Anda di halaman 1dari 12

KETELADANAN ABDURRAHMAN BIN AUF DAN

ABU DZAR AL-GHIFARI


D
I
S
U
S
U
N
OLEH:

KELOMPOK V
Taufik Fadilah Zein
Salwa Maulidina Phn
Ridzuan Omar Satrya
Zhahira Putri Niawan
Zaidan Silmi Lubis
Syifa Hikmatul H. Rtg
T.Sabita Wilda Amirah
Wahyuliana

Guru Pembimbing:
Dra.Hj. Nurasmah Harahap, MA.

XI IPA 1
MAN 2 MODEL MEDAN
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kami atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan karunia kesehatan jasmani untuk kita semua. Dan tak lupa pula salawat serta
salam kita panjatkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan hingga ke zaman seperti ini.

Makalah yang berjudul Keteladan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari ini
sudah kami susun dengan semaksimal mungkin, dan mendapatkan bantuan dari para pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terima kasih kepada pihak yang sudah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama
dengan guru pembimbing kami yaitu ibu Dra. Hj. Nurasmah Harahap, MA

Selain itu, kami juga menyadari bahwa ada kesalahan-kesalahan dalam pembuatan
makalah ini,baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa,dan lainnya. Untuk itu kepada
pembaca agar dapat menerima hasil kerja kami,dan memberikan kritik dan sarannya jika ada
kesalahan tersebut.

Akhir kata, kami berharap agar kalian dapat memahami pembahasan yang akan kami
sampaikan yang berjudul Keteladanan Fatimah Az-zahra dan Uways Al-qarni.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penyusun

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I ..................................................................................................................................1

PENDAHULUAN ..............................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1

C. Tujuan dan Manfaat..................................................................................................1

BAB II..................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..................................................................................................................2

A. Abdurrahman bin Auf .............................................................................................2-4

B. Abu Dzar Al-Ghifari ..............................................................................................5-8

BAB III................................................................................................................................9

A. Kesimpulan...............................................................................................................9

b. Saran.........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abdurrahman Bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun
Gajah dan termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua
kali dan ikut serta dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah,
ia bernama `Abdul Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian diberi nama `Abdurrahmân
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan
ayahnya bernama `Auf bin `Abdu `Auf bin `Abdul Hârits bin Zahrah.
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang
dibawa oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang
kelima yang di Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan
peperangan. Ia mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia
menyadari, pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi
juga jiwa. Sedangkan Abu Dzar adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu
memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk
menyatakan keislamannya. Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat kehidupan Abdurrahman bin Auf?
2. Bagaimana cara meneladani karakter dari Abdurrahman bin Auf?
3. Bagaimana Riwayat kehidupan Abu Dzar Al-Ghifari?
4. Bagaimana cara meneladani karakter dari Abu Dzar Al-Ghifari ?

C. Tujuan dan manfaat


Agar dapat mengetahui bagaimana sejarah kehidupan Abdurrahman bin Auf
dan Abu Dzar Al-Ghifari dari mereka kecil hingga dewasa. Selain itu agar dapat
mengetahui bagaimana cara meneladani akhlak dari sosok Abdurrahman bin Auf
dan juga Abu Dzar Al-Ghifari.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Abdurrahman bin Auf

1) Riwayat kehidupan
a. Riwayat Hidup di Masa Anak- Anak
Abdurrahman bin Auf dilahirkan di Mekah sepuluh tahun setelah tahun
gajah. Ayahnya adalah Auf bin Abdu bin Abdu bin al-Harits az-Zuhri .Yang
merupakan seorang tokoh terkemuka di Bani Zuhrah. Ibunya adalah asy - Syifa binti
Auf Az-zuhriyah . Ia masuk islam dan baiat kepada Nabi Saw dan mendapat
kebahagaiaan dengan keislamannya.
b. Riwayat Hidup di Masa Remaja
Abdurrahman bin Auf adalah nama yang diberikan oleh Rasulullah Saw.
Namanya yang asli adalah Abdu Amru karena dulu sebelum masuk islam, orang
quraisy terbiasa untuk memberi anak-anak mereka dengan penghambaan selain
Allah Swt, seperti Abdul Ka’bah (hamba ka’bah). Nama ini terus melekat hingga
dewasa. Kemudian Allah menyelamatkannya dengan Islam, dan ia pun
mempersembahkan ketaatannya kepada Allah Swt. Allah Swt memuliakan Ibnu Auf
dengan nikmat-Nya dan memberinya keutamaan dengan mengilhamkan kepada
Rasulullah Saw untuk mengganti nama yang jelek atau nama yang membawa makna
penghambaan kepada selain Allah Swt.
Disamping kemuliaan garis keturunan yang dianugerahkan Allah Swt kepada
Abdurrahman, ia juga dikaruniai dengan ketampanan dan sosial yang berwibawa.
Orang yang bertemu dengannya akan terpesona oleh ketampanannya dan keindahan
bentuknya serta wajahnya yang berseri-seri. Juga matanya yang indah, dengan tubuh
yang tinggi, terlihat elok dari jauh, dan indah dipandang dari dekat.
c. Riwayat Hidup di Masa Dewasa
Abdurrahman bin Auf telah masuk Islam dua hari setelah Abu Bakar masuk
islam. Ia amat giat sekali untuk memperjuangkan dakwah dan menjadi teladan yang
cemerlang. Hal inilah yang menyebabkan Nabi Saw memasukkannya dalam sepuluh
orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga. Ketika Rasulullah Saw
2
memerintahkan para sahabatnya yang hijrah ke Habasyah (ethiopia),
Abdurrahman bin Auf ikut hijrah untuk kedua kalinya ke Habasyah dan kemudian
Madinah. Ia ikut bertempur dalam perang badar, uhud dan peperangan yang lainnya.
d. Riwayat Hidup di Masa Tua

Ketika usianya semakin bertambah, ia mulai ditumbuhi uban. Ia tidak


mengubah rambut tersebut dan membiarkannya sebagai bukti dari perjalanan hidup
yang mengambil dan juga memberi kepada manusia. Ubannya menambah
kewibawaannya, dan untuk mengingatkan bahwa ia telah dekat dengan akhir
perjalanan hidup yang abadi dan kenikmatan akhirat yang tak pernah habis.

2) Keteladanan Abdurrahman bin Auf


a. Keteladanan dalam Kehidupan Keluarga

Dalam kehidupan berkeluarga, ia adalah seorang imam yang baik dan mampu
mendidik keluarganya untuk ridha dalam mendukung perjuangan dakwah yang
dilakukannya. Dulu ketika mau menikah, Abdurrahman meminta tolong kepada
Sa’ad untuk memberitahu letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman bin Auf
berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya. Ia berhasil mengumpulkan
uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah Saw. Seraya
berkata “ saya ingin menikah ya Rasulullah”, “Apa mahar yang akan kuberikan pada
istrimu?” tanya Rasulullah Saw. “Emas seberat biji kurma”. Jawabnya.

Rasulullah bersabda “Laksanakanlah walimah (kenduri) walau hanya dengan


menyembelih kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu”.
Sejak itulah kehidupan Abdurrahman bin Auf menjadi makmur.

b. Keteledanan dalam Kehidupan Sosial Bermasyarakat

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal sebagai seorang yang
dermawan. Seluruh usahanya ditujukan untuk mencari ridha Allah Swt, semata.

Keuntungan hasil usaha bukan untuk dinikmati sendiri, melainkan ditunaikan


hak Allah Swt, sanak keluarga, dan untuk perjuangan di jalan Allah Swt.
Abdurrahman adalah seorang pemimpin yang dapat mengendalikan hartanya, bukan
harta yang dapat mengendalikannya. Keseluruhan harta Abdurrahman bin Auf
adalah harta yang halal, sehingga Utsman bin Affan r.a yang sudah sangat kaya pun

3
bersedia menerima wasiat Abdurrahman ketika membagikan 400 dinar bagi
setiap veteran Perang Badar.

c. Keteladanan dalam Menggerakkan Dakwah

Abdurrahman bin Auf pernah terlibat dalam perang badar bersama


Rasulullah Saw dan menewaskan musuh-musuh Allah Swt. Dari peperangan ini ada
sembilan luka parah di tubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang
sedalam anak jari. Perang ini juga menyebabkan luka di kaki nya sehingga
Abdurrahman bin Auf harus berjalan dengan pincang dan juga merontokkan
sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cedal.

Ketika Rasulullah berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfak


di jalan Allah Swt, ia menyumbangkan separuh hartanya senilai 2.000 dinar atau
sekitar 2,8 milyar nilai uang saat ini. Atas sedekah ini beliau didoakan khusus oleh
Rasulullah Saw yang berbunyi “ Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya
kepadamu,terhadap harta yang kamu berikan , dan semoga Allah memberkati juga
harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu”. Doa ini benar terbukti dengan
kesuksesan demi kesuksesan Abdurrrahman bin Auf berikutnya.

3) Cara meneladani karakter Abdurrahman bin Auf


1. Berusahalah untuk memiliki sikap dinamis dalam menegakkan kebenaran, kapan
pun,dimanapun dan berhadapan dengan siapa pun harus mengedepankan sikap
dinamis.
2. Memelihar rasa sosial dengan memberi dan berderma dengan barang yang
berguna kepada orang lain yang membutuhkan.
3. Selalu mengedepankan sikap hidup cerdas dan disiplin dalam menegakkan
prinsip kebenaran dan memiliki kegigihan untuk menegakkan keadilan.

B. Abu Dzar Al-Ghifari


1). Riwayat Kehidupan
a. Riwayat Hidup di Masa Anak – Anak
Tidak diketahui pasti kapan Abu Dzar lahir. Sejarah hanya mencatat, Ia
lahir dekat jalur kafilah mekah, yaitu Syria. Abu Dzar dibesarkan di tengah-
tengah keluarga perampok besar al-Ghifar saat itu. Abu Dzar yang semula
bernama jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melakukan
aksi teror di negeri-negeri sekitarnya.
4
b. Riwayat Hidup di Masa Remaja
Pada masa remaja, Abu Dzar juga menjadi perampok besar yang sering
melakukan aksi teror. Namun dalam perjalanannya, aksinya menjadi titik balik
dalam perjalanan hidupnya, insaf dan berhenti dari aksi jahatnya tersebut.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al-Ghifari, Abu Dzar hijrah ke Nejed
Atas, Arab Saudi.
c. Riwayat Hidup di Masa Dewasa

Mendengar datangnya agama Islam, Abu Dzar pun berpikir tentang


agama baru ini. Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai
mengguncangkan kota Mekkah dan membangkitkan gelombang kemarahan di
seluruh Jazirah Arab. Abu Dzar yang telah lama merindukan kebenaran,
langsung tertarik kepada Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia
pergi ke Mekkah, dan sekali-sekali mengunjungi Ka'bah. Sebulan lebih lamanya
ia mempelajari dengan saksama perbuatan dan ajaran Nabi. Waktu itu
masyarakat kota Mekkah dalam suasana saling bermusuhan.

Demikian halnya dengan Ka'bah yang masih dipenuhi berhala dan sering
dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi tempat
pertemuan yang populer. Nabi juga datang ke sana untuk salat.Seperti yang
diharapkan sejak lama, Abu Dzar berkesempatan bertemu dengan Nabi. Dan
pada saat itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang
pejuang paling gigih dan berani. Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai
menentang pemujaan berhala. Dia berkata: "Saya sudah terbiasa bersembahyang
sejak tiga tahun sebelum mendapat kehormatan melihat Nabi Besar Islam." Sejak
saat itu, Abu Dzar membaktikan dirinya kepada agama Islam.

d. Riwayat Hidup di Masa Tua

Bagi Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-
tawar. Itu sebabnya, hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip
egaliter Islam. Penggerak hidup sederhana ini selalu mengulang-ulang pesannya,
dan bahkan diulang-ulang juga oleh para pengikutnya, seolah lagu perjuangan.
“Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak.
Mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan
pinggang mereka di hari kiamat!”.

5
Abu Dzar mengakhiri hidupnya di tempat sunyi bernama Rabadzah,
pinggiran Kota Madinah. Ketika menghadapi sakaratul maut, istrinya menangis
di sisinya. Ia bertanya, “Apa yang kau tangiskan, padahal maut itu pasti datang?“
Istrinya menjawab, “Karena engkau akan meninggal, padahal kita tidak
mempunyai kain kafan untukmu!”. “Janganlah menangis,” kata Abu Dzar, “Pada
suatu hari, ketika aku berada di majelis Rasulullah bersama beberapa sahabat,
aku mendengar beliau bersabda, ‘Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang
akan meninggal dipadang pasir liar, dan disaksikan oleh serombongan orang
beriman.

2). Keteladanan Abu Dzar Al-Ghifari

a. Keteladanan dalam Kehidupan Berkeluarga

Dalam kehidupan berkeluarga, Abu Dzar adalah anak yang sayang pada
ibu dan saudara laki-lakinya. Ketika akan wafat pun Abu Dzar yang sangat
sayang kepada istri dan anaknya, melarang mereka untuk menangisi dan bersedih
melepasnya menghadapi sakaratul maut. Karena setiap orang pasti juga akan
mengahadapi kematian.

b. Keteladanan dalam Kehidupan Sosial Masyarakat

Semasa hidupnya, Abizar Al Gifari sangat dikenal sebagai penyayang


kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi sikap
hidup dan kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Giffar pada
masa jahiliah merampok kafilah yang lewat. Abizar sendiri, ketika belum masuk

Islam, kerap kali merampok orang-orang kaya. Namun hasilnya dibagi-bagikan


kepada kaum duafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama
terakhir ini.

Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia
pegang di tempat barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan
gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan
kekuasaannya dengan bantuan kelas yang mendapat hak istimewa, dan dengan
itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran. Ajaran egaliter Abizar

6
membangkitkan massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu.
Keteguhan prinsipnya itu membuat Abizar sebagai 'duri dalam daging' bagi
penguasa setempat.

Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu


ahlus shuffah (sahabat Nabi SAW yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini
mengkritik khalifah, "Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara,
berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya
dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melakukan 'israf' (pemborosan)."

Keberanian dan ketegasan sikap Abi Dzar ini mengilhami tokoh-tokoh


besar selanjutnya, seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan
lainnya. Karena itulah, tak berlebihan jika sahabat Ali Ra, pernah berkata: "Saat
ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada
semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun
bukan yang terkecuali."

c. Keteladanan dalam Menggerakkan Dakwah

Dalam berdakwah, ucapannya selalu diperhatikan dan dianggap oleh


orang-orang. Dia mampu menjadikan suku Ghifar menjadi muslim. Suku Ghifar
awalnya sebagai kaum pemberontak, berubah menjadi pembela kebenaran islam.
Hal ini adalah hidayah yang dipancarkan kepada Abu Dzar oleh Allah Swt.

Kebenaran dan keberanian, itulah prinsip hidup Abu Dzar secara


keseluruhan. Benar batinnya, benar pula lahirnya. Benar akidahnya, benar pula
ucapannya. Ia akan menjalani hidupnya secara benar, tidak akan melakukan
keliru. Kebenaran itu bukanlah keutamaan yang bisu, karena bagi Abu Dzar
kebenaran yang bisu bukanlah suatu kebenaran.

3). Cara Meneladani Karakter Abu Dzar Al-Ghifari


a) Berusahalah menegakkan keberanian dan memiliki sikap pemberani.
b) Selalu mengedepankan sikap hidup sederhana dalam menegakkan prinsip
kebenaran dan memiliki kegigihan dalam menegakkan agama islam.
c) Suka memberi kepada orang lain yang membutuhkan.
d) Menyiapkan mental pantang menyerah dalam menghadapi berbagai masalah
kehidupan dan tidak mudah putus asa.
7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang
dibawa oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang
kelima yang di Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus
dengan peperangan. Ia mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang
Uhud. Ia menyadari, pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya
harta tetapi juga jiwa.
Abu Dzar al Ghiffari sosok yang benar-benar telah menghias sejarah
hidupnya dengan bintang kehormatan tertinggi. Dengan berani ia selalu siap
berkorban untuk menegakkan kebenaran Allah dan Rasul-Nya.Tanpa tedeng aling-
aling ia bangkit memberontak terhadap penyembahan berhala dan kebatilan dalam
segala bentuk dan manifestasinya. Kejujuran dan kesetiaan Abu Dzar dinilai oleh
Rasulullah Saw sebagai "cahaya terang benderang."
Pada pribadi Abu Dzar tidak terdapat perbedaan antara lahir dan batin. Ia satu
dalam ucapan dan perbuatan. Satu dalam fikiran dan pendirian. Ia tidak pernah
menyesali diri sendiri atau orang lain, namun ia pun tidak mau disesali orang lain.
Kesetiaan pada kebenaran Allah dan Rasul-Nya terpadu erat degan keberaniannya
dan ketinggian daya-juangnya. Dalam berjuang melaksanakan perintah Allah Swt
dan Rasul-Nya, Abu Dzar benar-benar serius, keras dan tulus. Namun demikian ia
tidak meninggalkan prinsip sabar dan hati-hati.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami makalah ini maka kami pun menyarankan,
jangan lagi ada saling menyalahkan antara satu kelompok dengan kelompok lain,
karena perbedaan yang ada ini merupakan suatu keniscayaan dalam hidup. Dan hal
itu di maklumi oleh rasulullah saw.

8
DAFTAR PUSTAKA

H. Aminudin. 1996. Akidah Akhlak. Jakarta: Bumi Aksara


Abdullah Nasih ‘Uluwan. 1998. Persaudaraan Islam (terjemah Abu Fathi. Jakarta: Al-Islahi
Press.
Abdul Khaliq. 1996. Strategi Dakwah Syariah. Solo: Pustaka Mantik.

Anda mungkin juga menyukai