Anda di halaman 1dari 5

10 SAHABAT YANG DIJAMIN MASUK SURGA

Sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga berdasarkan hadits berikut: Tercatat dalam ARRIYADH ANNADHIRAH FI
MANAQIBIL ASYARAH dari sahabat Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: Wahai Aisyah, inginkah
engkau mendengar kabar gembira?Aisyah menjawab : Tentu, ya Rasulullah. Lalu Nabi SAW bersabda, Ada sepuluh orang yang mendapat
kabar gembira masuk surga, yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan kawannya Nuh; Utsman masuk
surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan kawannya adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya adalah Daud;
Azzubair masuk surga dan kawannya adalah Ismail; Saad masuk surga dan kawannya adalah Sulaiman; Said bin Zaid masuk surga dan
kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu Ubaidah ibnul Jarrah masuk
surga dan kawannya adalah Idris Alaihissalam.
Kisah singkat 10 Sahabat
1. Abu Bakar bin Abi Qohafah (Assiddiq), adalah seorang Quraisy dari kabilah yang sama dengan Rasulullah, hanya berbeda keluarga. Bila
Abu Bakar berasal dari keluarga Tamimi, maka Rasulullah berasal dari keluarga Hasyimi. Keutamaannya, Abu Bakar adalah seorang pedagang
yang selalu menjaga kehormatan diri. Ia seorang yang kaya, pengaruhnya besar serta memiliki akhlaq yang mulia. Sebelum datangnya Islam,
beliau adalah sahabat Rasulullah yang memiliki karakter yang mirip dengan Rasulullah. Belum pernah ada orang yang menyaksikan Abu Bakar
minum arak atau pun menyembah berhala. Dia tidak pernah berdusta. Begitu banyak kemiripan antara beliau dengan Rasulullah sehingga tak
heran kemudian beliau menjadi khalifah pertama setelah Rasulullah wafat. Rasulullah selalu mengutamakan Abu Bakar ketimbang para
sahabatnya yang lain sehingga tampak menojol di tengah tengah orang lain.
Jika ditimbang keimanan Abu Bakar dengan keimanan seluruh ummat niscaya akan lebih berat keimanan Abu Bakar. (HR. Al Baihaqi)
Al Quran pun banyak mengisyaratkan sikap dan tindakannya seperti yang dikatakan dalam firmanNya, QS Al Lail 5-7, 17-21, Fushilat 30, At
Taubah 40. Dalam masa yang singkat sebagai Khalifah, Abu Bakar telah banyak memperbarui kehidupan kaum muslimin, memerangi nabi palsu,
dan kaum muslimin yang tidak mau membayar zakat. Pada masa pemerintahannya pulalah penulisan AlQuran dalam lembaran-lembaran
dimulai.
2. Umar Ibnul Khattab, ia berasal dari kabilah yang sama dengan Rasulullah SAW dan masih satu kakek yakni Kaab bin Luai. Umar masuk
Islam setelah bertemu dengan adiknya Fatimah daan suami adiknya Said bin Zaid pada tahun keenam kenabian dan sebelum Umar telah ada 39
orang lelaki dan 26 wanita yang masuk Islam. Di kaumnya Umar dikenal sebagai seorang yang pandai berdiskusi, berdialog, memecahkan
permasalahan serta bertempramen kasar. Setelah Umar masuk Islam, dawah kemudian dilakukan secara terang-terangan, begitupun di saat hijrah,
Umar adalah segelintir orang yang berhijrah dengan terang-terangan. Ia sengaja berangkat pada siang hari dan melewati gerombolan Quraisy.
Ketika melewati mereka, Umar berkata, Aku akan meninggalkan Mekah dan menuju Madinah. Siapa yang ingin menjadikan ibunya kehilangan
putranya atau ingin anaknya menjadi yatim, silakan menghadang aku di belakang lembah ini! Mendengar perkataan Umar tak seorangpun yang
berani membuntuti apalagi mencegah Umar. Banyak pendapat Umar yang dibenarkan oleh Allah dengan menurunkan firmanNya seperti saat
peristiwa kematian Abdullah bin Ubay (QS 9:84), ataupun saat penentuan perlakuan terhadap tawanan saat perang Badar, pendapat Umar
dibenarkan Allah dengan turunnya ayat 67 surat Al Anfal.
Sebagai khalifah, Umar adalah seorang yang sangat memperhatikan kesejahteraan ummatnya, sampai setiap malam ia berkeliling khawatir masih
ada yang belum terpenuhi kebutuhannya, serta kekuasaan Islam pun semakin meluas keluar jazirah Arab.
3. Utsman bin Affan, sebuah Hadits yang menggambarkan pribadi Utsman : Orang yang paling kasih sayang diantara ummatku adalah Abu
Bakar, dan paling teguh dalam menjaga ajaran Allah adalah Umar, dan yang paling bersifat pemalu adalah Utsman. (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al
Hakim, At Tirmidzi) Utsman adalah seorang yang sangat dermawan, dalam sebuah persiapan pasukan pernah Utsman yang membiayainya
seorang diri. Setelah kaum muslimin hijrah, saat kesulitan air, Utsmanlah yang membeli sumur dari seorang Yahudi untuk kepentingan kaum
muslimin. Pada masa kepemimpinannya Utsman merintis penulisan Al Quran dalam bentuk mushaf, dari lembaran-lembaran yang mulai ditulis
pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar.
4. Sahabat berikutnya adalah Ali bin Abi Thalib, pemuda pertama yang masuk Islam, ia yang menggantikan posisi Rasulullah di tempat tidurnya
saat beliau hijrah, Ali yang dinikahkan oleh Rasulullah dengan putri kesayangannya Fatimah, Ali yang sangat sederhana kehidupannya.
5. Sahabat kelima yang oleh Rasulullah dijamin masuk surga adalah Thalhah bin Ubaidillah yang pada Uhud terkena lebih dari tujuh puluh
tikaman atau panah serta jari tangannya putus. Namun Thalhah yang berperawakan kekar serta sangat kuat inilah yang melindungi Rasulullah
disaat saat genting, beliau memapah Rasulullah yang tubuhnya telah berdarah menaiki bukit Uhud yang berada di ujung medan pertempuran saat
kaum musyrikin pergi meninggalkan medan peperangan karena mengira Rasulullah telah wafat. Saat itu Thalhah berkata kepada Rasulullah,
Aku tebus engkau ya Rasulullah dengan ayah dan ibuku. Nabi tersenyum seraya berkata, Engkau adalah Thalhah kebajikan. Sejak itu Beliau
mendapat julukan Burung Elang hari Uhud. Rasulullah pernah berkata kepada para sahabatnya, Orang ini termasuk yang gugur dan barang siapa
yang senang melihat seorang yang syahid berjalan di muka bumi maka lihatlah Thalhah.
6. Azzubair bin Awwam, sahabat yang berikutnya, adalah sahabat karib dari Thalhah. Beliau muslim pada usia lima belas tahun dan hjrah pada
usia delapan belas tahun, dengan siksaan yang ia terima dari pamannya sendiri. Kepahlawanan Azzubair ibnul Awwam pertama terlihat dalam
Badar saat ia berhadapan dengan Ubaidah bin Said Ibnul Ash. Azzubair ibnul Awwam berhasil menombak kedua matanya sehingga akhirnya ia
tersungkur tak bergerak lagi, hal ini membuat pasukan Quraisy ketakutan.
Rasulullah sangat mencintai Azzubair ibnul Awwam beliau pernah bersabda, Setiap nabi memiliki pengikut pendamping yang setia (hawari), dan
hawariku adalah Azzubair ibnul Awwam. Azzubair ibnul Awwam adalah suami Asma binti Abu Bakar yang mengantarkan makanan pada Rasul
saat beliau hijrah bersama ayahnya. Pada masa pemerintahan Umar, saat panglima perang menghadapi tentara Romawi di Mesir Amr bin Ash
meminta bala bantuan pada Amirul Muminin, Umar mengirimkan empat ribu prajurit yang dipimpin oleh empat orang komandan, dan ia menulis
surat yang isinya, Aku mengirim empat ribu prajurit bala bantuan yang dipimpin empat orang sahabat terkemuka dan masing-masing bernilai
seribu orang. Tahukah anda siapa empat orang komandan itu? Mereka adalah Ubadah ibnu Assamit, Almiqdaad ibnul Aswad, Maslamah bin
Mukhalid, dan Azzubair bin Awwam. Demikianlah dengan izin Allah, pasukan kaum muslimin berhasil meraih kemenangan.
7. Adalah Abdurrahman bin Auf, yang disebutkan berikutnya, adalah seorang pedagang yang sukses, namun saat berhijrah ia meninggalkan
semua harta yang telah ia usahakan sekian lama. Namun saat telah di Madinahpun beliau kembali menjadi seorang yang kaya raya, dan saat
beliau meninggal, wasiat beliau adalah agar setiap peserta perang Badar yang masih hidup mendapat empat ratus dinar, sedang yang masih hidup
saat itu sekitar seratus orang, termasuk Ali dan Utsman. Beliaupun berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada ummahatul muslimin,
sehingga Aisyah berdoa: Semoga Allah memberi minum kepadanya air dari mata air Salsabil di surga.
8. Sahabat yang disebutkan berikutnya adalah Saad bin Abi Waqqash, orang pertama yang terkena panah fisabilillah, seorang yang
keislamannya sangat dikecam oleh ibunya, namun tetap tabah, dan kukuh pada keislamannya.
9. Said bin Zaid, adik ipar Umar, adalah orang yang dididik oleh seorang ayah yang beroleh bihayah Islam tanpa melalui kitab atau nabi mereka
seperti halnya Salman Al Farisi, dan Abu Dzar Al Ghifari. Banyak orang yang lemah berkumpul di rumah mereka untuk memperoleh
ketenteraman dan keamanan, serta penghilang rasa lapar, karena Said adalah seorang sahabat yang dermawan dan murah tangan.
10. Nama terakhir yang meraih jaminan surga adalah Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, yang akhirnya terpaksa membunuh ayahnya saat Badar,
sehingga Allah menurunkan QS Al Mujadilah : 22. Begitupun dalam perang Uhud, Abu Ubaidahlah yang mencabut besi tajam yang menempel
pada kedua rahang Rasulullah, dan dengan begitu beliau rela kehilangan giginya. Abu Ubaidah mendapat gelar dari Rasulullah sebagai pemegang
amanat ummat, seperti dalam sabda beliau : Tiap-tiap ummat ada orang pemegang amanat, dan pemegang amanat ummat ini adalah Abu
Ubaidah Ibnul Jarrah.
BILAL BIN RABAH

Bilal bin Rabah adalah seorang budak yang berasal dari Habasyah (sekarang disebut Ethiopia). Bilal dilahirkan di daerah Sarah kira-kira 34 tahun
sebelum hijrah dari seorang ayah yang dikenal dengan panggilan Rabah. Sedangkan ibunya dikenal dengan Hamamah. Hamamah ini adalah
seorang budak wanita yang berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Oleh karenanya, sebagian orang memanggilnya dengan nama Ibnu Sauda
(Anaknya budak hitam).
Masa kecil Bilal dihabisakan di Mekah, sebagai putra dari seorang budak, Bilal melewatkan masa kecilnya dengan bekerja keras dan menjadi
budak. Sosok Bilal digambarkan sebagai seorang yang berperawakan khas Afrika yakni tinggi, besar dan hitam. Dia menjadi budak dari keluarga
bani Abduddar. Kemudian saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang yang menjadi tokoh penting kaum
kafir.
Bilal termasuk orang yang teguh dengan pendiriannya. Ketika Rasulullah Saw mulai menyampaikan risalahnya kepada penduduk Mekah, beliau
telah lebih dahulu mendengar seruan Rasulullah saw yang membawa agama Islam, yang menyeru untuk beribadah kepada Allah yang Esa, dan
meninggalkan berhala, menggalakkan persamaan antara sesama manusia, memerintahkan kepada akhlak yang mulia, sebagaimana beliau juga
selalu mengikuti pembicaraan para pemuka Quraisy seputar Nabi Muhammad saw.
Beliau mendengar tentang sifat amanah Rasulullah saw, menepati janji, kegagahannya, kejeniusan akalnya, menyimak ucapan mereka :
Muhammad sama sekali tidak pernah berdusta, beliau bukan ahli sihir, bukan orang gila, dan terakahir beliau juga mendengar pembicaraan
mereka tentang sebab-sebab permusuhan mereka terhadap Nabi Muhammad saw.
Maka Bilal-pun pergi menghadap Rasulullah saw untuk mengikrarkan diri masuk Islam karena Allah Tuhan semesta alam, kemudian
menyebarlah perihal masuknya Bilal kedalam agama Islam diseluruh penjuru kota Mekah, hingga sampai kepada tuannya Umayyah bin Khalaf
dan menjadikannya marah sekali sehingga ingin menyiksanya dengan sekeras-kerasnya.
Bilal termasuk golongan orang yang pertama-tama masuk Islam. Masuknya Bilal ke dalam ajaran Islam mengakibatkan penderitaan yang
mendalam karena berbagai siksaan yang diterima dari majikannya. Apalagi sang majikan Umayyah bin Khalaf termasuk tokoh penting kaum
kafir Quraisy. Siksaan yang diterima Bilal memang cukup berat, hal ini karena Bilal adalah seorang budak yang lemah dan tidak mempunyai
kuasa apapun. Berbeda dengan para sahabat Nabi Saw yang lain seperti Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keluarga dan siap
melindungi menghadapi ulah kaum kafir yang senantiasa mengganggu dan menghalangi kaum muslimin dengan berbagai cara.
Penyiksaan kaum kafir Quraisy terhadap para budak yang mustadafin memang sangat kejam. Hal ini juga dirasakan oleh Bilal bin Rabah yang
diperlakukan secara kejam oleh Umayyah bin Khalaf beserta para algojonya. Bilal dicambuk hingga tubuhnya yang hitam tersebut melepuh.
Tetapi dengan segala keteguhan hati dan keyakinannya, dia tetap mempertahankan keimanannya meski harus menahan berbagai siksaan tanpa
bisa melawan sedikitpun. Setiap kali dia dicambuk, dia hanya bisa mengeluarkan kata-kata: Ahad, Ahad (Tuhan Yang Esa). Tidak hanya
sekedar dicambuk, kemudian Umayyah pun menjemur Bilal tanpa pakaian di tengah matahari yang sangat terik dengan menaruh batu yang besar
di atas dadanya. Dengan segala kepasrahan, lagi-lagi Bilal pun hanya bisa berkata: Ahad, Ahad. Setiap kali menyiksa Bilal, Umayyah selalu
mengingatkannya untuk kembali pada ajaran nenek moyang, dan Tuhannya Latta, Uzza, tetapi Bilal tidak pernah menyerah dengan keadaan. Dia
tetap kukuh dan terus berkata: Ahad, Ahad setiap kali siksaan itu datang kepadanya. Semakin Bilal teguh dan kuat, semakin keras Umayyah
menyiksa Bilal. Bahkan dia mengikatkan sebuah tali besar di leher Bilal lalu menyerahkannya kepada orang-orang bodoh dan anak-anak.
Umayyah menyuruh mereka untuk membawa keliling Bilal ke seluruh perkampungan Mekah serta menariknya ke seluruh dataran yang ada di
kota tersebut.
Akhirnya Allah mengakhiri siksaan demi siksaan yang dialami oleh Bilal melalui Abu Bakar As Shiddiq. Suatu hari, disaat Bilal kembali disiksa
oleh majikannya Umayyah, Abu Bakar sedang lewat tidak jauh dari tempat penyiksaannya. Melihat hal tersebut, Abu Bakar bermaksud membeli
Bilal dari Umayyah bin Khalaf. Lalu Umayyah pun meninggikan harganya karena ia menduga bahwa Abu Bakar tidak akan mampu untuk
membayarnya.
Namun Abu Bakar mampu membayarnya dengan 9 awqiyah dari emas. Umayyah berkata kepada Abu Bakar setelah perjanjian jual-beli ini usai:
Kalau engkau tidak mau mengambil Bilal kecuali dengan 1 awqiyah emas saja, pasti sudah aku jual juga. Kemudian Abu Bakar menjawab:
Jika engkau tidak mau menjualnya kecuali dengan 100 awqiyah, pasti aku akan tetap membelinya!
Begitu Abu Bakar As Shiddiq memberitahukan Rasulullah Saw bahwa dia telah membeli Bilal dan menyelamatkannya dari tangan penyiksa,
maka Nabi Saw bersabda: Libatkan aku dalam pembebasannya, wahai Abu Bakar! As Shidiq lalu menjawab: Aku telah membebaskannya, ya
Rasulullah.
Begitulah akhirnya Bilalpun menjadi seorang yang merdeka dan selamat dari siksaan sang majikan. Kebebasannya menjadikan Bilal seorang
yang semakin taat mengikuti ajaran agama Allah dan Rasul-Nya. Ketika Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Bilal pun turut serta berhijrah ke
Madinah untuk menjauhi siksaan kaum kafir Quraisy Mekah. Dia mengabdikan diri sepanjang hidupnya kepada Rasul yang sangat dicintainya.
Dia menjadi pengikut Rasul yang setia dan selalu mengikuti setiap peperangan yang terjadi pada masa itu. Bahkan dia melihat dengan mata
kepala sendiri bagaimana akhirnya Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf mantan majikannya tewas di tangan pedang kaum muslimin.
Ketika Rasulullah Saw selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan adzan, maka Bilal bin Rabah ditunjuk sebagai orang
pertama yang mengumandangkan adzan (muazin) dalam sejarah Islam. Bilal pun menjadi Muadzin tetap pada masa Rasulullah Saw. Suaranya
yang begitu merdu sangat menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya. Rasulullah sangat menyukai suara Bilal. Biasanya, setelah
mengumandangkan adzan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Saw seraya berseru, Hayya alashsholaati hayya alashsholaati(Mari
melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan.) Lalu, ketika Rasulullah Saw keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera
melantunkan iqamat.
Ketika Rasulullah Saw akan menaklukkan kota Mekah, Bilal berada di samping beliau. Saat Rasulullah Saw memasuki Kabah, Beliau hanya
didampingi oleh 3 orang saja, mereka adalah: Utsman bin Thalhah sang pemegang kunci Kabah, Usamah bin Zaid orang kesayangan Rasulullah
dan anak dari orang kesayangan Beliau Zaid bin Haristah, serta Bilal bin Rabah sang muadzin Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw
menyuruh Bilal untuk naik di atas kabah dan menyerukan kalimat tauhid. Bilal menyerukan adzan dengan suara yang keras dan menggetarkan
hati setiap orang yang mendengarnya. Ribuan leher manusia melihat ke arah Bilal. Ribuan lisan manusia yang mengikuti ucapan Bilal dengan hati
yang khusyuk. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka
merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat adzan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rosuulullaah (Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah). Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, "Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu.... Memang, kami tetap akan
shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi." Maksudnya, adalah ayahnya yang
tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, "Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini." Kebetulan
ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Saw masuk ke kota Mekah.
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, "Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka'bah."
Al-Hakam bin Abu al-'Ash berkata, "Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini
(Ka'bah)."
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, "Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau
hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah."
Pada suatu hari, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada
Rasulullah Saw. Rasulullah Saw mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar bin Khaththab, tapi
tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu
kemana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa (mohon turun hujan), dan
menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Begitulah sosok Bilal, dia selalu berada di belakang Rasulullah dalam kondisi apapun. Kecintaannya terhadap Rasulullah Saw pernah
membuatnya terbuai dalam mimpi bertemu dengan Rasul sepeninggal beliau. Dalam mimpinya itu, Rasulullah Saw berkata kepada Bilal: Bilal,
sudah lama kita berpisah, aku rindu sekali kepadamu, Kemudian Bilal menjawab: Ya, Rasulullah, aku pun sudah teramat rindu ingin bertemu
dan mencium harum aroma tubuhmu, kata Bilal masih dalam mimpinya. Setelah itu, mimpi tersebut berakhir begitu saja. Dan Bilal bangun dari
tidurnya dengan hati yang gulana. Ia dirundung rindu. Keesokan harinya, ia menceritakan mimpi tersebut pada salah seorang sahabat lainnya.
Seperti udara, kisah mimpi Bilal bin Rabah segera memenuhi ruangan kosong dihampir seluruh penjuru kota Madinah. Tak menunggu senja,
hampir seluruh penduduk Madinah tahu, semalam Bilal bermimpi ketemu dengan nabi junjungannya.
Sesaat setelah Rasulullah Saw menghembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan adzan, sementara jasad
Rasulullah Saw masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan
rosuulullaah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi.
Kaum muslimin yang hadir disana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak kepergian Rasulullah Saw, Bilal hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, Asyhadu anna
muhammadan rosuulullaah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia langsung menangis tersedu-sedu. Sehingga kaum
muslimin yang mendengarnya ikut larut dalam tangisan pilu. Karena itulah kemudian Bilal memohon kepada Abu Bakar, sang khalifah yang
menggantikan posisi Rasulullah Saw sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan adzan lagi, karena tidak sanggup
melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut
berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal
mendesaknya seraya berkata, Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau
telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya. Kemudian Abu Bakar menjawab, Demi Allah, aku
benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.. Mendengar jawaban Abu Bakar, Bilal segera menyahut,
Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah Saw wafat. Akhirnya Abu Bakar menjawab,
Baiklah, aku mengabulkannya. Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah
Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus.
Pada suatu hari, ia bermimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya itu Nabi saw bersabda kepadanya, Wahai Bilal, apa yang
menghalangimu sehingga engkau tidak pernah menjengukku ? Setelah bangun dari tidurnya, Bilal ra pun segera pergi ke Madinah. Setibanya di
Madinah, Hasan dan Husain ra meminta Bilal ra agar mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan orang-orang yang dicintainya
itu. Ketika ia mulai mengumandangkan adzan, maka terdengarlah suara adzan seperti ketika zaman Rasulullah saw masih hidup. Hal ini sangat
menyentuh hati penduduk Madinah, sehingga kaum wanita pun keluar dari rumah masing-masing sambil menangis untuk mendengarkan suara
adzan Bilal ra itu. Setelah beberapa hari lamanya Bilal ra tinggal di Madinah, akhirnya ia meninggalkan kota Madinah dan kembali ke Damaskus
dan wafat di sana pada tahun kedua puluh Hijriyah.
Pada waktu kedatangan Umar bin Khattab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal setelah terpisah cukup lama. Pada saat itu
khalifah Umar bin Khattab baru saja menerima kunci kota Yerussalem. Dalam pertemuan tersebut khalifah Umar bin Khattab meminta kepada
Bilal untuk mau mengumandangkan adzan dan akhirnya Bilal mau menuruti permintaan sang khalifah. Mendengar Bilal menyuarakan adzan,
kaum muslimin merasa sangat terharu, bahkan Umar tidak dapat menahan dirinya untuk tidak menangis tersedu-sedu. Suara Bilal
membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Saw. BiIal adalah
pengumandang seruan langit itu.
Peristiwa tersebut merupakan adzan terakhir yang diperdengarkan oleh suara merdu dan syahdu Bilal bin Rabah dihadapan kaum muslimin. Bilal
tetap tinggal di Damaskus hingga akhir hayatnya. Menjelang wafatnya Bilal pada tahun keduapuluh Hijriyah untuk menghadap sang Khalik, Bilal
seringkali mengucapkan kata-kata secara secara beulang-ulang, kata tersebut adalah:
Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih
Muhammad dan sahabat-sahabatnya
Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih
Muhammad dan sahabat-sahabatnya
Bilal semoga Allah meridhainya- merupakan seorang hamba yang taat, wara, tekun beribadah, nabi pernah bersabda kepadanya setelah shalat
subuh : Ceritakan kepada saya perbuatan apa yang telah engkau lakukan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam saya mendengar
suara sendal kamu berada di pintu surga, Bilal berkata : Saya tidak melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan saya tidak pernah
bersuci dengan sempurna pada setiap saat; baik malam dan siang hari kecuali saya melakukan shalat sebagaimana yang ditentukan untuk saya
melakukan shalat. (Al-Bukhari).
Demikianlah kisah seorang Bilal, keteguhan, ketegaran dan keyakinannya akan ajaran kebenaran, telah mengangkat derajadnya dan
menjadikannya seorang mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya meskipun dia berasal dari seorang budak hitam yang hina dan fakir. Sebuah kisah
teladan bagi kita semua.
Pinjaman Terbaik
Beberapa kitab sirah (sejarah) dan tafsir menjeaskan bahwa ketika turun ayat 245 Surat Al-Baqarah Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Abu Dahdah Al-
Anshari ra bertanya kepada Rasulullah saw, Ya Rasul, Apakah Allah menginginkan agar kami meminjamkan kepada-Nya ? Rasulullah
menjawab, Benar, Wahai Abu Dahdah. Lalu Abu Dahdah berkata kepada beliau, Perlihatkan tanganmu ya Rasul. Lalu beliau menyodorkan
tangannya kepada Abu Dahdah dan Abu Dahdah berkata, Saksikanlah wahai Rasul, bahwa aku telah meminjamkan kebunku untuk Rabbku.
Setelah itu Abu Dahdah pergi ke kebunnya. Di sana ada istri dan anak-anaknya. Ia memanggil istri dan anak-anaknya. Hai istriku. Isrinya
menjawab, ya Abu Dahdah berkata, Keluarlah engkau dan anak-anak dari kebun ini. Sesungguhnya aku telah meminjamkan kebun ini kepada
Allah. Istrinya menjawab, Beruntunglah jual belimu itu, wahai Abu Dahdah. Lalu istri dan anak-anaknya keluar dari kebun dan mengeluarkan
kurma yang mereka kunyah dan kurma yang ada di kantong mereka lalu meletakkannya di kebun. Lalu Rasulullah bersabda, Betapa banyak
tandan anggur yang lebat untuk Abu Dahdah di surga (Hadist Riwayat : Muslim)
Dalam kebun Abu Dahdah tersebut ternyata terdapat 600 pohon kurma yang telah masak. Abu Dahdah adalah seorang sahabat Anshar dan dikenal
dengan nama Abu Dahdah Tsabit bin Dahdah ra. Ia ikut dalam perang Uhud dan menemui syahidnya di sana.
Sungguh begitu banyak teladan yang bisa kita petik dari kisah-kisah orang-orang terdahulu. Khusus dalam hal sedekah, banyak dari mereka yang
tidak tanggung-tanggung menyedekahkan hartanya. Dari Abu Bakar ra yang menyedekahkan seluruh hartanya, Umar bin Khattab yang
menyedekahkan separuh hartanya sampai Abu Dahdah, meyedekahkan seluruh kebun kurma siap panen kepada kepentingan umat Islam di masa
itu. Semangat bersdedekah mereka tentunya berawal dari banyak faktor, utamanya adalah faktor keimanan kepada Allah SWT serta janji Allah
SWT akan surga-Nya. Namun yang menarik adalah bahwa mereka bersedekah dan berbuat kebaikan lainnya didorong oleh dukungan keluarga-
istri dan anak-anaknya.
Mungkin dukungan keluarga itulah yang diperlukan agar kita selalu ingat untuk selalu melaksanakan kebaikan. Oleh karenanya Allah SWT juga
memberi peringatan kepada kita dalam hal memilih pasangan Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk
wanita-wanita yang baik pula. (QS. An Nuur:26).
Hidup di jaman yang tidak pasti seperti saat ini, selalu ada cobaan dan hambatan dalam berbuat kebaikan. Misalnya niat sedekah tapi saat itu juga
terbesit dalam hati rasa kurang percaya kepada dhuafa, apakah mereka menggunakan sedekah kita dengan benar atau tidak. Maka dari itu, semua
amalan memang harus diawalai dengan niat yang benar, bersih dari riya (sombong) serta didukung dengan informasi kuat mengenai manfaat
amalan-amalan kita sehingga bisa memperkuat niat dan semangat kit

Anda mungkin juga menyukai