Anda di halaman 1dari 11

KETELADANAN KHADIJAH RA SEBAGAI ROLE MODEL MUSLIMAH IDEAL

Abstrak-
Perkawinan bukan hanya sekedar pengaturan hidup bersama secara ekonomi dan fisik,
melainkan perjanjian suci, karunia Allah, untuk menjalani kehidupan yang menyenangkan dan
meneruskan keturunan. Hubungan di antara mereka tidak seperti tetangga dan teman; itu lebih
dari itu semua. menjelaskan dalam Al Quran: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah
Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh,
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir. (Al-Quran, 30: 21).
Suami dan istri harus santun, menyenangkan, simpatik, terus terang, membantu, dapat
diandalkan, berharap baik, setia, dan sopan satu sama lain. Istri yang baik dan berbudi luhur
adalah kenikmatan yang paling besar bagi seorang suami. Ibu dari orang beriman Khadijah (Ra)
berbakti, nyaman, dan kesejahteraan suaminya kepada Nabi Muhammad (saw).
Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menyoroti karya, aktivitas, perilaku, dan
perilaku Khadijah (Ra) sebagai istri yang saleh dari Nabi Muhammad (saw) dan menyelidiki
langkah-langkah yang mungkin bagi wanita Muslim dari kehidupan keluarganya. Tulisan ini
merupakan kajian teoritis berdasarkan biografi Khadijah (Ra) dan Hadits Nabi (saw). Oleh
karena itu, saya sangat berpendapat bahwa saat ini petunjuk, pelajaran, dan ajaran dari
kehidupan keluarga Khadijah (Ra) sangat diperlukan bagi umat Islam untuk membawa
kedamaian dan kebahagiaan di zaman modern ini.
Kata kunci: khadijah , ideal, model, keteladanan. wanita muslimah.
I. Pendahuluan
istri adalah pilar berdirinya sebuah bangsa di manapun. Akarnya kembali ke pria, Adam as, dan
wanita pertama, Hawwa. Masyarakat yang baik dan sehat bergantung pada unit terkecil yaitu
keluarga; dan sebuah keluarga dibangun oleh cinta, perhatian, dan kerja sama antara suami dan
istri. Itu menimbulkan ketenangan pikiran dan memberikan suasana yang aman untuk
pertumbuhan dan kemajuan seluruh umat manusia. Sebagian besar Nabi, termasuk Nabi
terakhir Muhammad (saw) mempraktikkan sistem pernikahan. Istri pertamanya adalah
Khadijah (Ra), dia adalah model yang sempurna, ikon, teladan bagi wanita Muslim.
II. Biografi Singkat Khadijah (ra)
Khadijah (Ra) lahir lima belas tahun sebelum tahun Gajah (Amul Fil) pada tahun 566 M di
Makkah. Julukannya adalah Ummul Hind dan Ummul Kasim. Dia terkenal dengan nama
keluarganya "Tahira" (yang suci), dan Khadijah Al-Kubra (Khadijah yang agung). Ayahnya,
Khuwaylid bin Asad adalah seorang pengusaha besar Mekkah. Ibunya, Fatima binti Za’idah
adalah sepupu ketiga dari ibu Nabi Muhammad (saw) (Aj-Jahabi, 1990). Dia meninggal di bulan
Ramadhan, tahun kesepuluh setelah bi’tsah. Dia dimakamkan di Jannatul Mualla di Makkah.
Nabi Muhammad (saw) merasakan duka cita atas wafatnya Khadijah, kemudian Nabi (saw)
menyebut tahun ini sebagai “Amul Huzn” (tahun duka). Di sini disebutkan bahwa paman Nabi
(saw) Abu Thalib juga meninggal pada tahun kematian Khadijah (Tabari, 1998).
Khadijatul-Kubra (RA) adalah wanita pertama yang mendapat kehormatan menjadi istri
pertama Nabi Suci Muhammad (saw) dan wanita pertama yang masuk Islam. Dia adalah
"Khadijatul-Kubra Bint Khuwaylid bn Assad bin Abdul Uzza bin Qusayy bin Kilab. Dia adalah ibu
dari orang-orang beriman yang silsilahnya adalah Nabi (SAW) pada kakek keempatnya (Qusayy).
Dia lahir pada tahun 556 M (Suriya, N. (1997) dan dibesarkan di Mekkah di tengah-tengah suku
Quraisy, ia dilaporkan dalam sejarah menikah dengan Atiq bn Amir (Ibrahim, M. H. , 2019)
setelah kematiannya menikah dengan Hind bn Zuhrah (Abu Halah)3 dan akhirnya setelah
kematiannya ia melamar Muhammad bn Abdullah (agen bisnisnya) sejak sebelum kenabian
yang dia sepakati dan akad nikah.
Perkawinannya membuahkan hasil ketika dia melahirkan sepuluh (10) anak dengan suami-
suami ini yaitu: Abdullahi, Hindu, al-Haris, Zinab, al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu
Kulthum dan Fatimah. Dia tinggal sisa tahun hidupnya di rumah Nabi Muhammad (SAW) dan
kesempatan untuk menjadi yang pertama untuk menjawab panggilan Islam di kalangan
perempuan, karena dia mendukung Nabi (SAW) secara fisik, emosional, finansial dan intelektual
selama lima belas (15 ) tahun sebelum kenabian (Nubuwah) dan tambahan sepuluh (10) tahun
setelah dimulainya Wahyu kepada suaminya yang terhormat (SAW) ketika dia berani
menghadapi kesulitan apa pun yang dipaksakan oleh orang-orang kafir Quraisy terhadap
panggilan Islam (dakwah) dan meninggal pada tahun 620 M.
Kedudukan Khadijah (ra.) dalam Islam
Khadijah (Ra.) adalah yang pertama dari para sahabat Nabi (saw) yang mendapatkan kabar
gembira untuk masuk ke Jannat (surga). Nabi Muhammad (saw) berkata kepadanya, “Wahai
Khadijah, inilah Jibril. Dia memerintahkan saya untuk menyampaikan salam kepada Anda dan
untuk memberitahu Anda senang pasang rumah mutiara di Jannat (surga) di mana tidak akan
ada rasa sakit atau kerja keras.” Dia menjawab Allah adalah sumber as-Salam. Keselamatan atas
Jibril dan rahmat Allah bagimu ”(Shahih Muslim, Bab: Keutamaan sahabat, Bunda Orang
Beriman).
Abdullah Ibn Abbas (RA) meriwayat bahwa pada suatu hari Nabi (saw) menggambar empat
garis di tanah dan berkata, “Tahukah Anda pentingnya empat garis ini? Para sahabat Nabi (saw)
yang hadir di sana dengan hormat menjawab, Allah dan Nabinya (saw) lebih tahu. Nabi (saw)
bersabda bahwa keempat baris tersebut berarti empat wanita paling anggun dan agung di alam
semesta, yaitu Khadijah binti Khuwalid (Ra), Fatimah binti Muhammad (saw), Mariam binti
Imran dan Asia binti Mazahim.
Istri Nabi (saw) Aisyah (Ra) merasa cemburu dengan Khadijah (Ra), meskipun Khadijah (Ra)
telah meninggal sebelum dia menikah dengan Nabi (saw). Aisyah (Ra) berkata, “Saya tidak
pernah cemburu pada istri Nabi mana pun seperti saya cemburu pada Khadijah (Ra), dan saya
bahkan belum pernah melihatnya. Nabi selalu mengingatnya. Setiap kali ada domba atau
kambing yang disembelih, Dia mengirimkan bagian yang terbaik kepada kerabat dan sahabat
Khadijah”.
“Nabi Allah jarang keluar rumah kecuali menyebut Khadijah (Ra) dan memujinya, Suatu hari dia
mengatakan tentang Khadijah (Ra) pada saat itu saya merasa cemburu dan berkata, bukankah
dia seorang wanita tua yang telah Allah gantikan? Anda dengan wanita yang lebih baik? Dia
marah dan menjawab, “Tidak, demi Allah! Dia tidak menggantinya dengan yang lain. Karena,
Khadijah percaya pada pidato dan pekerjaan saya pada saat orang meragukan misi saya, dia
membantu saya dengan asetnya sementara laki-laki mengabaikan saya dari kekayaan mereka,
dan Allah memberi saya anak dari Khadijah (Ra) (Ayesha (Ra) berkata) dan Saya berkata dalam
pikiran saya, “tidak akan pernah saya berbicara buruk tentang dia lagi” (Shahih Bukhari,
Keutamaan Ansar).

IV. Khadijah (ra) Menikah dengan Nabi (saw)


Meskipun banyak pria yang ingin menikahi Khadijah setelah pernikahan keduanya berakhir, dia
malah mengabdikan dirinya untuk anak-anaknya dan bisnisnya. Salah satu tanggung jawab
terpenting yang dimiliki Khadijah sebagai pemilik kafilah adalah pemilihan agen kafilah. Agen-
agen ini sangat penting untuk bisnisnya, karena merupakan tugas mereka untuk menyeberangi
gurun ke Suriah di musim panas dengan memimpin karavan unta yang sangat besar. Pada
musim panas tahun 595, Khadijah kesulitan menemukan agen. Kerabatnya, Abu Thalib,
mengetahui masalahnya melalui serikat pedagang. Abu Thalib mendatanginya untuk
menawarkan jasa keponakannya yang masih muda, Muhammad, yang menjadi tanggung
jawabnya setelah kematian orang tua Muhammad. Meskipun pemuda itu tidak pernah
memimpin karavan sendirian, dia menemani pamannya dalam perjalanan dan dianggap dapat
dipercaya. Khadijah mempekerjakan pemuda itu untuk uji coba, dan karavan itu terbukti sukses
besar.
Khadijah (Ra) adalah seorang pedagang yang sangat sukses. Dia menunjuk orang lain untuk
bisnis atas namanya untuk komisi. Setelah dia mendengar tentang kejujuran dan tanggung
jawab Muhammad (saw), dia menawarkan Muhammad (saw) untuk melakukan bisnis dengan
janji yang dia berikan menjadi dua kali lipat dari komisi biasanya. Dia setuju dan meninggalkan
Makkah bersama pelayan Khadijah, Maisarah. Dalam perjalanan bisnis ini, dia telah meraup
banyak keuntungan untuk Khadijah. Maisarah menginformasikan Khadijah tentang akhlak mulia
dan sifat-sifat Muhammad setelah kembali dari perjalanan bisnis (Ibn Hisham, 1955). Sebelum
menikah dengan Nabi Muhammad (saw), dia menikah dua kali. Suami pertamanya adalah Abu
Halah Malik bin Zararah Tamimi dan suami keduanya adalah Atiq bin Aidah. Dari suami
pertamanya khadijah (Ra) memiliki dua orang anak, Hind dan Hala dan dari suami keduanya, dia
memiliki seorang anak Hinda. Dia menolak banyak lamaran pernikahan setelah kematian kedua
suaminya karena dia tidak berniat menikah untuk ketiga kalinya (Ibn Hajar, 1978). Dia
mengubah keputusannya ketika dia bertemu dengan Nabi Muhammad untuk transaksi
bisnisnya. Dia melamar Nabi Muhammad (saw) melalui temannya Nafeesa untuk menikahinya.
Nabi Muhammad (saw) sangat senang dengan lamaran tersebut, tetapi dia tetap pergi ke
pamannya untuk meminta nasihat mereka, mereka semua memutuskan bahwa dia harus
menikahinya (Ibn Saad, ND).
Pada saat menikah Muhammad (saw) berumur dua puluh lima tahun, dan Khadijah berumur
empat puluh tahun. Dia memiliki dua putra dan empat putri oleh Nabi Muhammad (saw).
Mereka adalah Qasim, Zainab, Ruqayya, Umme Kulsum, Fatima, dan Abdullah (Ali Khan, 1983).
V. Muslim Pertama
Khadijah (Ra) adalah wanita pertama, atau lebih tepatnya orang pertama, yang percaya kepada
Allah dan Nabi terakhir-Nya Muhammad (saw) dan percaya pada semua yang dia terima dari
Allah melalui wahyu (wahyu) (Ibnul Asir, ND). Dia juga orang pertama yang mendengar ayat-
ayat Alquran yang diwahyukan dari Nabi Muhammad (saw) dan setelah Nabi (saw) pertama kali
membacanya. Dia juga orang pertama yang memperoleh ilmu shalat dari Nabi (saw). Suatu hari,
Nabi Muhammad (saw) pulang setelah Jibril mengajarinya tata cara shalat. Ketika Nabi (saw)
memberitahunya tentang hal ini, dia berkata, “Ajari saja aku bagaimana dia melatihmu,” Nabi
melatihnya. Dia kemudian menyelesaikan wudhu seperti yang dia lakukan dan berdoa bersama
Nabi (saw) (Al-kandhalubhi, 1983).
a) Mengorbankan harta di jalan Allah
Allah berfirman: Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebaikan (pahala) sampai kamu
menafkahkan di jalan Allah) dari apa yang kamu cintai (Al-Quran, 3: 93).
Khadijah (Ra) mempraktekkan perintah Allah ini dengan hati dan jiwa. Dia memberikan
tanggung jawab perdagangannya kepada Nabi Muhammad (saw), yang juga mengunjungi
banyak tempat di Arab, termasuk Yaman dan Bahrain, sehubungan dengan misi perdagangan.
Khadijah (Ra) berkata kepada suaminya bahwa semua hartanya adalah miliknya (Muhammad
saw), jadi dia bisa menggunakannya sesuka hatinya. Utusan Allah Muhammad (saw)
menginvestasikan semua hartanya (Khadijah) di jalan Allah (Ibn Hisham, 1955). Terutama
dukungan keuangannya untuk periode terbatas umat Islam di lembah-lembah Abu Talibis
disebutkan. Khadijah mengetahui impian dan harapan suaminya, sehingga untuk melengkapi
visi suaminya; dia menghindarkannya dari masalah persalinan dengan memberikan kepemilikan
atas kekayaannya yang sangat besar. Alhasil, Nabi Muhammad (saw) mencurahkan seluruh
waktunya di jalan Allah. Allah mengingatkan Nabi (saw) tentang nikmat ini sebagaimana Dia
berfirman:
“Allah mendapati kamu miskin kemudian Dia mempersiapkan kamu untuk mandiri” (Al-Quran,
93: 8).
Dia juga menunjukkan kasih sayang kepada Muslim yang miskin dan membutuhkan. Dia sangat
baik kepada mereka (Ali Khan, ND).
Kewirausahaan Khadijah di dalam dan di luar Jazirah Arab membawa begitu banyak manfaat
bagi komunitasnya, dan juga bagi orang lain. Pertama dia membuka lapangan kerja bagi
masyarakat saat itu. Usaha Khadijah telah membuka lapangan kerja bagi banyak orang yang
mengiringi kafilahnya ke pasar domestik dan internasional seperti Nabi (SAW) sendiri sebelum
pernikahan mereka, Maysara, Adiyy bn Samit dan istrinya dan beberapa di luar negeri. (Ibrahim,
M. H.)
Kedua, Khadijah adalah wanita Arab terkaya pada masanya karena dia memiliki ribuan unta
yang mengangkut barang dagangannya (seperti parfum, pakaian berharga, dll.) ke pasar,
sejumlah besar modal yang dia investasikan dalam bisnisnya dan banyak budak yang dia beli
dan mengabdikan mereka untuk bisnisnya dan layanan rumah tangga lainnya seperti Maysara
dan Zaid bn Harithah.( Ibrahim, M. H.)
Ketiga, dukungan dan pembelaan Khadijah terhadap Islam; Abu Thalib dan kehadirannya
berfungsi sebagai perlindungan bagi Islam dan Nabi (SAW) karena orang-orang kafir Quraisy
merasa sulit untuk melakukan apa pun menjelang pengepungan di wilayah Abu Thalib yang
akhirnya menyebabkan kematiannya pada tahun 620 M. Khadijah menjadi pendukung utama
Nabi (S.A.W) dengan penyediaan kebutuhannya yang tak terelakkan seperti yang didakwakan
dalam pernyataan ini:
... satu-satunya orang yang mendukungnya melalui semua emosi ini adalah khadijah istrinya
yang tulus dan setia. Dengan dukungan dan kepercayaan seperti ini, khadijah telah memberikan
banyak kontribusi sebagai seorang wanita Muslim kepada masyarakat luas.. (Ibrahim, M. H.) Dia
biasa menyediakan makanan baginya untuk dimakan ketika dia mulai mengasingkan diri di gua
Hira' dan kemudian membuatnya mengabdikan diri untuk misi menyebarkan Islam (Dakwah).
Dia menghidupi orang miskin, wanita dan kerabatnya yang biasanya berkumpul di rumahnya
untuk biaya hidup sehari-hari, dan sebagainya.
c) Memilih pasangan berdasarkan moralitas
Kehidupan keluarga yang bahagia tergantung pada karakter murni dan kejujuran suami-istri.
Kehidupan keluarga Khadijah (Ra.) dan Nabi (saw) penuh kebahagian karena keduanya memiliki
akhlak dan moralitas yang sama, dan hati mereka juga memiliki perasaan yang sama. Hal itu
dijelaskan dalam hadis Nabi:
Kesenangan terbesar dalam hidup adalah istri yang baik dan berbudi luhur (Shahih Muslim, Jilid
Keperawatan; bagian: Kebahagiaan terbesar di bumi adalah istri yang jujur). Karakter dan
moralitas Khadijah (Ra.) begitu tinggi sehingga Nabi (saw) menjulukinya sebagai “yang terbesar
di antara wanita bangsa ini” (Abul Hasan Al-Balajuri, ND). Dalam memilih Khadijah (Ra) sebagai
istri, Nabi Muhammad (saw) lebih memilih kemuliaan dan karakternya. Karena dia juga salah
satu dari sedikit orang yang hidup lurus bahkan di masa pra-Islam dan menyelamatkan diri dari
ketidaksenonohan yang tersebar luas pada waktu itu, maka dia terkenal dengan nama Tahira,
yang berarti orang yang suci. (Aj-Jahabi, 1990). Di sisi lain, akhlak Nabi (saw) begitu tinggi
sehingga beliau santun dan rendah hati; mandiri dan mulia; bijaksana dan perhatian; jujur dan
tulus. Dia menyukai yang baik dan tidak menyukai yang buruk.
d) Ibu Yang Penyayang
Ada pepatah terkenal: "Siapa yang membesarkan laki-laki, maka hanya membesarkan laki-laki,
tetapi siapa yang membesarkan perempuan, membesarkan satu generasi." Guru paling efektif
untuk seorang pria “Ibu”, kutipan yang sangat terkenal dari Napoleon Bonaparte, “Beri aku ibu
yang baik, dan aku akan memberimu bangsa yang hebat!” (https://www.azquotes.com/quote/).
Khadijah (Ra) adalah seorang ibu yang peduli. Dia memberikan perhatian penuh pada anak-
anak dan keluarganya dan merawat mereka dengan baik. Khawla bint Hakeem mengatakan
Nabi (saw) setelah kematian Khadijah, Ya Nabi Allah! Tampaknya Anda telah direpotkan atas
wafatnya Khadijah. Nabi (saw) kemudian berkata, “Ya, dia adalah ibu rumah tangga dan
pengurus keluarga” (Muhammad Ali Qutb, 2008).
Setelah wahyu pertama Al-Qur'an dari Allah kepada Nabi Muhammad (saw) istri Nabi (saw)
Khadijah (Ra) mengumpulkan empat putri mereka Zaynab, Ruqayyah, Umm Kulthum, dan
Fatima, Dia juga mengumpulkan dua anggota lainnya dari Nabi House Ali bin Abi Thalib dan Zaid
ibn Harith bersama mereka. Kemudian dia menjelaskan apa yang terjadi di gua Hiera dengan
Nabi (saw) dan bertanya apakah mereka akan percaya pada pesan Nabi Muhammad (saw)
dengan serius dan percaya diri. Tanpa ragu enam orang ini, mereka menyatakan keimanan
mereka kepada Allah sebagai satu-satunya pencipta mereka dan Muhammad sebagai utusan-
Nya (Ibnul Asir, ND).
Khadijah lahir dari kehidupan yang istimewa. Keluarganya penting di Mekka dan cukup kaya; dia
bisa menjalani kehidupan yang nyaman sepanjang hari. Khadijah, bagaimanapun, adalah
seorang wanita muda yang cerdas dan rajin yang menikmati bisnis dan menjadi sangat terampil.
Ketika ayahnya meninggal, wanita muda itu mengambil alih bisnis keluarga, yang tumbuh dan
berkembang di bawah arahannya. Penyayang sekaligus pekerja keras, Khadijah memberikan
banyak uang untuk membantu orang lain — membantu orang miskin, sakit, cacat, janda, yatim
piatu, dan memberikan uang kepada pasangan miskin untuk menikah.
Dua kali Khadijah menikah, dan ketika masing-masing suaminya meninggal, dia mengatasi
kesedihannya dan terus membesarkan anak-anaknya yang masih kecil dan menjalankan bisnis
karavannya yang sukses sendirian. Khadijah memiliki banyak pegawai, termasuk posisi penting
agennya, yang melakukan perjalanan dengan kafilahnya, menegosiasikan kesepakatan di kota
lain, dan mengambil alih sejumlah besar uang yang terlibat dalam bisnis perdagangan.
e) Berikan penghiburan pada saat krisis dan ancaman
Tugas seorang wanita sebagai seorang istri dia harus berhati-hati tentang penghiburan dan
kesejahteraan suaminya. Dia mungkin tidak mengganggunya atau menyinggung perasaannya.
Allah Yang Mahakuasa dijelaskan di dalam Al-Qur'an sebagaimana yang diinginkan oleh orang-
orang saleh, mereka berdoa:
Ya Allah, karuniailah kami dari antara istri dan anak kami yang menghibur mata kami dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang saleh (Al-Quran, 25: 74).
Ummul Muminin (ibu orang beriman) Khadijah (Ra) adalah contoh dari ayat ini. Karena Khadijah
(Ra) selalu mendukung Nabi Muhammad (saw) secara fisik dan mental sebelum dan sesudah
kenabiannya. Setelah wahyu pertama diturunkan, Nabi Muhammad (saw) ketakutan dan
cemas. Dia datang ke Khadijah (Ra) dan berkata: bungkus padaku! Bungkus padaku! Jadi, dia
menutupinya, dan ketika kepanikan meninggalkannya, dia memberi tahu Khadijah tentang apa
yang terjadi di gua Heera dan berkata: Saya takut pada diri saya sendiri, Khadijah (Ra)
menjawab: Tidak pernah! Demi Allah, Allah tidak akan pernah meninggalkan Anda, karena Anda
mengikatkan hubungan keluarga, Anda menanggung kesulitan orang yang lemah, Anda
memberikan kepada orang-orang apa yang tidak dapat diberikan orang lain, Anda ramah
kepada tamu dan kerabat Anda, dan Anda membantu orang yang membutuhkan. sedang
dirundung musibah. Khadijah (Ra) membebaskan Nabi Muhammad (saw) dengan
mengingatkannya akan kebajikan dan kualitasnya yang baik (Shahih Bukhari, awal wahyu).
f) Meminta nasihat dari orang yang terhormat dan jujur
Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad (saw) ketika dia berada di gua Hiera dan berkata: 3
“Bacalah,” jawab Nabi (saw), aku tidak bisa membaca. Jibril menekannya ke dadanya beberapa
kali kemudian ayat berikut berbunyi:
“Bacalah dengan nama penciptamu yang membentuk manusia dari zat yang melekat. Bacalah,
dan Penciptamu adalah Yang Maha Pemurah, Dia mengajar dengan pena, Mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya” (Al-Quran, 96: 1-5).
Pada saat itu, Nabi (saw) kembali ke rumah dengan ketakutan, dan gugup. Khadijah (Ra)
membawanya ke Waraka Ibn Naufal (sepupu Khadijah), yang telah menerima agama Kristen di
masa jahiliyah dan mampu menulis kitab suci sebelumnya dalam bahasa Ibrani. Dia juga fasih
dengan agama-agama samawi yang ada. Saat itu, Dia adalah orang yang berpengalaman yang
kehilangan penglihatannya. Khadeejah (Ra) berkata kepadanya, Wahai sepupuku, dengarkan
apa yang keponakanmu katakan. Waraka berkata, Wahai keponakanku, apa yang kamu lihat?
Setelah Nabi selesai menceritakan apa yang telah dilihatnya, Waraka berkata, Dia adalah An-
Naamoos (Jibril), yang diturunkan Allah kepada Nabi Moosa. Saya harap jika saya kuat secara
fisik! Saya berharap untuk hidup ketika komunitas Anda mengusir Anda dari negara Anda. Nabi
berkata, apakah mereka akan mengusirku dari negeriku? Waraka menjawab, setiap orang
ketika tiba dengan apa yang kamu terima, perlakukan mereka sebagai musuh. Jika saya masih
hidup ketika waktu Anda tiba, maka saya akan membantu Anda. Waraka meninggal setelah
waktu yang singkat (Shahih Bukhari, awal wahyu).
Dia juga dikonfirmasi oleh Waraka Ibn Naufal bahwa dia akan menjadi Nabi Allah yang terakhir.
g) Bermanfaat dalam segala jenis kegiatan yang saleh
Wahyu berhenti untuk sementara waktu setelah pesan pertama terungkap. Malaikat Jibril
mendatangi Nabi Muhammad (saw) untuk kedua kalinya; Allah menurunkan kepada Nabi (saw)
ayat-ayat ini:
“Hai kamu yang menutupi dirinya (dengan pakaian), bangkitlah dan beri peringatan. Dan
Tuhanmu memuliakan. Dan mensucikan pakaianmu” (Al-Quran, 74:1-4)
Setelah wahyu kedua dari Allah, Nabi (saw) bangun dari tidurnya. Dia menjadi khawatir, cemas,
dan kesal tentang tugas dan tanggung jawabnya. Dalam situasi ini, Khadijah (Ra) mendekatinya
dengan lembut untuk kembali ke tempat tidur dan beristirahat serta tidur. Nabi menjawab
waktu istirahat dan tidur sudah habis. Kemudian dia memberi tahu Khadijah (Ra) bahwa Jibril
memerintahkannya untuk memperingatkan dan mengajak orang kepada Allah dan ibadah-Nya.
Lalu Nabi berkata siapa yang harus kupanggil? Dan siapa yang akan menerima undangan saya?
Khadijah (Ra) menghiburnya dengan menerima Nabi Hood dari suaminya. Demikianlah Nabi
Muhammad (saw) dan Khadijah (Ra) berjuang bersama di jalan Allah sejak awal wahyu (Ibn
Hisham, ND).
h) Mendorong untuk menegakkan kebenaran
Khadijah (Ra) selalu setia dan membantu misi Nabi Muhammad (saw). Dia mendorong dan
membantunya untuk menyebarkan Islam. Pada tahun 616, setelah tujuh tahun turunnya
wahyu, suku Quraisy mulai memboikot perdagangan terhadap kaum Muslim. Mereka
menyerang, memenjarakan, dan memukuli umat Islam. Meskipun Khadijah (Ra) melewati
seluruh hidupnya dalam kekayaan dan kemewahan, namun tidak akan berpaling dari Nabi Allah
untuk kesenangan hidup. Khadijah (Ra) meninggal dunia tidak lama setelah boikot, karena
kondisi ekstrim boikot tanpa makanan dan minuman (Ibn Hisham, ND).
Dukungan Khadijah membantu Muhammad percaya pada visinya dan mendirikan keyakinan
baru yang disebutnya Islam, yang berarti "penyerahan" dalam bahasa Arab. Pengikutnya
disebut Muslim, atau "orang yang tunduk." Muhammad mulai melakukan perjalanan dan
menyebarkan ajaran Islam ke seluruh Mekah. Dia mengkhotbahkan kepercayaan pada satu
tuhan, Allah, yang dia klaim menciptakan dunia dan duduk menghakimi umat manusia.
Muhammad berbicara tentang kehidupan setelah kematian dan tentang tuhan yang adil dan
akan membalas perbuatan baik di Bumi. Banyak orang Mekah yang miskin dan beberapa
pedagang menanggapi seruan Muhammad, tetapi agama baru itu dengan cepat membuat
Muhammad dan Khadijah menjadi musuh. Banyak orang Mekah membenci Muhammad
dengan mengatakan bahwa dewa dan dewi tradisional harus digantikan oleh Allahnya. Mereka
puas dengan kehidupan seperti itu. Orang Quraisy yang kuat berperang melawan agama baru
itu karena mereka takut Muhammad akan menghancurkan Ka'bah daripada memeluknya untuk
Islam.
i) Sekilas tentang ciri-ciri Khadijah (Ra) sebagai model wanita muslimah
Khadijah (Ra) adalah wanita saleh dan super; hidupnya penuh dengan pelajaran bagi setiap
muslimah. Nabi (saw) menggambarkannya sebagai “yang terbaik di antara wanita bangsa ini.”
Sekarang beberapa karakter mulia darinya disebutkan di bawah ini secara sekilas:
• Dia berbagi visi, misi, dan ambisi Nabi Muhammad (saw) dari hatinya sebagai seorang istri
yang mulia.
• Dia memiliki karakter dan kualitas yang baik yang penting untuk seorang istri yang unggul.
• Dia menjauhkan diri dari segala jenis pelanggaran yang dipraktikkan dalam masyarakat Arab.
Dia menghadapi banyak tentangan untuk tetap hidup lurus.
• Dia lebih maju untuk berlomba menuju kebajikan dengan menyatakan keimanannya untuk
pertama kali pada Nabi (saw). Sebagaimana Allah berfirman: “Berlomba-lombalah menuju
kebaikan” (Al-Quran, 5: 48).
• Dia memelihara hubungan yang saling pengertian dan saling pengertian dengan suaminya
• Ia sangat memperhatikan hak-hak kerabat dan suami.
• Dia adalah istri yang berbakti. Seperti yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur'an sebagai karakter
wanita yang saleh: Laki-laki bertanggung jawab atas wanita dengan apa yang telah diberikan
Allah kepada satu sama lain dan apa yang mereka keluarkan untuk pemeliharaan dari kekayaan
mereka, Jadi wanita yang berbudi luhur adalah saleh.
patuh, pelindung saat suami tidak ada apa yang Allah ingin mereka jaga (Al-Quran, 4:34).
• Hubungannya terbuka dengan suaminya, Nabi Muhammad (saw). Sebagaimana Allah
berfirman dalam Al Quran: mereka (istri) adalah pakaian untukmu, dan kamu (suami) adalah
pakaian untuk mereka (Al-Quran, 2:187).
• Khadijah (Ra) adalah ibu yang luar biasa. Dia penuh perhatian tentang anak-anaknya. Dia tidak
pernah mengabaikan mereka.
• Dia mempersiapkan dirinya untuk Akhirat dengan usaha dan pengorbanannya.
• Dia mendekorasi rumah Nabi (saw) dengan karakter dan wataknya.
• Khadijah (Ra) memperoleh tempat khusus di hati Nabi (saw) dengan kontribusinya. Tidak ada
istri Nabi yang bisa mendapatkan tempat ini.
• Khadijah (Ra) selalu menjadi sumber kesenangan bagi suaminya.
• Dia adalah seorang pengusaha wanita terhormat, dermawan, dan kaya yang dikenal dan
terkenal karena kecerdasan, kemurnian, dan kebaikannya.
• Dia mampu menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dan bisnisnya.
• Ia juga mendukung dan mendukung suaminya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
“Laki-laki dan perempuan yang setia adalah pasangan satu sama lain. Mereka memerintahkan
apa yang benar dan melarang apa yang salah dan mendirikan shalat dan memberikan zakat,
dan menaati Allah dan rasulnya. Allah akan menyayangi mereka” (Al-Quran, 9: 71).
VI. Kesimpulan
Seorang istri adalah pendamping suami, teman sebaya, dan pasangan hidup. Istri adalah kunci
kemajuan suami secara berkelanjutan. Seorang istri memegang berbagai posisi dalam keluarga,
seperti pemimpin, administrator, pengelola pendapatan keluarga, dan seorang ibu. Istri Nabi
Muhammad (saw) Khadijah (Ra) yang mengorbankan keinginan dan ambisinya, dia
menciptakan lingkungan yang penting bagi suaminya, Nabi Muhammad (saw) untuk berpikir
dan bekerja lebih banyak untuk Islam. Dia adalah sumber inspirasi bagi suaminya, Nabi
Muhammad (saw). Dia berdiri di sampingnya dalam semua krisis serta dia berbagi dengannya
semua pencapaian dan kesuksesan. Dia adalah orang yang Nabi Muhammad (saw) berpaling
kepadanya untuk cinta, simpati, kenyamanan, penghiburan, dan pengakuan. Dia adalah simbol
kesucian, kesetiaan, kepatuhan, ketundukan, dan pengabdian kepada suaminya.
References
1. Al-Quran
2. Abul Hasan Al-Balajuri, Ansabul Ashraf, Egypt: Darul Marif, ND.
3. Al-kandhalubhi, Yusuf, Hayatus Sahaba, Dimuscs: 1983.
4. Ali Khan, Dr. Majid, Muhammad the final Messenger, Pakistan: Sh. Muhammad Ashraf
publishers, 1983.
5. Ibn Saad, At-tabakatul Kubra, Bairut: Darul Fikar.
6. Ibn Hisham, As-Sirah An nababiyah, Cairo: 1955.
7. Ibnul Asir, Ali Ibn Muhammad, Usdul Gaba fi Marifatis Sahaba, ND.
8. Ibn Hajar, Shihabuddin Al-askalani, Al-Isaba fi Tamijis Sahaba, Bairut: Darul Fikar, 1978,
Vol-4.
9. Muhammad Ali Qutub, Women around the messenger of Allah, International Islamic
Publishing House, 2008.
10. Tabari, Muhammad Ibn Jarir, Tarikh al-Rusul wa'l- Muluk. Translated by Landau-
Tasseron, E. (1998). Vol. 39, Biographies of the Prophet's Companions and Their Successors, p.
161. New York: SUNY Press. 5
11. https://www.azquotes.com/quote
12. Saheeh Muslim, The book of Nursing; Chapter: The best enjoyment of the world is a
righteous wife, Hadeeth number: 1467).
13. Saheeh Bukhaaree, The virtues of the Ansar, Hadith number: 3818, the beginning of
revelation Hadeeth number: 3.
14. Saheeh Muslim, Chapter: The virtues of companions, the virtues of Khadeejah, the
Mother of the Believers, Hadith number: 2432.
Suriya, N. (1997). The contribution of Women to Muslim society: A study of selected
autobiographical and bibliographical literature, M. A Dissertation, Rand Afrikaans University.
https://core.ac.uk/download/pdf/18220341.pdf, p. 71. Retrieved on 26/10/2019.
Ibrahim, M. H. (nd.). Ummul Mu'minin Khdijah bnt Khuwailid; al- Mathalul a'la li Nisai al-
Alamin, Darul Fadilah, al- Qahirah Misr. Retrieved on 30/08/2019 from
https://ebooksstream.com/pdfs/kutub-pdf.net-1HbTgL.pdf. p. 51

Anda mungkin juga menyukai