikan keislamannya dalam
amal nyata. Keberaniannya dalam setiap situasi menjadikannya sosok pahlawan sejati. Obsesi hidupnya
begitu mulia, yakni mencari kemuliaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Syifa binti Abdullah RA

Syifa binti Abdullah bin Abdu Syams termasuk sahabiah (sahabat wanita) yang memeluk
Islam pada masa-masa awal, yakni sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah. Ia menikah dengan
Abu Hatsmah bin Hudzaifah dan memiliki seorang anak bernama Sulaiman bin Abu Hatsmah. Ia
seorang wanita yang terpelajar, sedikit dari wanita yang mengerti baca tulis pada masa jahiliah.
Ia juga mempunyai keahlian meruqyah penyakit gatal yang disebut namlah (artinya : semut,
karena orang yang menderita penyakit tersebut merasa ada semut yang merayap di sekujur
tubuhnya).
Dalam keislamannya, ia ditugaskan Nabi SAW untuk mengajar baca tulis kepada wanita-
wanita muslim, termasuk kepada Hafshah binti Umar, salah satu dari ummahatul mukminin.
Suatu ketika Syifa menunjukkan kemampuannya meruqyah penyakit namlah di hadapan Nabi
SAW. Saat itu beliau sedang berada di rumah Hafshah, maka beliau bersabda, Tidakkah engkau
Hafshah meruqyah penyakit namlah sebagaimana engkau menhajarinya baca tulis??
Karena kemampuannya tersebut, Nabi SAW menempatkan Syifa di suatu rumah di
Madinah, yang penduduk sekitarnya sering mengalami penyakit gatal-gatal. Ia tinggal di sana
bersama putranya, Sulaiman, dan Nabi SAW sering mengunjunginya.
Suatu ketika Syifa binti Abdullah datang kepada Nabi SAW meminta sesuatu untuk
memenuhi kebutuhannya, tetapi beliau tidak bisa memberikan apapun karena memang sedang
tidak ada. Ia sempat menggerutu karena tidak memperoleh apa-apa dari beliau.
Pada waktu ashar, ia pergi ke rumah menantunya, Syurahbil bin Hasanah. Didapatinya
menantunya tersebut masih berada di rumah, tidak bergegas ke masjid, langsung saja ia mencela
sikapnya itu, tetapi Syurahbil malah berkata, "Wahai bibi, jangan memarahiku. Aku hanya
mempunyai sehelai pakaian (untuk shalat), dan itu sedang dipinjam Rasulullah SAW."
Mendengar penuturan itu Syifa jadi menyesal, ia berkata,"Demi ibu dan bapakku sebagai
tebusannya, aku baru saja datang kepada Nabi SAW dan mencela beliau, padahal hari ini beliau
tidak memiliki pakaian dan aku tidak tahu."
"Wahai bibi, itu hanya pakaian panjang yang baru saja kami tambal," Kata Syurahbil.
=

ZAINAB BINTI ALI BIN ABI THALIB=====

Ia adalah eorang wanita mulia yang mempunyai logika berpikir yang jernih, banyak ide, fasih
dan juga menguasai ilmu bahasa.

Zainab binti Ali bin Abi Thalib adalah cucu pertama Rasulullah SAW dari putrinya, Fatimah Az-
Zahra. Dia terkenal karena keberanian dan dukungannya terhadap Husain, kakaknya yang syahid
di medan Karbala. Ia juga melindungi seluruh keluarga Husain beberapa bulan setelahnya, ketika
mereka dipenjara oleh dinasti Umayyah.

Zainab dilahirkan sebelum kakeknya, Rasulullah SAW wafat. Sekitar lima tahun sebelum
Rasulullah menghadap Ilahi.

Dia adalah anak ketiga pasangan Ali dan Fatimahsetelah Hasan dan Husaindengan jarak
kelahiran sekitar satu tahun antara setiap anak. Kelahirannya diikuti oleh saudara perempuannya,
Ummu Kultsum.

Zainab menikah dengan anak pamannya atau sepupunya, Abdullah bin Jafar. Dia melahirkan
beberapa orang anak seperti Muhammad, Ali, Abbas, Ummi Kultsum dan Aunal Akbar. Dia
juga sering menceritakan tentang ibunya, Fatimah binti Muhammad SAW dan Asma binti
Umais.

Zainab juga meriwayatkan beberapa hadits. Beberapa orang juga meriwayatkan hadits yang
berasal darinya, seperti Muhammad bin Amru, Atha bin As-saib, dan Fathimah binti Husain bin
Ali.

Di antara beberapa perkataan Zainab yang dikenal adalah, "Barangsiapa yang menginginkan
makhluk menjadi syafaat (mediator) baginya menuju keridhaan Allah, maka hendaklah dia
sering-sering memuji Allah (dengan ucapan alhamdulillah). Tidakkah kau mendengar perkataan
mereka 'sami'a Allahu liman hamidah' (Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya)
kemudian Allah meringankan qudrah-Nya yang akan menimpamu. dan merasa malu untuk
menurunkan cobaan lebih besar karena kedekatan-Nya padamu."

Zainab meninggal dunia pada tahun 65 Hijriyah, dan dikuburkan di Qanathir As-Siba, Mesir.
Kini makamnya banyak dikunjungi peziarah. Bahkan namanya dijadikan nama sebuah masjid di
Mesir, Masjid Sayyidah Zainab.

Zainab binti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Zainab Seorang Anak, Istri, dan Ibu Teladan Sepanjang Masa

Ia adalah anak sulung dari pasturi paling mulia, ayahnya adalah al-Amin (orang yang
terpercaya), Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan ibunya adalah ath-Thahirah (wanita
yang suci) Khadijah radhiallahuanhu. Di tengah keluarga yang mulia itulah Zainab kecil
dibesarkan dan dididik.

Sebagai anak terbesar ia terbiasa membantu meringankan tugas ibunya dalam urusan rumah
tangga, dari merawat rumah sampai mengasuh adik-adiknya (Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan
Fathimah radhiallahuanhunna jamian. Dari sanalah ia belajar hidup dalam kesabaran dan
keteguhan, sampai-sampai Fathimah yang merupakan putri bungsu Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam menganggap kakaknya Zainab seperti ibu kecilnya.

Pernikahan dan Buah Hati

Sebagai buah dari ketelatenan didikan seorang ibu, maka tak heran bila Zainab menjadi wanita
pilihan dan kembang bagi pemuda Quraisy pada masa itu. Ketika usia Zainab menginjak
sembilan tahun Abul Ash bin Rabi, putra saudara perempuan Khadijah yang bernama Halah binti
Khuwalid, menaruh hati pada Zainab dan bersegera meminta Zainab pada bibinya Khadijah
untuk dilamar menjadi istrinya. Maka dengan gembira Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
menerima pinangan Abul Ash.

Maka selang beberapa lama kemudian terlaksanalah pernikahan mereka, dan pindahlah Zainab
ke rumah suaminya. Indahnya kehidupan mereka sehingga pertemuan terasa begitu singkat dan
perpisahan terasa sangat lama dan melelahkan.

Tak terasa waktu berlalu dan terlahirlah putra pertama yang mereka beri nama Ali dan kemudian
menyusul Umamah putri mungil mereka.
Ayahnya Seorang Nabi

Pada suatu ketika, di saat Zainab ditinggal pergi oleh Abul Ash bin Rabi untuk berdagang,
tersebarlah di Mekah sebuah kabar bahwa telah muncul seorang nabi yang bernama Muhammad
bin Abdullah, yaitu ayah Zainab. Tatkala mendengar kabar itu Zainab segera pergi ke rumah
orang tuanya untuk mencari tahu kebenaran berita tersebut. Sesampainya di sana ia pun
mendapatkan kabar yang benar dari ibunya yang sangat ia cintai, juga dari pamannya Waroqoh
bin Naufal bahwa ayahnya akan menjadi nabi dan terusir dan diperangi oleh kaumnya.

Alangkah senang dan gembiranya Zainab beserta saudaranya mendengar bahwa ayah mereka
adalah nabi utusan Allah. Maka segeralah mereka menyatakan keimanan mereka atas kenabian
ayah mereka.

Abul Ash Bin Rabi Enggan Masuk Islam

Sepulangnya Abul Ash dari perjalanan dagang, Zainab segera menyampaikan kabar gembira itu
kepada suaminya. Dengan penuh semangat ia menceritakan semua yang terjadi dengan harapan
akan membuat suaminya tertarik dan masuk Islam. Akan tetapi, sayang tawaran untuk masuk
Islam dari istrinya itu ia tolak karena takut dikatakan oleh kaumnya bahwa ia masuk Islam hanya
karena ingin mencari keridhaan istrinya. Zainab pun bersedih, namun ia tetap berdoa agar Allah
Taala akan membuka hati suaminya untuk beriman pada suatu saat nanti.

Ujian dan Cobaan

Ketika makin keras dan kuat tantangan kaum Quraisy kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam
beserta pengikutnya, sebagian orang Quraisy menghasut Abul Ash dan berkata, Ceraikanlah
istrimu wahai Abul Ash! Pulangkan ia rumah ayahnya dan kami akan menikahkanmu dengan
wanita mana saja yang engkau sukai dari wanita-wanita Quraisy yang terbaik. Karena begitu
murni dan dalam cinta Abul Ash kepada Zainab, maka ia pun menjawab, Demi Allah, aku tidak
akan menceraikan istriku, aku tidak ingin menggantinya dengan wanita mana saja di dunia ini.

Di saat ayah dan keluarganya diembargo, Zainab hanya mampu berdoa untuk keselamatan ayah,
ibu, dan keluarga serta saudara-saudara seakidah. Waktu pun berlalu, dan embargo pun selesai,
namun ternyata datang musibah baru yang tak kalah beratnya, yaitu wafatnya paman ayahnya,
Abu Thalib, yang disusul dengan wafatnya ibu yang sangat ia cintai. Zainab pun dirundung
kedukaan, ditambah lagi suami tercinta belum juga luluh hatinya untuk beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya.

Saat itu negeri Mekah terasa sepi bagi Zainab. Ibundanya yang biasa ia jenguk sekarang telah
tiada, sementara ayahnya hijrah ke Yatsrib bersama sahabat karib beliau, Abu Bakar, kemudian
saudari-saudarinya pun menyusul ke sana.
Tebusan Untuk Abul Ash Bin Rabi

Perang besar antara kaum muslimin dan musyrikin pun berkecamuk di Badar, dan Abul Ash
berada di barisan kaum musyrikin. Zainab menanti kabar dengan gundah gulana. Tak beberapa
lama berita pun datang, kaum muslimin memenangi peperangan. Zainab merasa sangat
bergembira akan kemenangan ayahnya, tetapi bagaimana dengan suaminya? Abul Ash seperti
berita yang ia dengar telah menjadi tawanan kaum muslimin di Yatsrib.

Kaum muslimin meminta tebusan yang sangat mahal untuk para tawanan. Keluarga Abul Ash
yang kaya ingin menebusnya, tetapi Zainab ingin ia membayar tebusan untuk suaminya. Maka
diutuslah Amr bin Robi saudara laki-laki Abu Ash ke Yatsrib. Sesampai di sana ia menemui
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sambil memberikan seuntai kalung ia berkata, Zainab
mengutusku untuk mengirimkan ini sebagai tebusan untuk suaminya. Melihat kalung yang
sangat beliau kenal, karena itu adalah pemberian istrinya sebagai hadiah di hari pernikahan
Zainab, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merasa tersentuh hatinya, lalu beliau berkata,
Maukah kalian membebaskan Abul Ash untuknya (yaitu Zainab) dan mengembalikan
tebusannya? Para sahabat pun menyetujui. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
membebaskan Abul Ash dengan syarat ia harus melepaskan Zainab dan mengembalikannya
kepada beliau, dan Abul Ash pun menyetujui permintaan itu.

Meninggalkan Suami dan Hijrah ke Madinah

Setibanya di Mekah, Abul Ash menyampaikan apa yang menjadi kesepakatan antara ia dan Nabi
shallallahu alaihi wa sallam kepada Zainab. Mendengar berita itu Zainab merasa berat untuk
berpisah dengan suaminya. Tetapi perintah Allah dan Rasul-Nya lebih didahulukan dari
segalanya walaupun ia harus mengorbankan cinta dan perasaannya.

Tak lama kemudian datanglah utusan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjemput
Zainab. Akhirnya, dengan sedih Zainab memberikan ucapan selamat tinggal kepada suaminya,
namun ia tetap berharap semoga Allah mempertemukan mereka kembali.

Berangkatlah Zainab yang sedang mengandung belum sempurna empat bulan ke Madinah
dengan membawa suka dan dukacita sebab perpisahan dengan ayah janin yang sedang
dikandungnya.

Kedukaan belumlah terobati, Allah mentakdirkan kandungan Zainab harus gugur sebab ia dan
rombongannya dihadang oleh kaum musyrikin sebelum sampai di Madinah.

Akhirnya Zainab pun sampai di Madinah. Dan tatkala Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mendengar cerita Zainab tentang penyebab keguguran janin yang ada di kandungannya beliau
pun mengutus gerilyawan dan berkata, Jika kalian mendapati si fulan dan si fulan, dua orang
laki-laki dari kaum Quraisy, maka bunuhlah.

Munculnya Harapan Baru


Enam tahun sudah perpisahan Zainab dan suaminya berlalu, hingga pada suatu saat Abul Ash
bersama kafilah dagang yang sedang dalam perjlanan pulang dari negeri Syam menuju Mekah
melewati Madinah dihadang oleh pasukan gerilya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Akhirnya, kafilah dagang yang berjumlah lebih kurang 170 orang itu bersama dengan onta-onta
mereka yang mencapai seratus ekor ditawan dan digiring ke Madinah. Akan tetapi, Abul Ash
dapat meloloskan diri. Ke manakah ia melarikan diri?

Dalam kegelapan malam, dengan sembunyi-sembunyi Abul Ash bin Rabi mendatangi rumah
Zainab. Zainab pun terkejut menerima kedatangannya dan ia pun menyambutnya dengan baik
serta memuliakannya. Ketika Abul Ash bin Rabi meminta kepada Zainab agar mau memberikan
perlindungan kepadanya, Zainab pun menyatakan kesediaannya.

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya melaksanakan shalat
Shubuh terdengarlah suara Zainab berseru, Wahai kaum muslimin, saya Zainab binti Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, saya telah memberikan perlindungan kepada Abul Ash, maka
lindungilah ia! Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selesai shalat, beliau bertanya
kepada para sahabat, Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar? Para sahabat
menjawab, Benar. Beliau lalu berkata, Demi Allah, aku tidak tahu sedikit pun tentang itu
sampai aku mendengar apa yang kalian dengar, sesungguhnya semua kaum muslim (sampai
yang terendah tingkatannya pun) dapat memberikan perlindungan.

Kemudian beliau pun menemui Zainab untuk mengetahui kebenaran berita itu, Zainab berkata,
Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abul Ash adalah kerabat dan anak pamanku, serta anak-
anakku, dan aku telah memberikan perlindungan kepadanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam berkata, Benar wahai putriku, muliakanlah tempatnya, dan jangan sampai ia
berhubungan denganmu, sesungguhnya engkau tidak halal baginya.

Kemudian para sahabat mengembalikan harta yang telah mereka rampas itu kepada Abul Ash.
Dan ketika Abul Ash hendak berangkat ke Mekah, ia berkata kepada Zainab, Mereka (yaitu
para sahabat) telah menawarkan keapdaku untuk masuk Islam, tetapi aku menolak sambil
kukatakan, Sungguh buruk diriku memulai agama baruku dengan pengkhianatan.

Mendengar ucapan terakhir Abul Ash tersebut terasa berdebar jantung Zainab, seakan-akan ia
melihat di balik apa yang ia ucapkan ada cahaya dan harapan yang semoga saja dapat menerangi
hatinya yang masih gelap dengan kekufuran.

Abul Ash Masuk Islam

Sesampai di Mekah Abul Ash memberikan harta-harta yang diamanahkan kepadanya kepada
pemiliknya, kemudian ia berseru, Wahai kaum Quraisy, apakah ada di antara kalian yang
hartanya belum aku kembalikan? Mereka menjawab, Tidak ada, semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan, kami telah mendapatimu sebagai orang yang memegang amanah dan mulia.

Lalu Abul Ash berkata, Jika aku telah mengembalikan hak-hak kalian maka sekarang aku
bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah! Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk masuk Islam sewaktu bersama
Muhammad di Madinah kecuali aku takut kalian mengira bahwa aku ingin memakan harta
kalian, tetapi setelah aku mengembalikan harta itu kepada kalian, dan sekarang aku telah
melepaskan tanggunganku, maka aku masuk Islam.

Berkumpul Kembali

Setelah itu ia kembali lagi ke Madinah untuk berkumpul kembali dengan Zainab yang telah lama
menantinya dengan sabar. Di Madinah ia disambut oleh kaum muslimin dengan gembira, lalu
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengembalikan Zainab kepadanya, dan mereka
berkumpul dan bersatu kembali dalam kebahagiaan bahkan lebih baik dari sebelumnya karena
kali ini mereka dikumpulkan dalam agama tauhid. Namun kebahagiaan ini ternyata tidak lama
dinikmati berdua dibanding masa sulit dan penuh kesabaran yang mereka harus jalani.

Perpisahan Untuk Selamanya

Waktu berlalu tanpa terasa, genap setahun Zainab berkumpul kembali dengan suaminya. Zainab
sang Mujahidah, wanita penyabar, dan tegar itu telah kembali menghadap Sang Khaliq setelah
berjuang menghadapi penyakit yang dideritakan semenjak keguguran kandungannya di tengah
pada sahara. Zainab meninggal dalam usia relatif muda, 30 tahun, namun begitu dewasanya
sikap dan ketabahannya yang patut diteladani oleh para remaja muslimah yang datang
sesudahnya.

Kepergian Zainab meninggalkan Abul Ash seorang diri mengenang masa-masa indah yang telah
mereka lewati bersama dalam suka dan duka, hanya dua buah hati mereka Ali dan Umamah yang
kini menjadi pelipur lara.

Kedukaan pun menimpa Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kepergian Zainab membuat beliau
sangat berduka dan bersedih, membuat kesedihan yang lama terkenang kembali yaitu ketika
melepas kepergian istrinya, Khadijah dan putri keduanya, Ruqayyah. Beliau pernah bersabda
tentang Zainab, putri sulungnya ini, Dia adalah putri terbaikku, ia dirundung musibah
disebabkan olehku.

Begitulah kehidupan seorang muslimah sejati, sebagai seorang anak, istri, dan ibu yang
senantiasa patut diteladani. Seorang wanita sederhana dan bersahaja, tak pernah lena karena
kedudukan ayahnya yang mulia. Wanita yang tak pernah menyerah dan berputus asa, di dalam
jiwanya terdapat kebesaran dan keagungan yang mengalir dari ayahnya Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam.

Anda mungkin juga menyukai