Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul
“NUSAIBAH BINTI KA’AB”
yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah AGAMA.
Tidak sedikit kesulitan yang saya alami dalam proses penyusunan Makalah
ini. Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara
moril maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada
kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah
membimbing kami sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Saya menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas Makalah ini, saya
membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan Makalah diwaktu yang akan datang.
Akhir kata, besar harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, Oktober 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Agama islam atu dinul islam berasal dari kata bahasa arab “salima”

berarti selamat, “aslama” berarti taat, “assalam” berarti bersih, aman, tunduk,

taat, patuh, “silmun” berart kedamaian, kepatuhan, peyerahan diri. Islam berarti

selamat dari kecacatan lahir dan batin, atau agama yang berdasarkan ketundukan

dan kepatuhan (Sukring, 2014).

Ibnu umar berkata, “Rasulullah saw bersabda, ‘islam dibangun diatas

lima dasar yaitu bersaksi bahwa tidak ada tuhan berhak diibadahi kecuali Allah,

dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, membayar

zakat, haji bagi yang mampu dan puasa pada bulan ramadhan (H.R.Bukhari).

Agama islam adalah agama yang dibawah oleh Nabi Muhammad dengan

islam Allah mengakhiri serta menyempurnakan agama-agama lain untuk para

hambanya, dengan islam pula Allah meenyempurnakan nihkmatnya, dan meridai

islam sebagai dai-nya. Allah berfirman “pada hari ini telah aku sempurnakan diin

mu untuk mu dan telah aku cukupkan nikmat ku bagimu dan telah aku ridhai islam

sebagai diin mu” (Q.S. AL-Maidah/5:3).

Agama islam mencakup seluruh kemaslahatan yang dikandung oleh

agama-agama terdahulu. Slam mempunyai keistimewaan, yaitu relevan untuk

setiap masa, tempat dan umat. Islam dikatakan relevan untuk setiap masa, tempat
dan umat, maksudnya adalah bhawa berpegang teguh pada islam tidak akan

menghilangkan kemaslahatan umat disetiap waktu dan tempat. Bahkan dengan

islam, umat akan menjadi baik. Tetapi bukan berarti islam tunduk pada waktu,

tempat dan umat, seperti yang dikehendaki sebagian orang (Aukring, 2014).
BAB II
PEMBAHASAN

NUSAIBAH BINTI KA’AB: WANITA YANG KEMATIANNYA


DISAMBUT PARA MALAIKAT

Kisah ini mungkin telah sering kita dengar. Namun, sekedar


mengingatkan kembali tentang perjuangan wanita mulia ini, semoga dapat
mengembalikan ghirah kita untuk juga bisa menteladani beliau, wanita yang
‘berhati baja’.

Nusaibah Binti Ka’ab radhiyallahu anha, namanya tercatat dalam tinta


emas penuh kemuliaan. Bahkan kematiannya mengundang ribuan malaikat
untuk menyambutnya. Hari itu Nusaibah sedang berada di dapur. Suaminya,
Said sedang beristirahat di bilik tempat tidur. Tiba-tiba terdengar suara
gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nusaibah menerka, itu
pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di
kawasan Gunung Uhud. Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang
sedang dilakukannya dan masuk ke bilik. Suaminya yang sedang tertidur
dengan halus dan lembut dikejutkannya.

“Suamiku tersayang”, Nusaibah berkata, “Aku mendengar pekik suara menuju


ke Uhud. Mungkin orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Dia menyesal


mengapa bukan dia yang mendengar suara itu. Malah isterinya. Dia segera
bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu dia menyiapkan kuda,
Nusaibah menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang.”


Said memandang wajah isterinya. Setelah mendengar perkataannya itu,
tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap
dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke
utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang
berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum
kepadanya. Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang


baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan
ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang
penunggang kuda yang nampaknya sangat gugup.

“Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said
baru sahaja gugur di medan perang. Beliau syahid…”

Nusaibah tertunduk sebentar, “Innalillah....” gumamnya suamiku telah menang


perang. Terima kasih ya allah”

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat, Nusaibah memanggil


Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan,

“Amar, kaulihat Ibu menangis?.. Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu
telah Syahid. Aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan
pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

*“Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi


hingga kaum kafir terhapus.”*

Mata Amar bersinar-sinar. *“Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak
dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk
membela agama Allah.”*
Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan
kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam
wajahnya. Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri.

“Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku
yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam
yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung


hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari
perkemahan di medan tempur, mereka menuju ke rumah Nusaibah. Setibanya
di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada
kabar apakah gerangan?..” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi
membuka suaranya, “Apakah anakku gugur?..”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….”

“Inna lillah….” Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis.


“Kau berduka, ya Ummu Amar?..”

Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi
yang akan kuberangkatkan?.. Saad masih kanak-kanak.”

Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di samping ibunya, menyela,
“Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa
Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani.”

Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya. “Kau tidak takut, nak?..”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng, yakin. Sebuah senyum
terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan
tangannya, Saad hilang bersama utusan tentara itu.
Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya.
Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan nyawa orang kaf ir.
Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di
dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu Akbar!..”

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah.

Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu tengkuknya.


“Hai utusan,” ujarnya, “Kau saksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa -apa
lagi. Hanya masih tersisa diriku yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut
bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengurtkan keningnya “tapi engkau wanita, ya bu...”

Nusaibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku karena aku wanita?.. Apakah


wanita tidak ingin pula masuk ke Syurga melalui jihad?..”

Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas


menghadap Rasulullah dengan mengendarai kuda yang ada.

Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. Setelah itu,


Rasulullah pun berkata dengan senyum.

“Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum masanya wanita mengangkat senjata.


Untuk sementara engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara
yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.”

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng


obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur.
Dirawatnya mereka yang mengalami luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat,
ketika ia sedang menunduk dan memberi minum seorang prajurit muda yang
luka-luka, tiba-tiba rambutnya terkena percikan darah. Nusaibah lalu
memandang. Ternyata kepala seorang tentara Islam tergolek, tewas terbabat
oleh senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini.

Apalagi ketika dilihatnya Rasulullah terjatuh dari kudanya akibat keningnya


terserempet anak panah musuh. Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi,
menyaksikan hal itu.

Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang tewas itu.
dinaiki kudanya. Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk.

Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir


pun tumbang.

Hingga pada suatu waktu ada seorang kafir yang mengendap dari arah
belakang, dan langsung menebas putus lengan kirinya. Nusaibah pun terjatuh,
terinjak-injak oleh kuda. Peperangan terus berjalan. Medan pertempuran makin
menjauh, sehingga tubuh Nusaibah teronggok sendirian.

Tiba-tiba Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, mengawasi kalau-kalau ada


orang yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat ada tubuh yang
bergerak-gerak dengan susah payah, dia segera mendekatinya. Dipercikannya
air ke muka tubuh itu.

Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Isteri Said-kah engkau?..”

Nusaibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya,


“Bagaimana dengan Rasulullah?.. Selamatkah baginda?..”

“Baginda Rasulullah tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan?.. Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih terluka parah, Nusaibah….”


“Engkau mau menghalangi aku untuk membela Rasulullah?..”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah


payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke medan
pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikkannya. Namun karena
tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus oleh
sabetan pedang musuh.

Gugurlah wanita perkasa itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang
dicintainya.

*Tiba-tiba langit berubah mendung, hitam kelabu. Padahal tadinya langit


tampak cerah dan terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak.*

Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya,

“Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan?.. Itu adalah bayangan para
malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut
kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa.”

Subhanallah..
Allahu Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar..

Tanpa pejuang sejati seperti dia, mustahil agama Islam bisa sampai dengan
damai kepada kita yang hidup di jaman sekarang.

Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla menempatkan mereka, dan kita semua di


Syurga-Nya disamping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aamiin..

Apa yang telah kita perbuat untuk menegakkan Dienullah Islam ?

Kisah penuh inspiratif ini seharusnya dapat menggugah jiwa juang kita, agar
tidak cengeng melepas anak -anak yang sedang berjuang. Kalo ingin anak
menjadi kuat, maka kita harus menjadi ibu yang kuat terlebih dahulu
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kisah penuh inspiratif ini seharusnya dapat menggugah jiwa juang


kita, agar tidak cengeng melepas anak -anak yang sedang berjuang. Kalo
ingin anak menjadi kuat, maka kita harus menjadi ibu yang kuat terlebih
dahulu.
‘’NUSAIBAH BINTI KA’AB’’

OLEH :

SULISTYAWATI RUTU

Q1A118172

KELAS D

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018

Anda mungkin juga menyukai