Anda di halaman 1dari 12

Keturunan

Abdullah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid berasal dari suku Bani Asad. Abu Bakar dan Abu
Khubaib adalah julukan Abdullah bin Zubair. Ayahnya, Zubair bin
Awwamadalah sahabat penting Nabi Muhammad saw dan juga sepupu Nabi saw. Ibunya adalah
asma, putri Abu Bakar.

Kelahiran
Ada sedikit perbedaan laporan sejarah tentang tahun kelahiran Ibnu Zubair. [1]Menurut laporan
yang terkenal, dia adalah anak pertama yang lahir pada bulan Syawal tahun pertama Hijrah. [2].
Kaum Muslimin ketika mendengar kabar kelahirannya, menampakkan kegembiraannya karena
kaum Yahudi mengklaim mereka akan berhasil mencegah kelahiran bayi dengan sihir-sihir yang
mereka lakukan. Dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw juga bergembira dan menyuapi Zubair
dengan kurma. Kemudian menamainya Abdullah dan Abu Bakar mengazaninya di
telinganya. [3] Berdasarkan dari riwayat-riwayat yang berasal baik dari Syiah maupun Sunni, kita
mengetahui bahwa pernikahan Zubair dan Asma adalah nikah mut'ah [4]Abdullah bin Zubair
adalah anak pertama kali yang lahir dari jenis pernikahan ini. [5] Ibnu Zubair pada usia tujuh atau
delapan tahun bersama-sama dengan anak-anak seusianya memberikan baiat kepada Nabi
Muhammad saw sehingga ia disebut sebagai sahabat kecil. [6]

Masa Setelah Nabi Muhammad saw


Ketika Nabi Muhammad saw masih hidup saat itu Ibnu Zubair masih kecil. Tidak ada laporan
sejarah tentang Ibnu Zubair ikut serta dalam berbagai peperangan dan kejadian-kejadian penting
kemasyarakatan atau politik. Hanya ada satu peristiwa sejarah yang menceritakan bahwa ia ikut
ayahnya dalam Perang Yarmuk (tahun ke 15 H/636) dan usianya ketika itu masih kecil, sehingga
pastinya ia tidak ikut berperang. [7] Nama Abdullah bin Zubair secara perlahan-perlahan namanya
disebut dalam sumber-sumber rujukkan pada zaman Khalifah Utsman. Pada masa ini ia
memperoleh banyak promosi jabatan.
Menurut nukilan Thabari (310 H/922) ia ikut pada peristiwa penyerangan Iran bagian
utara Khurasan pada tahun 29-30 H/650-651 yang dipimpin oleh Sa'id bin al-Ash. [8]. Ia termasuk
penulis Alquran dalam peristiwa pengumpulan mushaf Alquran. [9] Ia turut serta dalam
penyerangan ke Maroko pada tahun 27 atau 28 H/648 dibawah pimpinan Abdullah bin Sa'ad bin
Abi Sarh. Dari ia sendiri dinukilkan bahwa kemenangan kaum Muslimin diperoleh karena ia
berhasil membunuh pimpinan pasukan musuh. [10] Ibnu Zubair tidak sejalan dengan ayah dan
bibinya Aisyah dalam peristiwa pemberontakan atas Usman. Ia berada dalam barisan Usman
dan membelanya. [11] Ia adalah wakil Usman untuk bernegosiasi melawan musuh-musuhnya, ia
juga merupakan imam salat jama'ah ketika rumah Usman dikepung. Dalam kejadian ini, ia
terluka. [12]

Pada masa Imam Ali as


Ibnu Zubair melawan kekhalifahan Imam Ali as. Tindakan terpentingnya pada masa Imam Ali as
adalah bahwa ia melawan Imam Ali dan ikut serta dalam Perang Jamal. Ia adalah penyulut api
yang menyebabkan pemberontakan terhadap Imam Ali as. Dikatakan bahwa dalam Perang
Jamal ia menderita luka kira-kira 30 luka. [13] Ia juga ikut berperan ketika ayahnya mengadakan
perlawanan melawan Imam Ali as bahkan dalam riwayat yang berasal dari para Imam
as dikatakan bahwa hal inilah yang menyebabkan ayahnya terpisah dari Ahlulbait
as. [14] Sebelum peperangan dimulai, Ibnu Zubair menerima kabar bahwa ayahnya menyesal
telah ikut dalam Perang Jamal dan bermaksud untuk menarik diri medan peperangan. Namun
Ibnu Zubiar berusaha untuk meyakinkan ayahnya untuk tinggal bersama akhirnya ia gagal
meninggalkan medan pertempuran. [15]
Antara Ibnu Zubair dan bibinya Aisyah terdapat hubungan kekerabatan yang
akrab. [16] Ketika Aisyah meninggal, ia menunjuk Ibnu Zubair untuk menjadi washinya. [17] Dari
sebagian keterkaitan yang disebutkan dalam sejarah bisa ditarik kesimpulan bahwa
keikutsertaan Aisyah peristiwa Perang Jamal karena dipengaruhi oleh Ibnu Zubair. [18]Ketika
pasukan Jamal memasuki kota Basrah, Ibnu Zubair yang merupakan komandan pasukan
perang, mengingkari perjanjian damai antara ia dan Utsman bin Hunaif yang saat itu menjabat
sebagai Gubernur Basrah, bahwa kedua belah pihak tidak akan saling menyerang hingga
kedatangan Imam Ali as. Ia dengan sekelompok orang, membunuh 40 orang yang menjadi
pelindung bagi kaum Muslimin dan menggunakan uang baitul mal. [19]

Kebangkitan dan Khilafah


Setelah kematian Muawiyah, Abdullah bin Zubair tidak mau memberikan baiat kepada Yazid dan
melancarkan serangan kepada pemerintahan Umawi. Sumber-sumber sejarah menyebutkan
sebab-sebab pemberontakan Ibnu Zubair diantaranya adalah ia ingin memperoleh kursi
kekhalifahan. Oleh karena itu, sebagian laporan sejarah menuliskan bahwa keberadaan Imam
Husain as di Hijaz menganggu harapan Ibnu Zubair, karena masyarakat tidak akan menaruh
perhatian kepada Ibnu Zubair selama ada Imam Husain as di Hijaz. Dan karena ia mengetahui
bahwa Imam Husain as akan pergi ke Kufah, maka Ibnu Zubair mendorong Imam Husain as
supaya pergi ke Kufah. [20]
Ibnu Zubair memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi saw dan ke dua istri Nabi
yaitu Khadijah dan Aisyah. Ayah Ibnu Zubair adalah sahabat dekat Nabi Muhammad saw.
Ayahnya juga memiliki kedudukan sosial lainnya seperti anggota Syura Khilafah
Umar. [21] Disamping itu, ia mengklaim bahwa Utsman berjanji tentang kekhilafannya. Semua
faktor-faktor ini menyebabkan ia menilai bahwa dirinya yang layak untuk memegang tampuk
kekhalifahan sebelum Bani Umayyah.
Setelah syahadah Imam Ali as, Muawiyah mampu memaksa Ibnu Zubair untuk membaiat
dirinya [22] dan bahkan Ibnu Zubair berada di dalam pasukannya ketika Muawiyah menyerang
Konstatinopel (Istanbul). [23] Namun ia memberi peringatan bahwa Ibnu Zubair akan mengadakan
pemberontakan kepada penggantinya, setelah dirinya meninggal. [24] Setelah kematian
Muawiyah, sesuai dengan pesan ayahnya, Ibnu Zubair dipaksa untuk memberikan baiat kepada
Yazid dan mengancam jiwanya. Oleh sebab itu, Ibnu Zubair kembali ke Mekah dan berlindung
di Ka'bah. [25] Ia memberi gelar kepada dirinya dengan sebutan 'āid baitullah (orang yang
meminta perlindungan kepada baitullah) [26] seolah-olah isyarat akan adanya riwayat yang
menyebutkan bahwa ketika ada seseorang hendak berlindung dari upaya buruk orang jahat dan
meminta pertolongan kepada Ka'bah maka musuhnya akan binasa. [27]
Pada awalnya, ia memperlihatkan bahwa dirinya akan memberikan baiat kepada Yazid. Setelah
kabar Peristiwa Karbala sampai ke Mekah, ia membacakan khutbah yang menyulut emosi
masyarakat dan menangis. Dalam khutbahnya ia menerangkan bahwa Yazid tidak layak untuk
memegang khilafah. [28] Akhirnya Yazid memerintahkan supaya Ibnu Zubair membaiat dirinya
dan ia mengirimkan belenggu perak kepada Ibnu Zubair supaya ia mengenakannya sebagai
tanda untuk menunjukkan ketaatan dan menghadap kepadanya, namun Ibnu Zubair
menolaknya. [29]
Amru bin Sa'id, Hakim Mekah dan Madinah atas perintah Yazid mengirimkan pasukan untuk
menyerang Ibnu Zubair. Namun pasukan yang dikirim Yazid mengalami kekalahan. [30] Pemimpin
pasukan ini yang merupakan saudara tiri Yazid [31] bersama dengan sekelompok orang lainnya
menjadi tawanan Ibnu Zubair dan kemudian dipenjarakan dan akhirnya tewas. [32]
Ketika itu Mekah berada di bawah kendali Ibnu Zubair [33] dan begitu juga dengan kota Madinah.
Hal ini disebabkan adanya Peristiwa Karbala dan ketidaklayakan Yazid menjadi khalifah serta
kuatnya pengaruh Ibnu Zubair, sehingga menjadikan masyarakat lebih menaruh perhatian
kepadanya. Utsman bin Muhammad bin Abu Sufyan, hakim muda kota Madinah membawa
rombongan para pembesar Madinah ke Syam setelah melakukan manasik hajidan setelah
menyelesaikan manasik haji, ia berharap dengan Yazid memberikan hadiah kepada mereka dan
menenangkannya, situasi kota Madinah akan lebih terkendali. [34] Namun rencana ini justru
menjadi sebab terbongkarnya ketidaklayakan Yazid menjadi khalifah di hadapan para
rombongan.
Kelakuan Yazid yang jauh dari nilai-nilai Islam dihadapan para rombongan Madinah
menyebabkan mereka menjadi tidak senang kepada Yazid dan setelah mereka kembali dari
Mekah, mereka secara terang-terangan mengatakan kepada masyarakat bahwa Yazid tidak
layak untuk menempati jabatan sebagai pemegang kekhalifahan. Karena kejadian ini Yazid
menulis surat yang berisi kemarahannya kepada masyarakat Madinah. [35]
Ibnu Zubair, dalam khutbahnya membakar masyarakat untuk menurunkan Yazid dari tahta
kepemilikan. [36] Kemudian ia menulis surat kepada masyarakat Madinah dan meminta mereka
untuk membait wakilnya Abdulah bin Muthi' 'Adawi sebagai khalifah bagi kaum
mukminin. [37] Setelah itu, masyarakat mengusir Utsman bin Muhammad, hakim Yazid dan
sekelompok orang dari Bani Umayah dari kota Madinah. [38]
Yazid mengirim laskar ke Hijaz untuk menekan Ibnu Zubair dan pendukungnya dengan ancaman
yang berat. [39] Laskar Yazid pertama kalinya mengepung Madinah dan meminta masyarakat
supaya membaiat Yazid dan bersama-sama untuk memadamkan kekuatan Ibnu Zubair, namun
masyarakat tidak menerimanya. [40] Dan pada tahun 28 Dzulhijjah tahun 63 H/683, dua pasukan
Madinah dan Suriah saling berhadap-hadapan. [41]

Pengepungan Pertama kota Mekah dan Ibnu Zubair


Dalam pertempuran antara masyarakat Madinah dengan pasukan Syam, masyarakat Madinah
kalah dan masyarakat Suriah atas komando Yazid memubahkan nyawa dan harta
masyarakat. [42] Mereka membunuh secara besar-besaran sahabat Nabi saw. Oleh sebab itu,
meletuslah Peristiwa Harrah. Pasukan Suriah pergi ke Mekah untuk memberantas Zubair
beserta pendukungnya. [43]
Ibnu Zubair dan pendukungnya dikepung oleh pasukan Suriah semenjak 13 Safar 64 H/684
hingga 40 hari setelah kematian Yazid pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun 64 H/684. [44] Ibnu
Zubair menetap di Masjidil Haram. Orang-orang Suriah berkemah di bukit dekat Masjidil
Haram. [45] Mereka melempari batu dan bola api ke arah Zubair dan pasukannya. Akhirnya, batu-
batu itu mengenai Ka'bah dan membuat tirainya terbakar. [46] Ya'qubi (w. 292 H) meriwayatkan
bahwa Ibnu Zubair sengaja tidak memadamkan api supaya masyarakat Mekah ikut turut serta
dalam berperang melawan pasukan Suriah. [47]
Ya'qubi meriwayatkan bahwa, Ibnu Zubair tidak memadamkan api untuk menjaga agar pengikut
dan orang-orang berkemauan keras melawan tentara Yazid. Banyak kelompok berada dibarisan
Ibnu Zubair untuk melawan pasukan Suriah diantaranya 200 orang penduduk Habasyah yang
dikirimkan oleh Raja Habasyi untuk melindungi Ka'bah. [48] Pasukan Suriah tidak berhasil
mengalahkan pertahanan pasukan Ibnu Zubair. Disebabkan kematian Yazid, dan 40 hari
kemudian kabar kematiannya itu sampai ke telinga pasukan Suriah, maka pada akhirnya
pasukan ini meninggalkan kota Mekah dan kembali ke Suriah.

Kekhalifahan
Sumber-sumber sejarah berbeda pendapat tentang ajakan Ibnu Zubair supaya membaiat
dirinya. Sebagian rujukan menulis pada tanggal 9 Rajab tahun 64 H/684. [49]Sebagian
menyebutkan bahwa baiat kepada Zubair diberikan oleh masyarakat pada tiga bulan setelah
kematian Yazid. [50] Diberitakan bahwa setelah kematian Yazid di Suriah, Ibnu Zubair
mendapatkan dukungan dari masyarakat Suriah, oleh itu pasukan Suriah sebelum bergerak ke
arah Suriah menginginkan supaya Ibnu Zubair melupakan hal-hal yang telah terjadi
seperti Peristiwa Harrah dan pergi ke Suriah bersama dengannya, namun Ibnu Zubair dengan
dalil-dalil tertentu menolak ajakannya. [51] [52]
Tak lama setelah itu, orang-orang dari negara-negara seperti Damaskus, Kufah, Basrah, Yaman
dan tempat-tempat lain seperti Khurasan membaiat perwakilan Ibnu Zubair. [53] Ibnu Zubair
memperlakukan keluarga Bani Umayyah dengan kasar dan mengusir mereka dari Mekah. [54] Dia
juga membunuh Atabat bin Abu Sufyan beserta lima puluh anggota Bani Umayyah di
sekitar haram. [55] Tindakan ini membuat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas mengkritik
keras atas perbuatannya. [56]Hubungan antara Ibnu Zubair dan Bani Hasyim juga tidak membaik.
Muhammad bin al-Hanafiyah menolak untuk memberi sumpah setia kepadanya dan mengatakan
bahwa dia akan memberikan baiat dengan syarat jika semua umat Islam telah menerima
kekhalifahan Ibnu Zubair, sebuah syarat yang tidak mungkin akan dapat dipenuhi. [57] Ibnu Zubair
juga berkhutbah menghina Imam Ali as dan hal ini membuat Muhammad bin al-Hanafiyyah
dalam pidatonya mengkritik Ibnu Zubair dalam pidatonya. Masyarakat dan para
pembesar Quraisypun melakukan tindakan yang sama. [58]
Ibnu Zubair terus-menerus bersikeras untuk mengambil sumpah setia dari Muhammad bin
Hanafiyah. Setelah pemberontakan Mukhtar al-Tsaqafi di Kufah dan pengusiran Abdullah bin
Muti, perwakilan Abdullah bin Zubair, dia memenjarakan Muhammad bin Hanafiyah dan sahabat-
sahabatnya di Hujrah Zamzam dan bersumpah kepada Tuhan untuk membakar mereka atau
memenggal kepala mereka jika mereka menolak untuk memberikan sumpah setia
kepadanya. [59] Dikatakan bahwa Muhammad bin Hanafiyah dalam suratnya meminta Mukhtar
untuk menolongnya. [60] Mukhtar mengirim rombongan ke Mekah dan hal ini terjadi ketika Zubair
mengepung penjara Muhammad untuk kemudian membakarnya. [61] Kelompok beranggotakan
150 orang dikirim dari Kufah dengan semboyan Ya Latsaratal Husain dan memasuki Masjidil
Haram dan membebaskan para tahanan dan demi untuk menjaga kesucian masjid, mereka
mengganti pedang dengan kayu. Mukhtar juga mengirim pasukan ke masjid dan terjadilah
perang antara dua kelompok itu. [62] Tiga hari kemudian, pasukan bantuan datang dari Mesir dan
dengan demikian, Muhammad bin Hanafiyah bisa keluar dari masjid dan bersama dengan
pasukannya tinggal di Syi'ib Ali [63] hingga Mukhtar hidup. [64] Setelah itu, antara Zubair dan
Muhammad bin Hanafiyah selalu terjadi konflik yang berkepanjangan. [65]
Ibnu Zubair memperlakukan Ibnu Abbas dengan keras dan menghina dia dalam
pidatonya. [66] Ibnu Abbas tidak pernah memberi sumpah setia kepada Ibnu Zubair dan
menganggapnya tidak layak [67] menduduki posisi khalifah karena telah melanggar
kesucian Masjidil Haram. [68] Dengan mempertimbangkan posisi religius dan ilmiah Ibnu Abbas,
maka pendapatnya terhadap Ibnu Zubair membahayakan posisinya. [69] Selain itu, Ibnu
Abbas adalah salah satu tentara yang bertempur bersama Imam Ali asdalam pertempuran
Jamal. Sebagian fatwa Ibnu Abbas diantaranya tentang kebolehan Nikah Mut'ah menyebabkan
perbedaan diantara mereka. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Ibnu Zubair adalah anak dari jenis
pernikahan mut'ah. [70] Hal itu juga dinyatakan oleh ibu Ibnu Zubair. Akhirnya Ibnu Zubair
mengeluarkan Ibnu Abbas untuk keluar dari Mekah, namun konflik mereka tetap berlanjut ketika
Ibnu Abbas tinggal di Tha'if hingga meninggal dunia disana. [71]

Pengepungan Kedua
Setelah Ibnu Zubair memiliki kekuasaan, Bani Umayyah termasuk Marwan bin Hakam telah
mengalami masa tua dan sakit. Oleh karena itu, ia mengusir anaknya, Abdul Malik dari Madinah.
Hal ini menyebabkan Marwan sebagai khalifah yang memiliki hubungan dekat dengan Ibnu
Zubair menemukan peluang untuk melemahkannya di Suriah. [72]
Marwan berhasil mengacaukan pasukan musuh di Perang Marj Rahith pada
bulan Dzulhijjah tahun 64 H/684 . [73] dan membunuh Dhahak bin Qais. [74] Dalam waktu yang
singkat kekuatan Ibnu Zubair di Suriah berakhir. Mesir juga menjadi daerah kekuasaan Marwan
dan tidak lagi menjadi kekuasaan Zubair. [75]
Saat Abdul Malik bin Marwan berkuasa di Suriah pada tahun 65 H/685 Ibnu Zubair mulai
berceramah pada musim haji tentang keburukan Abdul Malik bin Marwan sehingga masyarakat
akan memberikan sumpah setia kepadanya. Dalam pidatonya di hari Arafah dia mengingatkan
orang tentang kutukan Nabi Muhammad saw atas Hakam bin al-Ash seperti nenek moyang
Abdul Malik dan keluarganya dan dia mencoba mempengaruhi orang-orang Suriah untuk
mendukungnya. [76] Di sisi lain, Abdul Malik mencoba mencegah masyarakat supaya tidak
menghadiri ibadah haji, dia juga menggunakan fatwa dari Al-Zuhri, seorang ulama pemerintah,
bahwa umat Islam dapat melakukan ritual haji dan tawaf di Baitul Maqdis. Masyarakat Suriah
pada musim haji bertawaf dan melaksanakan ibadah haji pada hari Arafah dan Idul Kurban di
sana. [77]
Perselisihan internal di antara Bani Umayyah dan ancaman dari Khawarij serta Roma,
mencegah kelompok Marwan untuk secara serius menghadapi pertentangan dari Ibnu
Zubair. [78] Hingga pada tahun 72 H/691 saat Abdul Malik berhasil mengalahkan Mus'ab bin
Zubair dan menduduki Irak dia mengirim Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi untuk menekan Ibnu Zubair
di Hijaz. [79] Hajjaj karena telah mengetahui kelemahan pasukan Ibnu Zubair dan mengetahui
bantuan pasukan 5000 orang telah memasuki Madinah, ia mengusir Ibnu Zubair dari
Madinah. [80] Kemudian ia bergerak menuju Mekah dan mengepung Ibnu Zubair di Masjidil
Haram. Pengepungan ini dimulai pada bulan Dzulhijjah tahun 72 H/692 dan setelah enam bulan
dan 17 hari berakhir dengan kematian Ibnu Zubair pada hari Selasa, tanggal 17 Jumadil
Awal tahun 73 H/693.
Beberapa laporan menyebutkan pengepungan tersebut berlangsung selama delapan bulan dan
17 hari. [81] Berdasarkan satu hal, pada awalnya, Abdul Malik melarang Hajjaj untuk melakukan
tindakan militer ke Mekah dan mendorongnya untuk menaklukkan Ibnu Zubair melalui
pemboikotan ekonomi. [82] Pada musim haji tahun 72 H/692, Ibnu Zubair terkepung di Masjidil
Haram dan karena tercegah untuk melakukan wukuf di Arafah dan juga tidak bisa melempar
jumrah, maka ia tidak bisa melaksanakan ibadah hajinya. [83] Berdasarkan keinginan
para sahabat seperti Ibnu Umar atau Jabir bin Abdullah Anshari dan Abu Sa'id Khudri, Hajjaj bin
Yusuf hingga akhir musim haji dan kembalinya para haji dari Mina menahan diri untuk
menyerang Ibnu Zubair dan kemudian meminta para jamaah haji untuk segera pulang dan
melanjutkan peperangan. [84] Ia menyebut dirinya sebagai amirul hajj dan melakukan ibadah haji
bersama para hujaj dan dengan mengenakan baju perang ia hadir di Arafah [85]meskipun ia tidak
melaksanakan tawaf Ka'bah dan sa'i antara Shafa dan Marwah. [86]
Hajjaj menghalangi sampainya makanan ke pasukan Zubair dan mereka hanya diberi akses
untuk bisa memanfaatkan air zam-zam. [87] Ia menghujami Zubair dengan ketapel dan diantara
lepasan ketapel ini ada yang mengenai Ka'bah. [88] Batu-batu ketapel itu juga masuk ke sumur
Zam-zam dan merusakkan dinding bagian samping Ka'bah [89] dan memindahkan hajar aswad
dari tempat aslinya. [90] Kemudian Hajjaj memerintahkan supaya menyerang Masjidil Haram
dengan bola api. Hal ini menyebabkan kain Ka'bah terbakar. Tindakan ini menyebabkan Ibnu
Zubair mengirim pasukan untuk mencegah kerusakan yang lebih meluas Ka'bah. [91] Ia juga
menyuruh untuk memasang perisai untuk menjaga Hajar Aswad dari serangan yang lebih
banyak. [92]
Keluarga dan pendukung Abdullah bin Zubair beserta saudaranya, Urwah menyarankannya
untuk mengikuti strategi Imam Hasan as dan berdamai dengan Hajjaj bin Yusuf. Namun dengan
kedudukan yang ia miliki, ia sangat memprotes saran ini. [93] Keadaan ini bersamaan dengan
pemaafan umum Hajjaj [94] sehingga mendorong pendukung Ibnu Zubair dan bahkan para anak-
anaknya Khubaib dan Hamzah menyerah demi untuk menyelamatkan diri. [95]

Terbunuhnya Ibnu Zubair


Akhirnya Ibnu Zubair mengetahui bahwa dia tidak dapat mempertahankan diri melawan tentara
Suriah. Pada akhir hayatnya dalam percakapan dengan ibunya asma ia menjelaskan bahwa
perlawanannya hanya karena Allah swt dan tidak ada unsur pengkhianatan dan dosa yang
sengaja ia lakukan dan tidak mengandung mengambil keuntungan-keuntungan duniawi dan
menjelaskan bahwa kezaliman-kezaliman yang dilakukan oleh pengikutnya adalah tidak
menyenangkan baginya. [96] Ia dengan permintaan ibunya [97] dan dengan pendukung yang sedikit
jumlahnya hingga waktu-waktu menjelang kematiannya dan dalam keadaan menyandar
ke Ka'bah dibunuh oleh laki-laki yang berasal dari Bani Sukun dan Bani Murad. [98]
Peperangan ini menelan korban jiwa sebanyak 240 orang. Sebagian darah mereka sampai ke
dalam Ka'bah. [99] Kepala Ibnu Zubair bersamaan dengan kepala Abdullah Muthi' dan Abdullah
bin Shafwan dibawa ke Madinah [100] dan dipajang di sana. [101] Kemudian kepala ini dibawa ke
hadapan Abdul Malik dan hadiah setiap pembala kepala ini adalah 500 dinar. [102] Riwayat lain
mengatakan bahwa Ibnu Zubair terbunuh di dekat Hajun. [103] Berdasarkan sebagian riwayat,
Abdul Malik membawa kepala Ibnu Zubair untuk memaksa Abdullah bin Khazim, hakim Ibnu
Zubair di Khurasan supaya mentaatinya dan akhirnya ia menguburkan kepala Ibnu Zubair
disana. [104] Hajjaj menggantung jenazah Ibnu Zubair hingga satu tahun. [105] Akhirnya dengan
permohonan ibunya Asma jenazahnya diberikan kepada Ibunya. Asma menguburkan jenazah
anaknya di kuburan Hajun Mekah. [106] Menurut laporan Mush'ab bin Abdullah menyebutkan
bahwa jenazah Ibnu Zubair dipindah ke Madinah dan dikuburkan di rumah neneknya, Shafiyyah
yang kemudian menjadi bagian Masjid Nabi. [107]

Ibnu Zubair dalam Referensi


Sebagian laporan sejarah tentang Abdullah bin Zubair berbeda-beda dalam menuliskan tentang
Ibnu Zubair. Sebagian dari riwayat yang sebagian besar dari para pendukungnya menyatakan
pujian yang berlebihan. Namun berdasarkan riwayat dan laporan-laporan sejarah yang lainnya
mengutuknya dengan sangat.

Kemuliaan
Dalam laporan sejarah Sunni Ibnu Zubair sangat dipuji-puji sebagiannya berkaitan dengan
ibadah-ibadah yang ia lakukan. Sebagian sejarawan Islam [108] meragukan akan kebenaran
tentang fadhilah-fadhilah yang dimilikinya seperti sujudnya yang sangat lama sehingga burung-
burung hinggap di punggungnya [109], Bertawaf mengelilingi Ka'bah [110], tujuh atau 15 hari
berpuasa tanpa berbuka puasa [111], Ketika orang-orang telah ruku' dan meskipun diantara
mereka telah membaca surah-surah yang panjang seperti Surah Al-Baqarah, Surah Ali
Imran, Surah Al-Nisa, dan Surah Al-Maidah, ia belum juga ruku' [112], ia berbicara dengan para
budaknya dengan menggunakan 100 bahasa [113], pertama kali yang ia ucapkan ketika kecil
adalah pedang dan ia selalu mengulangi kata-kata itu. [114] ketika ia masih kecil, ia minum darah
hejamat (bekam) Nabi saw [115], ia melihat jin perempuan melakukan thawaf disekitar Ka'bah dan
ia mengusirnya [116], ia bercakap-cakap dengan jin laki-laki dan ia takut kepadanya [117], ia berdoa
di Hajar aswad untuk memperoleh kekuasaan dan kekhalifahan di Hijaz dan doanya
diijabah. [118] [119]

Celaan
Sebaliknya terdapat riwayat-riwayat lain dalam sumber-sumber Sunni yang meriwayatkan bahwa
ia tidaklah sebaik sebagaimana yang telah diriwayatkan. Setelah ia meminum darah hejamat
(bekam) Nabi saw, Nabi saw bersabda: "Celakalah orang-orang karenamu! Dan celakalah kamu
karena orang-orang". [120] Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan bahwa ketika Utsman bin
Affan dikepung, Abdullah bin Zubair berkata kepadanya: "Aku memiliki kuda yang bisa berlari
kencang dan siap kuberikan untukmu. Apakah kau tidak ingin pergi ke Mekah dan mereka yang
ingin bersamamu, akan datang kepadamu? Usman berkata: Tidak! Saya mendengar dari
Rasulullah saw bahwa ada domba jantan di Mekah yang mengajarkan ajaran sesat bernama
Abdullah dan baginya setengah penderitaan semua orang". [121] Nir Bana melaporkan
berdasarkan laporan Ibnu Asakir dan Salman Farsi mengabarkan tentang
pembakaran Ka'bah oleh salah satu keluarga Zubair di masa datang. [122]
Imam Ali as di Perang Jamal berkata kepada Zubair, anaknya yaitu Abdullah menyebabkan
ayahnya meninggalkan Ahlulbait as [123]. Imam Hasan menyebutnya sebagai orang
bodoh. [124] Sebagian riwayat juga mneyebutkan tentang kebijakan-kebijakannya yang menuai
kritikan diantaranya: Ancaman pembakaran kepada Bani Hasyimkarena tidak mau
memberikan baiat kepadanya dimana Urwah bin Zubair mencari pembenaran atas tindakan
saudaranya: Ia melakukan hal ini karena untuk mencegah terjadinya perpecahan dan
kaum muslimin tidak berbeda pendapat dan mereka (Bani Hasyim) supaya taat kepadanya dan
pada akhirnya semuanya akan bersatu sebagaimana Umar bin Khattab melakukan tindakan ini
kepada Bani Hasyim ketika mereka menolak untuk memberikan baiatnya kepada Abu
Bakar. [125] Ibnu Zubair memiliki dendam mendalam terhadap Ahlulbait as. [126] Hinaan dia kepada
Imam Ali as dinukilkan dalam sebagian riwayat. [127] Dikatakan bahwa ia berkhutbah selama 40
minggu, ia tidak mau bersalawat kepada Nabi saw karena khawatir akan membuat Bani Hasyim
bangga karenanya. [128] Tindakan ini menyebabkan sebagaian ulama, bahkan ulama Ahlusunah
sendiri meragukannya. [129] Kaum Syiah juga tidak memiliki pandangan yang baik kepadanya.
[Masih memerlukan referensi]
Membangun Ka'bah
Berdasarkan sumber referensi sejarah Mekah, Ka'bah telah beberapa kali dipugar. Salah
satunya direnovasi oleh Ibnu Zubair. Dikatakan bahwa setelah Ka'bah dihujani dengan ketapel
bola api oleh tentara Yazid dan mengalami kerusakan yang parah, Ibnu Zubair membangun
kembali Ka'bah yang telah hancur. [130] Demikian juga selama pemerintahannya, ia membeli
rumah-rumah yang ada disekitar Masjidil Haram dan meluaskan bangunannya. [131] [132]
Ia tak lain adalah Asma' binti Abu Bakar yang melahirkan bayi laki-laki di
Quba' dan diberinama Abdullah bin Zubair. Sebelum disusui, Abdullah bin
Zubair dibawa menghadap Rasulullah SAW, ditahniq dan didoakan oleh
beliau.

Abdullah yang memang lahir dari pasangan mujahid dan mujahidah ini
berkembang menjadi seorang pemuda perwira yang perkasa.
Keperwiraannya di medan laga, ia buktikan ketika bersama mujahid-
mujahid lainnya menggempur Afrika, membebaskan mereka dari
kesesatan. Pada waktu mengikuti ekspedisi tersebut, usianya baru
menginjak 17 tahun. Namun begitulah kehebatan sistem tarbiyah Islamiyah
yang bisa mencetak pemuda belia menjadi tokoh pejuang dalam
menegakkan Islam.

Dalam peperangan tersebut, jumlah personil diantara dua pasukan jauh


tidak seimbang. Jumlah pasukan Muslimin hanya 20.000 orang, sedangkan
tentara musuh berjumlah 120.000 orang. Keadaan ini cukup membuat
kaum Muslimin kerepotan melawan gelombang musuh yang demikian
banyak, walau hal itu tdak membuat mereka gentar. Sebab bagi mereka,
perang adalah mencari kematian sedangkan ruhnya bisa membumbung
menuju surga sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan mereka.

Melihat kondisi yang kurang menguntungkan tersebut, Abdullah bin Zubair


berpikir mencari rahasia kekuatan lawan. Akhirnya ia menemukan
jawaban, bahwa inti kekuatan musuh tertumpu pada Raja Barbar yang
menjadi panglima perang mereka. Dengan penuh keberanian, Abdullah
mencoba menembus pasukan musuh yang berlapis menuju ke arah
panglima tersebut.

Upayanya tidak sia-sia, ketika jarak antara dirinya dan Raja Barbar telah
dekat, ia menebaskan pedangnya menghabisi nyawa panglima kaum
musyrik itu. Panji pasukan lawan pun direbut oleh teman-temannya dari
tangan musuh. Dan ternyata, dugaan Abdullah tidak meleset, segera
setelah itu semangat tempur pasukan musuh redup dan tak lama kemudian
mereka bertekuk lutut di hadapan para mujahid yang gagah berani.

Selain seorang jago perang, Abdullah juga seorang abid (ahli ibadah) yang
khusyuk dan tawadhu. Mujahid pernah memberikan kesaksian bahwa
apabila Ibnu Zubair sedang shalat, tubuhnya seperti batang pohon yang
tidak bergeming karena khusyuknya menghadap Ilahi.

Bahkan Yahya bin Wahab juga bercerita bahwa apabila Abdullah bin
Zubair sedang sujud, banyak burung-burung kecil bertengger di
punggungnya. Tokoh yang tegas dalam kebenaran ini wafat pada usia 72
tahun, terbunuh oleh Hajjaj bin Yusuf.
Abdullah bin Zubair Radhiyallahu ‘anhu

Seorang sahabat yang shalih, mujahid fissabillah sekaligus anak sahabat


yang dijamin masuk surga, Zubair bin ‘Awwam, dengan sentuhan cinta
Asma’ binti Abu Bakar lahirlah ksatria pemberani yang keharuman
namanya banyak membuat orang menaruh simpati, cinta dan telah
menginspirasi jutaan kaum muslimin untuk berjuang menegakkan Islam.

Nama lengkap beliau Abdullah bin Zubair bin Al -‘Awwam bin Khuwailid bin
Asas bin Abdul ‘Uzza bin Qushay Al Asadi. Dia dipangggil dengan sebutan
Abu Bakar, ada pula yang menyebutnya Abu Khubaib. Kelahirannya di
negeri hijrah Madinah telah membuat gembira kaum muslimin, kala itu
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mentahniknya dengan sebiji kurma
sebagaimana terdapat dalam HR. Al-Bukhari dan Muslim.

Ibnu Zubair adalah sosok ahli ibadah, sangat tekun shalat malam dan
berpuasa, disamping meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebanyak 33 hadits. Beliau piawai menunggang kuda, tangkas
di medan laga, menyukai kata-kata indah, serta suaranya yang lantang.
Saat gejolak fitnah begitu kuat mencengkeram kaum muslimin, beliau
sebenarnya tidak setuju pelimpahan kekuasaan dari Mu’awiyah kepada
Yazid karena dianggap tidak Syar’i, namun banyak dari sahabat yang
menyetujui keputusan Mu’awiyyah tersebut dan membaiat Yazid bin
Mu’awiyyah radhiyallahu ‘anhum ajma’in.

Meski tidak setuju, namun Abdullah bin Zubair juga tidak memprovokasi
masa untuk memberontak pada penguasa.
Setelah Yazid meninggal, banyak orang yang memberi dukungan kepada
Abdullah bin Zubair. Singkat cerita, akhirnya beliau menjadi khalifah dan
kekuasannya meliputi seluruh Hijaz, Makkah, Madinah dan sekitarnya.

Beliau memulai pemerintahannya dengan pembangunan Ka’bah dan


memilih gubernur Madinah serta mengirim utusan-utusan ke Iraq. Pada
saat kepemimpinannya, muncul pula pemberontak yang dipimpin Al-
Mukhtar dengan 2000 pendukungnya. Saat itu tak ada khalifah yang
berkuasa secara menyeluruh, baik di Syam maupun Kufah. Akhirnya
muncullah orang yang kuat, yaitu Marwan di Syam. Tahun 67 Ibnu Zubair
berhasil mengalahkan Al-Mukhtar yang dipimpin Mush’ab bin Zubair yang
saat itu sebagai gubernur Basrah tahun 71 H, Mush’ab bin Zubair terbunuh
oleh pihak Syam.

Kekuasaan Abdul Malik bin Marwan sangat luas, ketika di Kufah ia


memerintahkan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi membawa 3000 pasukan
Syam untuk menundukkan Ibnu Zubair. Disamping itu ia juga menulis surat
kepada Ibnu Zubair yang isinya menjamin keamanannya bila ia tunduk
pada kekuasaannya. Namun beliau menolak, terjadilah pertempuran
dahsyat di Arafah yang dimenangkan Hajjaj bin Yusuf. Saat itu kedudukan
pasukan Ibnu Zubair sudah lemah. Untuk kedua kalinya terjadi lagi
pertumpahan darah di Makkah pada bulan Dzulhijah tahun 73 H dan
gugurlah Ibnu Zubair.

Dalam Tarikh Khulafa’ karya Imam As-Suyuthi dikisahkan beliau dikepung


selama beberapa bulan, dilempari dengan manjaniq dan ada sebagian
pengikutnya yang berkianat. Beliau dibunuh dengan cara disalib pada
Selasa 17 Jumadil Ula. Dan benarlah apa yang dikatakan Muawiyah di
saat beliau masih hidup kepada Ibnu Zubair, Muawiyah lebih mengenal
karakter Ibnu Zubair dari pada Ibnu Zubair sendiri. Diriwayatkan dari Al-
Madaaini dari Maslamah bin Alaqah dari Khalid, dari Abu Qilabah bahwa
Muawiyah mengatakan kepada Ibnu Zubair, “Engkau, dengan
kesungguhanmu dalam meraih sesuatu dan semangatmu akan
membawamu memasuki tempat yang sempit. Aku ingin kalau aku masih
hidup ketika hal itu terjadi padamu, aku ingin menyelamatkanmu”. Maka
Ibnu Zubair ketika mendapatkan keadaan tersebut, beliau berkata: “Inilah
yang dikatakan Muawiyah kepadaku, sungguh aku menginginkan kalau
Muawiyah sekarang masih hidup”. (Melalui nukilan Syaikh Muhibuddin Al-
Khatib dalam catatan kaki kitab Al-‘Awashim hal 222 ).

Begitulah kisah heroik seorang Abdullah bin Zubair. Sebagai seorang


muslim yang senantiasa berupaya meniti jalan Islam yang lurus, kita harus
mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, merekalah
generasi terbaik yang harus menjadi teladan dalam keimanan, kebaikan
akhlak, serta menjadi inspirasi agar umat Islam tetap jaya di bawah panji-
panji Islam. Allah melarang mencaci maki para sahabat, menyakiti dan
memandang remeh pada mereka.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/9320-abdullah-bin-zubair.html

Anda mungkin juga menyukai