Anda di halaman 1dari 12

Sa'ad Bin Abi Waqash, Sang Panah Maut Islam

Keluarga

Ia berasal dari klan Bani Zuhrah dari suku Quraisy[1], dan paman Nabi Muhammad dari
garis pihak ibu. Ia memiliki putera bernama Umar bin Sa'ad, pemimpin dari pasukan
yang membunuh Husain bin Ali pada Peristiwa Karbala. Abdurrahman bin Auf, sahabat
nabi yang lain, merupakan sepupu.[2]

Saad lahir dan besar di kota Mekkah. Ia dikenal sebagai pemuda yang serius dan
memiliki pemikiran yang cerdas. Sosoknya tidak terlalu tinggi namun bertubuh tegap
dengan potongan rambut pendek. Orang-orang selalu membandingkannya dengan singa
muda. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat disayangi kedua
orangtuanya, terutama ibunya. Meski berasal dari Makkah, ia sangat benci pada
agamanya dan cara hidup yang dianut masyarakatnya. Ia membenci praktik penyembahan
berhala yang membudaya di Makkah saat itu.
[sunting] Awal masuk Islam

Suatu hari dalam hidupnya, ia didatangi sosok Abu Bakar yang dikenal sebagai orang
yang ramah. Ia mengajak Sa'ad menemui Nabi Muhammad di sebuah perbukitan dekat
Makkah. Pertemuan itu mengesankan Sa'ad yang saat itu baru berusia 20 tahun.

Ia pun segera menerima undangan Nabi Muhammad SAW untuk menjadi salah satu
penganut ajaran Islam yang dibawanya. Sa'ad kemudian menjadi salah satu sahabat yang
pertama masuk Islam.

Sa'ad sendiri secara tidak langsung memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah
SAW. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Saad yaitu
dari Bani Zuhrah. Karena itu Saad juga sering disebut sebagai Sa'ad of Zuhrah atau Sa'ad
dari Zuhrah, untuk membedakannya dengan Sa'ad-Sa'ad lainnya.

Namun keislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota
sukunya. Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, ibunda
Sa'ad menolak makan dan minum sehingga kurus dan lemah. Meski dibujuk dan
dibawakan makanan, namun ibunya tetap menolak dan hanya bersedia makan jika Sa'ad
kembali ke agama lamanya. Namun Sa'ad berkata bahwa meski ia memiliki kecintaan
luar biasa pada sang ibu, namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh
lebih besar lagi.

Mendengar kekerasan hati Sa'ad, sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan kembali.
Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Sa'ad bin Abi Waqqas. Di
masa-masa awal sejarah Islam, kaum Muslim mengungsi ke bukit jika hendak
menunaikan shalat. Kaum Quraisy selalu mengalangi mereka beribadah.

Saat tengah shalat, sekelompok kaum Quraisy mengganggu dengan saling melemparkan
lelucon kasar. Karena kesal dan tidak tahan, Sa'ad bin Abi Waqqas yang memukul salah
satu orang Quraisy dengan tulang unta sehingga melukainya. Ini menjadi darah pertama
yang tumpah akibat konflik antara umat Islam dengan orang kafir. Konflik yang
kemudian semakin hebat dan menjadi batu ujian keimanan dan kesabaran umat Islam.

Setelah peristiwa itu, Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar
menghadapi orang Quraisy seperti yang difirmankan Allah SWT dalam al-Qur'an Surah
Al-Muzzammil ayat 10. Cukup lama kaum Muslim menahan diri. Baru beberapa dekade
kemudian, umat Islam diperkenankan melakukan perlawanan fisik kepada para orang
kafir. Di barisan pejuang Islam, nama Sa'ad bin Abi Waqqas menjadi salah satu tonggak
utamanya.

Ia terlibat dalam Pertempuran Badar bersama saudaranya yang bernama Umair bin Abi
Waqqas yang kemudian syahid bersama 13 pejuang Muslim lainnya. Pada Pertempuran
Uhud, bersama Zaid, Sa'ad terpilih menjadi salah satu pasukan pemanah terbaik Islam.
Saad berjuang dengan gigih dalam mempertahankan Rasulullah SAW setelah beberapa
pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka. Sa'ad juga menjadi sahabat dan pejuang
Islam pertama yang tertembak panah dalam upaya mempertahankan Islam.

Sa'ad juga merupakan salah satu sahabat yang dikarunai kekayaan yang juga banyak
digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal karena keberaniannya dan
kedermawanan hatinya. Sa'ad hidup hingga usianya menjelang delapan puluh tahun.
Menjelang wafatnya, Sa'ad meminta puteranya untuk mengafaninya dengan jubah yang ia
gunakan dalam perang Badar. Kafani aku dengan jubah ini karena aku ingin bertemu
Allah SWT dalam pakaian ini,ujarnya.
[sunting] Memimpin Perang melawan Kekaisaran Persia

Penolakan kaisar Persia membuat air mata Sa'ad bercucuran. Berat baginya melakukan
peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan non Muslim.

Kepahlawanan Sa'ad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan
Islam melawan melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah
satu peperangan terbesar umat Islam.

Bersama tiga ribu pasukannya, ia berangkat menuju Qadasiyyah. Di antara mereka


terdapat sembilan veteran perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam
ikrar Riffwan di Hudaibiyyah, dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam
memerdekakan Makkah bersama Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat, dan
ribuan wanita yang ikut serta sebagai perawat dan tenaga bantuan.

Pasukan ini berkemah di Qadisiyyah di dekat Hira. Untuk melawan pasukan Muslim,
pasukan Persia yang siap tepur berjumlah 12O ribu orang dibawah panglima perang
kenamaan mereka, Rustum.

Sebelum memulai peperangan, atas instruksi Umar bin Khattab yang menjadi khalifah
saat itu, Sa'ad mengirim surat kepada kaisar Persia, Yazdagird dan Rustum, yang isinya
undangan untuk masuk Islam. Delegasi Muslim yang pertama berangkat adalah An-
Numan bin Muqarrin yang kemudian mendapat penghinaan dan menjadi bahan ejekan
Yazdagird.

Untuk mengirim surat kepada Rustum, Sa'ad mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin
Aamir. Kepada Rubiy, Rustum menawarkan segala kemewahan duniawi. Namun ia tidak
berpaling dari Islam dan menyatakan bahwa Allah SWT menjanjikan kemewahan lebih
baik yaitu surga.

Para delegasi Muslim kembali setelah kedua pemimpin itu menolak tawaran masuk
Islam. Melihat hal tersebut, air mata Sa'ad bercucuran karena ia terpaksa harus berperang
yang berarti mengorbankan nyawa orang Muslim dan non Muslim.

Setelah itu, untuk beberapa hari ia terbaring sakit karena tidak kuat menanggung
kepedihan jika perang harus terjadi. Sa'ad tahu pasti, bahwa peperangan ini akan menjadi
peperangan yang sangat keras yang akan menumpahkan darah dan mengorbankan banyak
nyawa.

Ketika tengah berpikir, Sa'ad akhirnya tahu bahwa ia tetap harus berjuang. Karena itu,
meskipun terbaring sakit, Sa'ad segera bangkit dan menghadapi pasukannya. Di depan
pasukan Muslim, Saad mengutip Alquran Surah Al-Anbiya' ayat 105 tentang bumi yang
akan dipusakai oleh orang-orang shaleh seperti yang tertulis dalam kitab Zabur.

Setelah itu, Sa'ad berganti pakaian kemudian menunaikan sholat Dzuhur bersama
pasukannya. Setelah itu dengan membaca takbir, Sa'ad bersama pasukan Muslim
memulai peperangan. Selama empat hari, peperangan berlangsung tanpa henti dan
menimbulkan korban dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Persia. Peperangan
Qadisiyyah merupakan salah satu peperangan terbesar dalam sejarah dunia. Pasukan
Muslim memenangi peperangan itu.

Diantara dua pilihan. Itulah mungkin kata yang tepat mewakili awal kisah dari Sa'ad bin
Malik za-Zuhri alias Sa'ad bin Abi Waqash, ini adalah sebuah kisah tentang seorang
sahabat yang pada masa Rasulullah Saw, dikenal sebagai prajurit pilihan.

Ilustrasi

Menurut Sa'ad bin Abi Waqqash, mencintai orang tua bukan berarti harus mengorbankan
prinsip hidup.
Itu dilakukannya saat dia telah menerima Islam yang diajarkan oleh Rasulullah,
kemudian dia yakini, bahwa hanya Islamlah yang bisa membuat dirinya dan hidupnya
bahagia ketimbang kembali menyembah berhala.

Lihatlah statementnya, yang sering dijumpai di sirah-sirah "Duhai bunda, meskipun ada
seratus nyawa dalam diri bunda, dan terurai nyawa itu satu per satu, aku akan tetap pada
agamaku. Sekarang terserah bunda, apakah hendak meneruskan perbuatan bunda atau
hendak makan."
Ibu Sa'ad yang sangat mencintai Sa'ad juga, merasa kehilangan ketika anaknya lari
meninggalkan sesembahan nenek moyang, dan menyembah Allah dan mentaati
Rasulullah.

Untuk meluluhkan hati Sa'ad, ibundanya mengambil sikap untuk mogok makan, tapi
nyatanya tak berkutik sedikitpun sikap Sa'ad untuk meninggalkan Agama Islam yang
dibawa Rasulullah, mesikipun ia juga mencintai Ibundanya.

Selain itu, Sa'ad juga dikenal sebagai anggota pasukan berkuda yang lihai dan gagah
berani. Soal memanah, dia adalah nomor satu.

Ada dua peristiwa yang menjadikan Sa'ad selalu dikenang dan istimewa, pertama dialah
yang pertama melepas anak panah untuk membela Agama Allah, sekaligus orang pertama
yang tertembus anak panah dalam membela Agama Allah.

Kedua, Sa'ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan
kedua orang tua beliau. Sabda Rasulullah, Saw., pada saat perang Uhud : "Panahlah hai
Sa'ad ! Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu ...."

Dalam setiap peperangan siapapun panglimanya jika ada Sa'ad didalamnya maka pasukan
akan merasa tenang. Bukan hanya karena kehebatannya dalam peperangan yang
menciutkan hati musuh, tapi juga ketaqwaanya yang luhurlah, yang menjadi hati sahabat
lain menjadi tenang.

Pada saat perang Qadishiyyah, Amirul mukminin Umar bin Khaththab r.a. mengangkat
Sa'ad sebagai Panglima perang untuk melawan adidaya Persia pada saat itu, ketika Sa'ad
mengirim utusan untuk berdiplomasi dengan Rustum (panglima perang persia) yang
akhirnya negoisasi itu berlangsung alot, dan muncullah pernyataan dari delegasi kaum
muslimin.

"Sesungguhnya Allah telah memilih kami untuk membebaskan hamba-hambaNya yang


dikehendaki-Nya dari pemujaan berhala kepada pengabdian kepada Allah, dari
kesempitan dunia kepada keluasannya, dan dari kedhaliman penguasa kepada keadilan
Islam. Maka siapa yang bersedia menerima itu dari kami, kami terima pula kesediannya
dan kami biarkan mereka. Tapi siapa yang memerangi kami, kami perangi pula mereka
hingga kami mencapai apa yang telah dijanjikan Allah ..!"

"Apa yang dijanjikan oleh Allah itu?" tanya Rustum, "Surga bagi kami yang mati syahid,
dan kemenangan bagi kami yang hidup". Sa'ad pun bangkit dan menggelorakan semangat
jihad kaum muslimin, peperanganpun terjadi Rustum dan pasukannya menuai kekalahan,
Persia yang adidaya itu akhirnya jatuh juga di tangan kaum muslimin.
Saad bin Malik Az-Zuhri atau sering disebut sebagai Saad bin Abi Waqqas, dilahirkan
di Makkah dan berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy. Dia adalah paman Rosulullah Saw
dari pihak ibu. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan
Saad yaitu dari Bani Zuhrah. Saad termasuk ke dalam golongan orang yang pertama
masuk Islam dan termasuk sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga.
Saad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Dia adalah seorang
pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas. Sosoknya tidak terlalu tinggi
namun bertubuh tegap dengan potongan rambut pendek. Dia sangat dekat dengan ibunya.
Hidupnya selalu dilimpahi kasih sayang. Ibu Saad yang bernama Hamnah binti Suyan
bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang
memiliki wajah cantik dan anggun. Saadpun sangat mencintai ibunya, sehingga seolah-
olah cinta Saad hanya untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga
dewasa dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.
Meski dia lahir dan dibesarkan di Makkah Saad sangat benci pada agamanya dan cara
hidup yang dianut masyarakatnya. Ia membenci praktik penyembahan berhala yang
membudaya di Makkah saat itu. Masa muda Saad tidak banyak dihabiskan dengan
berbagai kesenangan sebagaimanai para pemuda Makkah lain, meski dia masih berusia
17 tahun tetapi dia sudah berfikir dewasa dan mempunyai kematangan dalam berfikir.
Saad bekerja sebagai pembuat panah dan menjualnya. Pekerjaannya ini membuat ia
pandai memainkan panah dan menunggang kuda.
KeIslaman Saad dimulai ketika dia bermimpi seolah-olah tenggelam dalam kegelapan
yang tindih menindih. Ketika Saad sedang mengalami puncak kegelapan itu, tiba-tiba dia
lihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya lalu dia mengikuti bulan itu. Saad melihat
tiga orang telah lebih dahulu berada dihadapannya mengikuti bulan tersebut. Mereka itu
adalah Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar As-Shiddiq, kemudian Saad
bertanya kepada mereka, Sejak kapan anda bertiga disini? Mereka menjawab, Belum
lama. Sejak ia bermimpi yang demikian itu, mata Saad bin Abi Waqqash tidak mau
terpejam lagi. Kini Saad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk memikirkan arti
mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai keesokan harinya Saad masih memikirkan
mimpinya tersebut, tetapi dia tidak menceritakan mimpi itu kepada ibunya sebagai orang
yang paling dekat dengan dirinya. Kemudian, tiga hari setelah mimpi tersebut
menghampirinya, Saad bertemu dengan Abu Bakar, dia menceritakan adanya mimpi
tersebut. Kemudian Abu Bakar menyampaikan kabar tentang datangnya seorang utusan
Allah Muhammad Saw yang membawa ajaran Islam, ajaran kebenaran. Lalu Saad
bertanya kepada Abu Bakar: siapakah orang-orang yang telah beriman kepada
Muhammad Saw?, kemudian dijawab oleh Abu Bakar : dirinya sendiri, Ali bin Abi
Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsh. Ajakan Abu Bakar kepada ajaran Islam telah mengetuk
pintu hati Saad. Kemudian Saad segera mencari Rosulullah Saw, sehingga bertemu
dengan beliau pada suatu tempat ketika beliau sedang melaksanakan salat Ashar dan
akhirnya Saadpun menyatakan masuk Islam di hadapan Rosulullah Saw.
Meski Saad berasal dari keluarga yang kaya raya, tetapi keislamannya bukanlah tanpa
halangan. Ibundanya sendiri adalah seorang yang teguh memegang tradisi dan ajaran
nenek moyangnya. Sehingga karena tidak ingin berseteru dengan ibunya, dia
menyembunyikan keislamannya dari orang yang sangat disayanginya tersebut. Tetapi
pada suatu hari, ketika Saad sedang melaksanakan sholat di kamarnya, ibunya
memergokinya. Dengan marah dan tanda Tanya besar, ibunya bertanyaa: apa yang kamu
lakukan?, kemudian Saad menjawab bahwa dia sedang melaksanakan ibadah kepada
Allah yang Maha Esa. Mendengar jawaban Saad ibunya sangat marah dan berkata:
Rupanya engkau telah meninggalkan agama nenek moyang kita, Tuhan Lata, Manata
dan Uzza. Ibu tidak rela wahai anakku. Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah kepada
agama nenek moyang kita yang telah sekian lama kita anut. Kemudian Saad berkata:
Wahai ibu, aku tidak dapat lagi menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada
yang setara dengan Dia, dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat
manusia, jawab Saad. Kemarahan ibunya semakin menjadi-jadi, karena Saad tetap
bersikeras dengan keyakinannya yang baru ini. Tetapi kemarahan sang ibu selalu
ditanggapi dengan lemah lembut oleh Saad. Hingga pada suatu hari, ibu Saad
memutuskan untuk tidak makan dan minum apapun sehingga dia badannya sakit dan
lemas, hal itu dilakukan oleh ibunya sampai Saad mau kembali kepada kepercayaan
nenek moyangnya. Melihat kondisi ibunya, Saad juga merasa sangat menderita, tetapi
dia tidak bisa meninggalkan keimanannya yang teguh telah tertanam di dalam hatinya.
Saad selalu datang membujuk ibunya dengan mengajaknya makan dan minum bersama,
tapi ibunya menolak dengan harapan agar Saad kembali kepada agama nenek
moyangnya, hingga beberapa hari, ibunya tidak pernah menyentuh makanan dan
minuman yang selalu disiapkannya. Di depan matanya ia menyaksikan keadaan ibunya
yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya keluar kata-kata yang membingungkan
lbunya; Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda sayang, seandainya ibunda memiliki
seratus nyawa lalu ia keluar satu persatu, tidaklah aku akan meninggalkan agama ini
walau ditebus dengan apa pun juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda, apakah
ibunda akan makan atau tidak. Mendengar ketegasan dari putra tercintanya, akhirnya ibu
Saadpun luluh dan membiarkannya untuk meninggalkan kepecayaan nenek moyangnya.
Pada awal Islam, kaum muslimin seringkali harus mengungsi ke bukit untuk
melaksanakan ibadah karena untuk menghindari orang-orang kafir Quraisy yang selalu
mengganggu. Suatu hari Saat tengah shalat, sekelompok kaum Quraisy mengganggu
dengan saling melemparkan lelucon kasar. Karena kesal dan tidak tahan, Saad bin Abi
Waqqas yang memukul salah satu orang Quraisy dengan tulang unta dan panah sehingga
melukainya. Ini merupakan konflik berdarah pertama antara orang muslim dan kafir,
sehingga Saad disebut juga sebagai muslim pertama yang melemparkan panahnya demi
berjuang di jalan Allah.
Setelah peristiwa itu, Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar
menghadapi orang Quraisy seperti yang difirmankan Allah SWT dalam al-Quran Surah
Al-Muzzammil ayat 10. Cukup lama kaum Muslim menahan diri. Baru beberapa dekade
kemudian, umat Islam diperkenankan melakukan perlawanan fisik kepada para orang
kafir.
Pada saat penyiksaan dan tantangan dari orang kafir terhadap kaum muslimin semakin
berat, Rosulullah kemudian memerintahkan kepada para sahabat untuk ikut berhijrah ke
Habasyah selama beberapa waktu. Saad bin Abi Waqqas tidak ikut berhijrah tetapi ia
tetap bersama Rosulullah. Dia mengalami pemaksaan dari orang-orang kafir, bahkan ia
pernah merasa kelaparan dan kehausan karena dikepung di daerah pegunungan Mekah
oleh Quraisy.
Saad termasuk salah satu dari 10 orang sahabat yang dijamin oleh Rosulullah akan
masuk surga. Dia aalah sahabat yang dekat dengan Rosulullah yang selalu meniru segala
perilaku beliau hingga akhir hayatnya, sehingga Saad menjadi sabahat yang sangat taat
kepada Rosulullah. Pernah pada suatu hari para sahabat sedang duduk-duduk bersama
Rosulullah Saw. Kemudian tiba-tiba Rosulullah Saw berkata: Sekarang ini, telah datang
seorang dari penghuni syurga, kemudian Saad bin Abi Waqqas muncul di hadapan
mereka.
Ketaatan Saad terhadap Rosul dan agamanya membuatnya menjadi seorang yang alim
dan sholeh. Doa-doanya selalu dikabulkan oleh Allah SWT. Dalam sebuah kisah
disebutkan bahwa suatu ketika penduduk Mekah mengadukan Saad bin Abi Waqqash
kepada Umar bin Khattab, mereka mengatakan bahwa shalatnya tidak baik. Saad
kemudian membantah, Aku mengerjakan shalat sesuai dengan shalatnya Rasulullah saw.
Shalatku pada waktu isya, aku lakukan dengan lama pada dua rakaat pertama sedangkan
pada dua rakaat terakhir aku lakukan dengan ringkas. Mendengar itu Umar bin Khattab
berkata, Berarti itu hanya prasangka terhadapmu wahai Abu Ishaq. Dia kemudian
mengutus beberapa orang untuk bertanya tentang dirinya di Kufah, ternyata ketika
mereka mendatangi masjid-masjid di Kuffah, mereka mendapat informasi yang baik,
hingga ketika mereka datang ke masjid Bani Isa, seorang pria bernama Abu Sadah
berkata, Demi Allah, dia tidak adil dalam menetapkan hukum, tidak membagi secara adil
dan tidak berjalan (untuk melakukan pemeriksaan) di waktu malam. Setelah itu Saad bin
Abi Waqqash berkata, Ya Allah, jika dia bohong maka butakanlah matanya,
panjangkanlah usianya dan timpakanlah fitnah kepadanya. Tidak lama kemudian Abu
Sadah menderita penyakit tuli dan jika ditanya bagaimana keadaanmu, dia menjawab,
Orang tua yang terkena fitnah, aku terkutuk oleh doa Saad.
Dalam kisah lain disebutkan juga bahwa suatu ketika seorang pria mencela Ali bin Abu
Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Mendengar itu, Saad
menegurnya,Janganlah kamu mencela sahabat-sahabatku. Tetapi pria itu tidak mau
menerima. Setelah itu Saad berdiri, lalu mengerjakan shalat dua rakaat dan berdoa. Tiba-
tiba seekor unta bukhti (peranakan unta Arab dan Dakhil) muncul menyeruduk pria
tersebut hingga jatuh tersungkur di atas tanah, lantas meletakkannya di antara dada dan
lantai hingga akhirnya ia terbunuh. Aku melihat orang-orang mengikuti Saad dan
berkata, Selamat kamu wahai Abu Ishaq, doamu terkabulkan.
Saad juga dikenal sebagai seorang pejuang yang hebat dan berani. Dia selalu aktif
mengikuti berbagai peperangan pada masa Nabi Saw. Pada saat perang badar, Saad ikut
berperang bersama-sama adiknya Umair. Ketika itu Umair masih muda remaja, belum
lama mencapai usia baligh. Tatkala Rasulullah saw. memerintahkan tentara muslimin
berkumpul dan bersiap sebelum berangkat perang, Umair bersembunyi-sembunyi, takut
kalau-kalau dia tidak diperbolehkan Rasulullah turut berperang, karena usianya yang
masih kecil. Tetapi Rasulullah tetap melihatnya, lalu tidak membolehkannya ikut. Umair
menangis, sehingga Rasulullah merasa kasihan, dan akhirnya membolehkan Umair ikut
berperang. Saad mendatangi adiknya dengan gembira, lalu mengikatkan pedang di bahu
Umair, karena tubuhnya yang kecil. Kedua bersaudara itu pergi berperang, berjuang
bersama fi sabilillah. Seusai peperangan Saad kembali ke Madinah seorang diri.
Sedangkan adiknya, Umair, tinggal di bumi Badar sebagai syuhada. Saad merelakan
adiknya ke pangkuan Allah SWT dengan mengharap pahala dari-Nya.
Ketika tentara muslimin lari kocar-kacir dalam perang Uhud, Rasulullah saw. tinggal di
medan tempur dengan kelompok kecil tentara muslimin tidak lebih dari sepuluh orang.
Satu diantaranya adalah Saad bin Abi Waqqash. Saad berdiri melindungi Rasulullah
saw. dengan panahnya. Tidak satupun anak panah yang dilepaskan Saad dari busur
melainkan mengenai sasaran dengan jitu, dan orang musyrik yang terkena, langsung
tewas seketika. Tatkala Rasulullah saw. melihat Saad seorang pemanah jitu, beliau
berkata memberinya semangat, Panahlah, hai Saad! Panahlah ! Bapak dan ibuku
menjadi tebusanmu! Saad sangat bangga sepanjang hidupnya dengan ucapan Rasulullah
itu. Sehingga Saad pernah pula berkata, Tidak pernah Rasulullah berucap kepada
seorang juapun, mempertaruhkan kedua ibu bapaknya sekaligus sebagai tebusan,
melainkan hanya kepadaku.

Puncak kepahlawanan Saad ditunjukkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.
Pada saat itu Saad diperintahkan untuk memimpin penaklukan Persia. Penaklukan
tersebut diawali dengan mengirimkan surat kepada pemimpin Persia untuk diajak masuk
Islam atau tetap pada keyakinannya tetapi mau membayak jizyah. Tetapi permintaan
tersebut di tolak. Saad sendiri sangat bersedih cara damai tersebut ternyata ditolak. Dia
sebenarnya tidak menginginkan perang yang akan menjatuhkan banyak korban. Tetapi
akhirnya peperangan tersebut harus terjadi juga. Perang ini kemudian dikenal dengan
perang Qadissiyah. Perang Qaddisiyah merupakan perang yang besar dalam sejarah.
Dalam peperangan ini melibatkan 3000 pasukan, yang terdiri atas sembilan veteran
perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam ikrar Riffwan di Hudaibiyyah,
dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam memerdekakan Makkah bersama
Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat, dan ribuan wanita yang ikut serta
sebagai perawat dan tenaga bantuan. Sementara pasukan Persia sebanyak 120 ribu
pasukan yang dipimpin langsung oleh seorang panglima yang sangat terkenal yakni
Rustum.

Pada saat peperangan terjadi, Saad sendiri mengalami sakit, akan tetapi meski dalam
kondisi sakit, Saad tetap ikut berjuang dengan semangat yang membara. Perang ini
berlangsung selama empat hari berturut-turut tanpa henti. Dalam peperangan ini,
panglima perang Persia berhasil dibunuh sementara korban dari pasukan muslim
sebanyak kurang lebih dua ribu orang dan korban tewas dari pasukan Persia sebanyak
sepuluh ribu. Akhirnya perang besar dalam sejarah umat muslim dimenangkan oleh
pasukan muslim meski hanya dengan jumlah pasukan yang sedikit sehingga Persia dan
seluruh dataran babilonia bisa ditaklukkan dibawah pemerintahan kaum muslimin.
Keberhasilan Saad tersebut merupakan salah satu prestasi yang gemilang yang dicapai
dalam pemerintahan khalifah Umar bin Khattab sehingga sang khalifah menjulukinya
dengan sebutan singa yang menyembunyikan kukunya.

Saad juga satu-satunya sahabat yang dikaruniai umur yang panjang diantara sepuluh
sahabat Nabi Saw yang dijamin masuk surga. Dia meninggal dalam usia delapan puluh
tahun. Firasat akan panjangnya usia Saad pernah dikemukakan oleh Rosulullah Saw
ketika suatu hari Saad menderita sakit. Pada saat merasakan kerasnya sakit, ingatan dan
akal Saad terus menimbang-nimbang urusan harta yang meresahkannya, kemudian Nabi
SAW datang menjenguk Saad. Disamping pembaringan sahabatnya, beliau duduk
sembari meletakkan tangan di bahu Saad. Perhatian sederhana dari Rosulullah Saw
tersebut, telah memberikan ketenangan jiwa dan meredakan sakit fisik Saad, yang
keadaannya memang cukup memprihatinkan.
Saat Saad mulai dapat mengatur nafas, mulai bisa mengendalikan suhu tubuhnya yang
tinggi diterjang demam, mulailah ia mengutarakan apa yang menjadi pasal keresahan dan
kegundahan hatinya. Dia berkata kepada Rosulullah Saw: Ya, Rasulullah, alangkah
kerasnya penyakit yang saya derita ini, sebagaimana engkau menyaksikan sendiri.
Adapun saya memiliki harta yang cukup banyak, sedang yang mewarisi hanyalah seorang
anak perempuan. Apakah boleh saya menyedekahkan dua-pertiga dari harta saya itu ?,
Mendengar pertanyaan sahabatnya, Nabi SAW tersenyum dan menjawab,Tidak boleh,
wahai Saad. Nabi SAW memijat bahu Saad dengan lembut, mulai mengurutnya pelan-
pelan, lalu memijat seluruh permukaan lengannya. Saadpun bertanya untuk kedua
kalinya,Bagaimana jikalau separuhnya, ya Rasulullah ? Sambil terus memijat bahu dan
lengan sahabatnya, Nabi Muhammad SAW menggelengkan kepala,Tidak boleh, wahai
Saad. Kemudian Saad bertanya kembali: Bagaimana jika sepertiganya ?, mendengar
pertanyaan tersebut Nabi SAW menarik nafas lalu tersenyum kepada Saad. Sepertiga
itu banyak dan cukup besar, sahabatku. Wahai Saad, sesungguhnya, bila kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, hal itu lebih baik bagimu, daripada jika
kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga harus meminta-minta pada
sesama manusia.nasehat beliau sambil memberi isyarat dengan kedua
tangan.Sesungguhnya, wahai Saad, apapun yang kamu nafkahkan dengan maksud
untuk mencari ridla Allah pasti kamu diberi pahala. Sekalipun kamu hanya memberikan
sekerat daging ke mulut istrimu.

Mendengar penjelasan junjungannya tersebut, Saad-pun tersenyum tipis. Gelisah hati


dan resah pikirannya berkurang, seiring bulir-bulir keringat yang mulai membasahi
kening, pertanda demam hebatnya tengah berangsur pulih. Dalam keadaan demikian,
sekali lagi Saad menatap wajah Nabi SAW lekat-lekat dan berkata kepada beliau:
Wahai, Rasulullah junjungan kami, apakah saya ini akan segera berpisah dengan
keluarga dan kawan-kawanku ?, Belum, Saad, belum waktunya.jawab Nabi
SAW.Sesungguhnya belum dekat waktunya kamu berpisah dengan mereka. Kamu masih
akan menambah amal yang kamu niatkan demi mencari ridla Allah, hingga bertambah
juga derajat dan keluhuranmu. Dan barangkali kamu akan meninggal setelah sebagian
orang dapat mengambil manfaat darimu, sedangkan yang lain merasa dirugikan olehmu.

Demikianlah firasat Rosulullah atas sahabatnya Saad bin Abi Waqqas yang ternyata
memang diberikan umur yang panjang hingga delapan puluh tahun. Banyak yang
dilakukannya selama hidup demi perjuangan dan dakwah Islam. Dia menjadi saksi atas
sejarah pasca tebunuhnya khalifah Ustman bin Affan. Saat itu terjadi pertentangan dan
fitnah di antara kaum muslimin sehingga terjadi kekisruhan pada masa kepemimpinan Ali
bin Abi Thalib dengan pendiri dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abi Shofyan. Saad yang
telah berusia lanjut memilih untuk menepi dari berbagai fitnah yang sampai kepadanya.
Ketika banyak orang, yang dipelopori oleh keponakannya, Hasyim bin Utbah bin Abi
Waqqash, menyatakan dukungan agar Saad berani ikut bersaing dalam perebutan
kekuasaan, Saad memilih untuk diam dan menyingkir.
Menjelang akhir hayatnya, Saad lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah
dan mendekatkan diri kepada Allah Saw. Dia meninggal di pangkuan salah satu putranya.
Pada saat detik-detik ajal menjemput Saad berkata: Kenapa engkau menangis, wahai
anakku ?ucap Saad dalam sengal nafasnya, tatkala ia menyaksikan airmata berlelehan
di pipi sang anak yang dikasihi.Baginda Nabi SAW pernah menyampaikan kabar
gembira, bahwasanya ayahmu ini adalah salah satu penduduk surga. Sungguh ayah
percaya penuh dan mengimaninya. Lagipula, kepada siapa lagi kita hendak beriman, jika
bukan kepada Allah dan Rasul-Nya
Airmata sang anak-pun makin deras mengalir, demi mendengar perkataan sang Abi, yang
begitu dalam maknanya dan sungguh mengharukan hati.Sebenarnyalah, Allah tiada akan
menyiksa ayah, dan sesungguhnya ayahmu adalah termasuk penduduk surgaberkata
Saad dengan lirih, demi menenangkan hati sang anak yang dirundung duka teramat
dalam, waktu mendampinginya di saat-saat terakhir.
Dengan lemah, dalam puncak kepayahan sakratul maut, Saad memberi isyarat kepada
anaknya, untuk mengambil sesuatu dari dalam peti, tempat dimana Saad biasa
menyimpan benda-benda atau barang-barang pribadi. Sang anak tertegun, demi
menyaksikan apa yang terdapat didalam peti itu hanyalah sehelai kain kusam, yang
karena usianya juga tampak telah sedemikian lapuk. Kemudian Saad berkata: Wahai,
orang-orang yang kucintai, sesungguhnya aku telah mengenakan kain ini, saat kuhadapi
orang-orang musyrik dalam peperangan Badar. Kain ini telah kusimpan lama, lama
sekali, demi saat-saat seperti hari ini.Yang hadir ketika itu langsung memahfumi,
bahwasanya Saad ingin ia dikafani dengan kain kusam itu. Kain yang pernah ia
selempangkan sebagai pakaian, saat ia bersama-sama pasukan Islam yang pertama,
bersama dengan Rasulullah dan para sahabatnya yang setia, memerangi kaum musyrikin
di medan perang Badar.
Demikianlah akhirnya Saad meninggal dunia dan jasadnya di kafani dengan baju jubah
yang dipakai ketika perang Badar. Saat meninggal pada tahun 54 Hijriyah dan
dimakamkan di pemakaman Baqi di kota Madinah.
Pertempuran Qadisiyyah
Pertempuran Al-Qadisiyyah adalah pertempuran yang menentukan antara pasukan
muslim dengan pasukan Persia pada saat periode pertama ekspansi muslim yang berakhir
dengan penaklukan Islam atas seluruh Persia dan berhasil merubah keyakinan mereka
menjadi Islam sampai dengan saat ini. Pertempuran ini terjadi kurang lebih pada tahun
636 M.
Surat Khalifah Umar bin Khattab kepada Sa'ad bin Abi Waqqash
Khalifah Umar ibn Khattab ra. telah menuliskan satu perintah kepada panglima
perangnya Sa'ad bin Abi Waqqash pada saat hendak membuka negeri Persia yang isinya:
"Amma ba'd. Maka aku perintahkan kepadamu dan orang-orang yang besertamu untuk
selalu takwa kepada Allah dalam setiap keadaan. Karena, sesungguhnya takwa kepada
Allah adalah sebaik-baik persiapan dalam menghadapi musuh dan paling hebatnya
strategi dalam pertempuran."
"Aku perintahkan kepadamu dan orang-orang yang bersamamu agar kalian menjadi
orang yang lebih kuat dalam memelihara diri dari berbuat kemaksiatan dari musuh-
musuh kalian. Karena, sesungguhnya dosa pasukan lebih ditakutkan atas mereka
daripada musuh-musuh mereka dan sesungguhnya kaum muslimin meraih kemenangan
tidak lain adalah karena kedurhakaan musuh-musuh mereka terhadap Allah. Kalaulah
bukan karena kedurhakaan musuh-musuh itu, tidaklah kaum Muslimin memiliki kekuatan
karena jumlah kita tidaklah seperti jumlah mereka (jumlah mereka lebih besar) dan
kekuatan pasukan kita tidaklah seperti kekuatan pasukan mereka. Karenanya, jika kita
seimbang dengan musuh dalam kedurhakaan dan maksiat kepada Allah, maka mereka
memiliki kelebihan diatas kita dalam kekuatannya, dan bila kita tidak menang
menghadapi mereka dengan "keutamaan" kita, maka tidak mungkin kita akan
mengalahkan mereka dengan kekuatan kita."

"Ketahuilah bahwa kalian memiliki pengawas-pengawas (para malaikat) dari Allah.


Mereka mengetahui setiap gerak-gerik kalian karenanya malulah kalian terhadap
mereka. Janganlah kalian mengatakan, "Sesungguhnya musuh kita lebih buruk dari kita
sehingga tidak mungkin mereka menang atas kita meskipun kita berbuat keburukan."
Karena, berapa banyak kaum-kaum yang dikalahkan oleh orang-orang yang lebih buruk
dari mereka. Sebagaimana orang-orang kafir Majusi telah mengalahkan Bani Israil
setelah mereka melakukan perbuatan maksiat. Mintalah pertolongan kepada Allah bagi
diri kalian sebagaimana kalian meminta kemenangan dari musuh-musuh kalian. Dan aku
pun meminta hal itu kepada Allah bagi kami dan bagi kalian."
Jalannya pertempuran
Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan pasukan muslim dalam jumlah besar ke Iraq
(pada saat itu masih bagian dari Persia) di bawah pimpinan sahabat Sa'ad bin Abi
Waqqash.
Mendengar pergerakan pasukan Islam ini , Kaisar Persia yang terakhir dan masih muda,
Yazdgird III (632 M. - 651 M.) memerintahkan kepada panglima perangnya Rustam
Farrokhzad untuk menghadangnya. Akhirnya kedua pasukan ini bertemu di sebelah barat
sungai Eufrat di desa yang bernama Al-Qadisiyyah (barat daya Hillah dan Kufah).
Pasukan muslim mengirim delegasi ke kamp pasukan Persia dengan mengajak mereka
memeluk Islam atau tetap dalam keyakinan mereka tetapi dengan membayar pajak atau
jizyah. Setelah tidak dicapai kesepakatan diatas, pecahlah pertempuran. Sa'ad sendiri
tidak bisa memimpin langsung pasukannya dikarenakan sakit bisul yang parah. Tetapi dia
tetap memonitor jalannya pertempuran bersama deputinya Khalid bin Urtufah.
Hari pertama pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak Persia dan hampir saja
pasukan muslim akan menemui kekalahan dengan tidak imbangnya jumlah pasukannya
dengan pasukan Persia yang lebih besar. Pasukan Persia menggunakan gajah untuk
memporak-porandakan barisan muslim dan ini sempat membuat kacau kavaleri muslim
dan kebingungan diantara mereka bagaimana cara untuk mengalahkan gajah-gajah
tersebut. Keadaan seperti ini berlangsung sampai dengan berakhirnya hari kedua
pertempuran.
Memasuki hari ketiga, datanglah bala bantuan muslim dari Syria (setelah memenangkan
pertempuran Yarmuk). Mereka menggunakan taktik yang cerdik untuk menakut-nakuti
gajah Persia yaitu dengan memberi kostum pada kuda-kuda perang. Taktik ini menuai
sukses sehingga gajah-gajah Persia ketakutan, akhirnya mereka bisa membunuh
pemimpin pasukan gajah ini dan sisanya melarikan diri kebelakang menabrak dan
membunuh pasukan mereka sendiri. Pasukan muslim terus menyerang sampai dengan
malam hari.
Pada saat fajar hari keempat, datanglah pertolongan Allah SWT. dengan terjadinya badai
pasir yang mengarah dan menerpa pasukan Persia sehingga dengan cepat membuat lemah
barisan mereka. Kesempatan emas ini dengan segera dimanfaatkan pihak muslim,
menggempur bagian tengah barisan Persia dengan menghujamkan ratusan anak panah.
Setelah jebolnya barisan tengah pasukan Persia, panglima perang mereka Rustam terlihat
melarikan diri dengan menceburkan diri dan berenang menyeberangi sungai, tetapi hal ini
diketahui oleh pasukan muslim yang dengan segera menawan dan memenggal kepalanya.
Pasukan muslim yang berhasil memenggal kepalanya adalah Hilal bin Ullafah. Setelah
itu dia berteriak kepada pasukan Persia dengan mengangkat kepala Rustam : "Demi
penjaga Ka'bah! Aku Hilal bin Ullafah telah membunuh Rustam!". Melihat kepala
panglima perangnya ditangan pasukan muslim, pasukan Persia menjadi hancur
semangatnya dan kalang kabut melarikan diri dari pertempuran. Sebagian besar pasukan
Persia ini berhasil dibunuh dan hanya sebagian kecil saja yang mau memeluk agama
Islam. Dari Pertempuran ini, pasukan muslim memperoleh ghanimah atau rampasan
perang yang sangat banyak, termasuk perhiasan kekaisaran persia.
Setelah pertempuran ini, pasukan muslim terus mendesak masuk dengan cepat sampai
dengan ibukota Persia, Ctesiphon atau Mada'in. setelah itu mereka melanjutkan ke arah
timur dan mematahkan dua kali serangan balasan dari pasukan Persia yang pada akhirnya
berhasil menghancurkan kekaisaran Persia dan menjadikannya daerah muslim sampai
dengan saat ini.

Anda mungkin juga menyukai