Anda di halaman 1dari 4

Bulan Safar merupakan bulan kedua setelah Muharram dalam kalender Hijriah.

Penamaan bulan ini


diambil dari kata “Shafr” yang berarti kosong. Menurut Ibnu Mandzur dalam Lisânul ‘Arab, hal ini
dilatarbelakangi karena pada bulan tersebut orang-orang Makkah dalam sejarahnya berbondong-
bondong pergi sehingga kota menjadi kosong.   Habib Abu Bakar al-‘Adni dalam Mandzumah Syarh
al-Atsar fî mâ Warada ‘an Syahri Safar mencatat bahwa Safar merupakan bulan terjadinya beberapa
peristiwa bersejarah, antara lain pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Khadijah, pernikahan
Sayyidah Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, perang
pertama dalam Islam yaitu perang Abwa, penaklukan Khaibar, dan Rasulullah mengutus Usamah bin
Zaid kepada pimpinan prajurit Rum tahun 11 Hijriah. ADVERTISEMENT   Dalam kitab yang sama,
Habib Abu Bakar al-‘Adni menuliskan doa yang bisa dibaca pada bulan Safar ini agar senantiasa
mendapat perlindungan dari Allah subhanahu wata’ala. Isi doa tersebut cukup panjang, memuat
puji-pujian kepada Allah dan dominasi permohonan akan perlindungan dari berbagai keburukan
pada bulan dan tahun ini. Simak doa selengkapnya dalam artikel “Doa Bulan Safar” yang ditulis
Amien Nurhakim.    Pada zaman jahiliah, berkembang anggapan bahwa bulan Safar adalah bulan sial
atau dikenal dengan istilah tasyâ-um. Bulan yang tidak memiliki kehendak apa-apa ini diyakini
mengandung keburukan-keburukan sehingga ada ketakutan bagi mereka untuk melakukan hal-hal
tertentu. Islam datang merevisi anggapan tersebut dan menegaskan bahwa tak ada hari atau bulan
sial di mata syariat.   ADVERTISEMENT

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/123260/marhaban-bulan-safar-1442-h-bacalah-doa-ini

Sebelum turunnya risalah Islam, Siti Khadijah dijuluki ath-Thahirah (suci).


Sebab, perempuan mulia itu tak pernah sekalipun ikut dalam arus gelombang
zaman Jahiliyah.

Beberapa riwayat menyebut Khadijah berstatus janda sebelum menikah


dengan Muhammad SAW. Namun, sebagian riwayat menyangkalnya
sehingga berarti Khadijah belum pernah menikah sebelum akhirnya membina
rumah tangga dengan Muhammad SAW.

Jatuh hati

Mulanya perkenalan Muhammad SAW dengan Khadijah melalui dunia


perniagaan. Khadijah memang dikenal sebagai saudagar yang sukses dan
kaya raya. Perempuan itu biasa membiayai suatu kafilah dagang dari Makkah
ke Syam (Suriah) dan membagi hasil atau keuntungan dengan mitranya.
Suatu ketika, Muhammad SAW menjalin kerja sama dalam usaha dagang
Khadijah. Sosok berjulukan al-Amin ('yang dapat dipercaya') itu membawa
dagangan Khadijah ke Jursyi, suatu daerah dekat Khamisy Masyit. Begitul
pula dengan wilayah-wilayah lain di luar Makkah.

Dalam menjalankan bisnis ini, Muhammad SAW ditemani oleh Maisarah,


seorang budak milik Khadijah. Maisarah selalu takjub. Sebab, perniagaan
yang dijalankan Muhammad SAW selalu mendapatkan untung.

Setelah kembali dari perjalanan dagang tersebut, Maisarah pun menuturkan


kesaksiannya mengenai Muhammad SAW kepada majikannya itu. Khadijah
sangat terkesan. Ia merasa, semua perilaku akhlak Muhammad SAW tidak
hanya hebat sebagai seorang mitra dagang, tetapi bahkan sebagai pribadi
manusia. Alhasil, Khadijah kian merasa tertarik kepada beliau.

Setelah tiba saatnya, Khadijah pun melamar Muhammad shallallahu ‘alaihi


wa sallam. Dalam hal ini, perempuan itu mengutus seorang sahabatnya,
Nafisah binti Ummayyah, yang juga masih berkerabat dengan Muhammad
SAW.

Muhammad SAW pun menerima tawaran Nafisah untuk menikahi Khadijah.


Rencana pernikahan pun dimatangkan.

Muhammad SAW kemudian menyampaikan kabar gembira ini kepada


paman-pamannya. Hamzah bin Abdul Muthalib, salah seorang paman beliau,
lantas mendatangi rumah Khuwailid bin Asad bersama Muhammad SAW
untuk melamar Khadijah.

Rumah tangga bahagia

Maka menikahlah Muhammad SAW dengan Khadijah. Pasangan berbahagia


ini dikaruniai dua orang putra dan empat orang putri. Mereka adalah Abdullah,
Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah.
Jumlah anak yang sebanyak itu menjadi salah satu argumen beberapa
sejarawan dalam menaksir usia Khadijah saat menikah. Bila benar usia
perempuan mulia itu 40 tahun saat menikah dengan Rasulullah SAW, maka
sangat mungkin ia sudah memasuki masa menopause. Maka dari itu, mereka
berpendapat, usia Khadijah saat menikah dengan Nabi SAW adalah 28 tahun.

Allah Maha berkehendak. Abdullah dan Al-Qasim meninggal dunia saat


usianya masih kecil. Adapun keempat putri beliau tumbuh dewasa. Mereka
termasuk yang paling awal memeluk Islam begitu wahyu Allah turun kepada
Muhammad SAW.

akarta - 
Kisah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam membujang selama 25 tahun. Beliau
baru menikah di usia 25 tahun. Sang penghulu para Nabi dan Rasul itu menikah
dengan Siti Khadijah binti Khuwailid, seorang janda berusia 40 tahun yang sudah
pernah menikah dua kali sebelumnya.

Baca juga:Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Khadijah, istri setia dan mulia dan yang pertama memeluk agama Islam. Dengan
Khadijah, Rasulullah dikarunia 6 orang anak. Rasulullah tidak pernah melakukan
poligami selama 25 tahun hidup bersama Khadijah. Dalam sejumlah Sirah Nabawiyah
disebutkan bahwa Khadijah wafat saat Rasulullah berusia 50 tahun.

Setelah Khadijah wafat, Rasulullah sempat menduda selama satu tahun. Sejumlah
sahabat sedih dengan kesendirian Nabi. Sehingga mereka berusaha membujuk
Rasulullah agar menikah lagi. Kisah Nabi Muhammad SAW poligami terjadi setelah
wafatnya Siti Khadijah.

Baca juga:Kisah Nabi Muhammad SAW dan Garis Suci Leluhur Rasulullah
Pada suatu hari datanglah Khaulah binti Hakim mendatangi Nabi. Dia membujuk
Rasulullah agar mau menikahi Aisyah binti Abu Bakr. Nabi Muhammad setuju dan
mengkhitbah (melamar) Aisyah, namun belum menggaulinya.

Khaulah tak lega. Sebab itu artinya Rasulullah tetap sendiri. "Jika Rasulullah SAW tidak
langsung berumah tangga dengan Aisyah, lalu siapakah yang akan menemaninya?"
tanya dia
Maka Khaulah datang kembali dengan menawarkan agar Rasulullah menikahi Saudah
binti Zam'ah, seorang janda berusia 55 tahun. Abdul Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi
dalam Sirah Nabawiyah menyebut saat menikahi Saudah, usia Rasulullah 50 tahun.
Namun ada sumber lain yang menyebut ketika itu umur Rasulullah sudah 51 tahun.

Baca juga:Ini Cara Keraton Kanoman Cirebon Maknai Maulid Nabi

Setelah itu Rasulullah menikah dengan Zainab binti Jahsyi, janda berusia 45 tahun, lalu
dengan Ummu Salamah, janda berusia 62 tahun. Saat berusia 57 tahun Nabi
Muhammad menikahi seorang janda berusia 47 tahun kemudian dengan Juwairiyah
binti Al-Harits, janda berusia 65 tahun yang telah punya 17 anak.

Kemudian Rasulullah menikahi Shafiyah binti Hayyi Akhtab, janda berusia 53 tahun
dengan 10 orang anak; Maimunah binti Al-Harits, janda berusia 63 tahun, dan Zainab
binti Harits, janda 50 tahun.

Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah dilaksanakan di periode Madinah. Sejumlah


sumber menyebut ketika menikahi Aisyah usia Rasulullah sudah 61 tahun.

Semasa hidupnya Rasulullah menikahi perempuan berstatus gadis hanya dengan


Aisyah. Lainnya dinikahi Rasulullah dalam status janda dan tak lagi muda. "Beliau
(Muhammad SAW) tidak menikah dengan gadis kecuali dengan Aisyah," tulis Abdul
Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi dalam Sirah Nabawiyah.

Rasulullah wafat pada usia 63 tahun. Itu berarti Beliau hidup dalam poligami selama 12
sampai 13 tahun. Sementara Rasulullah hidup monogami bersama Siti Khadijah selama
25 tahun.

Kisah Nabi Muhammad SAW dan poligaminya sempat menjadi kajian sejumlah


sejarawan Eropa dan Amerika. R.V.C Bobdley dalam penelitian yang dibukukan dengan
judul, "Kehidupan Muhammad sang Utusan", menyebut poligami Nabi Muhammad tak
bisa disamakan dengan budaya barat.

"Tiada sesuatu pun dari kehidupan poligami Muhammad yang dapat dikiaskan dengan
standar-standar barat," tulis Bobdley seperti dikutip dari Sirah Nabawiyah Abdul Hasan
'Ali al-Hasani an-Nadwi.

Menyambut Maulid Nabi 1441 Hijriyah, detikcom menurunkan artikel seputar Kisah Nabi


Muhammad SAW. Selengkapnya klik di sini.

Simak juga video "Sebentar Lagi d'Happening Madu Tiga Anggota DPR RI" :

Anda mungkin juga menyukai