Anda di halaman 1dari 3

Abdurrahman bin Auf termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk Syurga.

Secara garis besar, Tentunya


siapa pun memiliki peluang untuk masuk surga dengan potensi yang dimiliki yaitu unsur keimanan dan
ketaqwaan. Inilah yang dibuktikan oleh Abdurrahman bin Auf. Ia memiliki latar belakang perjuangan
yang berbeda dengan tiga sahabat sebelumnya. Ia adalah ahli surga yang berasal dari kalangan
pengusaha. Kecerdasannya dalam berbisnis membuat segala hal yang ia lewati menjadi peluang.
Bahkan, ketika memindahkan sebuah batu ia berharap di bawah batu itu terdapat emas dan perak.
Betapa ia sangat bersemangat dalam mencari uang. Lalu mengapa pengejar harta seperti Abdurrahman
bin Auf dapat masuk surga bersama Isa bin Maryam?
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa oleh Rasulullah Saw
yang biasa disebut dengan Assaabiquunal Awwaluun. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang
kelima yang di Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari, pengorbanan yang
harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
Berhijrah ke Habasyah adalah salah satu tugasnya dalam menjalankan roda dakwah Rasulullah Saw.
Sesungguhnya hijrah yang pertama dilakukan oleh kaum Muslimin adalah ke Habasyah. Mereka
berpindah karena gangguan dari kaum musyrikin Quraisy yang semakin menjadi. Ada yang menganggap
kepergiannya adalah refleksi dari kegentarannya menghadapi ujian keimanan. Namun, Allah Swt.
Menjelaskan, hijrah adalah sesuatu yang diharuskan jika tantangan di tempat asal sudah sangat besar.
Dengan kemampuannya dalam berbisnis, Abdurrahman bin Auf juga membawa seluruh kekayaannya
ketika berhijrah ke Madinah. Di perjalanan kekayaannya dirampas oleh Quraisy, penguasa Mekkah. Ia
dan Suhaib Ar Rumi kehilangan seluruh harta kekayaannya.
Dalam keadaan demikian, Abdurrahman bin Auf tidak menyerah. Rasulullah Saw. mempersaudarakan
orang-orang yang berhijrah yang kebanyakan pedagang dengan orang-orang asli Madinah yang
mayoritas petani. Di Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu Arabi Alausani.
Ia memberikan sebagian harta dan menawarinya seorang calon istri. Abdurrahman bin Auf hanya
berkata, “Semoga Allah Swt. memberkahi hartamu dan keluargamu, tunjukkanlah kepadaku di mana
pasar.”
Abdurrahman bin Auf memang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia berjualan keju dan
minyak samin, bangkit dan mampu menikah dengan salah satu perempuan Anshar. Setelah menikah
dengan memberi mahar sebutir emas (seberat sebutir kurma) Rasulullah Saw memintanya mengadakan
walimah. Ini adalah pertanda, pernikahan sesederhana apa pun harus dilanjutkan dengan walimah
meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.
Rasulullah Saw juga sangat menghargai kemandirian Abdurrahman bin Auf dalam hal ekonomi.
Rasulullah Saw, bersabda, “Seorang yang mencari kayu lalu memanggulnya lebih baik daripada orang
yang mengemis yang kadangkala diberi atau ditolak.” (H.R. Bukhari)
Pesan ini membuat seluruh Muslimin yang ada di Madinah bangkit dan bekerja menjadi petani,
pedagang, dan buruh. Tidak ada seorang pun yang menganggur, termasuk kaum perempuan.
Dalam beberapa waktu, Abdurrahman bin Auf menjadi orang kaya dan Rasulullah Saw, berkata
kepadanya, “Wahai Abdurrahman bin Auf, kamu sekarang menjadi orang kaya dan kamu akan masuk
surga dengan merangkak (mengingsut). Pinjamkanlah hartamu agar lancar kedua kakimu” (H.R. Al-
Hakim).
Pernyataan itu membuat Abdurrahman bin Auf berpikir keras dan banyak menginfakkan hartanya di
jalan Allah Swt. Ia berkata, “Kalau bisa aku ingin masuk surga dengan melangkah (berjalan kaki)”. Ia
berlomba dengan pebisnis lain, yaitu  Ustman bin Affan dalam bersedekah. Abdurrahman bin Auf
memberikan separuh hartanya untuk dakwah Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw berkata, “Semoga Allah Swt memberkahi apa yang kamu tahan dan kamu
berikan.“ Abdurrahman bin Auf hartanya menjadi berlipat ganda sehingga ia tak pernah merasa
kekurangan.
Setelah Abdurrahman bin Auf bersedekah, turunlah firman Allah Swt,
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt kemudian ia tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan menyakiti perasaan (si penerima),
mereka mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
merasakan bersedih hati.”
Sebelum wafat, Abdurrahman bin Auf menginfakkan 400 dinar hartanya untuk peserta perang Badar 
yang masih hidup. Setiap orang mendapatkan empat dinar termasuk Ali R.a. dan Ustman R.a. Ia juga
memberikan hadiah kepada Umul Mukminin (janda-janda Nabi Saw). Aisyah R.a. pun berdo’a untuknya,
“Semoga Allah Swt memberi minum kepadanya air dari mata air salsabila di surga”.
Abdurrahman bin Auf wafat dalam usia 75 tahun. Ia dishalatkan oleh ‘saingannya’ dalam berinfak di
jalan Allah Swt, yaitu Ustman R.a. Ia di usung oleh Sa’ad bin Abi Waqqas ke pemakaman Al Baqi. Setelah
Abdurrahman bin Auf wafat, Ali berkata,
“Pergilah wahai Ibnu Auf, kamu telah memperoleh kejernihan dan meninggalkan kepalsuan
(keburukannya)”. (H.R. Al-Hakim)
Abdurrahman bin Auf telah genap memperoleh segala kebaikan dari hartanya, dan meninggalkan segala
keburukan yang ada pada harta dunia.

Anda mungkin juga menyukai