Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

Meneladani Kisah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata pelajaran :
Akidah Akhlak

Guru Pengampu : Anisa Barokah, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Sofiyan Husni
2. Umi Kholilah

Kelas : XI/B

MADRASAH ALIYAH SABIILUL MUTTAQIEN


SUKARAJA NUBAN BATANG HARI NUBAN
T.A 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Anugerah dari-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Akidah Akhlak tentang “Meneladani Kisah Abdurrahman bin Auf
dan Abu Dzar Al-Ghifari”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepadakita jalan yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam
semesta.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Pelajaran Akidah Akhlak, serta sebagai
bahan penambah ilmu pengetahuan yang semoga bermanfaat. Namun, kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah tentu tidak sempurna dan masih banyak kekurangan, maka dari itu
kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran, dan pesan dari seluruh pembaca
makalah ini terutama Guru Mata Pelajaran Akidah Akhlak yang kami harapkan sebagai bahan
koreksi untuk kami.

Sukaraja Nuban, 09 Maret 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Abdurrahman bin Auf .............................................................................................2
B. Abu Dzar Al-Ghifari................................................................................................5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................................. 9
B. Saran....................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abdurrahman Bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan
termasuk orang yang terdahulu masuk Islam.
Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta dalam perang Badar dan peperangan
lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama `Abdul Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian diberi
nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama
Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu `Auf bin `Abdul Hârits bin Zahrah.
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
Sedangkan.
Abu Dzar adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu memeluk Islam. Ia
mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Abu
Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana abdurrahman bin auf ?
2. Bagaimana abu dzar al-ghifari ?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana abdurrahman bin auf
2. Mengetahui bagaimana abu dzar al-ghifari

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Abdurrahman bin Auf


Abdurrahman Bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan
termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta
dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama `Abdul
Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian diberi nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu
`Auf bin `Abdul Hârits bin Zahrah.
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
Berhijrah ke Habasyah adalah salah satu tugasnya dalam menjalankan roda
dakwah Rasulullah Saw. Sesungguhnya hijrah yang pertama dilakukan oleh kaum Muslimin
adalah ke Habasyah. Mereka berpindah karena gangguan dari kaum musyrikin Quraisy yang
semakin menjadi. Ada yang menganggap kepergiannya adalah refleksi dari kegentarannya
menghadapi ujian keimanan. Namun, Allah Swt. Menjelaskan, hijrah adalah sesuatu yang
diharuskan jika tantangan di tempat asal sudah sangat besar.
Dengan kemampuannya dalam berbisnis, Abdurrahman bin Auf juga membawa
seluruh kekayaannya ketika berhijrah ke Madinah. Di perjalanan kekayaannya dirampas
oleh Quraisy, penguasa Mekkah. Ia dan Suhaib Ar Rumi kehilangan seluruh harta
kekayaannya.1

1
Basya, Abdur rahman Ra‟fat. Suwarun Min Hayati Sahabat, terj. Ma‟mur Daud, Kepahlawanan
Generasi Sahabat Rasulullah saw. Jilid III; Jakarta: Media Da‟wah, 1984

2
Dalam keadaan demikian, Abdurrahman bin Auf tidak menyerah. Rasulullah Saw.
mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah yang kebanyakan pedagang dengan orang-
orang asli Madinah yang mayoritas petani.
Di Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu Arabi
Alausani. Ia memberikan sebagian harta dan menawarinya seorang calon istri. Abdurrahman
bin Auf hanya berkata, “Semoga Allah Swt. memberkahi hartamu dan keluargamu,
tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.”
Abdurrahman bin Auf memang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia
berjualan keju dan minyak samin, bangkit dan mampu menikah dengan salah satu
perempuan Anshar. Setelah menikah dengan memberi mahar sebutir emas (seberat sebutir
kurma).Rasulullah Saw memintanya mengadakan walimah. Ini adalah pertanda, pernikahan
sesederhana apa pun harus dilanjutkan dengan walimah meskipun hanya dengan
menyembelih seekor kambing.
Dalam beberapa waktu, Abdurrahman bin Auf menjadi orang kaya dan Rasulullah
Saw, berkata kepadanya, “Wahai Abdurrahman bin Auf, kamu sekarang menjadi orang
kaya dan kamu akan masuk surga dengan merangkak (mengingsut). Pinjamkanlah hartamu
agar lancar kedua kakimu” (H.R. Al-Hakim).
Pernyataan itu membuat Abdurrahman bin Auf berpikir keras dan banyak
menginfakkan hartanya di jalan Allah Swt. Ia berkata, “Kalau bisa aku ingin masuk surga
dengan melangkah (berjalan kaki)”. Ia berlomba dengan pebisnis lain, yaitu Utsman bin
Affan dalam bersedekah. Abdurrahman bin Auf memberikan separuh hartanya untuk
dakwah Rasulullah Saw.
Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian
membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang
membutuhkan dan kepada Ummahâtul Mukminin (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam).Rasulullah Saw berkata, “Semoga Allah Swt memberkahi apa yang kamu tahan dan
kamu berikan.“.2

2
Faris, Abu. Analisis Aktual Perang Badar dan Uhud di bawah Naungan Sirah Nabawiyah.
Jakarta; Robbani Press: 1998.

3
Abdurrahman bin Auf hartanya menjadi berlipat ganda sehingga ia tak pernah
merasa kekurangan.Setelah Abdurrahman bin Auf bersedekah, turunlah firman Allah
Swt, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt kemudian ia tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan
menyakiti perasaan (si penerima), mereka mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula merasakan bersedih hati.”
Sebelum wafat, Abdurrahman bin Auf menginfakkan 400 dinar hartanya untuk
peserta perang Badar yang masih hidup. Setiap orang mendapatkan empat dinar
termasuk Ali R.a. dan Utsman R.a. Ia juga memberikan hadiah kepada Umul Mukminin
(janda-janda Nabi Saw). Aisyah R.a. pun berdo’a untuknya, “Semoga Allah Swt memberi
minum kepadanya air dari mata air salsabila di surga”.
Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 32 H dalam usia 75 tahun. Ia dishalatkan
oleh saingannya dalam berinfak di jalan Allah Swt, yaitu Utsman R.a. Ia di usung oleh Sa’ad
bin Abi Waqqas ke pemakaman Al Baqi. Setelah Abdurrahman bin Auf
wafat, Ali berkata, “Pergilah wahai Ibnu Auf, kamu telah memperoleh kejernihan dan
meninggalkan kepalsuan (keburukannya)”. (H.R. Al-Hakim).3

3
Faris, Abu. Analisis Aktual Perang Badar dan Uhud di bawah Naungan Sirah Nabawiyah.
Jakarta; Robbani Press: 1998.

4
B. Abu Dzar Al-Ghifari
Abu Dzar adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu memeluk Islam. Ia
mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Abu
Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.
Bani Ghifar adalah qabilah Arab suku badui yang tinggal di pegunungan yang jauh
dari peradaban orang-orang kota. Lebih-lebih lagi suku ini terkenal sebagai gerombolan
perampok yang senang berperang dan menumpahkan darah serta pemberani. Bani Ghifar
terkenal juga sebagai suku yang tahan menghadapi penderitaan dan kekurangan serta
kelaparan. Latar belakang tabi’at kesukuan, apakah itu tabiat yang baik ataukah tabi’at yang
jelek, semuanya terkumpul pada diri Abu Dzar.
Tidak diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal
dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar tak lepas dari keberadaan
keluarganya.
Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat
itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian.
Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar
yang sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di sekitarn.
Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan dan derita korban
yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya:
Insyaf dan berhenti dari aksi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala
perbuatan jahatnya itu, tapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya
itu menimbulkan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah
kelahirannya.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas,
Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas,
Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak
jarang mendapat tentangan dari masyarakat setempat
Nama lengkapnya yang mashur ialah Jundub bin Junadah Al Ghifari dan terkenal
dengan kuniahnya Abu Dzar. Di suatu hari tersebar berita di kampung Bani Ghifar, bahwa
telah muncul di kota Makkah seorang yang mengaku sebagai utusan Allah dan mendapat
berita dari langit. Berita ini membuat penasaran Abu Dzar, sehingga dia mengutus adik

5
kandungnya, Unais Al Ghifari untuk mencari berita ke Makkah. Unais sendiri adalah
seorang penyair yang sangat piawai dalam me nggubah syair-syair Arab.
Setelah beberapa lama, kembalilah Unais kekampungnya dan melaporkan kepada
Abu Dzar tentang yang dilihat dan didengar di Makkah berkenaan dengan berita tersebut.
Unais menjelaskan bahwa ia telah menemui seseorang yang menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari perbuatan jelek. Orang tersebut adalah yang benar ucapannya.Abu dzar
semakin penasaran sehingga iapun pergi ke mekah, saat itu ia bertemu dengan Ali bin Abi
Thalib, kemudian Ali bin Abi Thalib mengajaknya pergi menemui rasulullah.
Inilah saat yang paling dinanti oleh Abu Dzar dan ketika Rasulullah menawarkan
Islam kepadanya, segera Abu Dzar menyatakan masuk Islam dituntun Nabi Muhammad
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dengan mengucapkan dua kalimah syahadat. Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam berwasiat kepadanya : “Wahai Aba Dzar,
sembunyikanlah keislamanmu ini, dan pulanglah ke kampungmu !, maka bila engkau
mendengar bahwa kami telah menang, silakan engkau datang kembali untuk bergabung
dengan kami”.Mendengar wasiat tersebut Abu Dzar menegaskan kepada Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam: “Demi yang Mengutus engkau dengan kebenaran,
sungguh aku akan meneriakkan di kalangan mereka bahwa aku telah masuk Islam”.
Dan Rasulullah mendiamkan tekat Abu Dzar tersebut.
Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk meneriakkan bahwa
ia seorang Muslim, hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy. Atas bantuan dari Abbas bin
Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy, setalah suku Quraisy mengetahui bahwa
orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar.4

4
Khalid, Khalid Muhammad. Rijalu Hauli Rasul, terj. Mahyuddi Syaf, Karakteristik Perihidup
Enampuluh Sahabat Rasululla. Cet. II; Bandung: ponegoro, 1983.

6
Dengan telah masuk Islamnya seluruh kampung Bani Ghifar, dan setelah peperangan
Badar, Uhud dan Khandaq, Abu Dzar bergegas menyiapkan dirinya untuk berhijrah ke Al
Madinah dan langsung menemui Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam di masjid
beliau. Dan sejak itu Abu Dzar berkhidmat melayani berbagai kepentingan pribadi dan
keluarga Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dia tinggal di Masjid Nabi dan
selalu mengawal dan mendampingi Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam kemanapun
beliau berjalan.
Begitu dekatnya Abu Dzar dengan Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam,
dan begitu sayangnya beliau kepada Abu Dzar, sehingga disuatu hari pernah Abu Dzar
meminta jabatan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam. Maka beliau
langsung menasehatinya : “Sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah, dan
sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, dan sesungguhnya jabatan itu akan menjadi
kehinaan dan penyesalan bagi orang yang menerima jabatan itu, kecuali orang yang
mengambil jabatan itu dengan cara yang benar dan dia menunaikan amanah jabatan itu
dengan benar pula”. HR. Ibnu Sa’ad .
Dalam Thabaqatnya Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam pernah berpesan
kepadanya :“Wahai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang shaleh, sungguh engkau akan
ditimpa berbagai mala petaka sepeninggalku”. Maka Abu Dzarpun bertanya : Apakah
musibah itu sebagai ujian di jalan Allah ?”, Rasulullahpun menjawab : “Ya, di jalan
Allah”. Dengan penuh semangat Abu Dzarpun menyatakan : “Selamat datang wahai mala
petaka yang Allah taqdirkan”. HR. Abu Nu’aim Al Asfahani dalam kitab Al Hilyah jilid 1
hal. 162.
Abu Dzar sangat keras dengan pendiriannya. Dia berpendapat bahwa menyimpan
harta yang lebih dari keperluannya itu adalah haram. Sedangkan keumuman para Shahabat
Nabiberpendapat, bahwa boleh menyimpan harta dengan syarat bahwa harta itu telah
dizakati (yakni dikeluarkan zakatnya). Bahkan Abu Dzar menjauh dari para Shahabat Nabi
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam yang mulai makmur hidupnya karena menjabat jabatan
di pemerintahan.5
Dengan sikap hidup yang demikian, Abu Dzar tidak punya teman dari kalangan
sesama para Shahabat Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dia pernah tinggal di negeri
Al-Quthub, Muhammad Ali. al-Asyaratul-Mubasyiruna bil Jannah, terj. M. Ali Chasan Umar dan
5

Ahmad Chumaidi, Sepuluh Sahabat dijamin Masuk Surga. Semarang; Toha Putra: 1982.

7
Syam di zaman pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Waktu itu gubernur
negeri Syam adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhu.
Maka Mu’awiyah merasa terganggu dengan sikap hidupnya, sehingga meminta kepada
Amirul Mu’minin Utsman bin Affan untuk memanggilnya ke Madinah kembali.
Abu Dzar akhirnya dipanggil kembali ke Madinah oleh Utsman dan tentu dia segera
menta’ati panggilan itu. Sesampainya di Madinah segera saja Abu Dzar menghadap Amirul
Mu’minin Utsman bin Affan. Abu Dzar diberi tahu oleh Amirul Mu’minin bahwa dia
dikehendaki untuk tinggal di Madinah menjadi orang dekatnya Amirul Mu’minin Utsman.
Mendengar penjelasan itu Abu Dzar menegaskan kepada beliau : “Wahai Amirul Mu’minin,
aku tidak senang dengan posisi demikian. Izinkanlah aku untuk tinggal di daerah
perbukitan Rabadzah di luar kota Madinah”. Di sanalah beliau wafat.
Saat wafat ia dikafani dengan jubah hasil pintalan ibu dari seorang pemuda Anshar.
Saat bertemu Abu dzar, pemuda itu memiliki dua buah jubah, satu ada di kantong tas baju,
sedang yang lainnya ialah baju yang sedang dipakai. Abu Dzar amat gembira, kemudian
dengan serta merta menyatakan kepadanya:“Engkaulah orang yang aku minta mengkafani
jenazahku nanti dengan jubbahmu itu”. Dengan penuh kegembiraan, Abu Dzar
menghembuskan nafas terakhirnya.6

BAB III
6
An-Nadwi, Abul Hasan „Ali Al-Hasan. Sirah Nabawiyah, diterjemahkan oleh Muhammad Halabi,
dalam Sejarah Lengkap Nabi Mugammad saw. Cet, VI; Yogyakarta: Darul Manar, 2012.

8
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan materi yang penulis sampaikan dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
2. Abu Dzar al Ghiffari sosok yang benar-benar telah menghias sejarah hidupnya dengan
bintang kehormatan tertinggi. Dengan berani ia selalu siap berkorban untuk menegakkan
kebenaran Allah dan Rasul-Nya.Tanpa tedeng aling-aling ia bangkit memberontak
terhadap penyembahan berhala dan kebatilan dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Kejujuran dan kesetiaan Abu Dzar dinilai oleh Rasulullah Saw sebagai "cahaya terang
benderang."
3. Pada pribadi Abu Dzar tidak terdapat perbedaan antara lahir dan batin. Ia satu dalam
ucapan dan perbuatan. Satu dalam fikiran dan pendirian. Ia tidak pernah menyesali diri
sendiri atau orang lain, namun ia pun tidak mau disesali orang lain. Kesetiaan pada
kebenaran Allah dan Rasul-Nya terpadu erat degan keberaniannya dan ketinggian daya-
juangnya. Dalam berjuang melaksanakan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, Abu Dzar
benar-benar serius, keras dan tulus. Namun demikian ia tidak meninggalkan prinsip sabar
dan hati-hati.

9
B. Saran
Dalam penulisan makalah, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini tetapi masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat diperlukan untuk memperbaiki karya kedepannya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Basya, Abdur rahman Ra‟fat. Suwarun Min Hayati Sahabat, terj. Ma‟mur Daud, Kepahlawanan
Generasi Sahabat Rasulullah saw. Jilid III; Jakarta: Media Da‟wah, 1984.
Faris, Abu. Analisis Aktual Perang Badar dan Uhud di bawah Naungan Sirah Nabawiyah.
Jakarta; Robbani Press: 1998.
Khalid, Khalid Muhammad. Rijalu Hauli Rasul, terj. Mahyuddi Syaf, Karakteristik Perihidup
Enampuluh Sahabat Rasululla. Cet. II; Bandung: ponegoro, 1983.
Al-Gazali. Abdurrahman bin auf berdagang demi akhirat. Malasyia: Litera Utama,2013.
Ali, Ameer A Short History of the sarace (selanjutnya ditulis: A short History). New Delhi: kitab
Bavan, 1981.
Al-Quthub, Muhammad Ali. al-Asyaratul-Mubasyiruna bil Jannah, terj. M. Ali Chasan Umar dan
Ahmad Chumaidi, Sepuluh Sahabat dijamin Masuk Surga. Semarang; Toha Putra: 1982.
An-Nadwi, Abul Hasan „Ali Al-Hasan. Sirah Nabawiyah, diterjemahkan oleh Muhammad
Halabi, dalam Sejarah Lengkap Nabi Mugammad saw. Cet, VI; Yogyakarta: Darul Manar,
2012.

11
12

Anda mungkin juga menyukai