Anda di halaman 1dari 5

ABDURRAHMAN BIN AUF

Abdurrahman bin Auf (bahasa Arab: ‫عبد الرحمن بن عوف‬, lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah –
meninggal 652 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad yang
terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang
menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar.
Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah. Salah seorang sahabat Nabi lainnya, yaitu Sa'ad
bin Abi Waqqas, adalah saudara sepupunya. Abdurrahman juga adalah suami dari saudara
seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami
keduanya.
Kaum muslimin pada umumnya menganggap bahwa Abdurrahman adalah salah seorang
dari Sepuluh Orang yang Dijamin Masuk Surga.
Lahir : 580 M, Mekkah, Arab Saudi
Meninggal : 654 M, Yordania
Dimakamkan : Jannatul Baqi, Madinah, Arab Saudi
Pasangan : Umm Hurayth, Ghazal bint Kisra, Sahla bint Assim, LAINNYA
Anak : Abu Salamah bin 'Abdur Rahman, LAINNYA
Orang Tua : Ashifa' bint Awf bin Abd, Awf bin Abd Awf bin Abdul Harith bin
Zahra

Sudah maklum kiranya bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW menginfakkan hartanya
untuk berjuang di jalan Allah untuk menegakkan panji-panji Islam. Di antara mereka terdapat
beberapa nama yang masyhur di telinga kita berkat totalitasnya dalam berinfak. Sebut saja
sahabat Abu Bakar RA yang menginfakkan seluruh apa yang dimilikinya untuk agama. Ada pula
sahabat ‘Umar bin Khaththab RA yang menyedekahkan setengah hartanya. Ada juga nama
sekaliber ‘Utsman bin ‘Affan RA yang termasuk dari salah seorang yang banyak berinfak. Selain
nama ketiga sahabat tersebut –yang notabene Khulafaur Rasyidin, ada seorang sahabat yang
tak kalah banyak berinfak di jalan Allah. Namanya adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf RA. Siapakah
dia?

Sosok Kepribadiannya
Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf bin ‘Abd ‘Auf bin ‘Abd al-Haarits bin Zuhrah
bin Kilaab al-Qurasyi az-Zuhri. Nama kunyah-nya adalah Abu Muhammad. Dulu pada masa
jahiliyah, nama aslinya adalah ‘Abdul Ka’bah. Ada pula yang mengatakan ‘Abd ‘Amr. Kemudian
setelah masuk Islam, Nabi Muhammad SAW menggantinya dengan nama ‘Abdurrahman.
Ibu sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf bernama Shofiyyah. Dalam riwayat lain disebutkan
bernama Syifaa binti ‘Auf bin ‘Abd bin al-Haarits bin Murrah. Sedangkan ayahnya bernama ‘Auf
bin ‘Abd ‘Auf bin ‘Abd al-Haarits bin Zahrah.
Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf RA adalah seorang lelaki yang rupawan. Tubuhnya tinggi,
kulitnya putih, berwajah tampan, dan lembut kulitnya. Ia lahir sepuluh tahun setelah “tahun
gajah” dan masuk Islam sebelum Rasulullah SAW masuk Darul Arqam. Ia merupakan salah
seorang dari delapan orang yang terdahulu masuk Islam. Ia salah seorang dari lima orang yang
masuk Islam di tangan Abu Bakar RA.
Ia termasuk dari golongan muhajirin terdahulu yang berhijrah sebanyak dua kali; Habysah lalu
ke Madinah. Di Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin ar-Rabii’.
Keikutsertaannya dalam Perang
Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf selalu mengikuti peperangan yang diikuti oleh Rasulullah SAW.
Ia turut serta dalam perang Badar dan Uhud serta beberapa peperangan yang lain.
Di Perang Uhud, ‘Abdurrahman bin ‘Auf mendapatkan 21 luka. Di antara sekian banyak luka
tersebut, ada luka yang mengenai kakinya yang menyebabkan ia menjadi pincang. Dua gigi
serinya juga tanggal sehingga ia ompong.
Rasulullah SAW pernah mengutusnya ke Dumatul Jundal untuk bertemu Kalb. Beliau
memakaikan surban dan menguraikannya di kedua pundaknya. Rasulullah SAW berpesan
padanya, “Pergilah dengan nama Allah!” Lantas kemudian beliau mewasiatkan beberapa
perkara pasukannya.
Lalu Nabi SAW berkata, “Jika Allah memenangkanmu, maka kamu akan menikah dengan putri
rajanya.” Adapun raja di daerah itu adalah al-Ashbagh bin Tsa’labah al-Kalbiy. ‘Abdurrahman
akhirnya mengawini putrinya yang bernama Tamaadhur binti al-Ashbagh yang kelak
melahirkan Abu Salamah.

Calon Penghuni Surga


Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf merupakan salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan surga.
Ia juga termasuk satu di antara enam orang penasihat Umar bin Khaththab RA pada masa
kekhalifahannya. Diriwayatkan bahwa pada saat Rasulullah SAW wafat dan beliau ridha pada
mereka.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Imam Abu Dawud dan Imam at-Turmudziy
disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sepuluh orang di surga: Abu Bakar di
surga, ‘Umar di Surga, ‘Aliy, ‘Utsman, az-Zubair, Thalhah, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu ‘Ubaydah
bin al-Jaraah, dan Sa’d bin Abi Waqqaash.”
Lalu, para sahabat bertanya, “Demi Allah, siapakah yang kesepuluh?”
Rasulullah SAW menjawab, “…? Abu al-A’war di Surga.”

Menjadi Imam Salat


Pernah di suatu perjalanan, Rasulullah SAW salat di belakangnya.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “’Abdurrahman bin ‘Auf adalah pemimpin para pemimpin
muslimin.” Dalam sebuah riwayat yang sangat dha’if disebutkan pula bahwa beliau pernah
bersabda, “’Abdurrahman bin ‘Auf adalah orang yang dipercaya di langit dan di bumi.”

Pedagang Kaya Raya yang Banyak Berinfak


Abdurrahman bin ‘Auf merupakan seorang pedagang yang tajir. Ia mendapatkan harta yang
banyak. Ia mewariskan seribu unta, tiga ribu kambing, seratus kuda yang digembala di Baqi’. Ia
juga bercocok tanam.
BIla tawaf di Ka’bah, ‘Abdurrahman berdoa, “Ya Allah, lindungilah aku dari kebakhilan diriku
sendiri!”
Ia bersedekah pada masa Nabi SAW setengah hartanya. Ia lalu bersedekah lagi sebanyak empat
puluh ribu dinar. Ia menyerahkan lima ratus kuda dan lima ratus unta. Kebanyakan hartanya
diperoleh dari hasil perdagangan. Konon, dalam sehari ia memerdekakan tiga puluh budak.
Ada satu kisah menarik tentang dirinya yang menunjukkan betapa kuat jiwa bisnisnya. Dalam
sebuah riwayat diceritakan bahwa ketika para sahabat hijrah ke Madinah, atas perintah
Rasululllah SAW, kaum Anshar dengan suka rela berbagi harta kekayaan mereka dengan kaum
Muhajirin. Hal tersebut ternyata tidak berlaku pada ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Ketika ada yang
hendak membagikan hartanya, ia mengelak. Ia lantas kemudian berkata, “Tolong tunjukkan
padaku di mana arah pasar!”
Kisah lain :
Siang itu, Madinah sangat ramai. Para pedagang berlarian meninggalkan dagangannya menuju
jalan raya. Rupanya, 700 ekor unta lengkap dengan barang dagangan dipunggungnya
memasuki Kota Madinah. Itulah kafilah dagang Abdurrahman bin Auf, salah seorang sahabat
terkaya pada zaman Rasul SAW.
Suara hiruk-pikuk itu membuat kaget Ummul Mukminin Aisyah RA yang pada saat itu sedang
menyampaikan hadis Nabi SAW. Setelah diberi tahu apa yang terjadi, Aisyah berkata: “Semoga
Allah melimpahkan berkah-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang
besar di akhirat nanti. Aku pernah mendengar Rasul SAW bersabda bahwa Abdurrahman bin
Auf akan masuk surga sambil merangkak.”
Seorang sahabat berlari mencari Abdurrahman untuk mengabarkan berita gembira itu.
Mendengar kabar itu, Abdurrahman segera menemui Aisyah RA. “Wahai ibunda, apakah
ibunda mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah?” Jawab Aisyah, “Ya aku mendengar
sendiri.”
Abdurrahman melonjak kegirangan. “Seandainya sanggup, aku akan memasukinya sambil
berjalan. Wahai ibunda, saksikanlah, seluruh unta lengkap dengan barang dagangan di
punggung masing-masing, aku dermakan untuk fi sabilillah.”
Subhanallah. Begitulah kisah kedermawanan seorang sahabat Nabi yang bernama
Abdurrahman bin Auf. Ia tidak pernah ragu sedikitpun dalam menyumbangkan hartanya untuk
kepentingan dakwah Islam. Karena itu, tidak salah jika Rasul SAW menyatakan jika
Abdurrahman masuk surga dengan merangkak.
Diilustrasikan dengan merangkak itu bukan karena sulitnya ia masuk surga, akan tetapi karena
sangat dekat dan mudahnya, sehingga ia tidak perlu lagi berjalan, cukup dengan merangkak
saja.

Kewafatannya
Ketika hendak wafat, ia menangis pilu. Ketika ditanya mengapa ia menangis, ‘Abdurrahman
menjawab, “Sesungguhnya Mush’ab bin ‘Umair lebih baik daripadaku. Ia meninggal di masa
Rasulullah SAW dan ia tidak memiliki apa pun untuk dikafani. Hamzah bin ‘Abdul Muththallib
juga lebih baik dariku. Kami tidak mendapatkan kafan untuknya. Sesungguhnya aku takut bila
aku menjadi seorang yang dipercepat kebaikannya di kehidupan dunia. Aku takut ditahan dari
sahabat-sahabatku karena banyaknya hartaku.”
Pernah suatu ketika ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkumpul dengan para sahabat. Di mata para
sahabat tersebut, ialah teman duduk paling baik. Namun suatu saat ia pernah menghilang
sehingga para sahabat mendatangi rumahnya. ‘Abdurrahman bin ‘Auf lalu mandi kemudian
menyambut para sahabatnya. Ia kemudian menghidangkan roti serta daging pada mereka.
Ketika hidangan itu diletakkan, ia menangis. Para sahabat pun menanyakan apa yang
membuatnya menangis. ‘Abdurrahman kemudian menjawab, “Rasulullah SAW wafat sedang
beliau dan keluarganya tidak dalam keadaan kenyang karena roti gandum.
Ia meninggal di Madinah pada tahun 31 H. Ada pula yang mengatakan 32 H. Pada saat itu, ia
berumur 75 tahun. Ada yang mengatakan berumur 72. Ada pula yang meriwayatkan bahwa ia
telah berumur 78 tahun. Ia dikuburkan di Baqii’. Ia berwasiat agar Sayyidina ‘Utsman yang
menyalatinya.
PRINSIP BISNIS ABDURRAHMAN BIN AUF

Para pengusaha muda muslim harus berkomitmen untuk menjadikan islam selalu di depan
matanya agar ia bisa menjadi sosok Abdurrahman bin Auf hari ini dan masa depan, meskipun
tidak menyamai sosok Abdurrahman bin Auf yang sebenarnya. Namun, paling tidak sama-sama
mempunyai tekad dan peran serta kontribusi demi masa depan Islam yang unggul.

Sungguh banyak teladan yang dapat direngkuh dari sepak terjang bisnisnya. Salah satunya
adalah pada prinsip manajemen bisnis yang dipegang kuat dan diterapkan secara konsisten dan
penuh komitmen sebagai berikut.

Tidak sekadar mencari uang, melainkan mencari ridha Allah saja

Inilah yang menjadikan beliau berbeda dari pelaku bisnis lainya pada masa itu. Ketika yang lain
sibuk dan memfokuskan diri ke harta bisnis, beliau malah tidak terlalu mencari, lantas
menghawatirkanya.

Ia memilih membenarkan niatnya tidak semata-mata karena harta, melainkan karena Ridha
Allah semata. Niat hatinya yang membuat ia disayang Allah, dan diberi rezeki berlebih. Ketika ia
sedang berbisnis, pikiran terhadap pemuasan nafsu dibuangnya jauh-jauh. terutama pemikiran
untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya.

Jujur dalam tindak-tanduk (kaidah syar'i)

Jujurnya Abdurrahman tidak hanya pada pelanggan, dan kolega bisnis, melainkan ia juga jujur
kepada Allah dan Rasulnya dalam kondisi seperti apapun. Inilah hakekat jujur sebenarnya,
dimana kejujuran terhadap manusia hanya berupa turunan dari kejujuran terhadap sang
pencipta. Kejujuran wajib dalam bisnis. Diwujudkan dengan menyeleksi apakah baik-buruk,
halal-haram, dsb. Cara memperdagangkanya pun harus syar'i, dengan menjauhi cara yang
dilarang Allah, riba contohnya.

Keselelarasan antara kerja keras, dan kerja cerdas

Abdurrahman Bin Auf adalah salah seorang yang mampu menerapkan keselarasan antara kerja
keras, dan kerja cerdas. Setelah mengetahaui letak pasar untuk melakukan riset dahulu, kira-
kira barang seperti apa yang dibutuhkan oleh penduduk Madinah. Setelah megetahuinya,
beliau segera mencari barang yang berkualitas baik dengan harga yang lebih murah. Hasilnya...
ia mampu membuat pelanggan mengantri untuk sekadar membeli barang dari gerai miliknya.

Dengan sedekah, harta menjadi bersih dan subur

Abdurrahman Bin Auf sudah dikenal sebagai entrepreneur yang sukses dimata sahabat, maka
tidak di ragukan lagi keberhasilanya dalam bisnis. Meski kaya, ia tidak mudah terlena, lupa,
serta kikir untuk menikmatinya sendiri. Ia memilih berbagi, menginfakkan hartanya untuk fakir
dan perjuangan umat Islam saat berjihad. Semakin banyak ia bersedekah, maka Allah
senantiasa menambahkan rezeki lebih banyak lagi untuknya (baca QS. Al-Baqarah 2:26).

Menjadi tuan harta, bukan malah menjadi budak harta

Abdurrahman telah menjadi tuanya harta, dialah yang mengendalikanya, bukan di kendalikan.
Ia juga tidak pernah menikmati nikmat harta sendirian, semua orang disekitar pasti menikmati
harta beliau.Ia membagi harta menjadi hak-hak tertentu. Hak atas Allah, keluarga, jihad, dan
sebagainya. Dengan begitu ia akan mampu terhindar dari perbudakan harta yang akan
berujung pada kesengsaraan sendiri, atau nerakanya sendiri.

Rajin bersyukur

Rahasia terakhir bagaimana Abdurrahman Bin Auf bisa sukses ialah, dengan menjadi insan yang
pandai mensyukuri nikmat. Segala nikmat yang telah Allah limpahkan kepadanya, ia syukuri
dengan hikmat, dan tak lupa membagikanya, melanjutkan nikmat itu ke manusia lain.
Syukurnya di wujudkan ke dalam bentuk berbagai amalan, seperti amalan hati(berperasangka
baik pada Allah), lisan(zikir, tahmid), dan perbuatan(sedekah, berbagi).

Ia merupakan teladan bagi kita, soal hakikat dari syukur. Ia tak pernah mengeluh sedikitpun
tentang apa yang ia terima dari Allah. Hujan bersyukur, panas ya bersyukur.Semakin seseorang
pandai bersyukur, semakin sukses pula lah usahanya di dunia, juga di akhirat. Semoga kita
termasuk orang-oranag yang pandai bersyukur. Aamiin...

Kita ketahui bersama, untuk dapat mencontoh sosok Abdurrahman bin Auf tidak semudah
seperti membalikkan telapak tangan, karena hal ini diperlukan keteguhan yang matang,
keikhlasan, kesabaran, dan rasa tanggung jawab lebih, karena berbagai tantangan terus
menghadang, berhadapan dengan era bebas yang 'membolehkan' siapa pun menggunakan
berbagai cara untuk memenangi persepsi (mind share) konsumen dengan brand yang kuat dan
memenangi pasar (market share) dengan produk dan layanan yang 'sempurna'. Di sinilah peran
seorang pengusaha muda muslim ditantang sekaligus diuji kemampuannya untuk tetap eksis di
rimba kompetisi bisnis yang 'liar'.

Anda mungkin juga menyukai