yang beriman diteguhkan hatinya sebagaimana dialami Asiyah yang mendapat perlindungan meskipun ia berada di dalam rumah tangga penghulu orang kafir, yaitu rumah Fir'aun yang dikenal sebagai seorang tiran yang sewenang- wenang. Kekuasaan dan keangkuhan Fir'aun sama sekali tidak membahayakan aqidah istrinya sendiri, Asiyah, yang beriman kepada Allah Ta'ala dan risalah Musa. Ini menunjukkan bahwa meski kita berada di rumah orang kafir sekelas Fir'aun sekalipun, jika ada iman yang menjadi benteng dalam diri kita, yakinlah bahwa Allah Ta'ala akan memberikan keselamatan. Di tengah-tengah kebencian Fir'aun terhadap risalah Nabi Musa dan di puncak keangkuhannya yang mengaku sebagai tuhan, Fir'aun ternyata tidak mampu menaklukkan hati istrinya sendiri. Bahkan dengan tegar dan kuat, Asiyah berdoa kepada Allah, "Ya Rabb-ku bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang zhalim." (QS. at- Tahrim [66]) Terkait doa Asiyah di atas, Abul Aliyah berkomenter dari sudut sebab turunnya ayat tersebut, bahwa Fir'aun mengetahui keimanan istrinya, lalu dia keluar di hadapan khalayak ramai seraya berkata, "Apakah yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahim?" Mereka memujinya. Maka Fir'aun berkata kepada mereka, "Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selain aku. Mereka bertanya kepadanya [jika demikian] bunuhlah dia. Kemudian dibuatkan untuknya tiang. Setelah itu tangan dan kakinya diikat. Maka Asiyah pun berdoa dengan doa ini: Ya tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. Hal itu bersamaan dengan kehadiran Fir'aun di tempat penyiksaan. Maka Asiyah tertawa ketika melihat rumahnya di surga. Fir'aun berkomentar, "Apakah kalian tidak( merasa heran dengan kegilaannya. Kita menyiksanya, namun dia tertawa. Setelah itu keluarlah ruhnya dari jasadnya."
Salman al-Farisi berkata sebagaimana
diriwayatkan Usman al-Hindi, "Awalnya dia disiksa dengan panasnya terik matahari. Ketika sinar matahari menyengatnya, para malaikat melindungi defigan sayap-sayapnya. Dikatakan bahwasanya kedua tangan dan kakinya ditancapkan di bawah panas sinar matahari, sedangkan punggungnya dikenakan rantai yang melingkar. Lalu Allah Ta'ala memperlihatkan kepadanya tempatnya di surga. Dikatakan pula bahwa tempatnya terbuat dari mutiara. Tatkala ia berkata, "Selamatkanlah aku." Lalu Allah menyelamatkannya dengan sebaik-baik penyelamatan. Dia mengangkat ruhnya ke surga. Di sana dia makan, minum dan bersenang-senang." Inilah sosok wanita beriman. Dia hidup di bawah kekuasan suaminya adalah manusia paling kafir kepada Allah, Tuhan sekalian alam. Ketika itu Fir'aun telah mengakui dirinya sebagai tuhan serta dzat yang patut disembah sebagai sekutu Allah. Namun Asiyah tidak tunduk pada keadaan yang demikian, bahkan dia menyerahkan segalanya kepada Allah, baik ketika susah maupun senang. Dia memohon kepada Allah dengan berdoa supaya dirinya diselamatkan dari Fir'aun dan perbuatannya, baik kekufuran, kezhaliman dan kecongkakannya. Sebagaimana dia memohon keselamatan dari kaum yang zhalim, yakni orang-orang Qibthi penduduk Mesir. Respon terhadap permohonannya tidaklah terlambat. Allah telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi. Baginya telah dibangun istana di surga. FATIMAH ADALAH SEORANG ISTRI DAN IBU DARI ANAK-ANAK YANG SANGAT DERMAWAN.
FATIMAH BINTI MUHAMMAD
Fatimah, semoga Allah meridhainya, adalah
putri yang dilahirkan dari pernikahan Rasullulah dengan Khadijah, semoga Allah meridhainya. Fatimah adalah wanita mulia sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulallah, bersama ibunya, Khadijah binti Khuwailid, serta Maryam binti Imran dan Asiyah istri Fir’aun. Fatimah besar di rumah kenabian dibawah asuhan Rasulullah dan Khadijah. Dalam sorot matanya terpancar cahaya kenabian, lidahnya hanya membicarakan kalimat- kalimat Allah yang diperoleh dan dihafalnya langsung dari Rasulullah. Di saat sejumlah pemuda-pemuda mulai berdatangan melamar Ftimah, Rasulullah sudah mulai membicarakan pernikahan anaknya. Mendengar hal itu, dua sahabat yakni Abu Bakar dan Umar bin Al-Khatthab mendorong Ali Bin Abi Thalib agar melamar Fatimah. Ali pun memberanikan diri meski pada awalnya dia malu- malu karena tidak ada yang bisa dibawa untuk melamar. Saat itu Fatimah masih berumur 18 tahun sedangkan Ali lebih tua empat tahun. Ali pun datang membawa baju perangnya. Fatimah lahir di kota Makkah, ketika orang- orang Quraisy sedang sibuk merenovasi Ka’bah, sekitar lima tahun sebelum Muhammad diangkat sebagai rasul. Berbahagialah kedua oang tua Fatimah, ia adalah putri bungsu, karena itulah Khadijah tidak menyusukannnya pada orang lain, tetapi menyusui sendiri. Fatimah tumbuh di keluarga yang suci. Pribadinya dibentuk oleh kedua orang tuanya. Dari sanalah ia memperoleh curahan air jernih dari mata air kenabian. Ia berinteraksi langsung dengan risalah kenabian ayahnya. Muhammad Rasulullah adalah pemimpin bagi umat manusia, dan rahmat bagi alam semesta. Sedangkan ibunya, Khadijah binti Khuwailid adalah pemimpin bagi wanita sedunia, sepanjang zaman, dan putri Nabi paling utama. Suaminya, Ali bin Abi Thalib, adalah pemimpin di dunia dan akhirat, serta Amirul Mu’minim keempat, setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Al-Khattab, dan Utsman bin Affan. Kedua putranya, Al-Hasan dan Al-Husain adalah pemimpin para pemuda hli surga, dua orang penyejuk hati bagi Rasulullah. Adapun pamannya, Hamzam bin Abdul Muththalib adalah pemimpin para syuhada’, dan singa Allah dan Rasul-Nya. Dan, pamannya yang terakhir, adalah pemimpin Bani Hasyim. Orang yang selalu melindungi para tetangga, mencurahkan segenap harta dan menolong orang yang butuh, dialah Al-Abbad bin Abdul Muththalib. Sepupunya juga demikian, seorang pemimpin, syuhada’ agung, dan tokoh para Mujahidin, dia adalah Ja’far bin Ali Thalib. Fatimah yang mendapat julukan “az-Zahra” bermakna “Sinar mentari yang terang”. menurut riwayat yang disampaikan, bahwa Ibnu Hibban yang petama memberi gelar itu. Adapun latar belakang penamaan itu karena dia tidak pernah haid, kecuali setelah melahirkan, dan nifas selama satu jam, agar dia tidak meninggalkan shalat. Selain itu, Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Nabi dan diantara beliau, “azharul-laun” warna kulit bercahaya. Az-Zahra adalah seorang putri yang sangat setia dan mendukung penuh dakwah ayahnya. Lihatlah, ketika Uqbah mendengar dari pemuka Quraisy mengatakan “Siapa yang mau mengambil isi perut unta ini dan melemparkannya ke punggung Muhammad saat dia sedang sujud?” Ternyata Uqbah yang bersedia merealisasikan keinginan busuk itu, ia menyahut, “saya!” Segera Uqbah mengambil isi perut unta itu dan membawanya lalu melemparkan ke punggung Rasullulah yang sedang sujud. Melihat keadaan seperti itu, kumpulan Quraisy berlagak bodoh. Nabi Muhammad, tetap dalam sujudnya hingga sampailah berita ini kepada Fatimah, dan ia pun bergegas mengambil seluruh kotoran yang berisi jeroan bertengger di punggung ayahnya. Lalu membersihkan tubuh pakaian ayahnya yang terkena kotoran, lalu Fatimah dengan berani menghardik para gerombolan teroris itu. Nabi Muhammad lalu berdoa kepada Allah agar menghukum orang-orang yang selalu menjadi musuh, salah satunya, Uqbah bin Abi Mui’th yang baru saja melemparinya kotoran. Doa beliau pun terkabul. Dalam perang Badar. Uqbah menjadi tawanan pasukan Islam. Tatkala Nabi Muhammad memerintahkan sahabat untuk melakukan eksekusi pada Uqbah, ia lalu berkata, “Lantas siapa yang mengurus anak-anakku, wahai Muhammad?” “Neraka sudah menantimu,” jawab Nabi Muhammad. “Apakah Engkau tetap membunuhku padahal aku orang Quraisy?” “ya”, jawab Nabi Muhammad. Rasulullah lalu menoleh kepada para sahabat dan berkata, “apakah kalian tahu apa yang telah dilakukannya kepadaku? Dia mendatangiku saat aku sujud di belakang Maqam Ibrahim. Dia menginjak tengkukku dan tidak menghentikannya hingga aku mengira mataku hendak copot. Di lain waktu, ia juga datang dengan membawa jeroan unta. Ia melemparkannya ke atas kepalaku, dikala aku sedang sujud. Hingga datanglah Fatimah, ia membersihkan kepalaku” Begitulah akhir cerita dari Uqbah, ia mendapatkan siksa di dunai dan akhirat akibat perlakuannya pada Rasul akhir zaman, dan kini begitu banyak Uqbah yang datang silih berganti, mencela ajaran Nabi Muhammad, serta melecehkan ajaran beliau. Fatimah merasakan masa-masa pahit yang dialami umat Islam di Makkah. Ketika diboikot selama tiga tahun, iapun merasakannya. Akan tetapi semua itu semakin membuat keimanan dan keislamannya bertambah. Ia semakin dekat dengan ayahnya, dan turut merasakan beban- beban dakwah hingga Allah Taalla memberi izin pada Nabi Muhammad dan kaum muslimin pindah ke kota Madinah. Fatimah termasuk dalam rombongan kaum wanita muhajirat bahkan mereka rela mendahulukan kaum muhajirin ketika mereka sendiri sedang membutuhkannya. Pada tahun kedua Hijriah, Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah binti Muhammad, dan ini berlangsung seusai peristiwa perang Badar. Saat itu Ali mendatangi Nabi Muhammad, namun ia malu untuk mengutarakan isi hatinya. Dia hanya diam, hingga Nabi Muhammad yang berbicara duluan. “sepertinya kamu datang hendak melamar Fatimah?” “Iya,” jawab Ali. “Apakah kamu punya sesuatu untuk mas kawin?” tanya Nabi Muhammad. “sungguh aku tidak memiliki apa-apa wahai Rasulullah.” “Bagaimana dengan baju besi yang pernah kuberikan padamu?” tanya Nabi Muhammad. “Iya, Aku memilikinya baju besi itu buatan orang Hutham, harganya 400 dirham.” jawab Ali. “Aku menikahkanmu dengan Fatimah. Utuslah seseorang untuk mengantar baju besi tersebut kepada Fatimah. Dengan begitu, ia sudah menjadi istrimu,” kata Nabi Muhammad. Rasulullah menemui putrinya, beliau berkata padanya, ”Sesungguhnya Ali menyebut namamu.” Fatimah diam. Maka Rasulullah menikahkannya. Saat itu, umurnya 18 tahun, dan Ali lebih tua 4 tahun daripadanya. Dimalam pernikahan putrinya, sebagaimana ditulis Ibn Khatsir dalam “Al-Bidayah wa An- Nihayah” Rasulullah meminta air untuk berwudhu, kemudian menyisakannya untuk Ali, dan berdoa, ”ya Allah berkahilah keduanya. Berkahilah keturunan mereka berdua.” Bani Abdul Muthalib dan para sahabatpun merayakan momen bersejarah yang membahagiakan itu. Waktu itu Hamzah menyembelih beberapa ekor unta milikinya untuk menjamu para undangan. Pasangan pengantin baru itu pindah rumah yang lumayan jauh dari rumah Rasulullah. Tempat yang tidak ada perabotan, sedang alas tidurnya hanya dari kulit kambing, satu tempat minum, dua buah tempayan, dan satu alat penggiling tepung. Namun, tak lama setelah itu, Rasulullah datang menemui putrinya, dan berkata, ”aku ingin kamu tinggal denganku." Fatimah menjawab, “Kalau begitu katakan pada Haritsah bin Nu’man agar menyisihkan sebagian rumahnya lagi.” Rasulullah menjawab, ”Aku sungguh malu padanya. Ia telah banyak memberikan rumahnya kepada kita.” ketika berita ini sampai pada Haritsah, dia langsung menemui Nabi Muhammad dan mengatakan, “Aku mendengar bahwa Engkau ingin Fatimah tinggal denganmu. Rumah-rumahku adalah rumah Bani an-Najjar yang paling dekat dengan rumahmu. Sesungguhnya, diri dan hartaku semuanya adalah milik Allah dan Rasull-Nya.“ Nabi Muhammad menjawab, “engkau benar-benar tulus. Semoga Allah selalu memberkahimu.” maka, Nabi Muhammad menyuruh mereka berdua, yakin Ali dan Fatimah pindah ke salah satu rumah Haritsah dan tinggal disana. Dalam kondisi serba kekurangan dan hidup dalam kesederhanaan, Fatimah mengerjakan sendiri segenap keperluan rumah tangganya. Ini karena suaminya, Ali, belum sanggup mempekerjakan pembantu untuk membantunya mengurus pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Pada waktu umat Islam mendapatkan sejumlah kemenangan besar dalam peperangan, dan banyak tawanan yang dijadikan budak, Ali bin Abi Thalib pun datang menemui istrinya. Ia mengeluh, "Aku benar-benar telah merasa lelah mengambil air dari sumur, hingga merasa sakit. Allah telah memberi ayahmu banyak budak, pergilah menemui beliau, dan mintalah seorang pembantu." Fatimah menjawab, "Demikian pula aku, selalu membuat adonan tepung hingga membekas di tanganku." Maka, Fatimah pun menemui ayahnya, tetapi dia tidak kuasa meminta pembantu kepadanya, karena merasa tidak enak dan malu. Ia pun melapor pada suaminya, "Aku malu untuk meminta pada beliau. Karena itu aku pulang." Lalu, kedua pengantin baru itu menemui Rasulullah meskipun malu-malu, dengan berjalan maju-mundur, dan ketika bertemu, mereka mengutarakan keadaan dan keinginan mereka. Rasul menjawab, “demi Allah, aku tidak akan memenuhi permintaan kalian itu. Karena aku tidak bisa meninggalkan para ahli suffah dalam keadaan lapar. Aku akan menjual budak-budak itu dan hasilnya akan kuinfakkan buat mereka." (HR. al- Bukhari)
Akhirnya, mereka berdua pulang dengan
perasaan hampa. Ketika mereka hendak tidur, ternyata selimut yang ada tidak cukup. Jika kalian hendak berbaring di tempat tidur, bacalah tasbih, tahmid, takbir, masing-masing 33 kali." (HR. al-Enichari) Akhirnya, Ali dan Fatimah sangat puas dengan pesan dari Nabi itu, dan mereka pun tidak pernah meninggalkan petuah itu hingga akhir hayat mereka. Fatimah adalah seorang istri dan ibu dari anak-anak yang sangat dermawan. Ketika Rasulullah menemui putrinya, dan melihatnya sedang melepas kalung emas dari lehernya, Fatimah mengatakan pada ayahnya, kalau kalung itu adalah pemberian suaminya. Rasulullah langsung menegurnya, "Wahai Fatimah, apakah engkau senang jika orang-orang mengatakan, dia adalah Fatimah putri Muhammad, di tang annya ada kalung dari api neraka, lalu is pulang. "Mendengar hal itu, Fatimah pun menggunakan kalung tersebut untuk memerdekakan seorang budak. Mengetahui hal itu, Nabi A berujar, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fatimah dari api neraka." (HR. al-Baihaqi) Di lain waktu Rasulullah memberikan wejangan pada putrinya, sabdanya, "Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah padaku apapun yang kamu inginkan dari hartaku, akan tetapi aku tidak bisa menyelamatkanmu sedikitpun dari siksa Allah.” (HR. Al- Bukhari dan Muslim) Jika demikian, bagaimanamungkin ia akan cenderung kepada dunia. Tak diragukan lagi, Fatimah adalah orang yang zuhud, wara’, dan cinta kepada Allah yang tiada taranya. Kezuhudan Fatimah tidak bisa dibandingkan dengan semua wanita pada zamannya. Kecintaan akan kebenaran benar-benar murni dan penuh berkah. Ia berusaha semampunya mengimbangi ayahnya. Aisyah meriwayatkan perihal kezuhudan Fatimah, kayanya, “aku belum pernah melihat ada orang yang lebih baik sikapnya daripada Fatimah, kecuali ayahnya.” Suatu ketika Nabi pernah ditanya, “Siapakah orang yang paling engkau sayangi?” “Fatimah”, jawab beliau. (HR. At-Tarmidzi) Imam adz-Dzahabi berkomentar, “Perempuan yang paling disayangi Rasulullah adalah Fatimah, dan laki-laki yang paling disayangi adalah Ali.” Tidak ada yang menandingi kedudukan Fatimah di hati Nabi, demikian pula rasa cinta ayah terhadap putrinya. Imam Al- Bukhari meriwayatkan dari Aisyah, semoga Allah meridhainya, ia berkata, “Aku tidak melihat seorangpun yang menyerupai Nabi, baik ucapan, gaya bicara, maupun cara duduknya kecuali Fatimah, apabila Nabi melihatnya, beliau langsung menyambutnya. Beliau berdiri dan menciumnya, Kemudian, menggandeng tangannya dan menyuruh duduk ditempat duduk beliau. Demikian pula sebaliknya, bila ia melihat Nabi, ia langsung menyambutnya, ia langsung berdiri dan mencium tangan ayahnya. Rasulullah sangat peduli pada putrinya, termasuk soal kebahagiaan rumah tangganya. Suatu ketika, menantunya, Ali berhasrat melakukan poligami dengan melamar putri Abu Jahal, maka Fatimah pun datang menemui Rasulullah dan mengadu. "Kaummu mengira bahwa engkau tidak ikut marah apabila putrimu marah. All ingin menikahi putri Abu Jahal." Mendengar itu, Nabi berdiri dan berkata, "Sungguh Fatimah adalah bagian dariku. Aku tak suka apabila dia disakiti. Demi Allah, putri utusan Allah dan putra musuh Allah tidak akan bisa berkumpul pada satu suami." (HR. al-Bukhari dan Muslim) Karena mengindahkan perasaan Fatimah, Ali pun urung meminang putri Abu Jahal. Ia segera menemui istrinya dan meminta maaf, dan hilanglah masalah yang menyedihkan bagi Fatimah, dan kebahagiaan pun kembali meliputi mereka berdua. Dalam sebuah riwayat, Ali berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah”, di antara kami berdua, siapakah yang lebih engkau cintai; aku atau Fatimah?" "Fatimah lebih aku cintai daripada kamu dan, kamu lebih mulia bagiku daripada dia." Kebahagiaan mereka kian sempurna manakala Fatimah mengandung, dan pada bulan Sya'ban tahun ketiga Hijriah, Fatimah melahirkan bayinya yang pertama. Seseorang datang kepada Nabi memberi kabar tentang berita gembira tersebut. Rasulullah senang, dan kaum muslimin pun bersukacita dengan kelahiran cucu sang Rasul. Pada hari ketujuh kelahiran cucunya, Rasulullah menyembelih kambing sebagai aqiqah, ia mencukur rambut si bayi, dan memberinya nama, Hasan. Di tahun berikutnya, di bulan yang sama, lahirlah Husain, cucu Nabi Muhammad yang kedua. Beliau memperlakukannya sama seperti cucunya yang pertama, menyembelih kambing di hari ketujuh, mencukur rambutnya dan menamainya. Terhadap cucunya, Nabi bersabda, "Keduanya adalah we-wangian surga yang kudapat di dunia." (HR. al-Bukhari) Hadits lain, dari Imam at-Tirmidzi menyebutkan, Nabi A bersabda, "Keduanya adalah pemimpin pemuda ahli surga." (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim, Ahmad dll) Bahkan keutamaan Hasan dan Husain tiada batasnya. Selanjutnya Fatimah melahirkan dua anak lagi, semuanya perempuan. Tahun kelima Hijriyah, dia melahirkan Zainab, dan tahun ketujuh is melahirkan Ummu Kaltsum. Zainab kelak menikah dengan Ja'far bin Abi Thalib dan Ummu Kaltsum menikah dengan Umar bin al-Khaththab. Keluarga Nabi Muhammad yang terdiri dari istri-istri, anak, menantu, dan cucunya lazim juga disebut Ahlul Bait. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. al- Ahzab [33]: 33) Demikian pula Ummu Salamah, semoga Allah meridhainya, meriwayatkan, bahwa Rasulullah pernah menyatukan Hasan, Husain, Ali, dan Fatimah dalam satu pakaian. Kemudian berdoa, "Ya Allah, mereka adalah keluargaku dan orang-orang terdekatku. Jauhkan mereka dari dosa dan bersihkan mereka sebersih-bersihnya!") Tentang keistimewaan Ahlul Bait, Nabi Muhammad bersabda, "Tidak seorang pun yang membenci kami, Ahlul Bait, melainkan Allah akan memasukkannya ke neraka." (HR. Ibnu Hibban) Pun, Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad memandang Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain, lalu beliau bersabda, "Aku nyatakan perang terhadap orang yang tidak berdamai dengan kalian." (HR. at- Tirmidzi) Kedudukan Fatimah, semoga Allah meridhainya, sebagai pemimpin kaum wanita tertuang dalam sebuah riwayat yang menceritakan, bahwa suatu hari Nabi Muhammad mengunjungi putrinya yang sedang tidak punya apa-apa untuk dimakan. Beliau bertanya, "Bagaimana kondisimu wahai putriku?" Fatimah menjawab, "Makin parah karena aku tidak memiliki makanan untuk dimakan." Nabi bertanya lagi, "Putriku, apakah kamu tidak suka jika kamu menjadi pemimpin kaum wanita seluruh dunia?" "Ayah, lantas bagaimana dengan Maryam binti Imran?" Tanya Fatimah. Beliau menjawab, "Dia adalah pemimpin kaum wanita di dunianya dan kamu adalah pemimpin kaum wanita di duniamu. Sungguh, aku telah menikahkanmu dengan seorang pemimpin dunia akhirat." Hudzaifah juga meriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda, "Malaikat turun dan memberiku kabar gembira bahwa Fatimah adalah pemimpin wanita surga." (HR. at-Tirmidzi) Wanita mulia ini, sebagaimana disebutkan oleh Urwah bin Zubair, wafat enam bulan setelah Rasulullah lebih dahulu menghadap Allah. Kala itu, umur Fatimah 29 tahun. Ini juga menjadi bagian dari mukjizat Nabi Muhammad, bahwa beliau pernah menyatakan, bahwa "Fatimah adalah anggota keluarga beliau yang pertama menyusulnya." Al-Abbas memimpin shalat jenazahnya, sumber lain mengatakan Abu Bakar. Tentang kepergian Fatimah, Ali melukiskan kesedihannya dalam bait syair: Setiap ada pertemuan sepasang kekasih pasti ada perpisahan Hanya sedikit yang tidak dipisahkan oleh kematian Setelah kehilangan Muhammad, aku kehilangan Fatimah Bukti bahwa tak ada kisah kasih yang abadi. Sebagai catatan, kedudukan Ahlul Bait sebagai manusia-manusia mulia dalam pandangan kaum muslimin, khususnya Ahlussunnah wal Jamaah sudah tidak terbantahkan. Hanya saja, kita memandang bahwa selain Nabi Muhammad, semuanya tidak ada yang ma’shum, atau terbebas dari kesalahan. Dan itu adalah pandangan yang proporsional. Hal ini berbeda dengan pandangan golongan Syiah yang beranggapan, bahwa Ahlul Bait, terutama Ali bin Abi Thalib, Fatimah az-Zahra, Hasan dan Husain serta keturunanya adalah Padahal tidak ada satu nash pun baik Al-Qur'an maupun hadits menerangkan hal itu. Karena itulah, kaum muslimin diminta lebih bijak menyikapi masalah ini, dan kembali kepada ajaran Islam yang benar. Menghormati dan memuliakan Ahlul Bait berdasarkan ajaran Rasulullah, bukan melampaui batas nalar. Bahkan golongan Syiah Imamiyah tidak hanya ghuluw (bersikap berlebih-lebihan) terhadap Ahlul Bait, tetapi mencela dan melecehkan sahabat- sahabat Nabi A yang lain, seperti Abu Bakar as- Shiddiq, Umar bin Khaththab, Ustman bin Affan, bahkan termasuk sebagian Ahlul Bait, seperti Aisyah binti Abu Bakar, istri Rasulullah, semoga Allah meridhai mereka semua.