Anda di halaman 1dari 118

Hiburan Orang Mukmin

PRINSIP-PRINSIP RASULULLAH
SAW DALAM MENEMPUH
KEHIDUPAN

Ma’rifat adalah modalku, akal adalah asal-muasal agamaku, rasa cinta adalah
alasanku, rindu adalah kendaraanku, dzikrullah adalah kesenanganku, percaya diri
adalah perbendaraanku, sedih adalah rekanku, ilmu adalah senjataku, sabar adalah
pakaianku, zuhud adalah pekerjaanku, ridha adalah keuntunganku, yakin adalah
kekuatanku, kejujuran adalah penolongku, taat adalah kecintaanku, jihad adalah
akhlakku, dan kebahagiaanku adalah shalat.”

MENGENAL ALLAH

Pada satu ketika ada seorang bertanya kepada Abu Bakar Assiddiq
Radhiallahu ‘anhu, “Wahai shahabi, bagaimana Anda dapat mengenal Robbmu?”
Abu Bakar menjawab, “Aku mengenal Robbku dengan perantaraan Robbku.
Kalau tidak karena Robbku, aku tidak akan mungkin mengenal-Nya.”
Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana Anda mengenal Robbmu?” Abu Bakar
menjawab, “Apa yang tidak mampu dicapai adalah suatu penyampaian, dan
meneliti zat Allah adalah kemusyrikan.”

SESUATU YANG PALING MULIA

Dari ibnu Abbas Ra diriwayatkan, telah bersabda Rasulullah Saw:


- Kimanan yang paling mulia ialah memberi keamanan kepada manusia dari
perangaimu;
- Keislaman yang paling mulia ialah menyelamatkan manusia dari lidah dan
tindakanmu;
- Hijrah yang paling mulia ialah hijrah dari berbagagai keburukan;
- Jihad yang paling mulia ialah menewaskan kudamu di medan jihad;
- Juhud yang paling mulia adalah jika kalbumu bisa ditenangkan oleh rezeki
yang diberikan kepadamu;
- Permohonan yang paling mulia yang kamu panjatkan kepada Allah Azza wa
Jalla ialah memohon afiyat dalam agama dan dunia.

TANGAN YANG BERGANTUNGAN


Diriwayatkan oleh Al Hafizh Al Baihaqi dari Khabab bin Yasaf. Katanya,
“Aku dan seorang dari kaumku datang menemuhi Rasulullah Saw dalam sebuah
penyerbuannya. Lalu kami berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, kami ingin
berperang bersama engkau.” Rasulullah bertanya, “Apakah kalian sudah islam?”
Kami jawab, “Belum.” Rasulullah kemudian berkata, “Kami tidak minta bantuan
orang musyrik dalam memerangi kaum musyrikin.” Lalu kami pun masuk islam
dan berperang bersama beliau dalam sebuah peperangannya. Tiba-tiba aku terkena
pukulan yang keras pada pundakku sehingga salasatu tanganku bergantungan dari
persendiannya. Aku datang menemui Rasulullah, lalu beliau meludahi dan
menyambung kembali tanganku yang bergelantungan itu, sehingga aku dapat
membunuh orang yang telah memukulku.”

MEMBACA DAN BERPIKIR

Pada suatu ketika Bilal bin Rabah Ra pergi ke masjid Rasulullah Saw untuk
mengumandangkan adzan Fajar. Tiba-tiba ia menemukan Rasulullah sedang
menangis tersendu-sendu di sana. melihat Rasulullah dalam keadaan demikian
Bilal bertanya, “Apa yang membuat baginda sedih, ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab, “Ya Bilal …, pada malam ini telah diturunkan
sebuah ayat kepadaku. Celakalah orang-orang yang membacanya tapi tidak mau
memikirkannya. Firman Allah Ta’ala itu ialah:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya


malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali
Imran 190)

BERSUJUD LAMA SEKALI

Pada suatu hari seorang shahabi yang mulia, Abdurrahman bin Auf Ra
melihat Rasulullah Saw bersujud lama sekali di tengah-tengah kebun korma. Lalu
Abdurrahman bin Auf berdiri menantikan sampai Rasulullah mengangkat
kepalanya dari sujudnya, dan kemudian dia berkata, “Ya Rasulullah, engkau,
bersujud lama sekali sehingga aku mengira Allah Ta’ala telah mencabut rohmu.
Mengapa engkau melakukan hal yang demikian?”
Rasulullah Saw menjawab, “Ya Abdurrahman, Jibril telah datang
kepadaku, lalu ia berkata, “Allah Assalam mengucapkan salam kepadamu, dan
menyatakan juga,siapa yang bershalawat kepadamu, Aku akan bershalawat
kepadanya.” Lalu aku bersujud atas syukurku kepada Allah.”
MEMENUHI PANGGILAN ALLAH

Seorang sahabat Ra, Abdullah bin Ummi Maktum (yang buta) datang
menemui Rasulullah Saw seraya bertanya, “Ya Rasulullah, aku punya seorang
penuntun yang kurang patuh kepadaku, sedangkan sepanjang jalan antara rumahku
sampai masjid terdapat banyak pohonan dan duri-durian. Apakah aku diijinkan
shalat di rumahku?”
Rasulullah ganti bertanya kepadanya, “Apakah kau mendengar panggilan
adzan, ya Abdallah?” Abdallah menjawab, “Ya, saya mendengar, ya Rasulullah!”
“kalau begitu, ya Abdallah, sambutlah panggilan Allah itu dan shalatlah di
masjid,” jawab Rasulullah tegas.

BUKAN WAJAH SEORANG


PENDUSTA

Abdullah bin Salam adalah seorang berdarah yahudi yang tinggal di


Madinah. Dia pernah berkata, “Ketika Rasulullah Saw memasuki kota Madinah Al
Munawarah, aku mengamati wajahnya dengan sungguh-sungguh, dan setelah itu
aku langsung mengucapkan syahadat. Aku bersaksi: “Tiada tuhan selain Allah,
dan Muhammad adalah Rasul Allah.”
Orang-orang Yahudi bertanya kepadaku, “Apa yang mendorongmu
menyatakan keislaman itu, ya Ibna Salam?”
Aku menjawab kepada mereka, “Demi Allah yang tiada tuhan selain Dia,
sungguh wajah itu bukan wajah seorang pendusta.”

TIDAK ADA YANG LAIN


SESUDAH AL QUR’AN

Rasulullah Saw melihat sehelai dari Kitab Taurat di tangan Umar bin
Khatthab Ra. lalu beliau bertanya, “Apa ini, ya Umar?”
Umar menjawab, “Ini lembaran dari Kitab Taurat, ya Rasulullah.”
Ternyata rasulullah Saw marah sekali seraya bertanya, “Apakah kalian
ragu-ragu seperti halnya orang Yahudi dan Nasrani? Aku telah membawakan
sesuatu yang putih bersih lagi murni untuk kalian. Kalau saudaraku Musa masih
hidup, dia pasti akan mengikutiku!”

TIDAK INGIN KAYA KARENA TAKUT SOMBONG

Pada suatu hari Rasulullah Saw duduk-duduk bersama seorang fakir


miskin, lalu datang seorang kaya menemuinya. Kebetulan ia tidak mendapat
tempat lain, kecuali tempat di sebelah si fakir miskin yang masih kosong, namun
kemudian ia menarik-narik ujung-ujung kainnya agar jangan sampai menyentuh
pakaian dan badan orang fakir miskin itu. melihat tingkah laku yang demikian
Rasulullah bertanya, “Kenapa kamu menarik ujung-ujung kainmu itu? apakah
kamu khawatir kekayaanmu sampai menyentuh di fakir ini?”
Orang kaya itu benar-benar terpukul dengan teguran Rasulullah, lalu
katanya dengan nada menyesal, “Ya Rasulullah, sebagai kifarat dosaku, aku akan
memberikan setengah dari hartaku kepada orang fakir ini.”
Rasulullah Saw bertanya kepada di fakir, “Ya Abdallah, maukah engkau
menerimah hibahnya?”
Namun si fakir menjawab, “Tidak, ya Rasulullah?”
Rasulullah bertanya dengan nada heran, “Mengapa?”
Dia menjawab, “Aku tidak ingin kaya, ya Rasulullah. Aku takut menjadi
sombong kepada makhluk Allah seperti orang ini.”

KARENA KELUHURAN AKHLAK

Diriwayatkan, seorang lelaki bangsa Arab bernama Tsamamah bin Itsal dari
Kabilah Al Yamamah, pergi ke Madinah Al Munawarah dengan tujuan hendak
membunuh Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Dengan tekad bulat dan semangat
kuat ia pergi ke majelis Rasulullah Saw.
Umar bin Khattab sudah mencium maksud jahat kedatangan orang itu.
maka dia pergi menghampirinya dan langsung mengusut, “Apa tujuan
kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?!”
Orang itu dengan terang-terangan berkata, “Aku datang ke negeri ini hanya
untuk membunuh Muhammad!!”
Mendengar perkataan keji itu Umar dengan cepat dan tangkas langsung
melucuti pedangnya, sekaligus meringkusnya. Kemudian orang itu diikat di salah
satu tiang masjid.
Umar bin Khattab segera pergi melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah.
Namun Rasulullah Saw yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam tidak
menaggapi positif perbuatan shahabatnya. Rasulullah cepat keluar dari rumahnya
menemui orang yang hendak membunuhnya. Setelah tiba di tempat majelis,
rasulullah mengamati wajah orang yang hendak membunuhnya itu, sementara
Umar sudah tidak sabar menunggu perintahnya untuk memenggal leher orang
durjana itu.
Sesudah mengamati wajahnya dengan cermat, Rasulullah lalu menoleh
kepada para sahabatnya dan bertanya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah
memberinya makan?”
Umar terdiam sejenak mendengar pertanyaan tersebut. Dia yang sejak tadi
menunggu diperintah membunuhnya malah ditanya tentang makan kepada orang
itu. Umar seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya, maka dia bertanya,
“Makanan apa yang baginda maksudkan, ya Rasulullah? Makanan apa yang akan
dia makan? Orang ini datang ke sini sebagai pembunuh, bukan datang ingin masuk
Islam!” Namun Rasulullah Saw tidak menghiraukan ucapan Umar, bahkan beliau
memerintahkan, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, dan buka tali
pengikat orang itu!”
Umar bin Khattab bukan main marahnya dengan si musyrik itu. sesudah ia
diberi minum, Rasulullah memerintahkan dengan sopan kepadanya, “Ucapkan
“Tiada tuhan selain Allah.” Si musyrik menjawab, “Aku tidak akan
menjawabnya.” Rasulullah berkata lagi, “Katakanlah: “aku bersaksi tiada tuhan
selain Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah Rasul Allah.” namun orang itu
tetap berkata dengan nada keras, “aku tidak akan mengatakannya!”
Rasulullah Saw kemudian memutuskan untuk membebaskan orang itu, dan
orang musrik itupun bangkit dan pergi seolah-olah hendak kembali kenegerinya.
Tetapi belum berapa jauh dia melangkah dari masjid, dia kembali lagi kepada
Rasulullah seraya berkata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi “Tiada tuhan selain Allah,
dan Muhammad adalah Rasul Allah.”
Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa engkau tidak mengucapkan ketika
aku memerintahkan kepadamu?”
Orang itu menjawab, “Aku tidak mau mengucapkan ketika masih belum
kau bebaskan karena aku khawatir ada orang yang menganggap aku masuk Islam
karena takut kepadamu. Akan tetapi, setelah aku dibebeskan, aku masuk Islam
semata-mata karena mengharap keridhaan Allah Rabbul ‘alamin.”
Pada satu kesempatan Tsamamah bin Itsal berkata, “ketika aku memasuki
kota Madinah, tidak seorang pun yang paling aku benci lebih dari Muhammad.
Tetapi sesudah aku meninggalkan kota ini, tidak ada seorang pun di muka bumi ini
yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”

SEMUA KENIKMATAN AKAN


DIPERTANGGUNGJAWABKAN

Pada suatu hari ketika matahari sedang terik-teriknya, Rasulullah berjalan


di luar karena di rumahnya sedang tidak ada makanan. Tiba-tiba Rasulullah
melihat Abu Bakar Assidiq sedang berada di jalan itu pula. Rasulullah bertanya
kepadanya, “Kenapa engkau keluar di siang hari seterik ini?”
Abu Bakar menjawab, “Karena perut ini sedang lapar benar, ya
Rasulullah.”
Kemudian keduanya pergi hingga mereka berjumpa dengan Umar bin
Khattab yang juga sedang berada di jalan. Rasulullah lalu bertanya kepadanya,
“Kenapa engkau keluar di siang sepanas ini, ya Umar?”
Umar bin Khattab menjawab, “Aku sedang lapar sekali, ya Rasulullah.”
Tiba-tiba Abu Bakar dan Umar ganti bertanya kepadanya, “Dan engkau, ya
Rasulullah, kenapa engkau pun keluar di panas hari seperti ini?”
Rasulullah menjawab, “Aku juga sama dengan kalian berdua. Perutku
terasa lapar sekali.”
Akhirnya ketiganya memutuskan untuk pergi ke rumah Abu Ayyub Al
Anshari. Ternyata di rumah itu mereka mendapat makanan dan minuman yang
meringatkan rasa lapar dan haus. Sesudah semua selesai, rRasulullah meletakkan
gelas minumannya agak jauh dari mulutnyam, seraya berucap sambil
mengamatinya:

Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan dunia itu) (At Takatsur 8)

TELADAN YANG SHALEH

Pada suatu hari Rasulullah Saw pergi dalam sebuah perjalanan jauh
bersama para sahabatnya. Di tengah perjalanan mereka beristirahat dulu dan
mendirikan kemah di padang pasir. Kebetulan mereka membawa seekor domba.
Maka salah seorang sahabat berkata, “Aku akan memotong domba itu.” Sedang
yang lain berkata pula, “Aku yang akan mengulitinya,” dan sahabat yang lain lagi
berkata, “Aku yang akan memasaknya nanti.” Lalu Rasulullah berkata, “Dan Aku
yang akan mencari kayu bakarnya.”
Para sahabat terperanjat dengan ucapan beliau. Mereka segera berkata,
“Tidak usah ya Rasulullah, biar kami saja yang melakukan semuanya. Baginda
beristirahat saja sampai masakan ini selesai.”
Rasulullah kemudian besabda kepada mereka semua, “Demi Allah, aku
tidak akan tinggal diam sementara kalian semua bekerja. Allah membencinya
hamba-Nya yang mengistimewakan dirinya dari saudara-saudaranya.” Setelah
mengucapkan sabda-nya beliau pergi mencari dan memanggul sendiri kayu bakar
yang didapatkan.

HIKMAH DAN KELEMBUTAN

Pada suatu hari seorang pemuda yang sedang dalam keadaan darah
mudanya bergelora datang menemui Rasulullah Saw. tiba-tiba ia berkata, “Ya
Rasulullah, ijinkanlah aku melakukan perzinaan!”
Para sahabat tentu saja amat marah mendengar kelancangan anak muda itu.
namun Rasulullah Saw menghadapinya dengan tenang dan bijaksana. Beliau minta
kepada semua yang hadir di majelis itu upaya tenang. Kemudian beliau meminta
kepada anak muda itu agar maju mendekatinya. Beliau menghadapinya seperti
seorang guru menghadapi muridnya, atau seperti seorang dokter menghadapi
pasiennya.
Kemudian Rasulullah Saw bertanya kepadanya, “Wahai anak muda, apa
yang kau inginkan?”
Pemuda itu menjawab dengan perkataan yang sama, “Ya Rasulullah,
ijinkanlah aku melakukan perzinaan…!”
Rasulullah tidak mengiyakan dan juga tidak melarang keras tindakannya,
tetapi beliau bertanya kepadanya, “Wahai anak muda, sukakah kamu kalau
perbuatan itu terjadi pada ibumu?”
Si pemuda terhentak dan menjawab tegas, “Tentu tidak, ya Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Apakah kamu senang bila perbuatan itu
dilakukan oleh saudara perempuanmu?”
Pemuda itu menjawab lagi, “Tidak, ya Rasulullah.”
Sekali lagi Rasulullah bertanya dengan lembut, “Atau apakah kamu ridho
bila perbuatan itu terjadi atau dilakukan oleh saudari ibu atau saudari ayahmu?”
Pemuda itu diam, tertunduk sejenak, dan kemudian dia berkata kepada
Rasulullah dengan perasaan sedih dan menyesal, “Ya Rasululla, do’akanlah
aku…” Maka Rasulullah Saw langsung mendo’akannya. Ucapnya:

“Ya Allah, lindungilah farjinya, sucikan kalbunya, dan ampunilah


dosanya.”

Pemuda itu berkata, “Ketika aku keluar dari majelis itu, rasanya tidak ada
seorang pun di muka bumi ini yang lebih aku cintai lebih dari cintaku kepada
Rasulullah Saw.”

HIKMAH BIJAKSANA
DALAM WAKTU MARAH

Ketika Rasulullah Saw sedang duduk-duduk di tengah-tengah para


sahabatnya, salah seorang pastor Yahudi bernama Zaid bin San’nah masuk
menerobos barisan Jama’ah yang melingkarinya, seraya menyambar kain
Rasulullah dan menghardiknya dengan kasar. Katanya, “Ya Muhammad! Bayarlah
hutangmu. Kamu keturunan Bani Hasyim biasa memperlambat pelunasan
hutang.!”
Pada waktu itu Rasulullah memang punya hutang kepada orang Yahudi itu,
namun belum jatuh tempo. Umar yang melihat peristiwa itu langsung bangkit dan
menghunus pedangnya, seraya memohon ijin. Ucapnya, “Ya Rasulullah,
ijinkanlah aku memenggal leher si bedebah ini!”
Tetapi Rasulullah Saw bersabda, “Ya Umar, aku tidak disuruh berdakwah
dengan cara begitu. Antara aku dan dia memang sedang membutuhkan
kebijaksanaanmu. Suruhlah dia menagih dengan sopan dan ingatkanlah aku
supaya melunasinya dengan baik.”
Mendengar sabda Rasulullah Saw tersebut, orang Yahudi berkata, “Demi
yang mengutusmu dengan kebenaran. Sebenarnya aku tidak datang untuk menagih
hutangmu, namun aku datang untuk menguji akhlakmu. Aku tahu, tempo
pelunasan hutang itu belum tiba waktunya. Akan tetapi aku telah membaca sifat-
sifatmu dalam Kitab Taurat, dan ternyata terbukti semua, kecuali satu sifat yang
belum aku uji, yaitu tentang kebijakanmu bertindak pada waktu marah. Ternyata
tindakan bodoh yang ceroboh sekalipun engkau dapat mengatasinya dengan
bijaksana. Itulah yang aku lihat sekarang ini. Maka terimalah Islamku ini, ya
Rasulullah:

“Adapun hutangmu, aku sedekahkan kepada para fakir miskin kaum


muslimin.”

ADIL TERHADAP PARA ISTERI

Pada suatu hari Rasulullah Saw memberikan uang sedirham kepada


isterinya, Aisyah Ra. rupanya Aisyah ingin lebih dari sekedar uang. Maka dia
berkaata, “Ya rasulullah, aku ingin sekali engkau memberitahukan di hadapan
semua isterimu bahwa aku adalah isteri yang paling kau sayangi.”
Rasulullah Saw lalu memerintahkan Aisyah supaya mengundang isteri-
isterinya untuk berkumpul, padahal pada waktu itu beliau sudah mendatangi
semua isterinya dan masing-masing diberi oleh beliau uang sedirham.
Sesudah semua isteri dikumpulkan, Aisyah yakin Nabi Saw akan
menyatakan di hadapan mereka bahwa dirinya adalah satu-satunya isterinya yang
paling dikasihinya.
Lalu Rasulullah bertanya kepada mereka, “Siapa yang telah aku beri uang
sedirham…?”
Aisyah cepat-cepat mengacungkan tangan dengan memperlihatkan uang
dirham itu. tetapi setelah ia menoleh ke kiri ke kanan ia melihat para isteri yang
lainpun semua juga mengacungkan dengan uang dirham di tangan masing-masing.
Melihat reaksi Aisyah demikian, Rasulullah dan para isterinya tertawa gembira,
sedang Aisyah hanya bisa tersenyum kecut karena hasratnya tidak tercapai.

MUSTARIH DAN MUSTARAH

Pada suatu hari serombongan orang yang tengah mengiringi jenazah lewat
di hadapan Rasulullah Saw. lalu beliau bertanya, “Jenazah siapa itu, mustarih atau
mustarah?”
Para sahabat bertanya, “Apa maksud baginda?”
Rasulullah menjelaskan, “Sesungguhnya jika orang mukmin yang
meninggal, maka mayitnya akan mustarih (puas hati) meninggalkan kesengsaraan
kehidupan dunia ini. Tapi sebaliknya, jika mayit itu orang yang fasik (jahat), maka
semua makhluk Allah yang akan mustarah (puas hati) karena kematiannya itu.”

PERCIKAN DARI KENABIAN

Raja Parsi memerintahkan kepada dutanya di Yaman. Ucapnya, “Aku


mendengar ada seorang Arab yang mengaku seorang nabi. Nama orang itu adalah
Muhammad. Aku ingin kau menangkap dan membawanya kemari, baik dalam
keadaan hidup atau mati!”
Duta Besar Parsi itu kemudian mengirimkan dua orang utusannya (dari
negeri Yaman) untuk mengetahui orang yang dimaksud rajanya. Maka keduanya
pun pergilah menemui Rasulullah Saw. mereka memberitahukan kepada
Rasulullah maksud kedatangannya. Tapi beliau menyuruh mereka pergi dan
supaya besok pagi datang kembali menemuinya.
Keesokan harinya kedua orang utusan itupun datang kembali. Lalu
Rasulullah bersabda kepada mereka, “Allah Ta’ala telah menewaskan Kisra,
rajadiraja Parsi. Ia dibunuh oleh puteranya sendiri.” Dan ternyata ucapan
Rasulullah itu benar-benar terbukti.

MULUT YANG MULIA

Seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin Amru bin Ash Ra yang selalu
mengikuti semua perilaku dan menulis kata-kata Rasulullah, pada suatu hari
bertanya kepada beliau, “Ya Rasulullah, engkau sebagai manusia bisa senang dan
bisa marah. Apakah aku boleh menulis perkataan yang keluar dari baginda pada
waktu marah?”
Rasulullah menjawab, “Ya Abdallah, tulislah segala sesuatu (lalu baginda
menunjukan pada mulutnya seraya bersabda): “Demi yang diriku dalam
genggaman-Nya, tidak keluar dari mulutku ini melainkan semua yang benar!?

BERKAH SEORANG WANITA


MUSLIMAH

Di jaman Rasulullah Saw ada seorang wanita Yahudi yang masuk Islam,
dan ternyata Islamnya baik sekali sampai dia menemui ajalnya.
Kedua orang tuanya datang menemui Rasulullah Saw dan bertanya kepada
beliau, “Ya Muhammad, kami ingin tahu benar, apakah puteriku di surga atau di
neraka?”
Rasulullah Saw memohon kepada Allah Swt supaya diberi jawaban atas
pertanyaan kedua orang tua itu. kemudian beliau mengajak mereka pergi ke
kuburan puterinya, seraya berseru: “Ya Fulannah! Jawablah pertanyaan kedua
orang tuamu ini!”
Kemudian dari dalam kubur itu terdengar suara, “Ya Rasulullah, aku tidak
dapat menjawab pertanyaan selama mereka masih beragama Yahudi.”
Rasulullah bertanya kepada ahli kubur itu, “Mengapa?”
Dia menjawab, “Ya Rasulullah, karena aku lebih senang tinggal bersama
Robbku daripada bersama orang tuaku.”
Maka sejak itu pula kedua orang tua itupun mengucapkan kalimat syahadat
dan masuk Islam.

PERTANYAAN DI ALAM KUBUR

Pada waktu Ibrahim, putera Rasulullah Saw sedang naza’ di pangkuan


ibunya, dalam usia 16 bulan, Rasulullah Saw terlihat sedih sekali. ia berkata, “Ya
Ibrahim, aku tidak memiliki kekuasaan apapun dari kehendak Allah.” Tak lama
kemudian Ibrahim menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan perasaan duka
Rasulullah membawa sendiri ke pemakamannya yang terakhir, dan beliau berkata,
“Ya Ibrahim, apabila malaikat datang kepadamu, katakanlah kepada mereka:
“Allah Robbku dan Rasulullah ayahku, dan Islam agamaku.”
Tiba-tiba Umar bin Khattab yang berada di belakang Rasulullah menangis
tersedu-sedu dengan sedihnya yang membuat Rasulullah bertanya kepadanya,
“mengapa engkau menangis ya Umar?” Umar Ra menjawab, “Ya Rasulullah,
putramu itu belum akil baligh dan amalnya belum dicatat sehingga dia tidak perlu
divacakan talkin. Lalu bagaimana dengan Ibnul Khatthab ini yang sudah akil
baligh dan sudah dicatat amal perbuatannya oleh malaikat, padahal dia tidak akan
menemukan juru talkim seperti engkau, ya Rasulullah?!!”
Ternyata kegundahan hati Umar itu Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri
yang memberikan jawabannya dengan firman-Nya:

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang


teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
(Ibrahim 27)

TATKALA BILAL
MENGHADAPI MAUT

Seorang sahabat Nabi Saw yang terkenal, Bilal bin Rabah Ra yang tersohor
sebagai Muadzinur Rasul (juru adzan Rasulullah), ketika sedang menghadapi
maut, istrinya berkata, “Aduhai, musibah apa yang menimpah rumah tangga kami
ini?!?” Ketika Bilal mendengar ucapan isterinya itu, dia langsung berkata, “wahai
isteriku, aku tidak bertanggung jawab atas ucapanmu itu! katakanlah: “Alangkah
bahagianya suamiku ini. Dia akan segera menemui kekasihnya Nabi Muhammad
dan para sahabatnya.”

KUNJUNGAN PERPISAHAN

Pada saat Rasulullah menderita sakit (yang terakhir) dan masih terbaring di
tempat tidurnya, beliau didatangi oleh serombongan sahabat yang menjenguknya
di bawah pimpinan Abdullah bin Mas’ud Ra. rupanya kedatangan ini merupakan
kunjungan perpisahan.
Ketika kedua mata Rasulullah Saw bertatapan dengan mata Abdullah bin
Mas’ud dan para sahabatnya yang lain, beliau langsung menyambut mereka
dengan ramah sekali, sambutnya: “Marhaban bikum, Hayyakumullah,
wanafa’akumullah, wa sabdadakumullah. Allah telah memerintahkan kepadaku
dan kepada kamu sekalian supaya senantiasa bertaqwa kepada-Nya, dan supaya
kita tidak menyombongkan diri kepada-Nya di bumi-Nya ini dan juga terhadap
makhluk-Nya. Dia berfirman kepadaku dan kepada kalian:

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak


menyombongkan diri dan bertaubat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Al
Qashash 83)

Perbincangan terakhir berlanjut antara Rasulullah Saw dengan Abdullah bin


Mas’ud.

Abdullah : Ya Rasulullah, kapan ajal itu akan tiba kepadamu?


Rasulullah : Ya Ibna Mas’ud, hari kepergian itu sudah dekat…
Abdullah : Lalu siapa yang akan memandikan engkau, ya Rasulullah?
Rasulullah : Keluarga yang dekat dan yang terdekat bersama para malaikat yang
melihatmu meskipun kamu tidak melihat mereka.
Abdullah : Siapa yang bershalat kepada engkau, ya rasulullah?
Rasulullah : Kalau kamu sudah memandikan dan mengkafaniku,
tinggalkanlahaku di mulut kuburku barang sejenak, karena zat
pertama yangakan menshalatiku adalah kekasihku, Allah Rabbul
‘alamin. Sesudah itu kedua teman dudukku, Jibril dan Mikail, lalu
malaikatul maut, Izrail. Barulah setelah itu silahkan kalian semua
bershalat kepadaku, baik berjama’ah maupun sendiri-sendiri. Aku
mohon kepada semua yang hadir di sini untuk menyampaikan
salam mesraku kepada semua sahabatku yang hadir, dan
sampaikan juga salamku kepada semua orang yang mengucapkan
“Laa ilaaha Illallah…”
Shalawat dan salam kami panjatkan kepadamu, ya Rasulullah. Akhirnya
kematian itupun tiba. Pada saat itu tidak ada seorang pun yang berada di sisi
Rasulullah Saw selain puteri tersayangnya, fatimah Ra. ia memandang ayahnya
dan mengusap wajah yang mulia itu dengan air dingin, sementara Rasulullah
berdoa dengan nada lirih:

“Ya Allah, ringankan untukku mabuknya kematian…”

Kesedihan semakin mencekam fatimah Ra. tidak terasa air mata terus
bergulir di pipinya. Ia berkata, “Ya Ayah, kami merasa menderita dengan
penderitaanmu.” Tetapi Rasulullah segera menjawab lembut, “Wahai anakku,
Fatimah, janganlah kau berduka, sesudah ini tidak ada lagi penderitaan yang akan
mengenai ayahmu.” Setelah itu beliau menyerahkan rohnya kembali kepada
Penciptanya. Shalawat dan salam kami panjatkan untukmu, ya Rasulullah,
mengiringi kepergian dan menyertai perjalananmu…”

SEDIHNYA PERPISAHAN

Pada suatu hari Umar bin khattab Ra berdiri di depan kuburan Rasulullah
Saw dengan tapekur sedih memandangnya. Air mukanya terlihat betapa kesedihan
yang mendalam. Lalu dia berkata dengan suara tersendat, “Assalamu ‘alaika, ya
Rasulullah! Dahulu engkau berpidato kepada kami di bawah pohan kurma.
Sesudah kami membuat mimbar untukmu, engkau pergi menigalkan pohon itu.
tiba-tiba kami mendengar rintihan dan sedu-sedunnya, seperti sedu sedan seorang
ibu ditinggal pergi puteranya. Ya Rasulullah, kalau pohon kurma itu merintih
karena ditigal pergi olehmu, bagaimana dengan kami yang telah ditinggal pergi
olehmu??!

MANUSIA YANG PALING PEMURAH

Pada suatu hari datang seorang pengemis kepada Rasulullah Saw. dia
tatang hendak meminta sesuatu dari beliau. Ternyata kebetulan saat itu Rasulullah
tidak memiliki sesuatu apapun yang bisa disedekahkan kepada orang itu,
sedangkan beliau tidak bisa menolak permohonan seseorang. Maka beliau berkata
kepada pengemis itu, “Wahai saudaraku seislam, belilah apa yang engkau
inginkan, dan katakan kepada penjualnya, Muhammad yang akan menanggung
pembayarannya.”
Mendengar perkataan beliau, seorang sahabat sok tahu berkata, “Ya
Rasulullah, kepada engkau memaksakan diri benar?!”
Rasulullah Saw marah sekali mendengar teguran sahabatnya itu. para
sahabat melihat tanda kemarahannya pada wajahnya. Namun Abu Bakar Assiddiq
Ra cepat-cepat mengatasi keadaan. Katanya, “Ya Rasulullah, sedekahlah
sebanyak-banyaknya, jangan khawatir, Rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan pernah habis…”
Medengar penuturan sahabatnya yang mulia itu, Rasulullah lansung
tersenyum puas dan cerah.

SEMUA PINTU SURGA UNTUK


SEORANG BERPERANGAI BAIK

Pada suatu hari sesudah shalat Zhuhur bersama para sahabatnya Ra,
Rasulullah Saw bertanya kepada mereka, “Siapa di antara kalian yang berpuasa
pada hari ini?” Abu Bakar Assiddiq menjawab, “Saya, ya Rasulullah.”
Lalu beliau Saw bertanya lagi, “Siapa di antara kalia yang bersedekah
kepada orang miskin pada hari ini?”
“Saya, ya Rasulullah,” Abu Bakar Ra menjawab lagi.
“Siapa di antara kalian yang mengantarkan jenazah pada hari ini?”
Masih jawaban Abu Bakar, “Saya, ya Rasulullah!”
Untuk yang sekian kalinya Rasulullah masih bertanya, “Siapa di antara
kalian yang mendamaikan dua orang (yangberselisih) pada hari ini?”
Abu Bakar menjawab lagi, “Saya, ya Rasulullah.”
Maka Rasulullah Saw bersabda: “Tdak seorang mukmin pun yang
melakukan perangai yang baik seperti itu, melainkan ia kelak akan dipanggil dari
semua pintu surga, “Ya Fulan, mari masuk…”
Abu Bakar Ra bertanya, “Bagaimana kalau semuanya dikerjakan, ya
Rasulullah?”
Rasulullah Saw menjawab, “Kalau semua pintu surga memanggil umatku,
tentu engkaulah orang pertama yang akan memasukinya, ya Abu Bakar…!”

ZUHUDNYA AL FARUQ, UMAR BIN KHATTAB

Abdullah bin Umar Ra berkata, “Pada suatu hari ayahku (Umar bin
Khattab) keluar mininjau kebun kurma. Setibah di dalam kota (Madinah), beliau
melihat orang-orang sudah selesai shalat Ashar. Melihat para sahabatnya telah
selesai shalat berjamaah Ashar, Umar sangat menyesali diri. Dia berkata, “Innaa
lillahi wa innaa alaihi raji’un…, aku terlambat shalat Ashar berjama’ah lantaran
kebun kurma. Ya Allah, saksikanlah, kebun kurmaku aku sedekahkan kepada para
fakir miskin sebagai kifarat atas kealpaan yang telah kulakukan…”
PERTUNJUKAN MENARIK DI
DEPAN PINTU RUMAH RASULULLAH SAW

Pada suatu hari Abu Bakar Assiddiq Ra dan Ali bin thalib Radhiallahu
`Anhuma pergi berkunjung ke rumah Rasulullah Saw. Setiba keduannya di depan
pintu rumah Nabi, satu sama lain saling mendorong rekannya untuk masuk
terlebih dahulu.

Abu Bakar : Majulah kau, ya ali!

Ali : Mana mungkin atau akan mendahuluimu, ya Abu Bakar, sedang


Rasulullah sendiri pernah bersabda tentang engkau: “Belum pernah
matahari terbit atau teebenam atas seseorang sesudah para nabi,
lebih utama dari Abu Bakar.”

Abu Bakar : Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Abu bakar, sedang
Rasulullah juga pernah bersabda: “Aku telah menikahkan wanita
terbaik kepada lelaki terbaik, aku nikahkan putriku Fatimah dengan
Ali bin thalib.”

Ali : Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Abu Bakar, sedang


Nabi Saw pernah bersabda: “Kalau iman umat ini ditimbang umat
ini ditimbang dengan iman Abu Bakar, tentu akan lebih berat
timbangan iman Abu Bakar.”

Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahulukanmu, ya Ali, sedang


Rasulullah Saw pernah bersabdatentang engkau: “dipukulkan ali
bin Abi Thalib di Mahsyar di hari kiamat kelak berkendaraan
bersama dengan Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain, lalu orang-
orang bertanya-tanya, “Nabi siapa gerakan itu?” lalu orang yang
menjawab, “Ia bukan Nabi, tetapi ali bin thalib dan keluarganya.”

Ali : Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Abu Bakar, sedang


Rasulullah Saw pernah bersabda tentang engkau: “kalau aku harus
menpunyai kekasih selain dari Robbku, tentu aku akan memilih
Abu bakar sebagai kekasihku.”

Abu bakar : Mana mungkin aku akan mendahuluimu, ya Ali, sedang Rasulullah
saw pernah bersabda: “Pada hari kiamat aku bersama Ali, lalu Allah
berfirman kepadaku: “Wahai kekasihku, aku telah pilihkan
untukmu, Ibrahim Al khalil sebagai ayah terbaikmu, dan Aku telah
pilihkan untukmu Ali sebagai saudara dan sahabat terbaikmu.”
Ali : Mana mungkin aku akan mendahuluinya, ya Abu bakar, sedang
Allah Ta’ala pernah berfirman tentang engkau: “dan orang yang
datang membawa kebenaran dan orang yang membenarkannya,
mereka itu adalah orang-orang yang bertaqwa.” (Azzumar: 33)

Abu Bakar: Mana mungkin aku akan mendahuluhkan engkau, ya Ali, sedang
Allah Ta’ala juga telah mengisyaratkan tentang engkau dalam
firman-Nya: “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan
dirinya karena mencari keridhaan Allah: dan Allah maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya.” (Al Baqarah: 207)

Pada waktu keduanya sedang asyik memperbincangkan keutamaan


rekannya, malaikat Jibril Alahissalam datang berkunjung kepada Rasulullah saw,
secara berkata, “Ya Rasulullah, di luar sana ada Abu Bakar dan Ali hendak
menemuimu. Pergilah, songsong keduanya…..”
Maka Rasulullah Saw segera bangkit dari duduknya, menyambut mesra dan
mempersilakan masuk kedua sahabatnya yang mulia itu. beliau saw menempatkan
Abu Bakar di sebelah kanannya dan Ali di sebelah kirinya, seraya berkata kepada
mereka, “Demikianlah kami kelak dibangkitkan di hari kiamat.”

SAAT MENJELANG KEMATIAN


ABU BAKAR

Ketika menjelang kematian Abu Bakar Ra, Aisyah, puterinya bertanya


kepadanya, “ya ayah, apakah perlu saya panggilkan tabib?”
Tetapi Abu bakar menjawab, “tidak usah anakku, aku sudah menemui
Tabib itu, Aisyah.” (Tabib yang dimaksud adalah Allah. red.)
“Apa kata Tabib ayah itu?” Tanya Aisyah dengan wajah duka. “Dia berkata
kepadaku: “Aku akan melakukan apa yang Aku kehendaki (Anaa Fa’aalun limaa
uried).”
Aisyah memahami pertanyaan ayahnya, maka selanjudnya dia bertanya
lagi, “Dengan apa aku mengkafankanmu , ayah?”
“Ya Aisyah, anakku,” ucap Abu Bakar perlahan, “Kafanilah aku dalam
tsaubku ini yang pernah kupakai untuk bershalat di belakang Rasulullah Saw.”
“Tetapi bukankah kain itu sudah usang ayah,” kata Aisyah mengingatkan
ayahnya, “Bagaimana kalau kuberikan yang baru saja?”
namun abu Bakar cepat menjawab sambil menggeleng, “Jangan anakku,
yang baru lebih layak dipakai orang yang masih hidup daripada oleh orang mati.”

PENYESALAN AMIRUL MUKMININ


Pada suatu malam yang hening dan sangat dingin, tatkala amirul
Mukminin, Umar bin Khatthab ra sedang jaga malam (berkeliling ke pelosok-
pelosok), dia melihat sepeti ada sebuah api unggun di tengah padang pasir. Beliau
segera pergi dengan ditemani Abdurrahman bin Auf untuk melihat dari dekat.
Ternyata setelah tibah disana bukan api unggun, tetapi seorang ibu yang seola-olah
sedang memasak makanan untuk nak-anaknya yang terus merengek karena lapar.
Anak-anak ibu itu terus menangis tidak mau tidur karena tidak kuat menahan rasa
lapar.
Umar lalu mendekati dan mengucapkan salam, kemudian bertanya kepada
ibu yang miskin itu, “Mengapa engkau melakukan ini (pura-pura memasak)
kepada anak-anakmu?” Tetapi ibu itu hanya menjawab, “Semoga Allah
menyadarkan Umar. Pantaskah seorang menjadi Amirul Mukminin tetapi ia tidak
tahu keadaan rakyatnya?!”.
Mendengar perkataan itu Umar amat tersentak. Ia menunduk amat sedih.
Dengan kedukaan yang amat mendalam ia segera pergi ke Baitulmal. Sepanjang
perjalanan ia menangis beristigfhar sebagai Amirul Mukminin. Sepanjang jalan ia
berdo’a dan memohon ampun kepada Allah Swt atas kelalaiannya sampai tidak
mengetahui semua keadaan rakyatnya.
Sesampai di Baitulmal, umar segera membuka pintu dan mengambil
sekarung gandum, sewadah minyak goreng dan madu. Ia panggul sendiri bahan-
bahan makanan itu.
Penjaga Baitulmal semakin tertegun, dia berkata, “biarlah, aku saja yang
akan membawahnya, wahai Amirul Mukminin.” Namun Umar menjawab
perkataan itu dengan nada agak keras, “Apakah engkau mau aku menanggung
dosa lebih banyak lagi?!”
Dibawahnya sendiri barang-barang itu oleh Umar Ra dengan langkah
cepat. Sesampai di tempat ibu yang miskin itu Umar meletakkan bahan-bahan
makanan tersebut, bahkan ia yang mengelolah dan memasak makanan senderi.
Setelah datang, Umar menyuapi anak-anak yatim itu hingga mereka
kenyang dan tidak menangis lagi. Umar amat lega menyaksikan anak-anak itu
akhirnya terbebas dari kelaparan. Setelah itu barulah dia bangkit hendak pergi
meninggalkan tempat tersebut.
Ibu dari tiga anak-anak yatim itu berkata kepada Umar, “demi Allah,
engkau lebih pantas menjadi Khalifah daripada Umar.”
Sebelum pergi meninggalkan mereka, Umar berpesan kepada ibu itu,
“Wahai ibu, datanglah besok ketempat kekhalifahan Umar, dan adukanlah hal
ihwalmu kepanya…”
Tatkala Umar yang ditemani Abdurrahman bin Auf hendak pergi, Umar
diam sejenak dan bersembunyi di balik sebuah batu besar. dia mengamati ketiga
anak itu makan dengan lahapnya. Karena udara yang begitu dingin hingga
menusuk tulang, Abdurrahman mengajaknya untuk pulang. Tetapi Umar tidak
bergeming dari tempatnya. Ia berkata, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan
tempat ini sampai aku lihat anak-anak itu tertawa dan bergembira!”
Keesokan harinya, ibu anak-anak itu datang ke kekhalifahan. Tatkala
memasuki ruang kekhalifahan ia amat terkejut melihat telaki yang memanggul
karung bahan makanan semalam duduk di tengah-tengah Ali bin Abi Thalib dan
Ibnu Mas’ud Ra. keduanya menyapanya dengan panggilan, “Ya Amirul
Mukminin!”
Ketika tahu bahwa ternyata orang yang semalam itu adalah Amirul
Mukminin Umar bin Khattab sendiri, si ibu tertegun dan amat ketakutan karena
khawatir keluh kesah dan serangannya akan dipersalahkan. Tetapi Umar segara
menghiburnya, dia berkata dengan ramah, “Wahai ibu, jangan bersedih hati dan
khawatir. Berapa ibu ingin menjual keluh kesah kepadaku?”
Namun ibu itu tidak menjawab pertanyaan Umar, ia berkata dengan nada
ketakutan, “Aku mohon ma’af, yang amirul Muslimin.”
Umar berkata lagi, “Engkau tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum
menjual keluh kesahmu kepadaku….”
Akhirnya transaksi usai, umar berkata, “ Kalau aku meninggal dunia,
masukkanlah kertas itu dalam kafanku sehingga aku menemui Allah Ta’ala
dengan kalbu yang sehat dari kezaliman.”

UMAR MENERIMA KUNCI


MASJID AQSHA

Pada tahun 15 Hijriah, panglima komadan pasukan Islam mengirim surat


kepada walikota Al Quds agar menyerahkan kunci kota suci itu kepadanya.
Namun walikota itu menolak menyerahkannya. Ia sebagai walikota dan sebagai
kepala agama, Pastor Shaqrius, menyatakan akan menyerahkan kunci kota itu
kepada seorang yang sefat-sifatnya tercantum dalam kitab suci mereka.
Akhirnya para komandan pasukan Islam, Amru bin ash, Sharhabil bin
Hasanah, dan Abu Ubaidah memberitaukan hal itu kepada khalifah Umar bin
Khattab Ra memohaon agar beliau mau datang dan menerima kunci kota tersebut
sehingga tidak terjadi peperangan yang menelan korban lebih besar lagi.
Mendengar berita itu dari para komandan pasukannya, Khalifah Umar bin
Khattab lansung pergi bersama dengan seorang khadamnya menuju ke perbatasan
negeri Syam. Dalam perjalanan itu Khalifah Umar menugang seekor kuda
bergantian dengan khadamnya. Sebentar Umar yang mengedarainya, sebentar
kemudian khadamnya, dan sebentar lagi keduanya berjalan kaki untuk memberi
kesempatan kepada tunggangannya untuk beritirahat dari beban perjalanan dan
muatan.
Ketika kudanya memasuki perbatasan negeri Syam, Abu Ubaidah dan Amir
bin EI Jarrah yang menyambungnya berharap pada waktu memasuki kota Al
Quds, giliran menugang kuda jatuh pada Umar, bukan pada khadamnya. Ini tidak
seperti yang diharapkan pada komandan. Khalifah Umar memasuki kota Al Quds
dengan berjalan kaki, sedang khadamnya di atas kudanya. Umar Ra menutun
kudanya dengan penuh kesederahanaan. Para komandan bawahannya melihatnya
kurang sesuai dengan upacara penerimaan kunci kota itu, tetapi justru wali kota Al
Quds menyerahkan kunci itu setelah mengamati pempilan Khalifah yang
sederhana, seraya berkata, “Kami membaca dalam kitab suci kami bahwa kepada
negara yang akan menerima kunci kota ini akan memasuki kota ini dengan
berjalan kaki, sementara khadamnya menuggang kendaraannya, dan pada tsaubnya
ada tujuh belas tisikan.”
Sesudah Umar menerima kunci kota itu, ia bersujud kepada Allah Ta’ala.
Semalaman dia menangis dengan sedih dan pilu. Ketika ditanyakan oleh orang-
orang yang ada di sekitarnya, dia menjawab, “Aku khawatir jika Allah Ta’ala
membukakan pintu dunia kepadamu, kalian tidak saling kenal dan mesra lagi,
sehingga penghuni langit tidak akan mengenalimu lagi.”

KETAJAMAN
INDERA KEENAM UMAR

Pada suatu hari Jum’at, Umar bin Khattab sedang berkhutbah di Madinah,
sementara pasukan Islam tengah berperang di negeri Parsi di bawa pimpinan
Sariah bin Hushn Ra. Tiba-tiba Umar berhenti dari khutbahnya dan berteriak-
teriak dengan suara keras, “Ya Sariah, ke gunung… cepat ke gunung!!”
Sesuatu berseru demikian Umar melanjutkan khotbah Jum’atnya. Sesuai
shalat Jum’at, Ali bin Abi Thalib Ra bertanya kepadanya, “Ya Amirul Mukminin,
apa yang Anda terikkan tadi? Kami mendengar Anda berteriak-teriak memanggil
Sariah, padahal Sariah sedang memimpin pasukan Islam di Negeri Parsi.”
Umar menjawab, “Ya Ali! Aku melihat pasukan musuh sedang mengepung
pasukan yang dipimpin oleh Sariah. Jadi aku memerintahkan dia agar cepat-cepat
lari kegunung. Semoga allah melindungi pasukannya dari musuh-musuhnya.”
Sesudah sariah dan pasukannya kembali dari medan laga, para sahabat
bertanya tentang apa yang terjadi dalam peperangan parsi, sementara itu tidak ada
satupun sahabat yang membicarakan perihal perkataan Umar dalam khotbah
jum’at. Sariah berkisah kepada para sahabatnya Ra, “ketika kami di medan laga,
musuh berusaha keras menjepit dan mengepung kami. Pada saat itu kami sudah
benar-benar terkepung. Tetapi tiba-tiba kami mendengar seperti suara Khalifah
Umar bi khattahab yang memerintahkan kepadaku supaya cepat-cepat lari ke
gunung. Maka kami pun segeralari ke gunung, dan ternyata Allah menyelamatkan
kami dari rencana lihai musuh.”

DEMIKIANLAH
KAMI MEMPERILAKUKAN KALIAN,
HAI AHLI KITAB !

Pada suatu hari Amurul mukminin Umar bin khattahab Ra berjalan-jalan di


kota Madinah, lalu dia melihat seorang pengemis mengetuk pintu seseorang
sambil menadahkan tangannya. Umar sungguh terharu merihat peristiwa itu. maka
didekatinya pengemis tua dan buta itu seraya bertanya, “Mengapa Anda
mengemis, wahai kakek?”
Kakek buta itu menjawab, “Ya amirul Mukminin, aku ini seorang Yahudi.
Rambutku sudah memutih, usiaku sudah lanjut dan buta pula, sedang aku tidak
punya uang….”
Khalifah Umar amat terharu mendengarnya. Maka ia segera menuntun
orang tua itu ke rumahnya, dan setelah sampai ia berkata kepada isterinya, Ummu
Kultsum, “Wahai isteriku, keluarkanlah makanan yang ada. Aku sedang
mengundang makan orang ini.” Isterinya segera mengeluarkan makanan yang ada
yang kemudian disantap dengan sepuas-puasnya oleh Umar beserta kakek tua itu.
Sesudah makan, Umar pergi ke Baitulmal dan memerintahkan kepada
penjaganya, “Perhatikanlah orang tua ini dan orang-orang yang senasib dengannya
supaya mendapat bagian dari baitulmal. Kami bukan orang yang berkebajikan,
kalau mereka diabaikan sesudah rambutnya memutih dan pungguhnya
membungkuk.”

SOSOK
PEJABAT NEGARA YANG BIJAK

Pada suatu malam seorang utusan dari wali Azerbaijan datang memasuki
kota madinah. Karena hari sudah malam maka ia memutuskan untuk bermalam di
masjid Rasulullah Saw. ia berniat biarlah besok pagi dia menemui Amirul
Mukminin Umar bin khatthab. Namun, ketika hendak tidur, di malam yang hening
dan amat dingin itu dia mendengar suara orang tengah menangis dan merintih
memohon ampun kepada Allah. orang itu memohon kepada Allah: Ya Robbi, aku
sedang berdiri di depan pintu-Mu. Apakah Engkau menerima taubatku supaya aku
tidak mengucapkan selamat kepada diriku, atau engkau menolaknya supaya aku
menyampaikan rasa duka citaku kepada diriku.”
Perutusan wali Azerbaijan amat terkesan dengan ucapan tersebut. Matanya
tidak jadi dipinjamkan. Dia sungguh penasaran siapa gerangan orang yang berdoa
di masjid pada malam yang dingin dan telah larut begini. Maka didekatinyalah
orang itu seraya bertanya, “wahai saudaraku, kalau boleh aku tahu siapakah
engkau!”
Orang itu dari kegelapan menjawab, “Aku Umar bin khatthab!”
Wali dari Azerbaijan amat terkejut mendengar jawaban itu. sungguh, ia
tidak menyangka sama sekali orang yang kini berada bersamanya di dalam masjid
Rasulullah adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattha. Maka denan nada masih
terkejut, utusan dari Azerbaijan itu berkata memperkenalkan diri, “Aku adalah
utusan wali dari Azerbaijan. Aku datang ke Madinah dengan maksud
menyampaikan suatu amanat kepada baginda dari wali Azerbaijan. Sesampai di
Madinah ternyata hari telah malam, maka keputusan besok pagi saja aku ke rumah
baginda karena aku tidak mau menggangu tidur baginda. Maksudnya, biarlah esok
pagi kusampaikan amanat itu, tapi ternyata baginda ada di sini….”
Khalifah menjawab perkataan orang itu dengan singkat, “semoga Allah
merahmatimu. Aku takut bila aku tidur semalam suntuk akan menghilangkan
diriku di hadapan Allah, dan kalau aku tidur sepanjang hari berarti aku telah
menghilangkan rakyatku.”
Sesudah keduanya usai shalat fajar, Khalifah Umar mengajak tamunya
pergi ke rumahnya. Khalifah Umar berkata kepada isterinya, “Ya Ummu Kultsum!
Keluarkan makanan yang ada kami datangkan dari jauh, dari Azerbaijan.”
Isterinya menjawab, “Kami tidak mempunyai makanan selain roti dan garam.”
“Tidak mengapa.” Jawab Umar. Maka kemudian keduanya makan roti dan garam.
Sesudah makan, khalifah Umar bin Khatthab bertanya kepada tamunya,
“Apa maksud kedatangan Anda kali ini?”
Utusan Azarbaijan iyu menjawab, “Aku adalah perutusan negeri
Azerbaijan. Amirulku memerintahkan aku membawah hadiah ini untuk baginda.”
Umar bin Khatthab berkata, “Bukahlah bungkusan itu , apa isinya?” sesudah
dibuka ternyata isinya gula-gula. Kata perutusan itu, “Gula-gula itu khusus buatan
Azerbaijan.”
Umar Ra pertanya lagi, “Apakah semua kaum Muslimin mendapat kiriman
gula-gula itu?” Perutusan itu tertegun sejenak, lalu dia menjawab, “Tidak,
baginda…… gula-gula itu khusus untuk Amirul Mukminin….”
Mendengar perkataan itu Umar marah sekali. dia lalu memerintahkan
kepada utusan tersebut untuk membawa gula-gula itu ke masjid, dan membagi-
bagikannya kepada fakir miskin kaum muslimin yang ada di sana. Umar berkata
dengan nada marah, “Barang itu haram masuk ke perutku, kecuali kalau kaum
muslimin memakannya juga! Dan kaum cepat-cepatlah kembali kenegerimu.
Beritahukan kepada yang mengutusmu, kalau ia mengulanginnya kembali, maka
akan kupecat dia dari jabatannya!”.

SOSOK
PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN

Pada suatu petang Amirul Mukminin umar bin Khatthab berjalan-jalan


seorang diri di pinggiran kota Mekkah. Tiba-tiba dia mendengar dari dinding
sebuah rumah seorang wanita yang sedang mendendangkan syair-syair
kerinduannya kepada suaminya yang pergi jauh dan lama.
Keesokan harinya Umar pergi menemui puterinya. Hafshah yang juga
isterinya Rasulullah. Ia bertanya, “Ya Hafshah, berapa bulan seorang isteri bisa
tahan ditinggal suaminya?”
Hafshah tidak segera menjawab dengan memberi isyarat lewat keempat
jarinya. Lalu katanya, “Bacalah firman Allah Ta’ala: “Bagi orang-orang yang
menggila (bersumpah tidak akan mencampuri isterinya) diberi tangguh empat
bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya). Maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah 226)
Hafshah hafal seluruh isi Al Qur’anul Karim. Dia merupakan orang
pertama yang diberi kepercayaan memegang Al Mushhaf Asy Syarif yang pertama
dan dari Mushhaf itulah semua Qur’an yang ada dewasa ini.
Sesudah Amirul Mukminin Umar bin Khattab mengetahui hal itu, dia
segerah pergi dari wanita yang ditinggal pergi suaminya untuk menanyakan
kemana suaminya pergi. Ternyata suami wanita itu seorang prajurit kaum
muslimin yang dikairim lama sekali ke front Parsi. Akhirnya Khalifah Umar
menetapkan dan mengumumkan bahwa semua pasukan Islam tidak boleh dikirim
keluar dari tempo empat bulan.
Itulah pemerinhan Khalifah Umar bin Kattab, pemerintahan pertama yang
menetapkan penggantian pasukan di medan perang.

CIRI-CIRI MASYARAKAT MUSLIM

Pada masa Khalifah Abu Bakar Assyiddiq Ra, Umar bin Khattab yang pada
waktu itu memegang jabatan sebagai Qodhi (hakim) perna mengajukan sebuah
usul kepada Khalifah Abu Bakar Assyiddiq.
Umar berkata kepada Abu Bakar di hadapan para sahabatnya yang lain,
“Ya Amirul Mukminin Abu Bakar, sudah lama aka memegang jabatan qodhi
dalam Khalifah ini namun tidak banyak orang yang mengadukan hal-ihwalnya
kepadaku. Karena itu sekarang aku mengajukan permohonan agar dibebaskan dari
jabatan ini?”
Khalifah Abu Bakar Ra sungguh terkejut mendengar usulan Umar. Maka ia
bertanya dengan nada heran, “Mengapa engkau mengajukan permohonan ini?
Apakah karena bertanya tugas tersebut, ya Umar?”
Umar menjawab, “Tidak, ya Khalifahtu Rasulillah, akan tetapi aku sudah
tidak diperlukan lagi menjadi qadhinya kaum mukminin. Mereka semua sudah
tahu haknya masing-masing sehingga tidak ada yang menuntut lebih dari haknya.
Mereka juga sudah tahu kewajibannya sehingga tidak seorang pun yang merasa
perlu menguranginya. Mereka satu sama lain mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya. kaLau salah seorang tidak hadir, mereka mencarinya, kalau ada
yang sakit mereka menjenguknya, kalau ada yang tidak mampu mereka
mambantunya, kalau ada yang membutuhkan pertolongan mereka segerah
menolong, dan kalau ada yang terkena musibah mereka menyampaikan rasa duka
cita. Agama mereka adalah nasihat. Akhlak mereka adalah amar ma’ruf nahi
mungkar. Karena itulah tidak ada alasan bagi mereka untuk bertengkar.”

MEMPERGAULI ISTRI
DENGAN BAIK

Pada suatu hari seorang lelaki datang kerumah Umar bin Khattab Ra
hendak mengadukan keburukanakhlak istrinya. Namun setiba di samping
rumahnya, ia mendengar istri Umar bin Khattab Ra mengeluarkan kata-kata yang
keras dan kasar kepada suaminya, sementara Umar tidak menjawab sepata
katapun. Akhirnya orang itu berpikir, sebaiknya dia membatalkan niatnya.
Ketika orang itu hendak berbalik pulang, Umar baru saja keluar dari pintu
rumahnya. Umar segera berteriak memanggil orang itu. umar lansung berkata
kepadanya, “Engkau datang kepadaku tentu hendak membawa suatu berita yang
penting!”
Orang itu lalu berkata terus terang, “Ya sahabat Umar bin Khattab, aku
datang kepadamu hendak mengadukan keburukan akhlak istriku terhadapku. Akan
tetapi setelah aku mendengar kelancangan istrimu tadi kepadamu, dan sikap
diammu terhadap perbuatannya, aku jadi mengurungkan niatku untuk melaporkan
halku itu.”
Mendengar perkataan yang jujur itu, Umar tersenyum kecil seraya berkata,
“wahai saudaraku, istriku telah memasakkan makanan untukku. Dia juga telah
mencuci pakaianku, mengurus urusan rumahku, dan mengasuh anak-anakku
dengan tiada hentinya. Maka bila ia berbuat satu dua kesalahan, tidaklah layak kita
mengenangnya, sedang kebaikan-kebaikannya kita lupakan. Ketahuilah, wahai
saudaraku, antara kami dan dia hanya ada dua hari. Kalau kami tidak
meninggalkannya terbebas dari perangainya kami pula.”
Setelah mendengar penuturan yang amat bijak dan penuh hikmah itu, orang
tersebut pergi meninggalkan Umar bin Khattab dengan hati gembira dan puas.

KEMBALIKAN KE BAITULMAL

Pada suatu hari ketika Umar bin Khatthab Ra meninjaunta-unta sederhana


dia memilih seekor untah yang gemuk yang berbeda dengan unta-unta lainnya.
Maka beliau bertanya, “unta milik siapa ini?” salah seorang yang hadir di situ
menjawab, “Itu unta milik puteramu, Abdullah.”
Umar segera memerintahkan Abdullah bin Umar agar datang ke tembat
tersebut. Setelah Abdullah tiba, Umar segerah mengusut perihal unta tersebut,
“Bera unta ini kau beli?” Abdullah menjawab, “Sekian.” “kalau begitu,” kata
Umar, “kau hany aboleh menerima uang modalmu, kelebihannya harus diberikan
kepada Baitulmal.” Ternyata Abdullah tidak menerima keputusan ayahnya. Ia
protes, “Mengapa begitu Ayah?!”
Umar menjawab, “orang-orang itu mengatakan, ini untahnya putera Amirul
Mukminin, maka biarkanlah dia makan dan minum sepuas-puasnya. Jangan ada
yang mengganggunya. Nah, dengan demikian engkau hanya berhak menerima
harga pembeliannya, dan kelebihannya untuk Baitulmal kaum Muslimin.”
Abdullah mengangguk seteju setelah tahu mengapa ayahnya memutuskan
perkara yang haq dan amat adil tersebut.

LEBIH TAKUT KEPADA MANUSIA


DARIPADA
KEPADA ALLAH TA’ALA

Pada suatu hari seusai mengingat shalat Ashar, Khalifah Umar bin Khatthab
Ra menanyakan tentang kabar salah seorang sahabat yang tidak menghadiri shalat
jama’ah. Salah seorang sahabat berkata, “Kabarnya dia sakit, ya Amirul
Mukminin!”
Maka Umar Ra memutuskan untuk pergi kerumahnya. Setiba di sana ia
ketuk pintu rumahnya, dan dari dalam sahabat itu bertanya, “Siapa yang mengetuk
pintu?”
Dari luar Umar menjawab, “Umar bin Khatthab!”
Mengetahui yang datang adalah Amirul Mukminin, orang itu berlari dengan
sigap untuk segera membuka pintu. Tapi ketika kedua mata Umar bin Khatthab
bertatapan dengan kedua mata sahabat itu, Umar bertanya dengan nada menegur,
“mengapa engkau tidak shalat jama’ah bersama kami? Padahal Allah Ta’ala telah
memanggil engkau dari atas langit ketuju: “Hayya Alas shalat”, mari bershalat”,
akan tetapi engkau tidak menyambutnya! Sedang panggilan Umar bin Khatthab
sempat membuatmu gelisah dan ketakutan!!”

ANTARA AMAL DAN NIAT

Di jaman kekhalifahan Umar bin Khatthab ada sepasang suami-isteri yang


sedang mengalami keretakan. Setelah Umar mendapatkan laporan ini beliau
kemudian mengirimkan dua orang wali dari keluarga suami-siteri itu untuk
mendamaikannya. Mereka berusaha mendamaikan suami-isteri itu, tetapi
keduanya tetap tidak mau menerima pemecahan yang diusulkan keluarganya.
Akhirnya para wali keluarga suami-isteri itu melaporkan perihal tersebut kepada
khalifah Umar bin Khatthab. Mereka mengatakan bahwa suami-isteri itu tidak mau
diperbaiki dan didamaikan.
Umar bin Khatthab langsung mengangkat tongkatnya yang diberi nama
“Ad durah” di atas kepada keduanya. Umar mengancam para wali keluarga itu. hal
itu membuat mereka kebingungan, “apa salah kami, ya Amirul Mukminin?”
Umar Ra lalu menjelaskan dengan nada marah, “kalau kalian berdua
sungguh-sungguh berniat akan mendamaikan keduanya, tentu Allah Ta’ala akan
mendamaikan mereka! Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman: “Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu….” (An Nisaa 35)

KARENA MENCINTAI SAHABAT

Pada suatu hari Umar bin Khatthab pergi mengadukan perihal Ali bin Abi
Thalib kepada Rasulullah, Ali bin Abi Thalib tidak pernah memilai mengucapkan
salam kepadaku…”
Mendengar pengaduan seperti itu Rasulullah Saw segera memanggil Ali Ra
untuk datang. Lalu Rasulullah bertanya kepadanya, “Ya dahulu kepada umar?”
Ali bin Abi Thalib Ra menjawab, “Ya Rasulullah, hal itu kulakukan karena
ucapan Rasulullah juga yang mengatakan: “Siapa yang mendahului saudaranya
mengucapkan salam, Allah akan mendirikan baginya istana di surga.” Karena
itulah, ya Rasulullah, aku selalu ingin Umar mendahuluiku mengucapkan salam
supaya ia bisa mendapatkan istana di surga!”

PINTU MEMBENDUNG FITNAH

Salah seorang sahabat yang mulia, Hudzaifah bin el Yaman yang


merupakan sahabat karib Rasulullah dan sering medapat julukan sebagai juru
kunci rahasia Rasulullah Saw berkisah:
Pada suatu hari tatkalah kami sedang duduk-duduk di rumah Khalifah
Umar bin Khattab, beliau bertanya, “Sapa di antara kalian yang perna mendengar
sabda Nabi Saw tetang fitnah yang menggelombang seperti gelombang air laut?”
Aku (Hudzaifah) menjawab, “Aku mendengernya, ya Amirul Mukminin!
Rasulullah Saw perna berkata, “Bergegas-gegaslah melakukan amal shaleh. Akan
segerah datang fitnah yang melanda kalian seperti sepotong malam yang kelam.
Seorang yang pagi hari mukmin, pada sore harinya bisa menjadi seorang kafir, dan
seorang sore harinya kafir, pada pagi harinya berubah menjadi seorang mikmin.
Pada saat itu orang menjual agamanya dengan kesenangan dunianya!”
Kemudian Hudzaifah berkata lagi kepada Khalifah Umar bin Khattab, “Ya
Umar, Rasulullah Saw telah memberi kabar kepadaku bahwa antara engkau dan
fitnah hanya dibatasi oleh sebuah pintu yang hampir patah. Adalah pintu itu ialah
Umar. Kalau ia patah, maka gelombang fitnah akan masuk dan melanda dengan
ganas sekali!”
Umar lalu berkata kepada Hudzaifah, “Apakah pintu itu aku patahkan
supaya segalanyadapat dipulihkan seperti sediakalah?” Dijawab oleh Hudzaifah,
Tidak, ia akan dipatahkan….”
Karena itulah saya ingatkan dan serukan kepada seluruh umat Islam
dimanapun berada supaya mempelajari hadist ini. Pembunuhan terhadap Umar Ra
ketika sedang mengimami shalat Subuh itu telah membuka pintu fitnah yang luar
biasa ganasnya. Umar bin Khattab Ra telah dibunuh oleh Organisasi Rahasia di
bawah oleh pimpinan seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Dia adalah
Abdullah bin Saba’. Dalam jam’iyahnya dia bergabung dengan berbagai golongan
orang Yahudi dan Majusi. Lalu ia mengirimkan seorang budak bernama Abu
Lu’lu, seorang Majusi untuk membunuh Umar Ra pada waktu shalat Fajar.
Umar bin Khattab sendiri pernah bermimpi sebelum ditikam oleh si Majusi
itu. isi mimpinya itu pernah diceritakannya pada suatu khutbah Jum’atnya.
Katanya, “Aku bermimpi seekor ayam jantan mematukku sebanyak tiga kali. Ini
berarti ajalku sudah di ambang pintu. Kalau aku meninggal dunia, Allah tidak
akan melenyapkan Ad Dien dan amanat-Nya yang dibawahkan oleh nabi-Nya,
Muhammad Saw.”
Umar Ra menyampaikan pidatohnya itu pada hari Jum’at dan dia ditikam
pada hari Rabu ketika tengah melakukan Shalat Subuh. Seorang budak Majusi
menikamnya dengan tiga kali tikaman Khanjar.
Semula beliau masi ingin meneruskan shalatnya, tetapi tikaman itu
membuatnya lemas, tidak memiliki daya lagi. Maka kemudian shalat Subuh itu
digantikan oleh Abdurrahman bin Auf. Tikaman tersebut telah membuat Umar
banyak kehilangan darah sehinggah menjadikannya tidak sadarkan diri (pingsan)
beberapa saat lamanya. Setelah siuman, pertanyaan pertama yang bergulir di
bibirnya adalah, “Siapa yang membunuhku?”
Setelah diberitaukan bahwa yang membunuhnya adalah seorang budak
Majusi, belau lansung bersujud syukur kepada Allah seraya mengucapkan,
“Alhamdulillah, ya Allah…, aku tidak Rasulullah Saw sendiri pernah berkata:

………………………………..
“Islam akan menangisi kematianmu, ya Umar! Engkau pelita Islam, ya
Umar!”
Demikianlah riwayat akhir perjalanan hidup Umar bin Khattab. Beliau
menutup mata setelah menjabat kekhalifahan selama 10 tahun, 6 bulan. Dan 4 hari,
Radhiallahu anhu.

DEMIKIANLAH IZZAH KITA


DAHULU
Sudaraku seiman dan seislam, bacalah surat dari Raja Inggris (George II),
Perancis (Gallia), Swedia, dan Norwegia kepada Khalifah, Raja kaum muslimin di
kerajaan Andalusia yang mulia, Hisyam III yang budiman.

Kepada:
Khalifah Hisyam III,
Raja Andalusia yang mulia di tempat.

Kami menghaturkan penghargaan dan penghormatan kepada tuan.

Setelah mendengar tetang kemajuan besar yang telah dicapai lembaga-


lembaga ilmu pengetahuan dan perindustrian-perindustrian di negeri tuan yang
makmur, timbul haserat kami untuk memetik sebagian dari model-model
keutamaan itu untuk anak-anak kami. Kami ingin mereka mencontoh model-
model keutamaan kaum yang tuan miliki supaya dapat dijadikan sebagai langkah
awal yang baik bagi kami dalam mengikuti jejak kemajuan itu dan untuk
menyebarkan cahaya ilmu pengetahuan itu di negeri kami yang sedang diliputi
kebodohan dari keempat penjurunya.
Untuk maksud itu, kami telah mengangkat putri saudara kandung kami,
Doubant, sebagai pemimpin delegasi yang terdiri dari putri-putri bangsawan
Inggris untuk memberikan penghormatan ke bawah duli kerajaan, dan memohon
kasih sayang baginda. Kiranya dia dan rekan-rekannya mendapat perhatian dan
perlidungan yang mulia dan seluruh angguta keluarga tuan yang murah hati. Kami
haturkan pula rasa hormat dan terima kasih kami yang tak terhingga kepada para
guru yang ditugaskan memberikan pelajaran kepada mereka.
Kami juga mengirimkan di tangan puteri yang kecil itu suatu hadiah yang
sederhana untuk Paduka tuan yang mulia. Mudah-mudahan tuan menerimanya
dengan senang hati dan kami haturkan hadiah itu dengan penghormatan yang
setinggi-tingginya dan kecintaan yang seikhlas-ikhalasnya.”

Khadam tuan yang patuh,


George II, Raja Inggris,
Gallia (Perancis), Swedia, dan Norwegia

PERISTIWA SYAHID
DARI PERANG UHUD

Ketika kaum muslimin berperang dengan kaum kuffar dalam perang Uhud,
Abdullah bin Umar, ayah Jabir bin Abdullah Ra tewas. Rasuluhllah Saw berkata
kepada Jabir, “Ya Jabir, maukah aku sampaikan berita gembira untukmu?” “Tentu,
ya Rasulullah,” jawab Jabir dengan antusias. “Seorang seperti baginda tidak akan
menyampaikan berita kecuali yang baik-baik,” Kata Jabir selajutnya.
Maka Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah
Ta’ala tidak pernah berbicara dengan seorangpun, kecuali di balik hijab. Akan
tetapi Dia telah berbicara dengan ayahmu tanpa hijab. Allah Ta’ala berfirman: “Ya
Abdullah! Mintalah kepada-Ku, Aku akan memberikan apa yang kau minta!” Lalu
ayahmu menjawab, “Ya Robbi, aku minta dihidupkan lagi ke dunia supaya aku
bisa bercerita kepada kawan-kawanku tentang kenikmatan yang kuperoleh disini,
dan kemudian aku tewas lagi karena Engkau. Tetapi Allah Ta’ala menjawab, “Ya
Abdullah, Aku sudah berjanji pada diri-Ku, orang yang sudah dimatikan tidak
dikembalikan lagi ke dunia.”
Abdullah Ra berkata lagi, “Ya Robbi, kalau begitu siapa yang akan
memberitaukan kepada para sahabatku dengan kenikmatan yang kuperoleh disini?
Maka Allah Ta’ala menjawab, “Aku yang akan menyampaikannya kepada mereka,
ya Abdullah!”
Lalu Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya:
……………………………………….
……………………………………….
“Jangan kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati:
bahkan mereka itu hidup di sisi Robbinya dengan mendapat rizeki. Mereka
dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya
kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang
masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(Ali
Imran 169-170)

AMAL KEBAIKAN ITU DIGANJAR


SEPULUH KALI LIPAT

Pada suatu hari kafilah Usman bin Affan yang terdiri dari seribu unta yang
bermuatan kurma, minyak, kismis, dan lain-lain tiba di tempat tinggalnya. Melihat
kafilah unta yang membawa barang-barang dagangan itu, para pedagang
berdatangan menyambungnya. Mereka berkata, Ya Usman, kami bermaksud
hendak membeli barang-barangmu ini, sedifham dengan dua dirham.” Namun
Usman menjawab, “Sayang sekali, aku sudah menjualnya lebih tinggi dari itu…”
“Kalau begitu kutambah sedirham dengan lima dirham,” tantang para
pedagang itu kepada Usman.
Namun Usman kembali menjawab tantangan itu, “Yang lain berani
membayar lebih… sedirham dengan sepuluh dirham.”
Mendengar jawaban Usman yang demikian, mereka amat terkejut seakan
tak percaya. Mereka bertanya kepada Usman Ra dengan nada penasaran, “Wahai
Usman, siapakah yang berani membayar sebesar itu di Madinah, selain dari
kami??!”
Usman menjawab dengan tenang, “Aku telah menjualnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, dan kebaikan itu ganjarannya sepuluh kali lipat.”
JANGANLAH ANDA TERGOLONG
DARI MEREKA

Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu berwasiat

“Janganlah engkau tergolong dari orang yang berkata dengan perkataan


para zahid (yang tidak suka dunia), dan bekerja dengan pekerjaan orang serakah.
Suka kepada orang shaleh tapi tidak mengerjakan pekerjaan mereka. Benci kepada
pelaku dosa tapi termasuk salah seorang dari mereka. Kalau sehat ‘ujub pada diri
sendiri, dan kalau diuji cepat patahati. Kalau menderita musibah, berdoa dengan
terpaksa, dan Kalau beroleh karunia berpaling menyobaongkan diri. Dirinya
ditundukkan oleh persangkaannya, bukan oleh keyakinannya. Bercerita tentang
ibrah akan tetapi tidak menjadikannya sebagai ibrah. Banyak mengunyah petuah,
namun tidak dijadikan sebagai petuah. Kata-katanya dijadikan dalil tetapi
perbuatannya bertetanggan dari itu. membesar-besarkan dosa orang lain dan
meremehkan dosanya sendiri. Membangga-banggakan ketaatan dirinya dan tidak
menilai ketaatan orang lain. Senang mengumpat orang, dan kerjanya berpura-pura.
Senang berfoya-foya dengan orang-orang kaya, dan tidak suka berdzikir dengan
orang-orang fakir miskin. Suka membenarkan diri sendiri dan selalu menyalahkan
orang. Selalu melanggar dan menuntut penepatan, padahal dia sendiri tidak pernah
menepati janji. Takut kepada makhluk tidak demi Robbnya, dan tidak Robbnya
demi makhluk-Nya.”

BILA QADHI KAUM MUSLIMIN


MENGADILI AMIRNYA

Ketika Ali bin Abi Thalib berjalan di pasar, dia melihat baju besinya ada di
toko seorang Yahudi. Kemudian dia amati baju besi itu, dan barang itu memang
miliknya. Maka ia bertanya kepada orang Yahudi perihal barang tersebut. Namun
orang Yahudi itu tidak mau mengakuinya. Untuk menyelesaikan perkara itu maka
Khalifah Ali bin Abi Thalib Ra mengadukannya kepada qadhi kaum Muslimin,
Syuraih Ra.
Di pengadilan Ali bin Abi Thalib berkata, “Baju besi itu adalah milik saya
yang hilang. Barang tersebut terjatuh dari unta yang sedang saya naiki.”
Tetapi orang Yahudi itu cepat menyangkal, “Tidak! Ini adalah baju besi
saya dan kini ada di tangan saya!”
Setelah mendengar pertanyaan kedua penggugat itu, Syuraih mengamati
baju besi tersebut, dan kemudian dia berkata, “Benar demi Allah, ya Amirul
Mukminin, ini adalah baju besi Anda. Tetapi untuk menyelesaikan kasus ini Anda
harus menghadiri dua orang saksi kemari.”
Maka Khalifah Ali bin Abi Thalib pun memanggil khadamnya, Qabarah,
dan putranya Al hasan. Mereka berdua bersaksi bahwa baju besi itu milik orang
Yahudi. Qadhi Syuriah berkata kepadanya, “Ambilah baju besimu itu!” Maka
orang Yahudi itupun mengambilnya dan membawahnya pulang sambil melirik
kebelakang. Dia melihat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menjabat tangan
dan merangkul qadhi itu seraya berkata, “Sungguh, inilah keputusan yang adil dan
haq.”
Melihat perilaku kedua mikmin itu, orang yahudi jadi berpikir kembali.
Katanya dalam hati, “Amirul Mukminin mengadukan aku kepada qadhinya kaum
muslimin, tapi kemudian qadhi itu memutuskannya kalah, dan ia (Ali bin Abi
Thalib) menerima keputusan itu dengan lapang dada…” direnungkannya akhlak
yang sungguh mulia itu.
Ketika Khalifah Ali bin abi Thalib tengah berjalan pulang, orang Yahudi itu
mengikutinya dari belakang. Dia kemudian memanggol Ali Ra dan berkata,
“Wahai Amirul Mukminin, baju besi itu memang milik anda. Barang itu jatuh dari
untamu, dan kemudian saya memungutnya. Saksikanlah wahai Amirul Mukminin,
saya bersaksi “tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Saw adalah Rasulullah”,
“ashadu anlaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah.”
Amirul Mukminin Ali bin abi Thalib Ra kemudian berkata, “karena engkau
telah menyatakan Islam, maka baju besi itu kuberikan kepadamu, begitu pula
kudaku ini.” Dan sejak saat itu kedua barang tersebut tetap berada di tangan orang
Yahudi itu hingga dalam perang Shaffain.

LUKISAN BIJAKSANA
UNTUK DUNIA

Seorang lelaki datang kepada Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib Ra. Dia
memohon, “Wahai Amirul Mukminin, aku telah membeli rumah, dan aku ingin
transaksi jual-beli ditulis dengan tangan baginda.”
Khalifah Ali bin Abi Thalib mengamati wajah orang itu dengan tajam.
Beliau tahu dunia sudah bertakhta dalam kalbunya, dan beliau ingin memberinya
pelajaran yang menyadarkan kepada Allah Ta’ala. Maka ditulislah transaksi jual-
beli yang dimintanya sebagai berikut

Bismillahir rahmanir rahim

Amma Ba’du. Seorang mayit telah membeli rumah dari seorang mayit
lainnya di negeri orang-orang yang berdosa dan di tengah-tengah orang yang alpa
dengan keempat perbatasannya sebagai berikut:
Yang pertama, berbatasan dengan kematian. Yang kedua, berbatasan
dengan kuburan. Yang ketiga, berbatasan dengan hari perhitungan, dan yang
keempat, berbatasan dengan surga atau neraka.
TIGA KELEBIHAN
ALI BIN ABI THALIB

Nabi Saw pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib Ra, “Wahai Ali,
Allah Ta’ala memberikan tiga kelebihan untukmu. Pertama, kamu dikawinkan
dengan Fatimah, pemimpin wanita penduduk surga. Kedua, kamu dikaruniai Al
Hasan dan Al Husain, yang keduanya pemimpin pemuda penduduk surga, dan
ketiga, kamu menjadi menantu Muhammad, pemimpin umat yang terdahulu dan
yang terakhir. Ini bukan suatu kesombongan bagimu.”

MIMPI SEORANG YANG IKLHLAS

Ali bin Abi Thalib pernah berkisah:

“Pada jaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab Ra aku melihat


dalam mimpi seolah-olah aku sedang shalat fajar di belakang Rasulullah Saw.
sesudah selesai shalat, aku keluar Masjid. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita
shalat, aku keluar Masjid dengan sepiring korma di tangannya seraya berkata, “Ya
Ali, terimalah piring ini dan berikan kepada rasulullah.”
Sesudah kusampaikan amanat ini, Rasulullah Saw mengambil sebuah
kurma dan meletakkannya dimulutku. Setelah aku mencicipnya, aku berkata
kepadanya, “Berikan kepadaku sebuah lagi, ya Rasulullah…” Sebelum baginda
Saw sempat menambahnya, aku tiba-tiba terbangun oleh suara muadzim di Masjid
Rasulullah.”

Selanjutnya Ali Ra berkisah lagi tentang mimpinya:

“Aku pergi ke masjid bermakmum di belakang Amirul Mukminin Umar bin


Khatthab Ra. sesudah usai shalat, aku keluar dan ternyata di pintu Masjid ada
seorang wanita dengan sepiring korma di tangannya. Wanita itu berkata kepadaku,
“Ya Ali, berikan korma ini kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatthab.”
Sesudah aku memberikannya, Umar bin Khatthab mengambil kurma itu sebuah,
lalu menyuapkannya ke mulutku. Aku berkaya kepadanya, “Ya Amirul Mukminin,
tambahlah sebuah lagi…” Umar bin Khatthab kemudian berkata, “kalau
Rasulullah Saw menambah untukmu, maka aku menambahnya juga!”
Ali bin Abi Thalib terheran-heran dengan peristiwa yang dialami dalam
mimpinya itu. maka kemudian ia menanyakannya kepada Umar bin Khatthab Ra,
“Ya Amirul Mukmini, apakah Anda bermimpi seperti mimpiku, atau Allah Ta’ala
membukakan pintu gaib-Nya untukmu?”
Umar Ra menjawab, “Itu bukan mimpi dan bukan pula ilmu gaib. Seorang
mukmin, nila kalbunya ikhlas lillahi Ta’ala, dia akan melihat sesuatu dengan nur
Allah.”

KESHALEHAN PARA KHALIFAH

Pada suatu perang Ali bin Abi Thalib datang ke rumah Amirul Mukminin
Umar bin Khattab Ra. pada waktu itu beliau sedang duduk menulis gaji para
pegawai negeri dengan diterangi sebuah pelita (lilin) yang berada di atas mejanya.
Setelah Ali Ra berada di ruangannya, Umar Ra bertanya, “Wahai Ali, ada
kepentingan apakah engkau datang, apakah kepentingan kaum muslimin atau
untuk kepentingan pribadi?”
Ali agak sedikit terkejut dengan pertanyaan tersebut. Maka dia bertanya,
“Wahai Amirul Mukminin, mengapa Anda bertanya demikian?”
Umar bin Khattab Ra menjawab tegas, “Jika kedatanganmu menyangkut
kepetingan kaun muslimin, maka aku akan membiarkan lilin ini menyala terus,
tetapi engkau datang untuk urusan pribadi, maka aku akan mematikan lilin ini agar
jangan sampai mal kaum muslimin terpakai tidak untuk kepentingan mereka.”

TIPU DAYA
SEORANG WANITA MUNAFIK

Seorang wanita munafik mengadu kepada Amirul Mukminin Umr bin


Khattab bahwa ia diperkosa oleh seorang lelaki, dan karena ia melawannya air
mani lelaki itu tumpah di luar dan mengenai kainnya. Ia mengadukan perkara
tersebut sambil memperlihatkan tumpahan putih yang ada pada dirinya.
Setelah mendengar uraian wanita itu, Umar tidak segera mengabil
keputusan. Ia meminta pendapat Ali bin Abi Thalib Ra, “Bagaimana pendapatmu,
ya Ali?” Ali bin Abi Thalib Ra mejawab, “Kita bawa air panas. Sirami kain itu
dengan air panas. Bila ia beku dan matang tentu bercakan itu adalah putih telur,
tetapi kalau setelah disiram air panas bercakan itu hilang, tentu iar mani.”
Maka disiramlah kain itu dengan air panas, dan ternyata bercakan itu
membeku. Maka Umar berkata kepada wanita itu, “Takutlah engkau kepada Allah,
hai perempuan! Ternyata ini hanya tipuan dan tuduhan palsu belaka!”

WARISAN PALING BERHARGA


Pada suatu hari Abu Hurairah Ra berdiri di pasar kota Madinah. Kemudian
ia berkata kepada para pedagang, “Wahai para pedagang, mengapa kalin masih
belum menutup dagangan kalian?”
Mereka bertanya kebingungan, “Ada apa kiranya, ya Abu Hurairah?”
Abu Hurairah menjawab, “Apakah kalian tidak tahu kalau warisan
Muhammad Saw tengah dibagi-bagikan sehingga kalian masih berada disini?
Apakah kalian tidak ingin mengambil bagian kalian?”
Dengan keinginan yang meluap mereka bertanya serius, “Dimana, ya Abu
Hurairah?!”
“DI Masjid Rasulullah,” jawab Abu Hurairah Ra.
Setelah diberitahu demikian, para pedagang itu segera bergegas pergi ke
Masjid Rasulullah, sedangkan Abu Hurairah tetap tinggal disitu, tidak ikut pergi.
Tak berapa lama kemudian para pedagang itu kembali ke pasar. Abu
Hurairah bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian kebbali?”
Mereka segera menjawab dengan nada kesal, “Ya Aba Hurairah, kami telah
datang ke Masjid Rasulullah, tetapi setiba disana kami tidak melihat ada sesuatu
yang dibagi-bagikan Rasulullah….”
Abu Hurairah bertanya lagi memancing, “Apakah kalian tidak melihat
seorangpun di dalam Masjid?”
“Bukan demikian, ya Aba Hurairah, kami melihat banyak orang tapi bukan
seperti yang kau maksud. Kami melihat banyak orang yang sedang shalat,
sementara sekelompok lainnya ada yang mengaji Al Qur’an dan ada pula yang
sedang mempelajari soal-soal yang halal dan yang haram…, “jawab para pedagang
itu agak sewot.
Medengar uraian para pedagang tersebut, Aba Hurairah menjelaskan,
“Wahai para pedagang, ketahuilah, itulah warisan Muhammad Saw yang paling
berharga untuk kalian semua….”(HR. Ath Thabrani)

CINTA KEPADA RASULULLAH SAW

Ketika Rasulullah Saw tengah berjalan di pasar, beliau mendengar seorang


budak yang hendak di jual oleh tuanya berteriak–teriak. Katanya, “Siapa yang mau
membeliku, diharap jangan melarangku shalat di belakang RasulullahSaw!”
Akhirnya budak mukmin itu dibeli seorang muslim penduduk kota
Madinah, dan orang itu benar-benar menepati permohonan budaknya. Setiap
Rasulullah Saw shalat, budak itu selalu di belakangnya.
Pada suatu hari tiba-tiba Rasulullah Saw tidak melihat budak itu lagi. Maka
beliau bertanya kepada para sahabatnya, “Kemana anak muda itu? Mengapa dia
tidak hadir di belakangku waktu shalat?” Para sahabat menjawab, “Dia tengah
berbaring sakit, ya Rasulullah.”
Mendengar berita itu, Rasulullah Saw segera pergi ke rumah budak tersebut
untuk menjenguknya. Setiba di pintu rumahnya, beliau mengetuk pintu, dan dari
dalam terdengar suara budak itu bertanya, “Siapa di luar?” Rasulullah segera
menjawab, “Aku, Muhammad Rasulullah..!”
Subhannallah, di saat kedatangan Rasululla Saw budak itu menigal dunia.
Dia benar-benar telah wafat dalam keadaan husnul khatimah. Dia meninggal dunia
di depan Rasulullah Saw sehingga Rasulullah sempat mentalkininya,
memandikannya, mengkafaninya, dan menyolatinya.

KESUCIAN SEORANG MUKMIN

Ada seorang kafir muslim yang selalu tekun shalat di belakang Rasulullah
Saw. ia tidak mempunyai tsaub, kecuali yang dipakainya untuk shalat sehingga
karena telah lama dipakai, tsaub itupun robek disana-sini dan sebenarnya tsaub itu
sudah tidak layak lagi dipakai untuk shalat. Namun ia ingin jangan sampai dirinya
ketinggalan Takbiratul Ihram di belakang Rasulullah walaupun hanya sekali.
karena itulah meskipun tsaubnya sudah robeng ia tetap memakainya untuk shalat
di Masjid Rasulullah.
Pada suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepadanya mengenai keadaannya,
dan dia menjawab, “Alhamdulillah, ya Rasulullah!”
Tetapi Rasulullah mengetahui keadaan yang sebenarnya. Beliau
memberikan gamisnya dan lansung memakaikannya ke badan fakir mukmin iyu.
Namun setiba di rumah, isterinya lansung mengenali gamis itu. ‘Ia berkata kepada
suaminya dengan nada kurang senang, “Kau tentu telah mengelukan Allah kepada
Rasulullah! Hati-hatilah, jangan sampai kau mengeluhkan Allah Ta’ala kepada
Rasulullah!”
Suaminya bersumpah bahwa dia tidak pernah melakukannya. Isterinya
bertanya lagi dengan nada masih ragu, “Tapi kenapa tiba-tiba saja Rasulullah
memakaikan gamisnya kepadamu?!”
Suaminya menjawab, “Demi Allah, aku tidak menerimanya, melainkan
supaya aku dikafani dengan gamis itu sesudah aku meninggal dunia…”

KEABADIAN ITU
HANYA MILIK ALLAH

Pada jaman Nabi Saw ada dua orang tua suami-isteri yang biasa digendong
putranya bila hendak mengikuti shalat jama’ah bersama Nabi Saw di Masjid. Pada
suatu hari, sesuai shalat Nabi menengok kebelakang. Dia tidak melihat kedua
orang tua itu. maka beliau bertany kepada para sahabat, “Kenapa kedua orang tua
itu tidak hadir?”
Mereka menjawab, “Putra mereka meninggal dunia, ya Rasulullah.” Maka
Rasulullah Saw berkata, “Kalau ada diantara kalian seorang yang abadi, tentu anak
orang tua itu juga akan abadi. Akan tetapi tidak ada yang abadi dan kekal, selain
Allah Ta’ala sendiri.”

GANJARAN MENGABDIKAN DIRI


UNTUK MASJID

Pada jaman Rasulullah Saw ada seorang wanita hitam bernama ummuh
Mahjan. Dia selalu menepaytkan diri membersikan Masjid Rasulullah Saw.
Pada suatu hari ketika Rasulullah Saw sedang ke pekuburan, beliau melihat
sebuah kuburan baru. Maka Rasulullah bertanya, “kuburan siapa ini, wahai para
sahabat?” Mereka yang hadir di situ menjawab, “Ini kuburan Ummu Mahjan, ya
Rasulullah.” Rasulullah lansung menangis begitu mendengar berita tersebut, lalu
beliau menyalakan para sahabatnya, “Kenapa kalian tidak memberitaukan
kemataannya kepadaku supaya aku bisa menyolatinya??!”
Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, pada waktu itu matahari sedang terik
sekali.”
Rasulullah diam saja mendengar jawaban tersebut. Lalu beliau berdiri dan
shalat kepada mayit yang sudah ditanam beberapa hari itu dari atas kuburan,
seraya bersabda, “Bila ada di antara kalian yang meninggal dunia, beritaukan
kepadaku sebab orang yang kushalati di dunia, shalatku itu menjadi syafa’at
baginya di akhirat.”
Sesudah berkata demikian Rasulullah kemudian memanggil Ummu Mahjan
dari atas kuburnya. Sabdanya, “Assalamu alaikum, ya Ummu Mahjan!Pekerjaan
apa yang paling bernilai dalam daftar amalmu?”
Rasulullah Saw diam sejenak. Tak lama kemudian beliau berkata, “Di
menjawab bahwa pekerjaannya membersikan masjid Rasulullah adalah pekerjaan
yang paling bernilai di sisi Allah. Allah Ta’ala berkenan mendirikan rumah
untuknya di sorga, dan dia kini sedang duduk-duduk di dalamnya.”

SEORANG PENDUDUK SOGA

Ketika Rasulullah Saw sedang memberikan pelajaran agama (sesudah


shalat Ashar), tiba-tiba beliau berhenti dan bersabda, “Dari arah ini (mengarahkan
telunjuknya) akan datang ke majelis ini seorang (calon) penduduk surga.”
Semua mata para sahabat ditunjukan ke arah yang ditunjuk Rasulullah Saw,
dan ternyata orang yang datang itu seorang badui. Ia datang menyampaikan salam,
lalu melakukan shalat Ashar, dan setelah itu pulang kembali.
Pada hari kedua, pada waktu yang sama, Rasulullah Saw kembali
memberitaukan para sahabatnya hal serupa, dan ternyata yang muncul adalah
orang badui itu lagi, dan pada hari ketiganya beliaupun mengulangi sabdanya, dan
yang muncul orang badui itu lagi.
Ketika orang badui itu pergi, seorang sahabat Ra diam-diam mengikutinya
dari jauh. Ternyata dia dari desa As Sanah. Sesudah diperkirakan ia sudah ada di
dalam rumahnya, barulah sahabat itu mengetuk pintu. Orang badui itu menyabut
gembira kedatangannya, ia tigal di ramah orang badui itu selama tiga hari tiga
malam. Ternyata menurut pengamatannya, orang badui itu tidak banyak salat,
tidak banyak shaum, dan tidak banyak sedekah. Ini membuat sahabat sungguh
penasaran, mengapa Rasulullah berkata demikian. Maka ia bertanya kepada orang
badui itu, “Wahai saudaraku, cobalah beritaukan kepadaku tentang pekerjaan
Anda yang paling suci, karena aku mendengar berita gembira dari Rasulullah Saw
sampai tiga kali bahwa Anda tergolong calon penghuni surga?”
Orang badui itu mejawab dengan tawadhu’, “Aku seperti yang Anda lihat
selama tiga hari tiga malam. Tetapi aku senantiasa membersikan kalbuku dari
kecurangan dan kedengkian terhadap siapapun yang memperoleh karunia dari
Allah Ta’ala.”
Mendengar penuturan polos tersebut, sahabat berkata kepadanya, “Sungguh
beruntung, engkau telah berasil mencapainya.”

SIAPA BUTA DI DUNIA,


BUTA PULA DI AKHIRAT

Sesudah firman Allah Ta’ala yang terdapat dalam surat Al Isra ayat 72
diturunkan: Barang siapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan
lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)."”Abdullah bin Ummi
Maktum, seorang sahabat Ra yang tuna netra itu pergi menghadap Rasulullah
dengan wajah murung. Ia mengadukan perasaannya kepada Rasulullah, “Ya
Rasulullah, ayat itu sungguh membuat hatiku sedih. Aku sudah relah dengan
kebutaan di dunia ini, tetapi aku tidak sanggup dengan kebutaan di akhirat kelak.”
Sebelum Rasulullah menjawab pengaduan tersebut, Allah Ta’ala berkenan
menurunkan ayat lainnya yang menjelaskan maksud ayat 72 dari surat Al Isra itu.
Allah berfirman: “…Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta
ialah hati yang di dalam dada.”(Al Hajj 46)
Lalu Rasulullah berkata, “Ya Ummu Maktum, apakah kamu tidak ridha
kalau kamu orang pertama melihat Zat Allah di hari kiamat kelak?!”

SENANTIASA
TAKUTLAH KEPADA ALLAH

Pada suatu hari Abu Hurairah Ra pergi ke suatu kampung. Lalu ia melihat
seorang laki-laki sedang mencampur susu yang hendak dijualnya dengan air. Maka
Abu Hurairah menegurnya, “Wahai saudaraku seislam! Apa yang akan kau
perbuat bila pada hari kiamatkelak Allah menuntut kamu memurnikan susu itu
kembali dari airnya?”

EMPAT PERTANYAAN
DI HARI PENGHISABAN

Abdurrahman bin Auf Ra adalah seorang sahabat yang paling kaya.


Sesudah Nabi Saw menigal dunia, ada seorang sahabat lain yang berkata
kepadanya, “Ya Abdurrahman, kami khawatir ajalmu diundur oleh Allah sehingga
tidak cepat menyusul kepergian Rasulullah Saw.”
Abdurrahman bin Auf bertanya keheranan, “kenapa, ya sohibku?”
Orang itu berkata lagi, “Apakah kamu tidak pernah mendengar hadist
Rasulullah Saw yang menyatakan: Tidak akan beranjak kaki seorang hambah pada
hari kiamat sebelum ditanya tentang empat hal. Masa mudahnya, untuk apa ia
lakukan (aktivitas-aktivitas apa yang dilakukannya):usianya, untuk apa ia
gunakan: Ilmunya, untuk apa ia amalkan: dan hartanya, dari mana dia peroleh dan
untuk kepentingan apa dia nafkahkan.”
Selajutnya orang itu berkata, “Masa mudahnya ditanya sekali, usianya
ditanya sekali, ilmunya ditanya sekali, akan tetapi hartanya ditanya dua kali, dari
mana dia peroleh dan untuk apa dibelanjakan.”
Mendengar penuturan sahabatnya itu, Abdurrahman bin Auf menjawab
pasrah, “Apa salahku kalau aku membelanjakan 100 di pagi hari, lalu Allah
memberikan kepadaku 1000 di malam hari?”

SUCI HATI DAN KEMISKINAN

Pada suatu hari seorang lelaki datang kepada Nabi Saw membawa daging
matang seraya berkata, “Ya Rasulullah, terimalah ini untuk para fakir miskin yang
membutuhkannya.”
Pada waktu itu kebetulan para fakir miskin yang ada di masjid Nabawi
sudah makan malam. Nabi Saw bertanya kepada mereka, “Adakah di antara kalian
yang masih mau makan daging itu?” mereka menjawab serentak, “tidak, ya
Rasulullah. Bukankah kami sudah makan malam?”
Rasulullah Saw kemudian menyuruh abu Hurairah Ra mengantarkan
daging itu kepada Ummul yatama, seorang wanita yang ditinggal suaminya dan
mempunyai beberapa anak. Setiba di rumah ibu itu, Abu Hurairah mengetuk pintu
ruamahnya. Ibu itu bertanya, “Siapa diluar?” Abu Hurairah menjawab, “Saya, Abu
hurairah. Saya diutus oleh Rasulullah untuk mengantarkan daging matang
untukmu dan untuk anak-anakmu.”
Namun kemudian ibu itu berkata dengan ramah, “Sampaikan salamku
untuk Rasulullah Saw. Semoga beliau dan Anda mendapatkan balasan yang
setimpal atas kemurahan ini. Aku dan anak-anakku, Alhamdulillah sudah makan.
Mereka kini sudah tidur semua.”
Abu Hurairah masih mau memaksanya. Katanya, “terima saja, ya Ummul
Yatama, besok pagi kalau anak-anakmu bangun tidur berikanlah daging ini.”
Akan tetapi ibu itu menolak seraya berkata, “Wahai Abu Hurairah, siapa
yang menjamin bahwa kami akan hidup hingga esok pagi? Bawa saja daging itu
dan berikan kepada orang yang lebih fakir miskin.”

PEMBAGIAN YANG DIBERKATI

Seorang sahabat yang mulia, abu Qallabah Ra berkisah: ketika aku sedang
berjalan, tiba-tiba aku melihat awan berarak-arak di langit menuju suatu tempat.
Lalu aku seperti mendengar suara yang memerintahkan awan-awan itu: “Siramkan
airmu ke ladang si Fulan!” Aku begitu penasaran dengan peristiwa tersebut, maka
ikutilah terus kemana awan itu berarak. Setelah sampai di ladang si Fulan, awan-
awan itu menumpahkan air hujan seluruhnya ke ladang itu. Sesudah hujan lebat
usai, aku berusaha menemui pemilik ladang itu dan bertanya, “Wahai saudaraku,
apa yang telah anda lakukan selama ini hingga saudaraku, apa yang telah Anda
lakukan selama ini hingga ladang anda begini subur karena seringnya disirami air
hujan?”
Lelaki itu menjawab kepadaku dengan tawadhu, “Ya sahabat, yang
kulakukan selama ini hanyalah, bila aku diberi karunia oleh Allah Ta’ala, aku
selalu membagi hasil penennya menjadi tiga bagian. Satu bagian untuk para fakir
miskin, satu kupakai untuk membeli bibit untuk ditanam kembali.”

PAHLAWAN AQIDAH DAN JIHAD

Di jaman Khalifah Umar bin khatthab Ra, pasukan bersenjata kaum


muslimin dikirim untuk menggempur dan menghalau pasukan Romawi yang
mengancam keutuhan negara islam.
Ketika kedua pasukan itu sedang berkecemuk, Hercules, kepala Negara
Romawi, berhasil melawan hidup-hidup seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin
Hudzaifah Ra dan beberapa orang tentang muslim.
Kaisar romawi memerintahkan prajuritnya agar tawaran perang itu
diharapkan dan dipaksa masuk agamanya (Nasrani). Kaisar berusaha
membujuknya. Katanya, “Hai Abdullah! Kalau engkau masuk agama kami, maka
kau akan aku beri kekuasaan setengah dari kekaisaranku ini…!”
Namun Abdullah bin Hudzaifah Ra menjawab, “Hai Hercules! Meskipun
Anda menjanjikan dunia seluruhnya kepadaku, aku tetap tidak sudi menukar
dengan agama yang dibawa muhammad Saw!”
Hercules penasaran. Dia berkata lagi, “Hai Abdullah! Kalau engkau tidak
mau masuk agamaku (Nasrani), maka kami akan menyiksamu dengan siksaan
yang pedih!”
Ancaman itu dijawab Abdullah dengan berani, “Anda hanya bisa menyiksa
tubuh yang fana, sedang rohku, sudah kuserahkan kepada Allah Ta’ala.”
Karena tidak mempan juga dengan ancaman, maka Hercules
memerintahkan perajurinya agar Abdullah disalib. Kedua tangan dan kakinya
dibidik dengan anak-anak panah. Setiap kali terkena anak panah, tidak satu ucapan
rintihan pun yang keluar dari mulutnya, selain ucapan: “laa ilaaha illallah”.
Akhirnya Hercules memerintahkan agar Abdullah diturunkan dari tiang
gantungan. Tapi kemudian dia memerintahkan pasukannya untuk memasak air
sampai mendidih tersebut. Katanya, “hai Abdullah! Kalau engkau masih tidak mau
juga masuk Nasrani, kau harus masuk sendiri ke dalam qidir yang sedang
mendidih itu, atau yang akan memaksamu masuk!”
Abdullah bin hudzaifah Ra hanya diam saja dan menghampiri qidir itu.
setiba di dekatnya, ia menangis, melihat Abdullah menangis, Hercules amat
gembira. Dengan nada girang ia bertanya, “hai Abdullah, kenapa engkau
menangis?”
Abdullah bin Hudzaifah Ra menjawab, “Demi Allah, aku menangis bukan
karena takut. Aku tahu kalau tidak sekarang, besok pun aku akan mati dan kembali
kepada Allah Ta’ala. Aku hanya menyesal karena hanya memiliki satu nyawa saja
yang bisa dipersembahkan kepada Allah. aku ingin memiliki seratus nyawa yang
anda siksa di jalan Allah…”
Hercules amat kecewa mendengar jawaban Abdullah. Setelah dengan
ancaman dan siksaan tidak berhasil, maka ia menggunakan cara lain dengan
menyodorkan seorang wanita yang amat cantik kepada Abdullah, Hercules
memerintahkan pasukannya agar Abdullah bin Hudzaifah Ra dikurung dalam
sebuah kamar semalam suntuk bersama seorang wanita yang cantik jelita dan
pandai merayu.
Keesokan harinya Hercules bertanya kepada perempuan itu tentang apa
yang terjadi semalam. Perempuan itu menjawab, “saya mohon maaf baginda, saya
tidak mengerti kepada siapa baginda mengirim saya, apakah kepada seorang
manusia atau kepada batu. Setiap kali saya melangkah di hadapannya, setiap kali
itu pula ia mengucapkan: “Laa ilaaha illallah!”
Karena masih belum “mempan” juga upaya Hercules, maka dia
memasukkan Andullah ke dalam sebuah rel. di situ Abdullah bin Hudzaifah Ra
terkunci seorang diri. Dia tidak diberimakan dan minum selama tiga hari, selain
diberi daging babi dan minuman keras. Selama tiga hari itu dia diamati dari jauh
oleh Hercules. Ternyata ia sama sekali tidak menyentuh makanan dan minuman
yang diharamkan-Nya. Dia hanya shalat dan berdzikir menyebut asma Allah
ta’ala. Setelah tiga hari, Hercules bertanya kepadanya, “Karena engkau tidak mau
makan dan minum, padahal engkau dalam keadaan terpaksa?”
Abdullah bin Hadzaifah menjawab, “Aku khawatir musuh-musuh Allah
akan bersuka cita kalau melihat aku melanggar larangan agama Allah.”
Sesudah dayaupaya tidak berasil merubah sikap Abdullah, akhirnya
Hercules memanggil Abdullah Ra. dia berkata, “Hai Abdullah! Aku akan
membebaskanmu dengan syarat engkau mau mencium kepalaku.”
Abdullah bin Hudzaifah menjawab, “Aku bersedia kalau semua kawan-
kawanku dibebaskan juga!”
Akhirnya Hercules mengeluarkan surat pembebasan Abdullah bin
Hudzaifah Ra dan kawan-kawannya. Setelah dibebaskan Abdullah bersama
kawan-kawannya pulang kembali ke Madinah Al Munawarah dan menghadap
Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Ra. Abdullah Ra menceritakan semua
kisahnya dengan Hercules, juga dikisahkan tetang keadaan Romawi Timur yang
diketahuinya. Dia juga berkisah bahwa dia dibebaskan sesudah mau mencium
kepala Kaisar Hercules. Setelah mendengar kisah terakhir ini Khalifah Umar Ra
memerintahkan kaum muslimin yang hadir supaya mencium kepala Abdullah bin
hadzaifah Ra sebagai penghargaan atas kepahlawanan keteguan imannya!

KASIH SAYANG MUKMIN


TERHADAP BINATANG

Sesudah menaklukkan Tunisia, panglima tertinggi pasukan Islam di Afrika


Utara, Uqbah bin Nafi’ Ra memerintahkan kepada pasukan zininya untuk
membangun sebuah kota disana yang kemudian mereka namakan kota Kairum.
Setelah pasukan itu meninjau lokasi tempat yang dimaksud, mereka
melapor bahwa di tempat itu banyak ditumbuhi alang-alangyang tinggi lagi lebat,
juga dihuni oleh banyak binatang buas, antara lain singah, serigala dan ular.
Uqbah bin Nafi Ra pergi sendiri ke tempat itu. dia bediri di tepi padang
alang-alang seraya berkata, “Hai Jama’ah singah, serigala, ular dan semua hewan
yang ada di daerah ini! Kami adalah para sahabat Rasulullah Saw. kami akan
membangun sebuah kota di daerah ini. Kami berharap kalian segerah
meninggalkan daerah ini dengan aman dan damai. Kalau kalian tidak mau, jangan
kami dipermasalahkan bila kami bertindak dengan kekerasan.”
Para perajurit yang menyasikan peristiwa itu terheran-heran, mengapa
panglima mereka berbicara dengan binatang buas. Namun tidak lama kemudian,
binatang itu keluar dari persebunyiannya dan hijrah ke tempat lain. Dalam
kesempatan seperti itu beberapa orang parajurit mengusulkan kepada Ubah bin
Nafi’, “Wahai panglima, bagaimana kalau kami bunuh saja binatang-binatang
yang sedang pindah tempat itu?”
Uqbah bin Nafi’ amat marah mendengar usulan prajuritnya. Dia berkata,
“Bagaimana kalian ini…, kalau kita membunuh mereka berarti kita telah
melanggar janji kita kepada Allah Ta’ala Bukankah kita sudah memberikan
keamanan dan kedamaian kepada binatang-binatang itu? Kenapa kita melanggar
janji kita sendiri?”

NILAI
SEORANG WANITA MUSLIMAH

Pada jaman Khalifah Al Mu’ tashim, dalam suatu peperangan dengan


pasukan Romawi, seorang wanita Islam ditawan pasukan musuh. Wanita itu
berteriak-teriak, “Oh Islam! Oh umat Muhammad! Oh Mu’tashim!”
Medengar lapuran tentang jeritan wanita muslimah yang ditangkap dengan
paksa oleh pasukan musuh itu, Khalifah Al Mu’tashim menulis surat kepada
Kaisar Romawi. Bunyinya:
Amma ba’du.
Dari Abdullah Al Mu’tashim, Amirul Mukminin, kepada Kaisar Romawi,
Naqfur!
Setibah suratku ini aku mengharap Anda membebaskan wanita muslimah
yang ditangkap pasukan Anda. Kalau tidak, demi Yang mengirim Muhammad
dengan kebenaran, aku akan mempersiapkan untuk Anda suatu pasukan yang
ujungnya ada di negeri Anda, dan ujung satunya ada di negeriku ini!
Kaisar Romawi menggigil menerima surat ancaman Kalifah Al
Mus’tashim itu. dan dia segera membebaskan wanita muslimah tersebut.

MULIANYA KEBENARAN
DI TANGAN ORANG MULIA

Panglima tertinggi pasukan Islam, Syaifullah Khalid bin Walid Ra megirim


surat itu antara lain :
Sebaiknya anda ber-Islam jika menghendaki selamat. Kalau tidak, maka
saya akan datang membawa pasukan berani mati. Mereka mencintai
kematian seperti hal kalian mencintai kehidupan.
Sesudah surat diterima oleh kisra, ia mencoba bantuan kaisar Cina. Tetapi
Kaisar Cina menjawab, “Wahai Kisra! kami tidak sanggup melawan pasukan
mereka yang jika mereka menghendaki menumbangkan gunung, mereke sanggup
melakukanya!”

MANUSIA YANG PALING BESAR


GANJARANNYA
Pada suatu Rasulullah Saw bertanya kepada suatu jam’ah yang terdiri dari
para sahabatnya, “Wahai sahabatku, menurut kalian, siapa yang paling besar
keimanan dan ganjarannya?”
Para sahabat menjawab, “sudah para malaikat, ya Rasulullah.”
Tetapi Rasulullah menggeleng seraya berkata, “Bagaimana mereka tidak
akan beriman, sedang mereka ada di sisi Robbnya.”
Kemudian para sahabat menjawab lagi. “Para Nabi, ya Rasulullah.”
Nabi Saw kembali menggeleng seraya berkata, “Bagaimana mereka tidak
kan beriman, sedang mereka menerima wahyu.”
Untuk yang ketiga kalinya para sahabat menjawab, “kalau begitu, kami ini,
ya Rasulullah.”
Tetapi Rasulullah masih juga menggeleng. Akhirnya para sahabat
menyerah tidak bisa menjawab. Maka rasulullah bersabda: “Mereka itu adalah
suatu kaum yang hidup sesudahku. Mereka percaya dengan isi Al-Qur’an dan
mengamalkannya. Mereka adalah manusia yang paling besar keimanan dan
ganjarannya.”

BERBEKAL KESABARAN

Pada suatu hari Al Iman ibnu Abbas Ra sedang menunggu kuda. Tiba-tiba
ada seorang lelaki yang menghampirinya dan menyatakan duka cita kepadanya.
Orang itu berkata, “ Azzhamallah ajrak, ya Ibnu Abbas! Ayahmu telah meninggal
dunia!”
Mendengar berita tersebut, Ibnu Abbas Ra hanya terucap, “Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un. Wa laa haula walaa quwata illa billah.” Lalu ia turun dari
kudanya dan shalat dua raka’at. Seusai Ibnu Abbas shalat, orang itu bertanya
keheranan, “mengapa anda sambut dengan shalat setelah aku memberitahukan
kematian ayahmu, ya Abdallah?”
Ibnu Abbas Ra menjawab, “Apakah engaku tidak pernah mendengar firman
Allah Ta’ala yang memerintahkan: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar.” (Al Baqarah 153)

DOA SEBATANG POHON

Pada suatu malam seorang sahabat Rasulullah saw yang mulia, abu sa’id Al
Khudari Ra bermimpi dan mengisahkan mimpinya kepada Rasulullah Saw.
katanya, “Ya Rasulullah, aku melihat dalam mimpiku seolah-olah aku sedang
duduk-duduk dibawah pohon. Lalu aku dengar pohonan itu membaca surat Shad.
Sesudah selesai membaca ayat sajadah, iapun bersujud kepada Allah Ta’ala seraya
berdoa:
“Ya Allah, catatlah di sisi-Mu untukku ganjaran, dan gugurkanlah dengan
itu dosa-dosaku, dan jadikanlah ia sebagai tabunganku dan terimalah
amalku itu seperti Engkau menerimanya dari hamba-Mu daud.”

Sesudah Rasulullah Saw mendengarkan mimpi yang dilihat Abu Sa’id Al


Khudari Ra, beliau bertanya, “Apakah engkau juga bersujud, ya Aba Sa’id?” Abu
sa’id menjawab, “tidak, ya Rasulullah.” Rasulullah lalu berkata kepadanya,
“sesungguhnya engkau lebih layak bersujud daripada pohonan itu!”
Selanjudnya Abu Sa’id berkisah, “Pada suatu hari aku melihat rasulullah
saw bersujud sesudah membaca ayat sajadah, dan membaca doa seperti yang
dibaca pohonan dalam mimpiku itu!”

LIMA AYAT PILIHAN

Diriwayakkan oleh Ibnu Mas’ud Ra. Katanya, “Sesudah membaca kelima


ayat Al Qur’anul Karim rasanya dunia dan seisinya tidak ada artinya lagi bagiku.
Kelima ayat tersebut adalah:

1. “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-kesalahan (dosa-dosamu yang
kecil) dan kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (syurga).” (An Nisaa
31)
2. “Sesudahnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan
jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya allah akam melipat gandakan dan
memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (An Nisaa 40)
3. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisaa 48)
4. “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu,
lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk
mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha pemerima Taubat lagi maha
Penyayang.” (An Nisaa 64)
5. “Barangsiapa yang mengajarkan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya
untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan allah maha mengerti lagi Maha
Bijaksana.” (An nisaa 111)

PERANGAI SEORANG SAHABAT


Salah seorang sahabat Rasulullah Saw, Jarir Al Bajali Ra telah
mengirimkan budaknya untuk mencari kuda yang baik. kebetulan kuda yang
dikehendaki ada pada seorang pedagang. Budak itu bertanya kepada penjual kuda,
“Berapa harga kudamu itu?”
Penjual kudan menyebutkan keinginannya. Katanya, “aku mau menjual
kudaku sekian.”
“Baik,” kata budak itu. “Sekarang aku ajak engkau menemui majikanku
untuk mewujudkan jual-beli ini,” sambungnya kemudian.
Budak itu lalu menuntun kuda tersebut ke depan majikannya bertanya,
“Berapa engkau membeli kuda itu, ya ghulam?”
Budaknya berkata, “400 dirham, tuan!”
Mendengar harga yang disebutkan budaknya, Al Bajali Ra tidak segera
menyerahkan pembayarannya tetapi terlebih dahulu bertanya, “Berapa engkau
hendak menjual kudamu? Apakah engkau mau menjualnya 500 atau 600 dirham?”
Si penjual kuda diam mendengar pertanyaan itu. dia sungguh heran
mengapa kuda yang ditawarkannya sebesar 400 dirham malah ditawar lebih tinggi
oleh si pembeli yakni 500 atau 600 dirham. Tetapi Al Bajali terus menaikan harga
kuda itu. katanya, “kalau begitu, apakah engkau mau menjualnya 700 atau 800
dirham?
Kenaikan harga yang ditawar si pembeli membuat si penjual bertanya
heran, “Sungguh, saya tidak pernah melihat orang lain yang menaikkan harga kuda
saya selain dari tuan…”
Al Bajali Ra segera menjawab, “Wahai penjual, aku sudah berjanji kepada
Rasulullah Saw untuk bersikap jujur dan polos terhadap semua orang muslim.
Kudamu itu harganya sekitar 800 dirham. Kalau aku membelinya kurang dari
harga yang sebenarnya maka aku telah mengkhianati janjiku kepada Rasulullah
Saw.”

SALAH SATU DOA


YANG MUSTAJAB

Dibawahkan oleh Anas malik Ra. katanya, “Ada seorang sahabat


Rasulullah bernama Abu ma’laq. Dia seorang saudagar yang menjual barangnya
dan juga menjual barang orang lain. Orang itu sangat taat dan taqwa kepada Allah.
Pada suatu hari ia dihadang oleh seorang penyamun berdarah dingin.
Penyamun itu menghadirkannya, “Tinggalkan barang bawahanmu itu! aku akan
membunuhmu!”
Abu Ma’laq berkata kepada penyamun itu, “Ambilah semua hartaku itu.”
Tetapi sipenyulam itu berkata, “Aku tidak butah hartamu! Aku butuh nyawamu!”
Sebelum dibunuh, Abu ma’laq memohon kepada si penyamun, “kalau
begitu, ijinkanlah aku shalat terlebih dahulu.”
Penyamun mengijinkannya melakukan shalat. Maka Abu Ma’laq pergi
berwudhu dan shalat. Setelah shalat dia berkata:

“Ya Allah, Al Wadud! Wahai yang memiliki ‘Arsy yang tinggi, wahai zat
yang Mahakuasa melakukan apa saja. Aku memohon atas nama kemuliaan-
Mu yang tiada terjangkau, dan kerajaan-Mu yang tiada teraniaya. Dan
dengan nur cahayah wajah-Mu yang meliputi seluruh penjuru kerajaan-Mu,
selamatkanlah aku dari kejahatan si penyamun ini. Wahai Allah yang Maha
Penolong, tolonglah aku diselamatkan!”

Abu Ma’laq mengucapkan doa itu sampai tiga kali. Tiba-tiba dalam sekejab
ia melihat ada seorang penunggang kuda yang melemparkan tombak ke arah si
penyamun sehingga tewas seketika. Kemudian penunggang kuda itu pergi
menghampiri Abu Ma’laq.
Abu ma’laq bertanya kepadanya, “Siapakah tuan yang telah menolongku
ini?”
Dia menjawab, “Aku malaikat dari penghuni langit keempat. Ketika engkau
berdoa, aku mendengar pintu-pintu langit terketuk. Kemudian engkau berdoa lagi,
aku mendengar suara ketukan itu semakin keras, dan kala yang ketiga kalinya
engkau berdoa, ada yang memberitaukan kepadaku bahwa ini tentu doa orang
yang sedang ditimpa petaka. Maka aku memohon kepada Allah Ta’ala supaya Dia
menyerahkan tugas itu ke tanganku. Lalu Allah berfieman: “sampaikanlah berita
gembira ini dan ketahuilah, siapa yang berwudhu’ dan shalat empat rakaat,
kemudian berdoa dengan doa itu, maka akan disambutnya, baik bagi yang sedang
ditimpa duka derita maupun tidak.”

ULAMA WANITA

Salah seorang sahabat wanita Rasulullah Saw, Ummud Darda’Ra sering


mengajarkan ilmu agama di Masjid Al Amawi di Damaskus.
Ketika Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan Ra mendengar berita
ini, timbul hasratnya untuk menambah ilmu darinya. Maka ia berkata, “Aku akan
pergi ke Masjid untuk belajar dari Ummud Darda’.” Lalu beliau pergi menyamar
dan duduk di balik Dia mendengarkan pelajaran-pelajaran tersebut dengan tekun,
baik di bidang tafsir, fiqih, hadits dan lain-lain.

KETAQWAAN
RABI’AH AL ADAWIYAH
(TOKOH WANITA SUFI)
Pada suatu hari, ketika Rabi’ah masih berusi enam tahun, ia diberi makanan
oleh ayahnya. Namun ia tidak mau memakan makanan yang disuguhkan ayahnya
itu. ayahnya tentu saja kurang senang dan menegur perbuatannya, “Ya Rabi’ah,
mengapa kamu tidak mau makan?”Rabi’ah menjawab, “Ya Ayah, aku tidak
maumakan sebelum aku mengetahuinya apakah ia dari barang/sumber yang halal
atau haram.”
Ayahnya berkata mengguruinya, “Kalau makanan itu haram dan tidak ada
lagi yang bisa dimakan, apakah itu tidak dibenarkan?”
Putrinya menjawab tegas, “Wahai ayah, aku tetab akan bersabar
menghadapi lapar di dunia dari pada aku harus bersabar menghadapi siksa api
neraka di hari kiamat kelak.”

JAWABAN BERHIKMAH

Pada suatu hari ada seorang bertanya kepada Rabi’ah Al Adawiyah,


“Mengapa engkau tidak meminta dicarikan pembantu untuk meringankan
bebanmu di rumah?”
Rabi’ah menjawab, “Demi Allah, aku malu minta dunia kepada yang punya
dunia, apalagi disuruh meminta dunia kepada yang tidak memilikinya!”
Pada satu ketika Abu Amer bin EI ‘Ala ditanya oleh seseorang, “Apakah
seorang tua masih pantas belajar (memperdalamilmu)?”
Abu Amer bin EI ‘Ala menjawab, “Kalau ia masih bernafsu (berkeinginan)
hidup, sebaiknya ia belajar terus!”
Usman bin Affan perna pula bertanya kepada Amir bin Qais Al Anbari,
“Ya Amir, dimana Robbimu?”
Amir menjawab, “Dia bil mirshad (Dia selalu mengamati makhluk-Nya)!”

KEIKHLASAN

Di jama’ah Khalifah Umar bin Abdul Aziz Ra konon serigala mengawal


gembala kambing. Kejadian ini benar-benar membuat penggembala kambing
Umar bin Abdul Aziz heran dan seakan tak percaya karena sebagaimana kita
ketahui, serigala adalah pemangsa kambing.
Para penggembala itu bertanya, “Ya Amirul Mukminin, kami seakan tak
percaya melihat ada serigala menawal sekawanan kambing!”
Maka Umar bin Abdul Aziz RA berkata kepada mereka, “Aku ikhlaskan
hubunganku dengan Robbku, lalu Allah mengikhlaskan hubungan antara serigala
dengan kambing.”

AMANAT DAN JABATAN


Pada suatu hari bibi Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz Ra pergi
kerumahnya dengan maksud hendak meminta tambahan dan baitulmal. Ketika dia
masuk, dia melihat keponakannya yang amirul Mukmini itu sedang memakan
kacang adas dan bawang (makanan rakyat biasa).
Melihat bibinya datang Umar bin Abdul Aziz menghentikan makannya. Dia
sudah mengetahui maksud kedatangan bibinya.
Umar bin Abdul Aziz kemudian mengambil sedirham uang perak, lali
dibakarnya di atas api. Sesudah cukup panas, ia bungkus uang perak itu dengan
kain dan diberikan ke tangan bibinya. Katanya, “Inilah tambahan yang bibi
mintakan itu!”
Karuan saja, begitu tangan wanita itu mengenggam bungkusan tersebut ia
menjerit kepanasan. Lalu Umar berkata menjelaskan, “Kalau api dunia terasa
begitu panas, bagaimana dengan api kaherat kelak yang akan membakar aku dan
bibi karena menyelewengkan harta kaum muslimin.”

MAKANAN DI RUMAH KHALIFAH

Sesudah shalat Isya biasanya Amirul Mukminin Umar bin abdul Aziz Ra
pergi menemui puteri-puterinya dan mengucapkan salam kepada mereka.
Pada suatu malam, mereka merasa ayahnya tengah memasuki ruangan
mereka. Lalu mereka berpura-pura memasukkan tangan mereka ke dalam
mulutnya, dan kemudian cepat-cepat pergi.
Umar bin Abdul Aziz Ra agak heran melihat sikap puteri-puterinya yang
tidak biasanya begitu. Maka ia bertanya kepada pembantunya, “Kenapa mereka
meninggalkan tempatnya?” Pembantunya menjawab, “Karena mereka tidak
mempunyai makanan selain dari kacang adas dan bawang, dan mereka tidak ingin
baginda mengetahui hal ini.
Mendengar penuturan tentang puteri-puterinya itu Umar bin Abdul Aziz
menangis. Lalu ia berkata menjelaskan kepada puteri-puterinya, “Wahai puteri-
puteriku tersayang, apalah artinya kalian makan bermacam-macam makanan yang
lezat dan gurih kalau nantinya bisa menghantarkan ayah kalian ke dalam lembah
api neraka.”
Mendengar penuturan ayahnya itu mereka pun ikut menangis terharu dan
menyadari beratnya tanggung jawab ayahnya sebagaimana kepala negara Islam.

ISTANA KHALIFAH

Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan dibesarkan dalam sekolah Islam
dan terdidik ilmu Al Qur’an. Ayahnya adalah seorang khalifah, Abdul Malik bin
Marwan, dan suaminya juga seorang khalifah, yakni Umar bin Abdul Aziz.
Keempat saudaranya pun semua khalifah, yaitu Al Walid, Sulaiman, Al Yazid,
dan Hisyam.
Ketika Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar
masih layaknya orang kebanyakan, bukan sebagai calon pemangku jabatan
khalifah.
Sebagai puteri dari saudari para khalifah, perkawinan Fatimah dirayakan
dengan resmi dan besar-besaran, dan ditata dengan perhiasan emas mutu-manikam
yang tiada ternilai indah dan harganya. Namun sesudah perkawinannya usai,
sesudah Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin,
Umar langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, Isteri tercintanya. Umar
berkata kepadanya, “Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu diantara
dua.”
Fatimah bertanya kepada suaminya, “Memilih apa, kakanda?”
Umar bin Abdul Aziz menerangkan, “Memilih antara perhiasan emas
berlian yang kau pakai dengan Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu.”
“Demi Allah,” kata Fatimah, “Aku tidak memilih pendamping lebih mulia
daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh perhiasanku.’
Kemudian Khalifah Umar bin Aabdul Aziz menerima semua perhiasan itu
dan menyerahkannya ke Baitulmal, kas negara kaum muslimin. Sementara Umar
bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan
garam sedikit.
Pada suatu hari raya puteri-puterinya datang kepadanya, “Ya Ayah, besok
hari raya. Kami tidak punya baju baru…”
Mendengar keluhan puteri-puterinya itu, khalifah Umar berkata kepada
mereka, “Wahai puteri-puteriku sayang, hari raya itu bukan bagi orang yang
berbaju baru, akan tetapi bagi yang takut kepada hari ancaman Allah.”
Mengetahui hal tersebut, pengelolah baitulmal berusaha menengahi, “Ya
Amirul Mukminin, kiranya tidak akan menimbulkan masalah kalau untuk baginda
diberikan gaji di muka setiap bulan.”
Umar bin Abdul Aziz sangat marah mendengar perkataan pengurus
baitulmal. Ia berkata, “Celaka engkau! Apakah kau tahu ilmu gaib bahwa aku akan
hidup hingga esok hari?!”
Ketika ajalnya tiba, beliau meninggalkan 15 orang anak lelaki dan
perempuan. Banyak keluarganya yang datang menanyakan, apa yang ditinggalkan
beliau untuk anak-anaknya. Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Aku tinggalkan
untuk mereka ketaqwaan kepada Allah. kalau mereka tergolong orang-orang yang
shaleh, maka Allah telah menjamin akan mengayomi mereka. Tetapi kalau mereka
tergolong orang-orang yang tidak shaleh, aku tidak akan meninggalkan apapun
yang bisa mereka gunakan untuk bermaksiat kepada Allah.”
Kemudian Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada karib kerabat dan
isterinya, fatimah agar meninggalkannya seorang diri. Ucapannya, “Ya Fatimah,
isteriku sayang…keluarlah dan tinggalkan aku sendiri menyambut kedatangan
makhluk asing yang sedang memasuki kamarku ini. Mereka bertubuh nurani,
beraneka ragam sayapnya, ada yang bersayap dua, tiga dan empat. Tinggalkanlah
aku sendirian, wahai sayangku. Rohku sudah siap menyertai para pengawal itu
menjadi tamu agung Allah Ar Rahman.”
Menjelang rohnya meninggalkan jasadnya, beliau mengulang-ulang firman
Allah Ta’ala:

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Demikianlah Umar bin Abdul Aziz, khalifah Ar Rasyidah yang kelima


meninggalkan dunia yang fana ini. Dia digantikan oleh iparnya, Yazid bin Abdul
Malik.
Pada suatu hari yazid memanggil saudarinya, Fatimah seraya berkata,
“Fatimah, aku tahu suamimu, Umar bin Abdul Aziz telah merampas semua
perhiasanmu dan memasukkannya ke Baitulmal, kalau engkau mau, maka
kukembalikan lagi perhiasan itu kepadamu.”
Namun dengan tegas Fatimah menjawab, “Ya Yazid! Apakah kau hendak
memaksa aku mengambil apa yang oleh Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz
telah diberikan kepada Baitulmal?! Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, aku
tidak akan mentaatinya pada waktu hidup dan menggusarkannya sesudah beliau
meninggal dunia walaupun hanya sedikit!”
Kekuasaan Khilafah Umar bin Abdul Aziz hanya berusia tiga puluh bulan,
tetapi kekuasaannya yang singkat itu bagi Allah Ta’ala bernilai lebih dari tiga
puluh abad. Beliau meninggalkan dunia fana ini dalam usia muda, yakni usia
empat puluh tahun.
Pada jaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz Radhiallahu ‘anhu,
pasukan kaum muslimin sudah mencapai pintu kota Paris di sebelah barat dan
negeri Cina di sebelah timur. Pada waktu itu kekuasaan pemerintahan di Potugal
dan Spanyol berada di bawah kekuasannya. subhanallah!

NASIHAT
UNTUK SEMUA PENGUASA

Pada hari diselenggarakan bai’at Khalifah Al Manshur di jaman Abbasiyah,


semua rakyatnya merasa gembira dengan naiknya seorang wajah baru dalam
pemerintahan Islam. Pada hari itu telah datang ke tempat tersebut seorang ahli
fiqih yang terkenal jika berbicara tegas dan berani, yaitu Muqatil.
Al Manshur mengamati Muqatil dengan seksama. Lalu dia berkata, “Demi
Allah, dimana ada Muqatil, disitu akan timbul kekeruhan.”
Sesudah Muqatil duduk di tempatnya, Al Manshur berkata kepadanya, “Ya
Muqatil, tolong nasihati aku.”
Muqatil menjawab, “Baiklah ya Amirul Mukminin. Nasihati apa yang Anda
minta, nasihati dengan apa yang kulihat atau dengan yang kudengar?”
“Nasihati aku dengan apa yang kau lihat, ya Muqatil,” kata Al Manshur.
Muqatil mulai berkisah:

“Pada waktu khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggalkan dunia, beliau
meninggalkan 11 anak lelaki, dan mewariskan 18 dinar. Dinar itu digunakan untuk
membeli kafan (4 dinar), untuk membeli kuburan (5 dinar), dan sisanya baru
dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.
Pada suatu ketika Umar bin Abdul Aziz pernah ditanya orang tentang anak-
anaknya. Beliau menjawab, “Anak-anakku itu salah satu dari dua. Bisa seorang
taqwa yang senantiasa mendapat pengayoman Allah dan memberinya jalan keluar,
atau bisa juga sebagai para pembangkang yang membuat aku enggan
meninggalkan sesuatu yang bisa digunakannya untuk lebih mudah dan lebih berani
membangkang kepada Allah.
Pada suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz ingin memberikan
wakaf lahan untuk kaum muslimin. Ketika salah seorang puteranya mendengar
berita ini, dia langsung menghadap ayahnya.
Pada waktu itu Umar bin Abdul Aziz sedang istirahat. Karena itulah
ajudannya tidak mengijinkan siapun menemui dan mengganggu beliau. Katanya,
“Apakah Anda tidak tahu kalau khalifah sedang istirahat di siang hari seterik
ini?!”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mendengar pembicaraan antara puteranya
dengan ajudannya itu, maka beliau segera mengijinkan anaknya masuk. Setelah
bertatapan muka, anaknya berkata kepadanya, “Ya Ayah, aku medengar ayah akan
mewakafkan lahan ayah untuk kaum muslimin.”
Khalifah Umar menjawab, Ya benar! InsyaAllah besok akan kuwakafkan
tanah itu.”
Akan tetapi puteranya segera berkata, “Ayah! Apakah ayah yakin ayah
masih hidup hingga besok pagi?! Apakah tidak lebih baik kalau niat baik itu
dilaksanakan hari ini juga?!”
Demikianlah rasa taqwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah diwariskan
kepada puteranya ketika masih semasa hidupnya.
Pada suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan
putera-puterinya. Dia berkata, “Wahai putera-puteriku sayang, aku ingin
meninggalkan warisan yang banyak kepada kalian supaya kalian hidup
berkecukupan dan bergelimang dalam kenikmatan. Akan tetapi aku yakin, kalian
tidak akan ridha bergelimang dalam kenikmatan, sedang ayah kalian
dipertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah kelak atas semua yang
ditinggalkan untuk anak-anaknya…”
Demikian kisah Khalifah Amirul Mukminin, Umar bin Abdul Aziz. Beliau
tidak mengamankan putera-puterinya dengan harta, pangkat, rumah dan lahan
pertanian, tetapi mengamankan dengan memakmurkan kalbu mereka dengan
taqwa kepada Allah Ta’ala.

GUNUNG KESABARAN

Urwah bin Az Zubair Ra, seorang tabi’I putera Asma binti Abi Bakar
Assidiq Ra. dia menderita penyakit kangker pada tulang betisnya. Para tabib
menasihatinya supaya kaki tersebut dipotong saja hingga lutut.
Urwah menerimah takdir Allah Ta’ala dan menyetujui nasihat tabib untuk
diamputasi. Sebelum oprasi dimulai, para tabib memerintahkannya supaya
menggunakan madat (untuk obat bius) agar tidak terasa sakit benar. Akan tetapi
Urwah tidak mau dan berkeras hati. Katanya, “Na’udzu billah! Tidak mungkin aku
menggunakan madat untuk menghilangkan pikiranku memikirkan keagungan
Allah Ta’ala.”
Para tabib memperotes ketidakmauannya itu, “Lalu bagaimana kami dapat
melakukan operasi anpa menggunakan madat?”
Urwah memberikan jalan kepada mereka. Katanya, “Kalau aku dalam
shalat, kalau sudah bertakbiratul ihram, kalau aku sedang duduk membaca
syahadat, mulailah kalian mengamputasi kakiku. Aku pada waktu itu, InsyaAllah,
tidak akan memikirkan dunia, tetapi akan melayangkan sukmaku ke hadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala.”
Maka akhirnya pekerjaan amputasi itu berasil dengan baik, meskipun
Urwah merasa lemas tidak bertenaga karena banyak mengeluarkan darah. Pada
saat itu Urwah memanggil putera sulungnya. Namun aneh, tidak ada jawaban atas
panggilan tersebut. Ini tidak seperti biasanya. Karena itu Urwah mengeluh,
“Innalillah, belum pernah aku memanggilnya lalu dia tidak segera datang. Ada apa
gerangan dengan puteraku itu?”
Ternyata putera Urwah meninggal dinia, jatuh dari atap rumahnya.
Banyak orang berdatangan menyatakan duka citanya kepada Urwah. Kata
mereka, “Azhamallah ajrak atas kematian puteramu, ya Urwah!”
Urwah memegang kakinya yang dipotong itu seraya berkata, “Ya Robbi,
Engkau telah memberikan dua kaki kepadaku. Engkau telah mengambil kembali
yang sebuah dan membiarkan padaku yang sebuah lainnya. Aku panjatkan tahmid
kepada-Mu atas apa yang telah Engkau ambil kembali, dan aku panjatkan syukur
kepada-Mu atas apa yang Engkau biarkan padaku. Engkau telah memberikan
kepadaku dua orang putera. Eangkau telah mengambil kembali yang sulung dan
membiarkan yang bungsu padaku. Aku memanjatkan tahmid kepada-Mu atas yang
telah Engkau ambil kembali, dan syukur atas apa yang Engkau tinggalkan.”
Kemudian Urwah memegang dan membalut kakinya yang dipotong itu
seraya berkata, “Alhamdulillah, aku tidak pernah membawahmu ke tempat-tempat
yang tidak diridhai Allah Ta’ala.”

ADA TIGA KESABARAN


Seorang yang shaleh berkata, “Kesabaran itu ada tiga macam. Kesabaran
yang bernilai 300 derajat, kesabaran yang bernilai 600 derajat, dan yang bernilai
900 derajat.
Kesabaran yang bernilai 300 derajat ialah kesabaran dalam menunaikan taat
kepada Allah Ta’ala. Kesabaran yang bernilai 600 derajat ialah kesabaran untuk
tidak melakukan maksiat kepada Allah Ta’ala, dan kesabaran yang bernilai 900
derajat ialah kesabaran dalam menghadapi pukulan yang pertama!

CELAKA KAU,
HAI ANAK-ANAK ADAM

Diriwayatkan oleh Hasan Al Bashri Ra. katanya, “anak-anak Adam bersuka


ria, padahal mereka tidak tahu, mungkin Allah Ta’ala akan menyatakan kepada
kita kelak, “Amal perbuatanmu tidak Aku terima!” Wahai anak-anak Adam,
apakah kamu mampu memerangi Allah? Sesungguhnya orang-orang yang
memerangi Allah!”
Alhamdulillah, aku (Hasan Al Bashri) masih bisa menjumpai 70 orang
veteran Perang Badar. Sebagian besar pakaiannya daribulu (wool). Kalau
sekiranya kamu melihat mereka tentu kamu akan mengatakan mereka orang gila.
Tapi sebaliknya, kalau mereka melihat orang-orang yang terbaik di antara kamu,
mereka tentu akan mengatakan, “Mereka adalah orang-orang yang tidak
berkualitas”, dan kalau mereka melihat orang-orang yang buruk di antara kamu,
tentu mereka akan mengatakan, “Mereka adalah orang-orang yang tidak beriman
dengan hari perhitungan (hari kiamat).”
Alhamdulillah, aku masih sempat melihat orang-orang yang memandang
dunia lebih “sepele” (tidak ada apa-apanya) dibanding tanahyang ada di bawah
telapak kakinya.
Alhamdulillah, aku juga masih sempat dapat melihat orang-orang yang di
rumahnya tidak ada makanan lebih dari sesuap untuk pagi dan petang (tidak
banyak), tapi mereka masih sempat berucap, “Makanan ini tidak akan aku
masukkan ke dalam perutku semua. Aku akan siapkan untuk Allah Ta’ala. “Ia
menyisihkan sebagiannya untuk disedekahkan,m meskipun ia wajib menerima
sedekah orang.

SINAR KETAQWAAN
SEORANG ULAMA

Pada suatu hari Hasan Al Bashri Ra ditanya, “Hari apa menurutmu yang
patut dikatakan hari raya itu, ya Abal Hasan?
Hasan Al Bashri menjawab, “Setiap hari pada hari itu aku tidak melakukan
maksiat kepada Allah Ta’ala.”
Mereka bertanya lagi, “Apa rahasia zuhudmu dalam dunia ini, ya Abal
Hasan?”
Hasan Al Bashri menjawab, “Aku tahu rezekiku tidak akan diambil oleh
orang lain, karena itulah kalbuku selalu tenang. Aku tahu amal perbuatanku tidak
akan dapat ditunaikan oleh orang lain, karena itulah aku sibuk mengerjakannya.
Aku tahu Allah Ta’ala selalu mengamatiku, karena itulah aku merasa malu bila
Dia melihatku sedang dalam maksiat. Dan aku tahu kematian itu sudah
menungguku, karena itulah aku selalu menambah bekal untuk hari pertemuanku
dengan Allah Azza wa Jalla.

KEISTIMEWAAN ISTIGHFAR

Ketika Imam Hasan Al Bashri Ra sedang duduk-duduk di dalammasjid


bersama para sahabatnya. Tiba-tiba ada seorang yang datang menghampirinya dan
berkata dengan nada mengeluh, “Ya Taqiyuddin, hujan belum juga turun.”
Mendengar perkataan tersebut Hasan Al Bashri menasihati, “Perbanyaklah
istighfar kepada Allah.”
Tak lama kemudian datang lagi seorang lainnya yang juga mengadukan
keluh kesahnya, “Ya Taqiyuddin, aku menderita kemiskinan yang parah.”
Maka Imam Hasan Aal bashri berkata, “Perbanyaklah istighfar kepada
Allah!”
Seorang lainnya juga datang mengeluhkan keadaan dirinya, “Ya
Taqiyuddin, isteriku mandul, tidak bisa melahirkan anak!”
“Perbanyaklah istighfar kepada Allah Ta’ala,” kata Hasan Al Bashri masih
dengan jawaban yang sama.
Tak lama kemudian tiba-tiba ada seorang lagi yang datang, “Ya
Taqiyuddin, bumi sudah tidak memberikan hasil bumi dengan baik.”
Maka sekali lagi Hasan Al Bashri berkata, “Perbanyaklah istighfar kepada
Allah Ta’ala.”
Beberapa teman yan sedang berkumpul bersamanya di tempat itu terheran-
heran dengan jawabannya. Mereka bertanya, “Kenapa setiap ada orang yang
mengeluhkan hal-ihwalnya kepadamu, selalu Anda perintahkan kepadanya untuk
memperbanyak istighfarnya kepada Allah?” Maka Imam hasan Al Bashri
menjawab, “Apakah Anda tidak membaca firman Allah Ta’ala yang bunyinya:

“Maka aku katakan kepada mereka, ?Mohonlah ampun (istinghfar) kepada


Robbmu. Sesungguhnya Dia adalah maha Pengampun. Niscaya Dia akan
mengirimkannya hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh 10-12)

PAHLAWAN MIMBAR
Pada suatu hari ketika Imam Hasan Al Bashri Ra sedang duduk di
rumahnya yang sederhana, beliau didatangi oleh seorang delegasi budak-budak
dari negeri Al Bashrah. Delegasi itu berkata kepadanya, “Ya Taqiyuddin, majikan
kami memperlakukan kami dengan buruk dan tidak berperikemanusiaan. Kami
berharap pada khotbah Jum’at yang akan datang tuan bisa membicarakan tentang
kasus kami supaya para pemilik budak melepaskan budak-budaknya dan tidak
memperlukan mereka dengan kejam.”
Imam hasan Al Bashri mendengarkan permohonan delegasi itu dengan baik
tanpa berkomentar apa-apa.
Silih berganti Jum’at berlalu, tetapi sang Imam tidak pernah membicarakan
tentang budak di khutbah Jum’atnya. Barulah pada suatu hari Jum’at beliau
berkhutbah tentang keutamaan membebaskan budak dalam Islam dan besarnya
dosa berbuat kejam serta tidak berperikemanusiaan terhadap budak.
Sesuai dengan pidato Jum’at ini banyak kaum muslimin yang
membebaskan budaknya karena Allah Ta’ala, dan delegasi Al Bashrah juga datang
kembali ke rumah sang Imam. Tetapi kedatangannya ini bukan untuk
mengucapkan terima kasih. mereka berkata, “Wahai Imam Hasan, kami datang
kepada tuan bukan untuk berterima kasi, tetapi untuk mengeritik tuan!”
Imam Hasan Al Basahri terkejut mendengar perkataan yang cukup pedas
dari delekasi itu. “Mengapa begitu?” Tanya Imam Hasan kepada mereka.
Mereka menjawab, “Seemula kami datang dan mengadukan hal-ihwal kami
kesini dengan harapan supaya tuan cepat-cepat menyampaikan pidato Jum’at itu
karena kami dan rekan-rekan kami butuh penyelesaian yang segerah.”
Imam Hasan Al basahri tidak menjawab gugatan mereka, tapi beliau balik
bertanya, “Tahukah kamu, mengapa aku menunda khutbah Jum’atku itu?”
Mereka menjawab,”Allahu ‘alam!”
Imam Hasan kemudian menerangkan, “Aku menunda bicaraku tentang
pembebasan budak karena aku belum mempunyai uang untuk membeli budak.
Setelah Allah Ta’ala mengaruniai aku uang untuk membeli budak, kemudian
kubebaskan dia sesuai dengan tema pembicaraanku dalam khutbah Jum’at itu,
barulah aku memerintah orang lain untuk membebaskan para budak. Kaum
muslimin akan menyabut seruan Allah Rabbul ‘alamin bila mereka melihat bicara
dan perbuatanku sejalan!”

KARENA TAKUT
KEPADA ALLAH TA’ALA
DI MASJID NABAWI

Pada waktu ulama yang mulia Sad bin Al Musayib Ra sedang mengajar di
Masjid Nabawi di Madinah, Amirul Mukminin Al Walid bin Abdul Malik,
Khalifah Bani Umayyah masuk kedalam masjid itu bersama dengan
rombongannya dan dengan disertai Amir Madinah pada waktu itu, Umar bin
Abdul Aziz Ra. Khalifah Bani Umayyah itu menyapa Syeikh Said, “Assalamu
alaika, ya Said!”
Said bin Al Musayib menjawab salam itu dengan perlahan sekali sehinggah
hampir tidak terdengar.
Umar bin Abdul Aziz Ra khawatir Khalifah jadi gusar dan bertindak keras
kepada Said bin Al Musayib. Maka kata Umar bin Abdul Aziz kepada Khalifah,
“Ucapkan sekali lagi dengan suara yang keras.” Maka Khalifah pun mengucapkan
salamsekali lagi. Tatapi Said bin Musyib tetap saja menjawabnya dengan tenang
dan perlahan.
Umar bin Abdul Aziz kembali memberikan alasannya. Katanya, “Mungkin
penglihatannya sudah kabur.”
Khalifah Al Walid pun maju ke depan dan mengulurkan tangan kepada
Said seraya mengulangi salamnya. Tetapi Said bin Al Musayyib menjawab salam
itu dengan suara lemah dan hampir tidak terdengar.
Akhirnya Al Walid bangkit dari tempat duduknya seraya berkata kepada
Umar bin Abdul Aziz. Katanya, “Ya Umar, sebenarnya Said bin Al Masayyib
tidak lemah pendengaran atau penglihatan, tetapi ia seorang yang takut kepada
Allah. maka Allah membuat semua makhluk-Nya takut kepadanya…!”

KEUTAMAAN SHALAT
BERJAMA’AH

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Al Qowariri Ra. katanya,”Aku


belum perna tidak shalat Iaya berjama’ah, walaupun banyak sekali. tetapi pada
suatu hari di rumahku ada tamu sehingga aku menjadi terlambat shalat Iaya
berjama’ah.
Setelah tamuku pulang aku pergi ke beberapa masjid lainnya di kota
Bashrah. Ternyata semua orang sudah shalat dan semua pintu masjid sudah
ditutup. Akhirnya aku kembali ke rumah dengan perasaan amat sedih. Aku ingat
sebuah hadits syarif yang mengatakan bahwa shalat jama’ah lebih utama dari
shalat sedirian, dan ganjaran 27 kali lipat.
Karena semua orang sudah shalat Isya berjama’ah maka aku pun pulang
dan shalat Isya di rumah sebanyak 27 kali. Akhirnya aku tertidur dengan amat
nyenyak. Dalam tidurku aku bermimpi sedang berlomba menugang kuda dengan
suatu kaum. Aku pacu kudaku mengejar kuda mereka. Akan tetapi kudaku
tertinggal dari mereka. Lalu salah seorang dari mereka menoleh ke belakang
seraya berkata kepadaku, “Jangan kau paksa kudamu. Kau tidak akan dapat
mengejar kami!” Aku lalu bertanya kepadanya, “Mengapa hal itu bisa terjadi?”
Dia menjawab, “Karena kami telah shalat berjama’ah sedang engkau shalat
sendiri…”
Aku lalu terbangun, dan perihal mimpi itu membuat aku sangat sedih dan
menyesal.
BERSAMA PARA ZAHID

Seorang zahid terkenal, Malik bin Dinar Ra sedang berjalan di salah sebuah
jalan di kota Al Bashrah. Lalu dia melihat seorang lelaki mabuk sedang terlentang
di jalanan dengan mengucapkan:”Allah…Allah…”
Mendengar ucapan yang keluar dari seorang yang sedang mabuk itu, Al
Imam Malik berpikir, betapa tidak pantasnya asma yang mulia itu keluar dari
kedua bibir yang kotor. Maka beliau pergi mengambil air bersih dan mencuci
kedua bibir orang yang mabuk itu. kemudian beliau berdoa kepada Allah semoga
pemabuk itu diberi hidayah.
Setelah itu Al Imam Malik pulang ke rumahnya dan tidur dengan nyenyak.
Tiba-tiba ia bermimpi dan mendengar suara orang memanggilnya, “Ya Malik!
Engkau telah membersikan mulut orang itu karena Kami (Allah), maka Kami pun
telah membersikan kalbunya karena kamu…”
Imam Malik terbangun dari tidurnya setelah mengalami mimpi tersebut.
Kemudian ia pergi ke masjid untuk menantikan shalat Subuh. Ternyata di sana ia
melihat seorang lelaki yang sedang menangis tersendu-sendu dan merintih
memohon dosanya diampuni. Orang itu memohon: “Ya Allah, aku telah berdiri di
hadapan-Mu di rumah-Mu memohon ampunan atas dosa-dosaku. Kiranya Engkau
menerima penyesalanku, ya Allah, ya Rabbul “alamin. Kini ya Allah, apakah aku
mengucapkan selamat kepada diriku atas ampunan yang Engkau berikan
kepadaku, atau aku mengucapkan duka cita dengan penolakan tobatku itu…”
Setelah Al Imam Malik bin Dinar Ra mendengar rintihan dan tangis orang
itu, ia bertanya, “Siapakah Anda? Semoga Allah merahmatimu…” Imam Malik
berkata kepada orang itu sambil mengamati wajahnya baik-baik. ternyata ia adalah
orang mabuk yang pernah dibersikan mulutnya dan didoakan olehnya. Maka
Imam Malik bertanya lagi kepadanya, “Bagimana keadaanmu, wahai hamba
Allah?”
Orang itu menjawab dengan singkat, “Yang memberikan hidayah kepadaku
(Allah) telah memberitaukan keadaanku kepadamu!”

DUDUK-DUDUK
DI TENGAH MAYIT-MAYAT

Sudah menjadi kebiasaan Imam Malik bin Dinar Ra, pada Waktu luang ia
pergi ke kuburan dan duduk-duduk di sana.
Pada suatu hari ia ditanya orang, “Ya Imam Malik, mengapa Anda suka
duduk-duduk di sini, di tengah mayit-mayit?”
Imam Malik menjawab, “Kalau aku duduk di tengah mereka, mereka tidak
menggaguku, dan apabila aku pergi mereka tidak berhihah kepadaku.

PERSIAPAN
UNTUK HARI KEBERANGKATAN
Diriwayatkan, Malaikatul maut Alahissalam perna menemui Nabi Daud
Alahissalam. Nabi Daud bertanya kepadanya, “Siapakah Engkau?”
Malaikatul maut menjawab, “Aku petugas yang tidak gentar menghadapi
raja-raja dan tidak mundur karena adanya pengawalan yang ketat dan kuat!”
“Ya, benar!” jawab Malaikatul maut.
Nabi Daud mengetahui maksud kedatangan malaikat tersebut, tetapi ia
mengajukan alasan, “Kedatangan Anda tidak ada waktunya. Aku belum
mengadakan persiapan untuk berangkat!”
Malaikatul maut menolak alasan tersebut. Katanya, “Ya Daud! Dimana
karib kerabatmu, si Fulan? Dimana tetanggamu si Fulan?”
Nabi Daud menjawab, “semua sudah meninggal dunia.”
Maka Malaikatul maut menjawab lagi, “Apakah itu tidak cukup menjadi
pelajaran bagimu untuk dijadikan ibrah?!”

KASIH SAYANG
SESAMA BINATANG

Imam Malik bin Dinar Ra mengisahkan, “Pada suatu hari ketika aku
hendak makan, tiba-tiba ada seekor kucing menyambar sepotong daging dari
tempat makanku. Aku mengikutinya dari belakang karena ingin tahu kemana ia
akan membawa daging itu. ternyata ia melemparkan daging itu ke mulut sebuah
lobang berbatu. Aku mengamatinya dari jauh, dan tak lama kemudian keluar dari
dalam lubang itu seekor ular buta hendak memakan daging itu.”

MUNAJAT

Sudah menjadi kebiasaan Yahya bin Mu’adz Rahimahullah bermunajat


kepada Allah. Ucapnya: “Ya Ilahi Robbi! Malam serasa tidak lengkap tanpa
bermunajat kepada-Mu, dan siang terasa tidak sempurna tanpa melakukan taat
kepada-Mu. Ya Robbi, dunia ini tidak akan indah tanpa menyebut-nyebut asma-
Mu, dan akhirat tidak akan berarti kecuali dengan ampunan-Mu, dan sorga tidak
akan sempurna, kecuali dengan menatap wajah-Mu.”

SEMUA BID’AH ADALAH


KESESATAN

Al Imam Ali bin Abi Thalib Kararramallahu Wajhahu berkata, “Kalau


agama berdasarkan pikiran, tentu bagian bawah Al Khuffain lebih banyak disapu
daripada atasnya.
Umar bin Abdul Aziz Ra berkata, “Aku wasiatkan kepadamu, bertaqwalah
kepada Allah dan patuhilah segala perintah-Nya. Ikuti sunnah Rasulullah Saw dan
tinggalkan apa-apa yang dilakukan ahli bid’ah sesudahnya.
Al Imam Abu Hanifah Ra berkata, “Hendaklah kamu mengikuti jejak dan
mazhab kaum Salaf, dan hati-hatilah dengan semua karangan (yang dikarang-
karang/mengada-ada) karena ia adalah bid’ah.
Al Imam Malik Ra berkata, “Siapa yang membuat bid’ah dalam Islam dan
dia melihatnya baik, maka ia telah beranggapan muhammad Saw telah
mengkhianati risalah, karena Allah Ta’ala telah berfirman: “Pada hari ini telah
Kusempurnakan untukmu agamamu…” (Al Maidah 3). Apa yang dahulu bukan
(dari) agama, kini pin bukan (dari) agama!
Al Imam Asy Syafi’i Ra berkata sesudah menyusun bukunya, “Dalam
bukunya ini tentu terdapat banyak kesalahan, seperti diisyaratkan dalam firman
Allah: Dan kalau ia bukan dari selain Allah. tentu mereka menemukan perbedaan
yang banyak.” Karena itu, apabila kalian menemukan di dalam bukuku hal-hal
yang bertentangan dengan Kitab Allah dan Sunnah-Nya, maka aku telah surut
kembali.”
Al Imam Ahmad bin Hambal Ra berkata, “Asal-usul sunnah menurut kami,
berpegang dengan apa yang diterapkan oleh para sahabat Rasulullah Saw dan
berteladan dengan mereka, serta meninggalkan bid’ah karena semua bid’ah (dalam
agama) adalah kesesatan.

AKHLAK
ORANG-ORANG SHALEH

Pada suatu hari Khalifah Harun Ar Rasyid berkata kepada qadhiya, Abu
Yusuf, “tolong kisahkan kepadaku akhlak Abu Hanifah.”
Abu Yusuf mengisahkan, “Beliau wallahi seirang yang kuat dan berpegang
teguh dalam menolak apa yang diharamkan Allah. beliau senantiasa menjauhkan
diri dari para pecinta dunia. Banyak berdiam diri, suka berpikir, dan bicaranya
teratur, tidak asal bicara. Kalau ada orang yang bertanya sesuatu, maka bila beliau
memahaminya, beliau akan memberikan jawaban. Tetapi apabila tidak tahu, beliau
tidak menjawab. Beliau selalu memelihara kehormatan diri dan agamanya. Beliau
sibuk mengurusi dirinya sendiri, dan tidak mengurusi hal-ihwal orang lain. Bahkan
beliau tidak pernah berbicara tentang orang lain selain kesan baiknya saja.
Mendengar penuturan Abu Yusuf tentang akhlak Abu hanifah, Khalifah
Harun Ar Rasyid berkomentar, “Itulah akhlak para shalihin.”

TAKUTNYA ORANG SHALEH


DARI DOSA
Pada suatu hari seseorang datang kepada Al Imam Abu Hanifah Ra. dia
berkata kepada Imam Abu Hanifah, “Ya Abu Hanifah, tolong pinjami aku uang,
dan rumahku kujadikan sebagai jaminannya.”
Pada satu ketika di siang hari yang panas menyengat ada seseorang yang
melihat Al Imam Abu Hanifah berdiri di sebelah rumah itu di bawah terik
matahari, bukan di bawah bayangan rumah tersebut. Maka orang itu bertanya
kepadanya, “Mengapa Imam berdiri di panas matahari, bukan di bawah bayangan
rumah itu?”
Maka Imam Abu Hanifah menjawab, “Rumah itu dijaminkan kepadaku.
Aku khawatir kalau aku memanfaatkannya untuk kepentingan diriku sendiri…”
CONGKAK KARENA ILMU

Pada suatu hari seorang ilmuwan memasuki suatu negeri. Lalu ia berkata
kepada penduduk negeri itu, “Aku siap menjawab pertanyaan kalian yang tersulit
sekalipun.”
Kebetulan di antara penduduk yang tengah berkumpul itu hadir Al Imam
Abu Hanifah Ra. dia berkata kepada ilmuwan itu, “Aku akan bertanya kepadamu
satu pertanyaan saja.”
Sang ilmuwan menjawab, “Ap itu, silahkan saja.”
Maka Abu Hanifah bertanya, “Semut yang berbicara tentang Nabi
Sulaiman, apakah semun jantan atau semut betina?”
Ilmuwan itu terdiam, tidak bisa menjawab. Katanya, “Allahu a’lam.”
Abu Hanifah Ra menjelaskan, “ia adalah seekor semut betina.”
Sang ilmuwan mengernyitkan kening, tidak puas dengan jawaban Abu
Hanifah. Maka dia bertanya, “Mana buktinya?”
Abu Hanifah menjelaskan lebih lanjut, “bukankah Al Qur’an telah
menyatakan: “Wa qalat namlatun”, dengan menggunakan “ta’ut ta’nits.”
Kemudian Abu Hanifah berkata lagi, “Sebenarnyaa aku memajukan
pertanyaan kepadamu bukannya untuk mengujimu, akan tetapi aku ingin
mengingatkanmu agar jangan congkak dengan ilmu yang kau miliki!”

IMAMNYA AHLI FIQIH


DAN PARA MUJAHID

Al Imam Abu Hanifah pernah mengalami penyiksaan yang pedih dan


memilukan di jaman Khalifah Abi Ja’far Al Manshur karena beliau menolak
diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung Negara.
Khalifah Al Manshur bertitah pada Abu Hanifah, “Ya Aba Hanifah! Anda
telah diangkat qadhi tertinggi!”
“Aku tidak tepat menduduki jabatan itu,” jawab Abu Hanifah.
“Tetapi di negeri ini tidak ada orang yang lebih ahli dari engkau!” bantah
Khalifah Manshur.
Abu Hanifah kembali menjawab, “Ada orang yang lebih ahli dari aku.”
“Kau pembohong!!” Hardik Khalifah Al Manshur kepada Abu Hanifah.
Pernyataan itu dijawab kembali oleh Abu Hanifah, “Ya Khalifah Manshur,
kalau aku pembohong, kenapa Anda mau mengangkat seorang pembohong
menjadi penjabat qadhi tertinggi?!”

DIALOG ANTARA ABU HANIFAH


DENGAN SEORANG ATHEIS

Seorang atheis bertanya kepada Abu Hanifah ra, “Apakah Anda pernah
melihat Robbmu?”
Abu Hanifah Ra menjawab, “Maha suci robbku, Dia tidak bida dicapai oleh
penglihatan.”
“Apakah Anda pernah menyentuh, mencium, mendengar atau
mencicipinya?” Tanya atheis lebih dalam.
“Maha suci robbku, Dia tidak sama dengan sesuatu apapun, Dia Maha
Mendengar lagi Maha melihat,” kata Abu Hanifah selanjutnya.
Si Atheis terus mencecernya, “Kalau anda tidak pernah melihat, tidak
pernah mendengar suaranya, dan tidak pernah meraba zatnya, lalu dari mana Anda
bisa membuktikan keberadaannya?”
Abu Hanifah mulai kesal dengan pertanyaan orang atheis itu. ia tidak
menjawab pertanyaan tersebut, tetapi justru balik bertanya, “Hai saudara, apakah
Anda melihat akalmu?”
“Tidak,” jawab orang atheis itu.
“Pernahkah Anda mendengar suara akalmu?”
“Tidak,” jawab orang atheis itu lagi.
“Juga, pernahkah Anda maraba akalmu?”
orang atheis kembali menjawab sambil menggeleng, “tidak.”
Akhirnya Abu Hanifah sampai pada pertanyaan, “Apakah Anda seorang
akil (sehat akal) atau seorang yang sinting (kurang waras)?”
“Tnetu seorang akil!” Jawab orang atheis itu tegas.
“Apakah Anda mempunyai akal?”
“Tentu ada!” Jawab sang atheis itu agak sewot.
Abu Hanifah menegaskan kembali, “Apalagi Zat Allah Robbul alamin.
Tentu wajib ada-Nya meskipun indera kita tidak mampu menjaungkau-Nya!”

AGAMA FITRAH

Seoraang badui muslim ditanya oleh seorang kafir, “mengapa kamu


percaya kepada Muhammad Saw?”
Si badui itu menjawab, “Aku percaya kepada Muhammad karena dia tidak
pernah memerintahkan sesuatu. Tetapi kemudian akal manusia memprotesnya dan
mengatakan, “mengapa ia memerintahkan demikian, atau mengapa dia melarang
sesuatu? Lalu akal manusia merasa keberatan dan berkeluh kesah, “Mengapa ia
melarangnya?”

ABU HANIFAH MENANGKIS


SERANGAN PARA ATHEIS

Pada waktu Abu Hanifah sedang berguru kepada Syaikh Hamad, ia pernah
bermimpi melihat seekor babi ingin mengukir batang pohon, lalu cabang pohon itu
menundukan rantingnya dan memukul babi itu dengan pukulan yang keras
sehingga ia lari dan menjerit-jerit kesakitan.
Abu Hanifah Ra lalu pergi menemui gurunya dan menceritakan mimpinya
itu. ternyata gurunya sedang sedih. Maka ia bertanya kepada gurunya, “Apa yang
menyebabkan engkau bersedih hati, wahai Syaikh Hamad?”
Syaikh Hamad menjawab, “Ada beberapa orang atheis datang menemui
raja negeri ini yang menyatakan keyakinannya bahwa alam semesta ini terjadi
dengan sendirinya tanpa diciptakan oleh Allah. lalu raja memerintahkan kepadaku
agar aku mengirimkan para ahli yang bisa menjelaskan duduk permasalahannya
kepada mereka, apakah alam ini mempunyai Tuhan atau tidak. Kami sudah
bersepakat akan mengadakan perbedaan di suatu tempat tertentu. Hanya yang
sangat menyedihkanku, aku takut hal ini menimbulkan fitnah di tengah-tengah
masarakat.”
Mendengar penuturan gurunya, Abu Hanifah berkata, “Ya Syaikh Hamad,
kini aku tahu tafsir mimpi yang hendak aku tanyakan kepada guru. Seekor babi
yang mendekati pohon itu ialah orang atheis itu, sedangkan pohonnya adalah
bapak guru sendiri, dan ranting pohon yang mengusir babi itu, InsyaAllah aku
yang melakukannya dengan bukti. Serahkanlah hal itu kepadaku, wahai guru.
Kalau mereka mengalahkan aku maka wajar saja karena aku murid guru yang
terkecil. Kalau mereka berdebat dengan guru tentu mereka akan dikalahkan.
Syaikh Hamad menyetujui usulan muridnya itu. maka berangkatlah Abu
Hanifah ke tempat yang dituju sebagai wakil gurunya. Setibah di tempat yang
dimaksud, orang-orang atheis telah berkumpul. Abu Hanifah lalu berkata kepada
mereka, “Sesungguhnya Syaikh Hamad, merasa masalah ini tidak harus
ditanganinya sendiri. Karena itulah dia mengutusku. Aku adalah salah seorang
murid terkecilnya. Aku diberi amanat untuk melanjutkan perdebatan dengan kalian
semua. Mudah-madahan kalian akan mendapatkan jawaban yang jelas dan
memuaskan.”
Mereka mulai denga berbagai pertanyaan, antara lain:

I. KAPAN ALLAH ADA


Atheis :Pada tahun berapa Robbmu dilahirkan?
Abu Hanifah :Allah berfirman: “Dia (Allah) tidak melahirkan dan tidak
dilahirkanh
Atheis :Pada tahun berapa Dia berada?
Abu Hanifah :Dia berada sebelum adanya segala sesuatu.
Atheis :Kami mohon di beri contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka empat?
Atheis :Angka tiga.
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka tiga?
Atheis :Angka dua.
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka dua?
Atheis :Angka satu.
Abu Hanifah :Angka berapa sebelum angka satu?
Atheis :Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah :Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang
mendahuluinya, kenapa kalian heran kalau sebelum Allah yang
Mahasatu yang hakiki, tidak ada yang mendahului-Nya?

II. MAKSUD ALLAH MENGHADAPKAN WAJAH


Atheis :Kemana Robbmu tu menghadapkan wajahnya?
Abu Hanifah :Kalau kalian membawa lampu di gelap malam, kemana lampu itu
menghadapkan wajahnya?
Atheis :Ke seluruh penjuru.
Abu Hanifah :kalau demikian halnya dengan lampau yang cuma buatan itu,
bagaimana dengan Allah Ta’ala, nur cahaya langit dan bumi?

III. ZAT ALLAH


Atheis :Tunjukkan kepada kami tentang zat Robbmu, apakah ia benda padat
seperti besi, atau cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah :Pernahkah kalian mendampingi orang sakit yang akan meninggal?
Atheis :Ya, pernah.
Abu Hanifah :Semula ia berbicara dengan kalian dan menggerak-gerakan anggota
tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam dan tidak bergerak. Nah apa yang
menimbulkan perubahan itu?
Atheis :karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah :Apakah waktu keluarnya roh itu kalian masih ada di sana?
Atheis :Ya, masih ada.
Abu Hanifah :Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat, seperti besi,
atau cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Atheis :Entahlah, kami tidak tahu.
Abu hanifah :kalau kalian tidak bisa mengetahui bagaimana zat maupun bentuk
roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana kalian bisa memaksaku
untuk mengutarakan zat Allah Ta’ala?!!

IV. DIMANA ALLAH


Atheis :Dimana kira-kira Robbmu itu berada?
Abu hanifah :kalau kami membawa segelas susu segar ke sini apakah kalian
yakin kalau dalam susu itu terdapat zat minyaknya (lemak)?
Atheis :Tentu.
Abu Hanifah :Tolong perlihatkan kepadaku, dimana adanya zat minyak itu?
Atheis :Membaur dalam seluruh bagiannya.
Abu Hanifah :Kalau minyak yang makhluk itu tidak mempunyai tempat khusus
dalam susu tersebut, apakah layak kalian meminta kepadaku untuk
menetapkan tempat Allah ta’ala?!

V. TAKDIR ALLAH
Atheis :kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, lalu apa
kegiatan Robbmu kini?
Abu Hanifah :ada pekerjaan –Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak
dijelaskan.
Atheis :kalau ada orang masuk ke surga itu ada awalnya, kenapa tidak ada
akhirnya? Kenapa di surga kekal selamanya?
Abu Hanifah :Hitungan angka pun ada awalnya tapi tidak ada akhirnya.
Atheis :Bagaimana kita bisa makan dan minum di surga tanpa buang air dan
kecil?
Abu Hanifah :kalian sudah mempraktekkannya ketika kalian ada di dalam perut
ibu kalian. Hidup dan makan-minum selama sembilan bulan, akan
tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar di sama. Baru kita
melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.
Atheis :bagaimana kebaikan surga akan bertambah dan tidak akan habis-
habisnya jika dengan didinafkahkan?
Abu Hanifah :Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan
malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan ilmu kita
semakin berkembang dan tidak berkurang.

VI. BUKTI ADANYA ALLAH


Atheis :Perlihatkan bukti keberadaan Robbmu kalau memang Dia ada!

Abu Hanifah Ra berbisik kepada khadamnya agar mengambil tanah liat.


Lalu dipelmparkannya tanah liat itu ke kepala pemimpin orang atheis itu. para
hadirin gelisah melihat peristiwa itu, khawatir terjadi keributan. Tetapi Abu
hanifah menjelaskan bahwa hal ini dalam rangka untuk menjelaskan jawaban yang
diminta kepadanya. Hal ini membuat orang atheis mengernyutkan dahi.

Abu Hanifah :Apakah lemparan itu menimbulkan rasa sakit di kepala Anda?
Atheis :Ya, tentu saja.
Abu Hanifah :Dimana letak sakitnya?
Atheis :Ya, ada pada lukanya ini.
Abu hanifah :Tunjukkanlah kepadaku kalau sakitmu itu memang ada, baru aku
akan menunjukkan kepadamu dimana adanya Robbku!
Orang Atheis tidak bisa menjawab dan tentu saja tidak bisa menunjukkan
rasa sakitnya karena itu adalah suatu rasa dan gaib tapi rasa sakit itu memang ada.

Atheis :baik dan buruk sudah ditakdirkan sejak azal, tetapi kenapa ada
pahala dan siksa?
Abu Hanifah :kalau Anda sudah mengerti bahwa baik dan buruk itu bagian dari
takdir, mengapa Anda kini menuntut aku agar dihukum karena telah
melempar tanah liat ke dahi Anda? Bukankah perbuatnku itu bagian
dari takdir?

Akhirnya peredebatan itu berakhir dengan masuk Islamnya para atheis


tersebut di tangan Al Imam Abu Halifah Radhiyallahu Anhu.

KELUARGA SHALEH

Seorang laki-laki yang shaleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan
di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh keluar pagar
sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergelatak di tanah
membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas menyengat dan tengah
kehausan. Maka apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya dimakan dia
teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapatkan ijin dari
pemiliknya.
Maka ia segera pergi ke dalam kebun buah-buahan itu hendak menemui
pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu dia
bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, “Aku sudah
makan setengah dari buah apel ini. Aku harap Anda menghalalkannya.” Orang itu
menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku khadamnya yang tugasnya
merawat dan mengurusi kebunya.”
Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya?
Aku akan datang menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan
ini.”
Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi ke sana
maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam.”
Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu.
katanya kepada orang tua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya,
meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena
tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw memperingatkan kita lewat
sabdanya:

“Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka lebih layak menjadi
umpan api neraka.”
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia
langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit
langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, “Wahai tuan yang
pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke
luar kebun tuan. Karena itu, maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan
itu?”
Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu
dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya, kecuali dengan satu
syarat.”
Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa
memenuhinya. Maka segera dia bertanya, “Apa syarat itu tuan?”
Orang itu menjawab, “Engkau harus mau mengawini puteriku!”
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka
dia berkata, “Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar
dari kebunmu, aku harus mengawini puterimu?”
Tepai pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah
menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu
kekurangan-kekurangan puteriku itu. dia seorang yang buta, bisu dan tuli. Lebih
dari itu dia juga seorang yang lumpuh!”
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir
dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri
gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya?
Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak
bisa menghalalkan apa yang telah kau makan!”
Namun Tsabit kemudian menjawab mantap, “Aku akan menerima
pinangannya dan perkawinannya, aku telah bertekad akan mengadakan transaksi
dengan Allah Robbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-
kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu
meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di
sisi Allah Ta’ala.’
Maka pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua
orang saksi yang akan menyaksikan akan nikah mereka. Sesudah perkawinan usai,
Tsabit dipersilahkan masuk menemui isterinya. Sewaktu tsabit memasuki kamar
pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan
bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu
tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaukum…”
Tak dinyana sama sekali wanita yang ada di hadapannya dan kini resmi
menjadi isterinya itu menjawab selamnya dengan baik. ketika Tsabit masuk
hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut
tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut wanita yang kini menjadi isterinya itu
menyambut uluran tangannya.
Tsabit terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli
dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. jika demikian
berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu, ayahnya
juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut
kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula,” Kata
Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-
berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya?
Setelah Tsabit duduk di samping isterinya, dia bertanya “Ayahmu
mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa?”
Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, karena aku tidak pernah
melihat apa-apa yang diharamkan Allah.”
Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli.
Mengapa?
Wanita itu menjawab, “ayahku benar, karena aku tidak pernah mau
mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah.” Ayahku juga
mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?” Tanya wanita itu
kepada tsabit yang kini sah menjadi suaminya.
Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya
wanita itu berkata, “Aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya
menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga
dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa
menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala.”
Tsabit amat bahagia mendapatkan isteri yang ternyata amat shaleh dan
wanita yang amat memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang isterinya,
“Ketika kulihat wajahnya…subhanallahu, dia bagaikan bulan purnama di malam
yang gelap.”
Tsabit dan isterinya yang shaleh dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia.
Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putera yang ilmunya
memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Itulah Imam Abu Hanifah An
Nu’man bin Tsabin Ra.
Wanita seperti itu sungguh layak menjadi ibu seorang Imam seperti Abu
Hanifah Ra, yang dengan ijtihadnya telah berhasil menyusun 83.000 masalah
fiqih. Selama 40 tahun beliau shalat Fajar dengan wudhu Isya’. Keistimewaan
Imam Abu Hanifah lainnya adalah beliau pada suatu malam (di musim dingin
yang panjang) memasuki Baitullah Al Haram di Mekah, kemudian beliau shalat
sunnah ba’diyah Isya’ dua rakataat hingga adzan Faajar. Dalam shalatnya beliau
membaca 30 juz Al Qur’anul Karim seluruhnya! Pada rakaat pertama beliau
membaca surat Al Fatihah sampai pada ayat yang firman-Nya:”

Dan pada rakaat yang kedua dibaca dari ayat tersebut hingga firman-Nya:

MATINYA
ORANG-ORANG YANG ZALIM
Hanad bin Al Aswad berkisah, “pada suatu hari aku, Abu Lahab dan
puteranya, Utbah bersama sekelompok pedagang bersiap-siap hendak pergi ke
negeri Syam. Tapi ketika hendak berangkat Utbah berkata, “Wallahi, sebelum
berangka aku akan menemui Muhammad. Aku akan mengejek dia sepuas-
puasnya!”
Setiba di hadapan Nabi Saw, Utbah berkata, “Hei Muhammad! Aku kafir
dengan Tuhanmu yang Maha Agung itu!”
Nabi Saw tidak membalas ejekan itu tetapi dia mengangkat tangannya
seraya berdoa: “Ya Allah, jadikanlah dia mengsa dari salah seekor anjing-anjing-
Mu!”
Setelah puas mengejek, Utbah kembali ke rombongannya dan menemui
ayahnya. Ia menceritakan apa yang barusan terjadi. Ayahnya, Abu Lahab berkata
kepadanya, “Wahai anakku, wallahi aku tidak aman melepaskanmu pergi dari
doa’anya.”
Tetapi mereka berangkat juga pergi ke negeri Syam. Pada suatu malam
mereka beristirahat dulu memasang tenda tidak jauh dari sebuah biara di tengah
gurun pasir. Abu Lahab amat khawatir dengan keselamatan anaknya. Dia berpesan
kepada hanad bin Al Aswad agar menjaga puteranya supaya dapat selamat dari
doa Muhammad Saw. Dia berpesan supaya puteranya jangan dilepas berjalan
seorang diri, dan kalau tidur supaya ditempatkan ditengah-tengah anggota
rombongan.
Malam itu rombongan menggelar permadani di dalam kemah Hanad
dengan anggota rombongan lain menempatkan Utbah di tengah-tengah. Ketika
sedang tidur, tiba-tiba ada seekor singa memasuki kemah dan mencium kepala
setiap anggota rombongan yang sedang tidur, hingga ketika sampai ke kepalah
Utbah bin Abu Lhab, dia menerkam hingga kepala Utbah terpisah dari tubuhnya.
Karenanya Abu Lahab selalu mengatakan bahwa anaknya, Utbah kualat dan
terkena doanya Muhammad!”

PERKARA YANG KELIMA

Pada suatu malam Al Imam Malik bin Anas Ra tertidur, lalu ia bermimpi
melihat Malaikatul Maut. Kemudian ia bertanya kepadanya, “Ya Malikatul Maut,
masih tinggal berapa lama lagi usiaku ini?”
Malaikatul maut memberi isyarat dengan kelima jarinya. Imam Malik tidak
mengerti maksudnya. Maka ia bertanya lagi, “Lima Apa, ya Malikatul Maut?
Apakah lima tahun, lima bulan, lima minggu, atau lima hari?” Tapi belum sempat
mendengarkan jawabannya, Imam Malik Ra terbangun dari tidurnya.
Keesokan pagi Imam Malik Ra pergi menanyakan perihal mimpinya
kepada seorang ahli mimpi, yaitu Al Imam Ibnu Sirin. Ibnu Sirin berkata
kepadanya, “Ya Malik, mimpimu baik-baik saja. Malikatul maut tidak bermaksud
mengatakan lima tahun, lima bulan, lima minggu, lima hari, atau lima waktu
lainnya, tetapi dia hendak mengatakan kepadamu bahwa pertanyaanmu itu
termasuk dalam kelima rahasia ilmu ghaib yang tidak diketahui oleh siapapun
selain Allah Ta’ala sendiri sebagaimana dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sejalan pengetahuan tentang


hari kiamat. Dan Dia-lah yang menurunkan hujan. Dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Luqman 34)

ENGKAU MEMILIKI AKHLAK


YANG LUHUR, YA MUHAMMAD!

Pada SUATU HARI Rasulullah Saw berjalan di sebuah jalan di kota


mekah. Beliau melihat seorang wanita tua menunggu seseorang yang bisa diminta
tolong membawakan barangnya. Benar saja, begitu Rasulullah lewat di depannya,
ia memanggil, “Ya Akhal Arab! Tolong bawakan barang ini. Nanti akan kubayar!”
Rasulullah Saw sebenarnya sengaja lewat di hadapan nenek itu karena
bermaksud hendak menolongnya. Maka ketika rasulullah menghampirinya, beliau
segera mengangkat barang-barang itu seraya berkata, “Aku akan mengangkat
barangmu tanpa bayaran.”
Nenek tua itu amat senang mendengar perkataan tersebut karena selama ini
amat jarang orang yang membantunya tanpa pamri sedikitpun. Biasanya walaupun
tidak meminta, tetapi jika dia memberi bayaran, orang dengan senang hati akan
menerimanya. Dia pandangi wajah Muhammad yang bersih dan teduh. Dia yakin
anak muda yang menolongnya kini adalah seorang pemuda yang berbudi luhur
dan jujur.
Di tengah perjalanan wanita itu berkata mensihatinya, “Khabarnya di kota
mekah ini ada seorang yang mengaku nabi, namanya Muhammad. Hati-hatilah
engkau dengan orang itu. jangan sampai engkau terperdaya mempercayainya!”
Nenek tua itu sama sekali tidak tahu bahwa pemuda yang menolongnya,
yang kini ada bersamanya adalah Muhammad. Maka Nabi berkata kepadanya,
“Aku ini Muhammad…”
Nenek itu terperangah kaget mengetahui bahwa pemuda yang menolongnya
adalah Muhammad. Maka pada saat itu juga nenek itu langsung mengucapkan
syahadat. Ucapnya, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa
engkau adalah Rasulullah, dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang
luhur!”

KEMULIAAN ILMU

Ketika Khalifah Harun Ar Rasyid berziarah ke kuburan Rasulullah di


Madinah, di masjid nabawi Asy Syarif, beliau melihat Al Imam Malik sedang
memberikan pelajaran agama disana. Lalu dia berkata kepada Imam Malik, “Ya
Malik, alangkah berbagahagianya kami kalau Anda mau mengajari kami di rumah
kami.”
Tetapi Imam Malik berkata, “Ya Amiral Mukminin, Ilmu itu tidak
mendatangi, tetapi didatangi.”
Khalifah Harun Ar Rasyid pun berkata meralat kekeliruannya, “kalau
begitu aku akan menghadiri majelismu di masjid ini.”
Selanjutnya Imam Malik menjelaskan, “Jika Amiral Mukminin mau
mengikuti pelajaranku di dalam masjid ini baginda tidak boleh datang terlambat.
Bila terlambat aku tidak akan menijinkan baginda melangkahi para hadirin yang
lain.”
Maka Khalifah Harun Ar Rasyid berkata, “dengan segala senang hati, ya
Imam!”
Keesokan harinya rombongan kholifah datang memasuki masjid. Beliau
hadir dengan seorang pembantunya yang membawakan kursi untuk tempat
duduknya. Melihat perihal demikian Imam Malik memutar pembicaraannya pada
sebuah hadist Rasulullah Saw. katanya, “Rasulullah Saw bersabda: siapa yang
merendahkan hatinya kepada Allah, maka Allah Ta’ala akan mengangkatnya, dan
siapa yang menyombongkan dirinya, maka Allah akan menghinanya.”
Khalifah Harun Ar Rasyid mengerti bahwa Imam Malik menujukan ucapan
itu kepadanya. Karenanya ia segerah menyuruh pembantunya untuk memidahkan
kursi itu dan akhirnya ia duduk bersama kaum muslimin lain yang tengah
mendengarkan pelajaran.
Sebelum Harun Ar Rasyid meninggalkan kota Madinah untuk pulang
kembali ke negerinya, ia mendatangi Imam Malik dan memberikan uang sebesar
400 dinar. Katanya, “Ya Malik, terimalah hadia ini dariku.”
Tetapi Imam Malik menolak pemberian itu seraya berkata, “Maafkan aku,
ya Amirul Mukminin. Aku tidak pantas menerima sedekah dan tidak mau
menerima hadiah.”
“Kenapa Anda tidak mau menerima hadiah, padahal Nabi Muhammad Saw
mau menerimah hadiah?!” Desak Harun Ar Rasyid kepada Imam Malik.
Imam Malik hanya menjawab singkat, “Aku bukan Nabi Muhammad Saw!
Ambillah uangmu dan selamatkan jalan!”
Pada kesempatan lain Khalifah Harun Ar Rasyid mengudang Imam Malik
ke Baghdad, ibukota pemerintahannya, akan tetapi Imam Malik menolak. Ia
berkata, “Aku tidak ingin jauh dari tempat RasulullahSaw!”

NUR CAHAYA AQIDAH

Pada suatu hari ada seorang yang bertanya kepada Imam Malik Ra tentang
tafsir dari firman Allah Ta’ala yang terdapat pada surat Thaha ayat 5:
…………………………….
…………………………….
“(Yitu) Robb Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas
‘Arsy.”(Thaha 5)

Imam Malik Ra menerangkan bahwa Kata “Al Istiwa”, ‘bersemayam’


sudah jelas artinya, namun mengenai bagaimananya kurang jelas. Iman kepada
perkataan itu adalah wajib, dan menanyakannya bid’ah karena risala itu jelas
datang dari Allah, dan Rasulullah hanya menyampaikannya saja.
Allah Ta’ala ada tanpa tempat. Dia ada seperti sediakala, sebelum tempay
itu diciptakan, dan tidak berubah dari asalnya. Dia Mahatahu apa yang terjadi,
yang akan terjadi dan apa yang tidak terjadi. Sekiranya yang tidak terjadi itu
terjadi maka biar bagaimanapun akan terjadi!

PENGAJARAN ORANG MATI


UNTUK YANG HIDUP

Sesudah Imam Al Malik bin Anas Ra yang senantiasa disohorkan orang


kembali ke rahmatullah, salah seorang sahabatnya melihatnya dalam mimpi sang
Imam sedang berbahagia sekali. Sahabat itu lalu bertanya kapada Imam Malik Ra,
“ya Malik! Bagaimana engkau bisa mendapatkan penghurmatan yang begitu
tinggi?”
Imam Malik Ra menjawab, “Aku mengulang-ulang suatu daikir yang
konon dibaca oleh Utsman bin Affan kalau beliau melihat jenazah dibawa orang.
Setelah kuketahui dan kupelajari dzikir itu senantiasa kuucapkan: “Mahasuci
Engkau ya Alla yang Mahahidup yang tidak mati.” Sesudah aku dihadapkan
kepada Allah Ta’ala, Allah berkata kepadaku: “Ya Malik, eangkau telah
mengingat-Ku dengan ucapan:………………………………

Karena itu Aku telah meridhaimu, ya Malik!” Itulah pengajaran orang mati untuk
orang hidup.

MENUDUH WANITA MUSLIMAH

Pada suatu ketika seorang wanita muslimah meninggal dunia di Madinah.


Lalu keluarganya mencarikan seorang wanita tukang memandikan mayit, tetapi
ternyata wanita tersebut adalah seorang yang jahat ucapannya.
Sambil memandikan mayit itu wanita tersebut memaki-makinya dengan
makian yang keji. Ucapnya, “Farji inilah yang banyak dipakainya untuk berzina!”
Masya Allah, tiba-tiba kedua tangan wanita itu lekat ketubuh si mayit. Ia
berusaha melepaskan kedua tangannya, tetapi tidak berasil. Sementara orang-
orang yang ada di luar sudah mulai gelisah karena lama sekali mayit itu
dimandikan.
Setelah pihak keluarga mengusut akhirnya diketahui apa yang terjadi.
Mereka segerah mengirimkan orang untuk menanyakan hal itu kepada beberapa
orang ulama di Madinah. Ada seorang ulama mengusulkan agar kedua tangan
wanita itu dipotong dan ditanam bersama si mayit. Ada juga yang mengusulkan
agar tubuh si mayit itu saja yang dipotong demi menyelamatkan wanita tukang
memandikan mayit itu.
Ulama Madinah lain tidak bisa memecahkan masalah tersebut, apakah akan
memotong kedua tangan juru mandi atau akan memotong sebagian tubuh si mayit.
Akhirnya, setelah menemukan jalan buntu, mereka pergi kepada Imam Malik bin
Anas Ra.
Setelah mendengar kisah ini Imam Malik Ra segerah datang ke tempat
kejadian. Lalu beliau minta diberi kesempatan mengusut juru mandi itu dari balik
hijab. Ia bertanya kepada wanita itu (dari balik hijab), “Katakan terus terang, apa
yang telah kau tuduhkan kepada si mayitah ini?”
Wanita tukang memandikan mayit itu menjawab dengan sedih, “aku telah
menuduhnya berbuat zina ketika aku memandikannya!”
Setelah jelas duduk perkaranya, Imam Malik Ra berkata kepada anggota
keluarga dan karip kerabat si mayit, “Wanita juru mandi ini telah melanggar hak si
mayitah. Ia telah melanggar hudup Allah Ta’ala, menuduh seorang wanita
muslimah baik-baik melakukan zina tanpa bukti dan saksi sebanyak empat orang.
Karena itu kini ia harus menjalani hukuman 80 kali deraan. Sesudah hukuman itu
dilaksanakan, InsyaAllah kedua tangannya baru bisa terlepas dari tubuh si
mayitah…”
Setelah hukuman itu dijalankan, barulah kedua tangan wanita itu bisa
terlepas dengan sendirinya!

TIGA KEUNTUNGAN

Pada suatu hari Al Imam Asy Syafi’I Ra datang berkujung ke rumah Al


Imam Ahmad bin Hambal di rumah. Sesudah makan malam bersama, Al Imam
Asy Syafi’i masuk ke kamar yang telah disediakan untuknya dan beliau segera
berbaring (tidur) hingga esok fajar.
Puteri Al Imam Ahmad yang mengamati Al Imam Asy Syafi’i sejak dari
kedatangannya sampai masuk ke kamar (untuk tidur) bertanya kepada ayahnya
dengan nada menegur, “Ayah…, ayah selalu memuji dan mengatakan kalau Asy
Syafi’i itu seorang ulama yang amat alim. Tapi setelah kuperhatikan banyak yang
tidak berkanan di hatiku, dan tidak sealim yang kukira…”
Imam Ahmad agar terkejut mendengar perkataan puterinya. Ia balik
bertanya, “Ia seorang yang alim, anakku. Mengapa engkau berkata demikian?”
Puterinya berkata lagi, “Aku perhatikan ada tiga hal kekurangannya, ayah.
Pertama, pada waktu disuguhi makanan, makanannya lahap sekali. kedua, sejak
masuk ke kamarnya, ia tidak sahalt malam dan baru keluar dari kamarnya sesudah
tiba shalat Shubuh, dan ketiga, ia shalat Shubuh dengan kita tanpa wudhu!”
Al Imam Ahmad bin Hambal merenungkan perkataan anaknya itu, maka
untuk mengetahui lebih jelasnya dia menyampaikan pengamatan puterinya kepada
Al Imam Asy Syafi’i.
Imam Asy Syafi’i tersenyum mendengar pengaduan puteri Imam Ahmad
tersebut. Lalu dia berkata, “Ya Ahmad, ketahuilah, aku banyak makan di rumahmu
karena aku tahu makanan yang ada di rumahmu jelas halal dan thoyib. Aku tidak
meragukannya sama sekali. karena itulah aku bisa makan dengan tenang dan
lahap. Lagi pula aku tahu engkau seorang pemurah. Makanan orang pemurah itu
obat, dan makanan orang kikir adalah penyakit. Aku makan semalam bukan
supaya kenyang, akan tetapi untuk berobat dengan makananmu itu, ya Hamad.
Sedangkan mengapa aku semalam tidak shalat malam karena ketika aku
meletakkan kepalaku di atas bantal untuk tidur, tiba-tiba seakan-akan aku melihat
di hadapanku Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dengan ijin Allah malam itu
aku dapat menyusun 72 masalah ilmu diqih Islam sehingga aku tidak sempat
shalat malam. Sedangkan kenapa aku tidak wudhu lagi ketika shalat Subuh karena
aku (wallahi) pada malam itu tidak dapat tidur sekejap pun. Aku semalaman tidak
tidur sehingga aku shalat Fajar dengan dengan wudhu shalat Isya.”

MUSTAJABNYA DOA PARA FAQIH

Pada suatu hari seorang pemuda mengetuk pintu rumah Al Imam Ahmad
bin Hambal Ra. pada waktu itu sang Imam sedang duduk santai di rumahnya.
Mendengar ada suara ketukan pintu Imam Ahmad segera beranya, “Siapa yang
mengetuk pintu itu?”
Setelah pintu dibuka ternyata yang datang adalah seorang pemuda. Ia
bermaksud ingin menemui Imam Ahmad. Setelah berhadapan dengan sang Imam
pemuda itu berkata, “Ya Imam, ibuku mengirim aku kesini untuk menemui imam.
Ia terkena penyakit lumpuh. Kami sudah pergi berobat kemana-mana akan tetapi
belum juga berhasil. Kini ia mengirimku kemari untuk didoakan oleh bapak Imam.
Al Imam bertanya kepada pemuda itu, “Siapa yang memberitahukan
kepadamu, nak, bahwa doaku mustajab? Pulanglah kepada ibumu dan mintakan
doa kepadanya untuk kita semua!”
Mendengar perkataan sang Imam yang seakan tidak ingin mengabulkan
permintaan ibunya, pemuda itu keluar rumah dan menangis sejadi-jadinya di sana.
Melihat peristiwa ini ibu sang Imam menemuinya dan bertanya, “Mengapa
engkau menagis, nak?’
Pemuda itu menjwab, “Ibuku mengirim aku kesini untuk diberi doa oleh
Imam atas derita yang dialaminya. Namun ternyata imam tidak mau
mendoakannya…”
Mendengar penuturan keliru pemuda itu, ibu imam Ahmad menjelaskan,
“tadi Imam sudah mendoakan ibumu, nak. Percayalah. Kini pulanglah engkau ke
rumah.”
Setiba di rumah pemuda itu sangat terkejut melihat ibunya sudah sehat dan
dapat berdiri, dan ibunyalah yang membukakan pintu untuknya!

RESEP ORANG-ORANG ARIF

Pada suatu ketika, seorang pasien datang kepada seorang arif, Sofyan Ra.
pasien itu bertanya kepadanya, “Ya Sofyan, aku ini menderita penyakit jauh dari
Allah Ta’aala. Tolong beri obat penyembuhnya, ya Sofyan…”
Sofyan Ra, ulama yang arif itu lalu berkata kepadanya, Ya saudaraku,
hendaklah kau mengambil beberapa buah akar keikhlasan, daun-daunan
kesabaran, dan perahan kerendahan hati. Letakkan semua dalam wadah
ketaqwaan, lalu tuangkan ke dalam cairan rasa takut, kemudian dengan api
kesedihan. Saringlah kewaspadaan dan kemudian ambil ramuan itu dengan tangan
kejujuran, lalu minumlah dari gelas istighfar yang telah dicampur dengan air
keshalehan. Sesudah itu jauhkanlah dirimu dari rakus dan serakah, Insya Allah
dengan ijin Allah Ta’ala, engkau akan sembuh dari penyakitmy itu.”

BERSAMA PARA WALI ALLAH

Pada suatu malam yang hening dan sejuk, salah seorang wali Allah yang
shaleh, Abu Yazid Al Busthamil Ra sedang tidur nyenyak. Tiba-tiba seperti ada
suara memanggilnya, “Ya Aba Yazid! Malam ini adalah Hari Raya orang Nasrani.
Pergila engkau ke biara mereka, dan sampaikan risalah nabimu Muhammaad.”
Abu Yazid segera bangkit dari tidurnya dan pergi ke salah satu biara
Nasrani. Setiba di sana, ia duduk di tengah-tengah mereka. Dia mengira tidak ada
orang yang mengenalnya. Akan tetapi tiba-tiba pastur mereka berkata, “Aku tidak
bisa meneruskan khotbahku ini sebelum pengikut Muhammad keluar dari ruangan
ini!” Pastur itu berkata demikian sambil menuding Yazid agar meninggalkan
ruang itu.
Para jamaah pastur tidak mengerti. Mereka bertanya, “Darimana pastur itu
tahu kalau dia mengikut Muhammad?”
Pastur itu menjawab, “Pada wajah pengikut Muhammad terdapat bekas
sujudnya!"”akhirnya jamaah yang ada di biara itu serentak memerintahkan kepada
Abu Yazid agar keluar dari tempat itu. akan tetapi Abu Yazid bersikeras. kAtanya,
“Aku tidak akan meninggalkan tempat ini hingga Allah menentukan antara aku
dan kalian karena Dia lah Yang Maha Pemutus segala perkara.”
Maka pastur itu berkata kepada Abu Yazid, “Aku berikan kesempatan
kepada tuan untuk tinggal disini dan menjawab semua pertanyaanku. Kalau tuan
bisa menjawab semua pertanyaanku, kami akan beriman bahwa Tuhan itu satu,
dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah Saw. Akan tetapi, kalau tuan tidak bisa
menjawab, meskipun hanya satu pertanyaan, tuan harus menerima resiko. Kami
akan memenggal kepala tuan. Bagaimana apakah tuan setuju?”
Abu Yazid Ra menjawab, “Tanyalah apa yang tuan hendak tanyakan,
karena Allah Ta’ala sudah berfirman: “Takutlah hanya kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al Baqarah 282)
Lalu pastur itu berdiri dan memulai pertanyaan-pertanyaannya satu demi
satu.

Pastur : Siapa satu yang tidak ada keduanya?


Abu Yazid : Satu yang tidak ada keduanya ialah “Qul hullllahu Ahad.

Pastur : Apa dua yang tidak ada ketiganya?


Abu Yazid : Dua yang tidak ada ketiganya ialah firman Allah: “Kami telah
menjadikan malam dan siang sebagai kedua ayat Allah.”
Pastur : Apa tiga yang tidak ada keempatnya?
Abu Yazid : Alasan Musa kepada Khidir, yaitu tenggelamnya perahu,
pembunuhan anak muda, dan pendirian tembok, lalu sesudah itu ia
mengatakan, “Inilah perpisahanku dengan engkau.”

Pastur : Apa empat yang tidak ada kelimanya?


Abu Yazid : Taurat, Zabur, Injil dan Al Quranul Karim (Kitab-kitab Allah).

Pastur : Apa lima yang tidak ada keenamnya?


Abu Yazid : Yakni shalat yang lima waktu bagi kaum muslimin.

Pastur : Apa enam yang tidak ada ketujunya?


Abu yazid : Yaitu waktu yang ditetapkan Allah dalam penciptaan langit dan
bumi. Antara lain dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah
Kami ciptakan lagit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dalam enam masa, dan kami sedikitpun tidak ditimpah keletihan.”
(Qaaf 38)

Pastur : Kenapa ayat itu diakhiri dengan firman-Nya: “kami sedikitpun


tidak ditimpah keletihan”?
Abu Yazid : Karena kaum Yahudi beranggapan, Allah Ta’ala menciptakan
langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya dalam
waktu enam hari, lalu pada hari yang ketuju, pada hari sabtu, Allah
Ta’ala beristirahat karena letih. Dengan akhiran ayat itu Allah Ta’ala
hendak menjawab kepalsual kaum yahudi.

Pastur : Apa tujuh yang tidak ada kedelapannya?


Abu yazid : Bacalah firman Allah yang artinya: “Yang telah menciptakan tujuh
langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan
Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak
seimbang?” (Al Mulk)

Pastur : Apa delapan yang tidak ada kesembilannya?


Abu Yazid : Jumlah malaikat yang membawa Arsy Allah. bacalah firman-Nya
yang terdapat dalam Al Qur’anul Karim: “Dan malikat-malaikat
berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat
menjunjung ‘Arsy Robbmu di atas (kepala) mereka.” (Al Haaqqah
17)

Pastur : Apa saja kesembilan mukjizat Nabi Musa Alaihissalam kepada


Fir’aun?
Abu Yazid : Kesembilan mukjizat itu adalah tangan, tongkat, penghapusan,
kekuarangan makanan, bencana taufan, serangan belalang, serangan
serangga (kutu), serangan kodok, banjir darah, dan syarat-syarat
penentu lainnyaa.

Pastur : Apa sepuluh yang bisa menerima tambahan itu?


Abu yazid : bacalah ayat Al Qur’anul Karim: “Siapa yang datang dengan
membawa amal kebaikan, maka untuknya diberikan sepuluh kali
lipat, dan Allah Maha Kuasa melipatgandakan ganjaran-Nya bagi
orang-orang yang dikehendaki-Nya.

Pastur : Siapa sebelas orang bersaudara yang terkenal itu?


Abu Yazid : Mereka adalah saudara-saudara nabi Yusuf As, sebagaimana
tersebut dalam firman-Nya: “(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada
ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat
sebelas buah bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud;
kulihat semuanya sujud kepadaku.” (Yusuf 4)

Pastur : Kuburan siapa yang mengembara membawa orangnya?


Abu Yazid : Nabi Yunus Alaihissalam, sebagai terukir dalam firman-Nya:
“Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau
sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat
Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari
berbangkit.” (Ash Shaffaat 142-144)

Pastur : Apa yang bernapas tanpa roh?


Abu Yazid : Bacalah firman Allah Ta’ala: yang artinya: “Demi Subuh, apabila
ia bernapas.” (At Takwir 18)

Pastur : Siapa mereka yang percaya tapi dimasukkan ke dalam neraka?


Abu Yazid : Mereka adalah orang Yahudi dan Nasrani. Bacalah firman Allah
dalam Al Qur’anul Karim: orang-orang Yahudi berkata: “Orang-
orang nasrani tidak mempunyai sesuatu pegangan”, padahal mereka
(sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang
tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. maka
Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa-
apa yang mereka berselisih padanya.” (Al Baqarah 113)I

Dalam ayat yang lain Allah Ta’ala juga berfirman: “Barangsiapa


mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-
orang yang merugi.” (Ali ‘Imran 85)

Pastur :Siapa mereka yang berdusta, tapi dimasukkan ke dalam surga?


Abu Yazid : Mereka adalah saudara-saudara Yusuf Alaihissalam yang berdusta
kepada ayah mereka. Hal ini dikisahkan Allah Ta’ala lewat firman-
Nya: “Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi
berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang
kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan
percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang
benar.” (Yusuf 17)
Lalu kata Yusuf kepada mereka kemudian: Pada hari ini tak ada
cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni
(kamu), dan Dia adalah Maha Penyanyang di antara para
penyanyang.” (Yusuf 92)
Kemudian kata ayahnya kepada mereka kemudian, “Aku akan
memohonkan ampun bagimu kepada Robbku. Sesungguhnya Dia lah
Yang Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Yusuf 98)

Pastur : Apa ciptaan Allah yang dicelanya sendiri?


Abu Yazid : Suara keledai, sebagaimana tersebut dalam ayatnya: “…
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Luqman
19)

Pastur : Apa ciptaan Allah yang tidak berayah dan tidak beribu?
Abu yazid : Mereka adalah malaikat, yang tidak berayah dan beribu. Tubuhnya
nurani, tidak makan dan tidak minum, tidak dilahirkan dan tidak
melahirkan, tidak pernah tidur dan bersitirahat. Dia bertasbih siang
dan malam, seperti halnya kita bernafas setiap saat.

Pastur : Siapa pula ciptaan Allah yang tidak berayah dan tidak beribu?
Abu Yazid : Nabi Adam, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian
Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka
jadilah dia.” (Ali Imran 59)

Pastur : Pohon apa yang terdiri dari 12 ranting, dan setiap ranting terdiri
dari 30 daun. Pada tiap daun ada 5 buah, 2 buah di antaranya ada di
panasnya dan 3 buah lagi ada di teduhnya.
Abu Yazid : pohon yang terdiri dari 12 ranting itu yang pada tiap rantingnya ada
30 daun, dan pada tiap daun ada 5 buah, 2 buah di antaranya ada
pada tiap daun ada di panasnya dan 3 buah lagi ada diteduhnya.
Yang dimaksud dengan pohonan adalah tahun, tiap-tiap tahun ada 12
bulan, tiaptiap bulan terdapat 30 hari, pada tiap-tiap hari terdaapat 5
kewajiban menunaikan shalat, 2 shalat ditunaikan di siang hari (yaitu
Dhuhur dan Ashar), dan 3 shalat lainnya ditunaikan pada waktu
matahari terbenanm, yakni maghrib, Isya’, dan Subuh.

Abu Yazid : Kini giliran saya, wahai tuan pastur yang terhormat, untuk
memajukan satu pertanyaan saja. Saya harap Anda bisa
menjawabnya.
Pastur :Silahkan!
Abi Yazid : Apa kunci surga itu?
Pastur : …(Sang pastur tidak dapat menjawab0

Jamaah Nasrani yang hadir di biara itu menjadi gusar kepada


gurunya.Mereka berkata kepada pastur, “Bagaimana ini? Dia (Abu Yazid) dapat
menjawab semua pertanyaan pastur, sedangkan pastur sendiri tidak mampu
menjawab sebuah pertanyaan pun?”
Maka pastur itu menjelaskan, “Wahai anak-anakku! Aku tahu jawabannya,
akan tetapi aku takut kepada kamu semua…”
Para pengikutnya serentak berkata, “Silahkan bapak menjawab! Tidak usah
takut dan ragu-ragu kepada kami.”
Lalu pastur itu menjawab dengan suara keras. Katanya “Kunci surga itu
ialah: “Laa ilaahailaallahu Muhammadarrasulullah”
Setelah pastur mengucapkan kalimat tauhid tersebut, kontan seluruh
anggota jamaahnya mengikuti ucapan pasturnya. Mereka serempak berikrar: “Laa
ilaahailaallahu Muhammadarrasulullah”
Lalu mereka memutuskan merubah biara menjadi masjid tempat orang
mengabdikan diri kepada allah Ta’ala.

WASIAT SEORANG ALIM


Pada suatu ketika ada seorang meminta nasihat kepada Ibrahim bin Adham
Ra yang terkenal sebagai orang yang zahid. Kata orang itu, “Ya Ibrahim, berilah
kami wasiat yang dengan itu menjadikan seluruh kehidupan kami bermanfaat.”

Ibrahim bin Adham memberikan nasihatnya:

- Kalau engkau melihat orang sibuk dengan dunia, maka sibuklah dirimu dengan
soal kahirat.
- Kalau engkau melihat orang sibuk memperindah lahirnya, maka sibukanlah
dirimu dengan memperindah batinmu.
- Kalau engkau melihat orang sibuk memakmurkan perkebunan, maka
sibukanlah dirimu memakmurkan kuburan.
- Kalau engkau melihat orang sibuk mengabdikan diri kepada sesamanya, maka
sibukanlah dirimu mengabdikan diri kepada Robbul ‘alamin.
- Kalau engkau melihat orang sibuk mempergunjingkan keburukan orang lain,
maka sibukanlah dirimu dengan keburukan dirimu sendiri.
- Jadikanlah kehidupandi dunia ini sebagai lahan pertanian yang akan
mengahantarkan engkau ke penenan raya di akhirat kelak!

AYAT-AYAT PENYEMBUHAN

Asy Syaikh Al Imam Abi Al Qasim Al Qusyairi Rahimahullah


mengisahkan bahwa pada suatu hari puteranya sakit keras. Beliau tidak
menemukan obat penyembuhnya sampai-sampai beliau sudah berputus asa sekali
dengan nasib puteranya itu.
Pada suatu malam ia bermimpi menjumpai Rasulullaah Saw. beliau lalu
mengadukan hal itu kepada Nabi Saw. lalu Nabi Saw berkata kepadanya, “Apakah
kamu tidak pernah membaca ayat-ayat penyembuhan dalam Al Qur’anul Karim?”
Setelah selesai Rasulullaah Saw berkata demikian, Imam Abi Al Qasim
terbangun dari tidurnya, dan sesudah kejadian yang dialami dalam mimpinya itu,
beliau mengingat-ingat ayat-ayat penyembuhan dalam Al Qur’anul Karim. Ayat-
ayat tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini

“…dan melegakan hati orang-orang yang beriman.” (At Taubah 14)b

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dan Robbmu


dan penyembuhan bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yunus 57)

“…Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam


warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.”
(An Nahl 69)b
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Al Israa 82)

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (Asy Syu’araa
80)

“…Katakanlah: “Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-
orang yang beriman…(Fushshilat 44)

asy Syaikh Al Imam Abi Al Qasim Al Qusyairi selanjutnya berkata,


“Kemudian aku jadikan bacaan itu penangkal penyakit puteraku, dan
Alhamdulilah ia berhasil disembuhkan dengan pertolongan Allah Ta’ala.

CARA YANG CERDIK


DALAM MENDIDIK PEMBANGKANG

Pada suatu hari ada seorang lelaki datang menemui Ibrahim bin Adham Ra.
ia berkata kepada Ibrahim, “Ya Aba Ishak! Aku ini suka melakukan dosa. Tolong
berikan jalan keluar yang ampuh agar aku bisa menghindarinya.”
Setelah mendengar perkataan tersebut, Ibrahim Ra berkata, “Jika enkau
mau menerima lima syarat, dan kau mampu melaksanakannya, maka tidak apa-apa
bila kau melakukan perbuatan maksiat.”
Lelaki yang kerap melakukan maksiat itu dengan rasa ingin tahu yang besar
bertanya, “Apa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak?”
“Syarat pertama,” kata Ibrahim bin Adham Ra, “Jika kamu mau bermaksiat
kepada Allah, jangan memakan rezeki-Nya!”
lelaki itu mengernyutkan kening seraya berkata, “Lalu Aku mau makan dari
mana?! Bukankah semua yang di bumi ini rezeki Allah, ya Aba Ishak?!
“Ya,” tegas ibrahim bin Adham Ra, “Kalau engkau sudah mengetahuinya,
masih pantaskag engkau memakan rezeki-Nya tapi sementara itu engkau
melanggar perintah-perintahnya-Nya?!”
“Baiklah…baiklah,” Jawab lelaki itu menyerah, “Lalu apa lagi syarat yang
keduanya, ya Aba Ishak?”
“Kalau engkau mau bermaksiat kepada-Nya, jangan engkau tinggal di
bumi-Nya!” Kata Ibrahim bin adham Ra lebih tegas mengajukan syarat kedua.
Syarat ini membuat lelaki iu kaget setengah mati, “Hah! Ini lebih hebat
lagi! Lantas aku mau tinggal di mana?! Semua bumi dan seisinya ini kan milik
Allah?!”
“Ya Abdallah! Pikirkanlah, apakah engkau layak memakan rezeki-Nya dan
tingga di bumi-Nya tetapi sementara itu engkau melanggar perintahnya-Nya?!
Tanya Ibrahim kepada lelaki itu.
“Ya, engkau benar Aba Ishak,” kembali lelaki itu mengangguk pasrah.
“lalu…,” tanyanya kembali, “Apa syarat yang ketiganya?”
“Kalau engkau mau bermaksiat kepada-Nya, mau makan rezeki-Nya, dan
mau tinggal di bumi-Nya juga, carilah tempat yang tersembunyi yang tidak dapat
terlihat oleh-Nya!”
Syarat ini kembali membuat lelaki itu terperajat, “Ya Ibrahim! Ini nasihat
macam apa?! Mana mungkin Allah tidak melihat kita?!”
“Nah, kalau engkau yakin Dia selalu melihat dan mengamatimu, apakah
pantas engkau bermaksiat di hadapan-Nya?! Sudah makan rezeki-Nya, hidup di
bumi-Nya, tapi masih juga mau bermaksiat di hadapan-Nya dengan terang-
terangan!” Ucap Ibrahim kepada lelaki itu. Ucapan ini membuat lelaki itu kembali
tidak berkutik dan harus membenarkan semua ucapan sang Imam.
“Baiklah, ya Aba Ishak…Kini apa syarat yang keempatnya?”
“Kalau malaikatul Maut datang hendak mencabut rohmu, katakanlah
kepadanya, “Mundurlah kematianku dulu. Aku masih mau bertobat dan
melakukan amal shaleh!”
kembali lelaki itu menggeleng dan tersadar, “Ya Ibrahim, mana mungkin
malaikat maut akan memenuhi permohonanku itu…”
“Ya Abdallah, kalau engkau sudah meyakini bahwa engkau tidak bisa
menunda dan mengudurkan datangnya kematianmu, lalu jalan apa yang mungkin
bisa memberikan jalan keluar kepadamu dari murka Allah Ta’ala?!”
Baiklah, ya Aba Ishak, kini apa syarat yang kelimannya?”
Ibrahim bin Adham Ra sekali lagi berpetuah kepada lelaki itu, “Ya
Abdallah, kalau malaikat Zabaniyah datang mengiringmu ke api neraka di hari
kiamat, jangan engkau mau ikut bersamanya!”
Perkataan Ibrahim sekali lagi membuat lelaki itu benar-benar tersadar dari
kebutaannya selama ini. Dai berkata, “Ya Aba Ishak, jelas mereka tidak mungkin
membiarkan aku menolak kehendaknya!”
“Kalau begitu, dari jalan apa engkau bisa menyelamatkan dirimu, ya
Abdallah?”
Lelaki yang ada di hadapan Ibrahim bin Adham Ra itu tidak tahan lagi
mendengar perkataan Ibrahim. Dia menangis dan dengan wajah penyesalan
berkata, “Ya Ibrahim cukup…cukup…jangan engkau teruskan lagi. Mulai saat ini
aku akan beristighfar dan bertobat yang nashuha kepada Allah Ta’ala…”
Ternyata lelaki itu menepati janjinya. Sejak dari pertemuannya dengan
Ibrahim bin AdhamRa, lelaki itu benar-benar bertobat.Dia mengakui segala ibadah
dan mejalankan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan penuh
kekhusyu’an hingga menemui ajalnya.

MATINYA KALBU

Syaqiq EI Balakhi Rahimahullah Ta’ala meriwayatkan bahwa tatkala


Ibrahim bin Adham Ra sedang berjalan-jalan di negeri Al Bashrah, dia ditanya
oleh penduduk negeri itu. Mereka bertanya, “Ya Ibrahim, mengapa doa kami tidak
diindahkan lagi, padahal bukankah Allah Ta’ala telah berkata dalam firman-Nya:
“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tetang Aku, maka (jawablah),
bawasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan oarang yang
mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku…(Al Baqarah 186)?
Ibrahim memberi jawaban kepada mereka. Katanya, “Wahai penduduk kota
Al Bashrah, itu disebabkan karena kalbu kalian telah mati oleh sepuluh hal. Jika
demikian bagaimana Allah Ta’ala akan menyabut doa kalian?
Penduduk negeri Al Bashrah berpikir sejenak mencari tahu mengenai
sepulah hal tersebut, tetapi mereka belum juga menemui jawabannya. Maka
mereka bertanya kembali kepada Ibrahim, “Ya Ibrahim, apa sepuluh hal itu?”
“Kesepuluh hal yang menghabat doa kalian itu,” jawab Ibrahim, antara lain:
_ Kalian telah mengenal Allah, tetapi tidak menunaikan haknya;
_ Kalian telah membaca Al Qur’an, tetapi tidak mengamalkan isinya;
_ Kalian mengaku cinta kepada Rasulnya, akan tetapi meninggalkan
sunnahnya;
_ Kalian mengaku benci kepada syaitan, akan tetapi mematuhi ajakannya;
_ Kalian mengaku ingin masuk surga, akan tetapi tidak memenuhi syarat-
syaratnya;
_ Kalian mengaku ingin selamat dari api neraka, tetapi kalian menjerumuskan
diri ke dalamnya;
_ Kalian meyakini bahwa kematian itu suatu kepastian, akan tetapi kalian
tidak pernah mempersiapkan diri menghadapinya;
_ Kalian sibuk mengurusi keburukan oarang, akan tetapi kalian mengabaikan
keburukan diri sendiri;
_ Setiap waktu kalian mengubur orang mati, akan tetapi setiap kali itu pula
kalian tidak pernah merenunginya;
_ Kalin telah menikmati nikmat Allah, akan tetapi tidak pernah
mensyukurinya;

DELAPAN MASALAH
YANG TERANG BEDERANG

Diriwayatkan oleh Syaqiq Al Balakhi. Beliau pernah bertanya kepada


seorang sahabatnya yang sekaligus juga menjadi muridnya bernama Hatim. Beliau
bertanya, “Sudah lama engkau bersahabat denganku. Selama ini pelajaran dan
hikmah apa saja yang telah engkau dapatkan?”
Maka Hatim menjawab:
Pertama. Aku melihat setiap orang mempunyai kekasih pujaan hatinya.
Tetapi apabila orang itu telah berada di kuburan (sudah meninggal), kulihat semua
kekasihnya meninggalkannya. Karena itulah aku menjadikan kebaikan dan segala
amal ibadahku sebagai kekasihku karena aku tahu ia senantiasa menyertaiku
walaupun aku kelak telah di pekuburan (telah meninggal).
Kedua. Aku senantiasa berusaha untuk merenungi firman Allah: “Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Robbnya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat
tinggal(nya).”(An Naazi’at 40-41). Karena itulah aku berjuang mati-matian hingga
aku berasil mentaati segala perintah Allah.
Ketiga. Aku melihat yang diperebutkan orang ada yang bernilai
mengangkat tapi juga justru menurunkan derajat orang itu. Akan tetapi setelah aku
mengamati firman Allah yang berbunyi: “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa
yang di sisi Allah adalah kekal…” (An Nahal 96), maka setiap aku memiliki
sesuatu yang bernilai, aku “tabungkan” di jalan Allah supaya kelak “hartaku” itu
kekal abadi di sisi-Nya.
Keempat. Aku melihat orang berjuang mati matian demi harta, pangkat dan
kehormatan untuk mendapatkan kemuliaan. Padahal kalau kita mengamati firman
Allah Ta’ala: “… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu…” (Al Hujurat 13), kita
akan mengetahui bahwa sesungguhnya orang yang mendapatkan kemuliaan di sisi
Allah adalah orang yang bertaqwa. Karena itulah aku berusaha untuk selalu
mengingatkan ketaqwaanku supaya dapat mencapai kemuliaan yang lebih terjamin
dari AllahTa’ala.
Kelima, Aku melihat di dunia ini banyak terjadi permusuhan di antara
manusia terutama disebabkan oleh hasut dan dengki soal rezeki, padahal Allah
Ta’ala jelas-jelas menyatakan dalam firman-Nya: “Apakah mereka yang
membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggalakan
sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka
dapat mempergunakan sebagian yang lain…” (Az Zakhruf 32). Maka itulah aku
selalu berusaha menanggalkan rasa hasut dan dengki kepada orang lain.
Keenam. Aku melihat manusia pada umumnya memperuncing permusuhan
di antara mereka, padahal musuh mereka yang sebenarnya berdasarkan petunjuk
Allah Ta’ala ialah setan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu),
karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongan supaya mereka
menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Faathir 6). Karena itulah aku
berusaha memutihkan hatiku terhadap siapapun terhadap syetan.
Ketujuh. Aku melihat banyak orang yang menghinakan diri demi
memperoleh sesuap nasi pagi dan petang, padahal Allah Ta’ala telah memberi
jaminan yang jelas kepada kita semua dalam firman-Nya: “Dan tidak ada suatu
binatang melata pun dibumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya. Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semua
tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Huud 6). Karena itulah aku
menyibukkan diri dengan karunia yang diberikan-Nya kepadaku, dan aku berusaha
meninggalkan yang tidak diberikan kepadaku.
Kedelapan. Aku melihat banyak orang bertawakal dan lebih memusatkan
segenap perhatian pada perdagangan, perindustrian, dan pada kesehatan badan
mereka. Namun aku tidak menghendaki demikian. Aku hanya ingin bertawakal
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

KEMULIAAN ISLAM

Al Fudhail bin ‘iyadh Rahimahullah Ta’ala konon sebelum bertobat adalah


seorang pencuri dan perampok. Namun pada suatu malam, ketika hendak mencuri
di rumah seseorang, ia mendengar pemilik rumah sedang membaca Al Qur’anul
Karim dengan suara yang amat menawan kalbunya. Bunyi ayat yang tengah
dilantunkan si pemilik rumah itu adalah:

“Belum datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk


menundukkan hatinya mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah
turun (kepada mereka)…” (Al Hadid 16)

Al Fudhail ‘Iyadh mendengarkan baik-baik bacaan ayat itu dan berusaha


memahami artinya sehingga akhirnya kalbunya benar-banar tunduk pada
peringatan Allah Ta’ala. Dari lidahnya terlontar kata-kata kalbu dan tekad bulat.
Pada waktu itu juga dia berucap, Ya Robbi! Sudah tiba waktunya bagi kalbuku ini
untuk tunduk dan bersimpuh di bawah dulu kerajaan-Mu, ya Robb!”
Demikianlah peran hidayah Aallah Ta’ala. Seorang pencuri perampok besar
yang tadinya sangat ditakuti orang, dengan serta merta berubah menjadi seorang
ulama besar yang sangat tersohor kearifannya kepada Allah.
Pernah pada suatu hari ia dipanggil oleh ibunya, dan dia menjawab dengan
suara agak keras, “Na’am, ya Ummah!” Setelah ia menyahut demikian salah
seorang temannya menegurnya, “ya Fudhail mengapa kamu bersuara keras
menjawab panggilan ibumu tadi?”
Fudhail menerima teguran sahabatnya itu. dia sangat menyesal karena telah
berkata keras terhadap ibunya, sampai-sampai suara keras yang dijawabkan
kepada ibunya itu sebagai dosa besar yang hanya bisa ditebus dengan kifarat
membebaskan seorang budak!

SABARNYA SEORANG SHALEH

Ada seorang lelaki shaleh beristri seorang wanita berakhlak buruk sehingga
perangai isterinya selalu mengganggu ketenagan kalbunya.
Pada suatu hari seorang temannya memberikan nasihat kepadanya,
“Ceraikan saja perempuan macam itu!”
Tetapi dengan sabar lelaki itu berkata, “Tidak! Aku khawatir kalau aku
menceraikannya, nanti ia menggoda suaminya yang lain. Dengan demikian nanti
akulah yang menjadi penyebab gangguannya itu.”
Temannya bertanya lagi, “Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan?”
Lelaki shaleh itu menjawab, “Aku akan bersabar menghadapi gangguannya
demi merelisasikan sabda Nabi Saw: “Laki-laki manapun yang bersabar dengan
akhlak buruk isterinya, Allah akan memberikan kepadanya seperti apa yang
diberikan-Nya kepada Ayyub pada waktu menderita ujian. Dan begitu pula halnya
dengan perempuan shaleh yang sabar menghadapi akhlak buruk suaminya, Allah
akan memberikan kepadanya seperti apa yang diberikan-Nya kepada Asiah, istri
Fir’aun.”

PERJALANAN
ORANG-ORANG SHALEH

Pada suatu hari Al Imam Ashma’i Ra keluar hendak berhaji ke Baitullah Al


Haram. Di tengah perjalanan ia dihadang oleh seorang perampok yang sudah
menghunus pedangnya hendak membunuhnya. Perampok itu bertanya, “Apa
pekerjaanmu?!”
Al Imam Ashmna’i Ra menjawab, “Aku mengajar anak-anakku menghapal
Kitab Allah Ta’ala.”
Si perampok itu bertanya lagi, “Coba perdengarkan kepadaku satu ayat dari
Kitab itu! aku pernah mendengarnya, akan tetapi tidak pernah kubaca.”
Pada saat-saat seperti ini terlihat kecermelangan Al Imam Al Ashma’i
dalam memilih ayat yang menyentuh lubuk hati si perampok. Imam Al Ashma’i
membacakan ayat Allah yang berbunyi:

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan di
langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang
dijanjikan kepadamu.” (Adz Dzaariyaat 22)

Subhanallah! Setelah perampok itu mendengarkan ayat tersebut, air


matanya menetes dari kelopak matanya. Hatinya langsung tergetar mendengar
alunan merdu ayat Allah yang demikian agungnya. Saat itu juga dia menyadari
dan menyesali semua perbuatannya yang lalu. Pedang yang sudah terhunus ke arah
Al Imam Al Ashma’i jatuh tidak terasa dari tangannya, seraya berkata “Ya Robbi,
Mahasuci Engkau, Ya Allah! engkau telah menjamin rezekiku dilangit, namun aku
masih saja melanggar-Mu. Wallahi, sejak kini aku akan menghentikan pekerjaan
hinaku ini untuk selama-lamanya. Aku bertobat kepada-Mu, ya Allah…”
Kemudian si perampok itu berkata kepada Al Imam, “Hai Fulan Silakan engkau
pergi kemanapun kau mau dengan bebas!”
Setelah dibebaskan pergi oleh perampok itu, Al Imam Al Ashma’i pun lalu
meneruskan perjalanannya ke BaitullahAl Haram.
Ketika ia sedang bertawaf di Ka’bah, ia mendengar tangis dan rintihan
seorang di depan pintu. Sambil menangis orang itu memohon, “Ya Ilahi, inilah
aku sedang bersimpuh di depan pintu rumah-Mu untuk memohon ampunan-Mu!
Janganlah aku diusir dari rahmat-Mu dan jangan Kau biarkan aku kembali dengan
tangan hampa dari hadapan-Mu, ya Allah.”
Al Imam Al Ashma’i terhenti sejenak dari ibadahnya untuk mendengarkan
keluhan orang itu. setelah diamati baik-baik wajahnya, kini dia tahu bahwa orang
yang sedang berdoa itu ternyata si perampok yang bertobat di hadapannya tempo
hari.

HATI-HATI MELAKUKAN GHIBAH

Seorang yang shaleh berkisah, “pada suatu malam di saat aku sedang tidur,
aku melihat dalam tidurku ada seorang yang menyuguhkan daging basi kepadaku,
seraya berkata, “Makanlah!” Aku menolak memakannya. Kataku kepadanya,
“Aku tidak mau makan danging busuk itu!” Tetapi orang itu berkata lagi
kepadaku, “Bukankah engkau suka mengadakan ghibah terhadap saudara-
saudaramu?!” Aku membantahnya. Kataku, “Tidak, aku tidak pernah
melakukannya!” Namun ia berkata lagi kepadaku, “Bukankah kau suka
mengadakan ghibah terhadap saudara-saudaramu?” Aku membantahnya. Kujawab
perkataannya, “Tidak, aku tidak pernah melakukannya!!” Tetapi sekali lagi ia
terus memaksaku, katanya, “Bukankah kau suka duduk-duduk dengan orang yang
mengadakan ghibah terhadap saudara-saudaranya, dan kau mendengarnya?!
Dengan demikian dosamu sama dengan dosa orang yang mempergunjingkannya!”

SORGA ADA DI BAWAH


TELAPAK KAKI IBU

Ada seorang lelaki yang sangat berbakti mengurusi ibunya seorang diri.
Untuk melayani ibunya, ia tidak pernah meminta bantuan. Namun pada waktu
meninggal dunia, lelaki itu menemui Allah dalam keadaan tidak diridhoi-Nya.
Para malaikat berkata kepada Allah, “Ya Robbi! Orang itu baik sekali kepada
ibunya.”
Allah Ta’ala segera berfirman kepada para malaikat, “Wahai hamba-
hamba-Ku, kalian tidak tahu apa yang dikatakan antara dia dan aku. Setiap
memberi makan dan minum ibunya ia selalu memohon kepada-Ku agar ibunya
cepat-cepat mati. Ia selalu berkata, “Ya Allah, cepat-cepatlah dia diambil supaya
aku bisa beristirahat daripadanya!"

HUSNUL KHOTIMAH

Sayyidah Nafisah Ra dari keturunan Al Imam Al Hasan bin Ali bin Abi
Thalib Ra, sebelum meninggal dunia telah menggali kuburannya sendiri dan
membaca Al Qur’an disana sebanyak 145 kali. Pada waktu ajalnya menjelang tiba,
kebetulan waktu itu bulan ramadhan. Tabibnya memberi nasihat kepadanya agar
dia berbuka puasa, tetapi dia bersikeras tetap ingin menjalankan ibadah shaumnya.
Dengan penuh percaya diri dia berkata, “Jauhkan dokter itu dariku, dan
tinggalkanlah aku dengan kekasihku (Allah).”
Saat-saat menjelang ajalnya itu, dia terus membaca Al Qur’an, hingga pada
firman Allah yang berbunyi:

“Bagi mereka (orang-orang shaleh) disediakan Darussalam (syurga) pada


sisi Robbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal shaleh
yang selalu mereka kerjakan.” (Al An’am 127)

Bersamaan dengan berakhirnya ayat itu, ia menghembuskan nafasnya yang


terakhir dan bersikap pulang ke rahmatullah dengan tenang.

PENGARUH BERTETANGGA
DENGAN MAYIT YANG SHALEH

Pada suatu ketika Rasulullah Saw ditanya para sahabatnya, “Ya Rasulullah,
apakah di pekuburan, mayit yang bertetangga dengan seorang mayit yang shaleh
itu ada pengaruhnya?”
Rasulullah saw tidak langsung menjawab, tetapi beliau balik bertanya,
“Apakah kalau sewaktu hidup ia (orang yang shaleh itu) bertetangga ada
pengaruhnya?”
Para sahabat serentak menjawab, “Ya, ada…”
Maka jawab Rasulullah Saw menjelaskan. “Begitu pula bila dia meninggal
dunia. Di dalam kuburnya dia pun akan berpengaruh baik kepada di mayit yang
menjadi tetangganya.”

BERTETANGGA DENGAN
ORANG-ORANG SHALEH

Seorang yang shaleh bermimpi melihat salah seorang saudaranya yang


sudah meninggal dunia dalam keadaan buruk. Lalu orang shaleh itu bertanya
kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?”
Saudaranya yang sudah meninggal itu menjawab, “Aku menemui Robbku
dalam keadaan Dia marah kepadaku.”
Pada suatu hari lainnya orang shaleh itu melihatnya kembali (dlam
tidurnya). Dia bertanya lagi, “Bagaimana keadaanmu?”
Saudaranya yang sudah meninggal itu menjawab lagi, “Ada seorang yang
shaleh dikubur di sebelah kuburku. Lalu Allah memperkanankan kepadanya
memberikan syafa’at kepada 40 orang ahli kubur, dan aku termasuk salah seorang
di antara mereka.”

ANAK ADAM AKAN DIBAKAR


HIDUP-HIDUP DI DALAM API!
Pada suatu hari seorang yang shaleh berjalan di jalanan, lalu dia terhenti
melihat seorang memanggang daging di atas api. Tak lama kemudian di antara
kedua kelopak matanya menetes air mata sedih. Hal ini membuat orang yang
sedang memanggang daging itu bertanya, “Mengapa Anda menangis? Apakah
Anda menginginkan daging panggang ini?’
Orang shaleh itu menjawab, “Tidak!”
Si pemanggang daging itu menjadi heran. Maka dia bertanya kembali,
“Lalu kenapa Anda menangis??!”
Orang shaleh itu menjelaskan, “Aku menangis sedih kepada anak Adam.
Mereka memanggang daging hewan mati di atas api, sedang anak Adam akan
dibakar hidup-hidup dalam api!”

JANGAN BERPIHAK
KEPADA ORANG YANG ZALIM

Pada suatu hari lelaki datang kepada Hasan Al Basri Ra. lalu orang itu
bertanya kepadanya, “Ya Imam, aku menjahitkan baju para pembesar negara yang
zalim, sedangkan Allah Ta’ala telah berfirman: “Janganlah kamu cenderung
kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka…”
(Huud 113). Karena itu wahai Imam, apakah aku ini termasuk orang-orang yang
condong kepada mereka?”
Imam hasan Al Basri Ra menjawab, “Sesungguhnya orang yang menjual
benang dan jarum kepadamu itulah yang condong kepada orang yang zalim,
sedang Anda tergolong orang-orang yang zalim itu!”

ULAMA YANG MUKHLIS

Pada suatu hari seorang ulama besar, Salim bin Abdullah Ra sedang
bertawaf di sekitar Ka’bah. Lalu ia berjumpa dengan Amirul Mukminin, Hisyam
bin Abdul Malik, Khalifah Bani Umayyah. Hisyam bin Abdul malik berkata
kepadanya, “Ya Salim, mintalah kepadaku apa saja yang kau kehendaki. Aku akan
memberikan apa yang kau minta!”
Namun Salim bin Abdullah Ra menjawab, “Ya Amiral mukminin, aku
malu meminta kepada selain dari Allah di rumah Allah.”
Sesuadh Salim bin Abdullah Ra berada di luar masjid, ternyata Khalifah
bani Umayyah Hisyam bin Abdul malik masih mengikutinya, dan dia berkata lagi,
“nah Salim, kini engkau sudah berada di luar Baitullah. Mintalah apa yang kau
inginkan.”
Salim Bin Abdullah Ra bertanya kepadanya, “Ya Amiral Mukminin, Anda
ingin aku minta kebutuhan dunia atau akhirat?”
Khalifah Hisyam berkata lagi, “Aku Amirul Mukminin, Anda ingin aku
minta kebutuhan dunia atau akhirat?”
Salim bin Abdullah berkata lagi kepada Khalifah Hisyam, “Ya Amirul
Mukminin, kalau aku malu meminta soal kebutuhan dunia kepada Allah yang
memilikinya, bagaimana aku akan meminta kepada Anda, sedang Anda bukan
pemilik dunia!”

NASIHAT BERHARGA

Pada suatu hari Al hasan Al Bashri Ra mengunjungi Khalifah Umar bin


Abdul Aziz Ra. lalu Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata kepadanya, “Ya
Taqiyuddin, nasihatilah aku!”
Maka Hasan Al Bashri Ra memberi nasihatnya, “Bershaumlah dari dunia,
dan berbukalah dengan kematian. Persiapkanlah dirimu bekal untuk malam yang
kelam yang disertai terbitnya fajar hari kiamat.”

SEORANG ULAMA YANG KUJAHID

Pada suatu ketika seorang ulama yang mujahid, Al Imam Abul Hasan
Ahmad bin Sanan Ra menemui hakim Mesir, Ahmad bin Thulun di sebuah
pengadilan. Al Imam Abul Hasan berkata kepada hakim tersebut, “Ya Ubna
Thulun! Bertaqwalah kepada Allah!”
Orang-orang yang hadir di ruang sidang itu semua tertegun dengan
keberanian Imam Abul hasan menegur penguasa yang sudah dikenal sebagai
hakim yang zalim. Namun tampaknya Imam Abul Hasan bersikap tenang,
berwibawa, dan tidak gentar sedikitpun tatkala berkata demikian.
Ahmad bin Thulun, hakim Mesir itu tidak bisa menahan amarahnya ditegur
demikian oleh sang Imam di depan khalayak ramai. Maka dengan nada gusar dan
beringas ia berkata kepada ajudannya, “Buat lapar singa yang di kandang itu!
jangan diberi makan selama tiga hari, dan kemudian masukkan si bedebah Abul
Hasan ke dalam kandang singa itu!”
Ajudan Ahmad bin thulun segera melaksanakn perintah tersebut. Maka
setelah tiga hari (singa itu dalam keadaan lapar karena tidak diberi makan) Imam
Abul hasan dijebloskan ke dalam kandang tersebut. Ahmad bin Thulun tersenyum
puas melihat Imam Abul Hasan dijebloskan ke dalam kandang singa kelaparan itu.
ia sudah membayangkan tubuh Abul Hasan akan habis terkoyak-koyak dimakan
singa. Tetapi apa yang terjadi ? sesudah satu hari Abul Hasan dimasukkan ke
dalam kandang singa yang sedang lapar itu, yang menurut perhitungan sudah
dirobek-robek binatang buas itu, ternyata tubuh Abul Hasan masih utuh tak kurang
suatu apa, dan sehat wal afiat.
Ajudan Ahman bin Thulun meyaksikan dengan mata kepala sendiri masih
segar bugarnya Imam Abul hasan. Bahkan dia melihat Imam Abul Hasan sedang
bersujud kepada Alla Ta’ala, sementara singa itu berdiri di sebelahnya seolah-olah
memperhatikan apa yang dilakukan sang Imam dan turut mendengarkan apa yang
dibaca dalam sujudnya. Ajudan ahmad bin Thulun melihat tatkala Imam Abul
Hasan dalam sujudnya. Ajudan Ahmad bin Thulun melihat tatkala Imam Abul
Hasan dalam sujudnya membaca: “Subhana Robbiyal A’la”, singa itu tertunduk
kepalanya, seakan menundukkan diri kepada kehendak Penciptanya.
Melihat peristiwa yang ganjil itu, Ajudan Ahmad bin Thulun bergegas
melapor kepada majikannya. Ahmad bi Thulun seakan tak percaya dengan laporan
peristiwa yang sungguh amat mengherankan itu. maka untuk meyakinkan
kebenarannya di datang sendiri ke tempat singa tersebut. Sesudah ia menyaksikan
sendiri, ia lalu memerintahkan kepada ajudannya agar Abul Hasan dihadapkan
kepadanya.
Abul Hasan masuk menemui Ahmad bin Thulun dengan kepala tegak.
Ahmad bin Thulun bertanya kepadanya, “bagaimana keadaanmu?”
Imam Abul Hasan menjawab, “Keadaanku seperti yang tuan lihat, baik-
baik saja.”
Ahmad bin Thulun bertanya lagi, “Bagaimana perasaanmu ketika
dimasukkan ke kandang singa?”
Abul Hasan menjawab tenang, “Aku membaca firman Allah:

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, sesungguhnya


kamu berada dalam penglihatan Kami.”

SIKAP SEORANG ULAMA

Pada suatu hari harun Ar Rasyid, Khalifah Abbasiyah telah menunda waktu
shalat Ashar. Hal ini diketahui oleh Al Imam Abu Yusuf Ra. karena itulah di amat
tidak senang dengan kelancangan khalifah merubah waktu shalat itu. lalu ia masuk
menemui Harun Ar Rasyid dan berbincang-bincang dalam berbagai hal.
Dalam kesempatan berbincang-bincang tu Al Imam Abu Yusuf meminta
segelas air kepada kahlifah. Setelah gelas air minum itu di tangannya, ia bertanya,
“Ya Amiral Mukminin, kalau semua air di muka bumi ini tida ada, kecuali segelas
air ini, sedangkan Anda haus sekali, berapa Anda berani membeli air yang ada di
tanganku ini?”
Abu Yusuf bertanya lagi, “Kalau air yang baginda minum itu tidak bisa
keluar (tidak bisa buang air dan tidak keluar keringat), berapa Anda berani
membayar dokter supaya bisa buang air?”
Khalifah menjawab lagi, “Saya berani membayarnya dengan setengah
kerajaanku ini!”
Al Imam Abu Yusuf kemudian berkata lagi, “Nah Amirul Mukminin, Allah
Ta’ala telah memberikan air kepada baginda dan kepada seluruh rakyat kerajaan
ini dengan gratis. Tetapi setelah diberi kenikmatan yang tiada taranya itu baginda
“mensyukurinya” dengan mengulur-ulur waktu shalat Ashar yang telah ditetapkan
Allah Ta’ala!”

SEMUA KERAJAAN AKAN PUNAH,


KERAJAAN ALLAH-LAH
YANG KEKAL ABADI

Pada saat Khalifah Harun Ar Rasyid menjelang kematiannya, dia


memerintahkan agar kuburannya dipersiapkan. Setelah kuburan itu selesai digali,
dia pergi meninjaunya. Setiba disana dai menetaskan air mata, seraya berkata, “Ya
Allah Robbul ‘alamin, raja dari segala raja yang kekal Abadi! Kasihanilah raja
yang sudah mendekati kepunahannya ini!”

KEBODOHAN
MENJADI SAKSI ORANGNYA

Pada suatu kali Khalifah harun Ar Rasyid pergi berhaji disertai Al Imam
Abu Yusuf Ra. setiba di Mekkah Al Mukarramah, Abu Yusuf mempersilahkan
Khalifah maju ke depan untuk mengimami para jama’ah shalat dua rakaat dan
mengucapkan salam. Kemudian Abu Yusuf berteriak kepada para jamaah
penduduk kota Mekah. Katanya, “Wahai penduduk kota Mekah, kalian boleh
meneruskan shalat Kalian karena Amirul Mukminin dan rombingannya adalah
musafir!”
Lalu tiba-tiba salah seorang jamaah dari Mekah berkata, “Ya Ab Yusuf!
Kami lebih tahu dari Anda dan guru Anda!”
Abu Yusuf menjawab, “Kalau Anda lebih tahu, tentu Anda tidak akan
berbicara pada waktu sedang shalat!”

BAITULLAH

Pada suatu hari terjadi percecokan antara Khalifah harun Ar Rasyid dengan
isterinya, hingga Khalifah harun Ar Rasyid bersumpah akan mencerekainnya,
kecuali bila malam itu isterinya tidak bermalam di dalam kerajaannya.
Isterinya amat bingung dengan keputusan tersebut. Perbatasan kerajaan
Khalifah harun Ar Rasyid di sebelah timur berbatasan dengan negeri Cina, dan dan
di bagian baratnya berbatasan dengan kota Paris. Bagaimana mungkin isterinya itu
akan meninggalkan kawasan negerinya dalam semalam karena pada waktu itu
belum ada alat transportasi yang cepat dan canggih.
Khalifah lalu meminta nasihat ulama terkenal pada waktu itu, Al Imam Abu
Yusuf Ra untuk memecahkan permasalahan tersebut. Setelah mendengarkan
permasalahannya, Abu Yusuf dengan cepat menjawab, “Ya Amirul Mukminin, ia
bisa terlepas dari sumpah baginda. Pada malam ini suruhlah supaya dia bermalam
di masjid. Bukankah masjid itu di luar kerajaan baginda karena ia milik Allah,
sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu
adalah kepunyaan Allah. maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di
dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Al Jin 18)
Atas saran tersebut maka kerukunan rumah tangga Khalifah Harun Ar
Rasyid dapat dilestarikan.

TAKUTNYA SEORANG ULAMA

Seorang ulama besar, Thaus Ra bekerja sebagai juru tulis di kantor


Khalifah Abu Ja’far Al Mnsur. “Ya Thaus, tolong ambilkan tinta itu, aku akan
menulis sesuatu…”
Tetapi Imam Thaus menolak perintah itu seraya berkata, “Ya Amiral
Mukminin, ambillah sendiri…”
Khalifah Abu Ja’far Al Mansur amat kaget dengan sikap Imam Thaus
seperti itu. maka Khalifah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak mau
mengambilkannya untukku?!”
Imam Thaus Ra menjawab, “Aku takut kalau mengambilkannya, Anda
menulis sesuatu yang menzalimi hambah Allah. Dengan demikian aku telah
menjadi sekutu baginda di hari kiamat kelak!”

DAKWAH ANTARA
UCAPAN DAN PERBUATAN

Pada suatu hari Al Imam As Saqthi Ra berkata kepada muridnya, Abul


Qosim Al Junaid Ra, “Ya Junaid! Pergilah ke Masjid dan berdakwalah disana!”
Tetapi Junaid menolak perntah gurunya itu seraya berkata, “Wahai guruku!
Aku takut menjadi seorang da’I oleh tiga ayat Allah Ta’ala.”
Al Imam As Saqthi agak terkejut dengan penolakan tersebut. Maka segera
bertanya kepada muridnya, “Ayat-ayat apa sajakah itu?”
Al Junaid menjawab, “Ayat pertama yang membuatku takut menjadi da’i
adalah firman-Nya dalam surat Al Baqarah ayat 44: “Mengapa kamu suruh orang
lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu
sendiri. Padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu
berpikir?” Ayat yang kedua adalah firman-Nya pada surat Huud ayat 88: “Dan
aku tidak berkehendak menyalai kamu (denganmengerjakan) apa yang aku
larang…” Adapun ayat ketiga adalah firman-Nya dalam surat Ash Shaff ayat 2-3:
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bila kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.”
Setelah mendengar alasan muridnya itu, AlImam As Saqthi terdiam, tidak
berkomentar apa-apa, dan karena hari sudah larut malam Al Junaid pun pamit
untuk pergi tidur.
Pada malam itu tidurnya Al Junaid melihat RasulullahSaw menegurnya.
Sabdanya, “Ya Junaid! Mengapa engkau tidak berdakwa?! Pergilah ke Masjid dan
nasihatilah orang-orang!”
Pada keesokan harinya Al Junaid menceritakan perihal mimpinya itu
kepada gurunya, Al Imam As Saqthi dengan perasaan gembira karena ada kontak
batin dengan Rasulullah Saw. Al Junaid lansung saat itu mengatakan bahwa
dirinya akan pergi berdakwah. Al Imam As Saqthi dengan nada agak menggerutu
berkata kepadanya, “Aku heran kepadamu, ya Junaid! Engkau tidak mau
berdakwah kecuali dengan ijin lansung dari Rasulullah Saw.” Mendengar gerutuah
gurunya ini Al Junaid hanya menyambutnya dengan tersenyum simpul.
Akhirnya pagi itu juga Al Junaid pergi ke Masjid. Di sana dia
mengumumkan bahwa dia akan memberikan dakwahnya. Banyak kaum muslimin
yang datang untuk mendengarkan dakwahnya. Di antara para hadirin yang hadir
ada seorang musyik yang berpakaian seperti orang muslim. Dia sengaja ikut
masuk kedalam Masjid itu untuk mengajukan sebuah pertanyaan kepada Al
Junaid.
“Ya Junaid!” Kata orang kafir itu. “Aku ingin agar Anda menguraikan
kepadaku sabda Rasulullah Saw yang berbunyi:
……………………………………………………………………………….
“Hati-hati dengan firasat orang mukmin karena ia melihat dengan nur
Allah.”

Semua yang hadir disitu memperhatikan pertanyaan orang itu. mereka


semua juga ingin mengetahui apa jawaban yang hendak diberikan Al Junaid
dengan pertanyaan tersebut. Tidak seorang pun yang hadir disitu mengetahui
bahwa si penanya sesungguhnya seorang kafir dan musyrik. Akan tetapi Allah
Ta’ala berkenan mengajari hambanya, Al Junaid dengan tenang dan tegas berkata,
“Hai Fulan! Uraian hadits itu mengatakan bahwa Anda adalah seorang kafir!”
Orang kafir itu amat terkejut dengan jawaban Al Junaid. Dia amat heran
sekaligus kagum Al Junaid mengetahui bahwa dirinya bukan seorang muslim.
Maka saat itu juga orang kafir itu mengucapkan syahadatain. Katanya, “Ya Al
Junaid dan para hadirin saksikanlah mulai hari ini aku meyakini semua wahyu-
Nya dan semua risalah yang disampaikan Rasul-Nya Muhammad Saw, “Asyhadu
anlaa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah,”

RAHMAT ALLAH
KEPADA HAMBA-NYA

Ada seorang alim bertetangga dengan seorang yang berperangai buruk.


Pada suatu hari orang yang berperangai buruk itu meninggal dunia, dan
keluarganya memohon kepada si orang alim agar sudi mengimani shalat
jenazahnya. Tetapi ternyata si alim menolak karena ia merasa kesal. Sewaktu
masih hidup tetangganya itu sering memperlakukannya dengan tidak senonoh.
Pada suatu malam si alim bermimpi melihat tetangganya yang sudah
meninggal itu seolah-olah sedang bergembira di sebuah kebon di surga.
Dalam mimpi itu si alim bertanya kepadanya, “Wahai orang jahat!
Bagaimana hubunganmu dengan Allah?”
Orang itu menjawab, “Wahai orang alim, ketika Anda menolak tidak mau
mengimani jenazahku, aku sudah ketakutan benar dari siksa Allah. sesudah aku
menghaap Allah Ta’ala ternyata Dia dengan kata-kata mesra menyatakan
kepadaku, “Hai hambaku, apa yang telah diperlukan hambaku itu kepadamu?”
Aku menjawab pasrah, “Ya Robbi, Engkau lebih tahu tentang segala-
galanya.”
Lalu firman Allah Ta’ala memutuskan kepadaku: “Kalau hamba-Ku
mengusirmu dari pintunya, maka sesungguhnya pintu-Ku senantiasa menyambut
para terusir itu dan mengampuni orang-orang berdosa…” Lalu selanjutnya Allah
berfirman: “Masukkan dia ke dalam surga. Aku telah mengampuni dosa-
dosanya!”

KEMULIAAN DAN KEHINAAN

Pada suatu hari ada seorang bertanya kepada seorang ulama. Tanyanya,
“Ya Syaikh, mengapa orang yang dipotong tangan tanpa melakukan dosa harus
dikenakan diyah sebesar 500 dinar emas, sedangkan orang yang mencuri ¼ dinar
harus dipotong sebelah tangannya?
Ulama itu menjawab, “Karena tangan amanat itu mahal harganya dan mulia
orangnya, sedangkan tangan khianat itu murah harganya dan hina orangnya!”

KEAGUNGAN AL KHALIQ

Pada suatu hari sepasang suami-isteri berkebangsaan Inggris datang


berkunjung ke rumah seorang ulama negeri Yaman. Dalam perbincangan ramah-
ramah tersebut, isteri pejabat Inggris itu ingin menguji kepandaian sang ulama.
Maka ia bertanya, “Wahai tuan, maukah tuan menjawab pertanyaanku? Kalau tuan
bisa menjawabnya dengan tepat, maka aku akan percaya kepada Allah!”
Sang ulama menjawab, “Silahkan bertanya.”
“Berapa panjang dan lebar Allah?” Tanya wanita Inggris itu.
Ulama itu menjawab dengan balik bertanya, “Apakah Anda mencintai
suami Anda, Nyonya?”
“Oh, tentu saja,” jawab wanita itu.
Ulama itu selanjutnya bertanya, “Berapa luas cinta Anda kepada suami
Anda?”
Wanita berkebangsaan Inggris itu heran dengan pertanyaan ulama tersebut.
Maka ia bertanya lagi, “Kenapa tuan mengukur cinta dengan luas?”
Mendengar pertanyaan lugu itu, sang ulama balik bertanya, “Kalau
makhluk Allah yidak bisa diukur dengan ukuran manusia, kenapa Anda memaksa
saya mengukur zat Allah dengan ukuran manusia? Pernahkah Anda mendengar
firman Allah yang menyatakan: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syuura 11)

SURGA ADALAH
RUMAH KAUM MUKMININ

Pada suatu hari Al Imam Muhammad Abduh diminta datang ke istana Al


Khadewi Abbas, kepala negara Mesir. Disana sudah ada pastur nasrani dan pastur
yahudi. Lalu kedua pastur itu diperkenalkan Al Khadewi kepada Imam
Muhammad Abduh, katanya, “Ya Muhammad! Ini wakil Nasrani, dan ini wakil
Yahudi, sedang Anda adalah wakil kaum muslimin. Aku ingin kalian masing-
masing dapat membuktikan kepadaku bahwa dialah yang akan dimasukkan ke
dalam surga.”
Pastur nasrani berkata, “Biarlah pastur Yahudi yang berbicara terlebih
dahulu!”
Tetapi pastur Yahudi itu mengelak dan berkata, “Biarlah Imam kaum
muslimin yang berbicara terlebih dahulu!”
Khadewi Abbas pun akhirnya berkata pula, “baiklah, Ya Imam
Muhammad, berbicaralah terlebih dahulu!”
Imam Muhammad Abduh lalu berkata dengan singkat, gamblang, jelas, dan
penuh kepastian. Katanya, “Kalau kaum Yahudi akan dimasukkan ke dalam surga
tentu kami juga akan dimasukkan karena kami percaya dengan Musa dan
risalahnya. Begitu pula kalau kaum Nasrani akan dimasukkan ke dalam surga,
tentu kami juga akan dimasukkan karena kami percaya dengan Isa dan risalahnya.
Tetapi kalau kami di masukkan ke dalam surga, kaum Yahudi dan Nasrani tidak
akan dimasukkan ke dalam surga karena mereka tidak percaya kepada Muhammad
Saw dan risalahnya!”

SEORANG WANITA
MENASIHATI SEORANG ULAMA

Dikisahkan oleh Al Qasim bin Muhammad. Katanya, “Tatkala isteriku


meninggal dunia, Muhammad bin Ka’ab Al Qurdhi datang ke rumahku untuk
menyampaikan ucapan duka citanya kepadaku seraya berkisah, “Dulu ada seorang
ulama besar Bani Israel yang ditinggal pergi oleh isterinya. Ia sangat berduka cita
atas kematian isterinya sehingga rasanya dia tidak pernah nyenyak tidur dan tidak
enak makan. Bahkan sejak itu ia selalu mengurung diri di dalam rumahnya, tidak
mau keluar dan tidak mau menerima orang datang.
Pada suatu hari ada seorang wanita cendekiawan yang juga mendnegar
kehidupan sehari-hari ulama itu setelah ditinggal isterinya untuk selama-lamanya.
Wanita itu segera pergi ke rumah ulama tersebut dengan minta ijin untuk
menjumpainya. Semula ulama itu tidak mau menemuinya, akan tetapi setelah
dipaksa akhirnya ia bertanya dengan curiga, “Ada apa engkau datang kemari?”
Akhirnya si wanita itu menjawab, “Begini tuan, aku memimjam perhiasan
dari seorang teman baikku itu memintanya kembali. Apakah aku harus
mengembalikannya, padahal aku sudah memakainya lama sekali?!”
Ulama itu menjawab, “Ya, tentu saja, engkau harus mengembalikannya
dengan ikhlas!”
Maka selanjutnya wanita itu berkata lagi, “Semoga Allah meraihmu tuan.
Apa beda kasus tuan dengan kasus saya ini? Allah meminjamkan isteri kepada
tuan, lalu Dia datang memintanya. Bukankah itu sama dengan orang yang
memiliki perhiasan yang dititipkan kepadaku itu? dengan demikian tuan harus
mengembalikannya dengan ikhlas juga, bukan?!”
Ternyata nasihat wanita itu berhasil menyadarkan ulama tersebut.

HIKMAH ALLAH

Pada suatu hari sepasang suami-isteri sedang makan bersama di rumahnya.


Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan si pengemis
itu, si isteri merasa terharu dan dia bermaksud hendak memberikan sesuatu. Tetapi
sebelumnya dia bertanya terlebih dahulu kepada suaminya, “Wahai suamiku,
bolehkah aku memberikan makanan kepada pengemis itu?”
Tetapi suaminya dengan suara lanyang dan kasar menjawab, “Tidak usah!
Usir saja dia, dan tutup kembali pintunya!”
Pada suatu hari yang naas perdangangan lelaki ini jatuh bangkrut dan ia
menderita banyak hutang. Rumah tangganya pun berantakan sehingga terjadilah
perceraian.
Tak lama setelah itu bekas isterinya ini menikah lagi dengan seorang
pedagang di kota. Pada suatu hari ketika ia sedang makan dengan suaminya (yang
baru), tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang. Setelah pintu dibuka
ternyata tamu tak diundang itu adalah seorang pengemis yang sangat mengharukan
hati wanita itu. maka wanita itu berkata kepada suaminya, “Wahai suamiku,
Bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis ini?” Suaminya menjawab,
“Berilah makan pengemis itu!”
Setelah memberi makanan kepada pengemis itu isterinya masuk ke dalam
rumah sambil menangis. Suaminya dengan perasaan heran bertanya kepadanya,
“Mengapa engkau menangis?
Apakah engkau menangis karena aku menyuruhmu memberikan daging
ayam kepada pengemis itu?”
Wanita itu menggeleng halus, lalu berkata dengan nada sedih dan sambil
terisak-isak menahan tangis, “Wahai suamiku, aku sedih dengan perjalanan takdir
yang sungguh menakjubkan hatiku. Tahukah engkau siapa pengemis yang ada di
luar itu? Dia adalah suamiku yang pertama dahulu.”
Mendengar keterangan isterinya demikian, sang suami sedikit terkejut, tapi
segera ia balik bertanya, “Dan engkau, tahukah engkau siapa aku yang kini
menjadi suamimu ini? Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!”
TIGA SAMA

Hamba Allah yang shaleh, Khidhir Alaihissalam dalam suatu percakapan


ramah tamah berbicara dengan Nabi Musa Alaihissalam. Katanya, “Ya Musa,
engkau mengkritik aku seolah-olah aku akan menenggelamkan perahu yang aku
dan kau tumpangi. Apakh engkau lupa, siapa yang telah menyelamatkan engkau
dari tenggelam ketika engkau dilempar ibumu ke dalam sungai? Ya Musa, engkau
juga mengkritikku, sepertinya aku seorang pembunuh berdarah dingin. Apakah
kau lupa bahwa engkau telah membunuh seorang dari keluarga Fir’aun tanpa dosa
pula? Dan engkau juga mengkritikku, karena aku membangunkan tembok rumah
orang tanpa bayaran. Apakah engkau lupa kalau engkau telah memberikan minum
pada lambing milik kedua anak Syu’aib tanpa bayaran pula? Maka dengan skor
antara aku dan kau sama: 3-3.”

WASIAT YANG LUHUR

Begitu besar perhatian Islam pada keutuhan rumah tangga sehingga setiap
terjadi pernikahan, kerukunan hidup berumah tangga selalu didengungkan kepada
kedua suami isteri yang baru menikah.
Begitu pula halnya dengan Abdullah bin Ja’far Ra. pada malam
pertunangan puterinya, ia berkata menasehati, “Wahai anakku, hindarilah curiga
yang berlebih-lebihan karena itu bisa mendatangkan percereaian. Jangan suka
mengomel karena itu bisa merusak cinta kasih, dan ketahuilah…air merupakan
pembersih yang paling baik!”

UCAPAN PERTAMA ABU DARDA


PADA MALAM PENGANTIN

Pada waktu Abu Darda’ Ra hendak menemui isterinya sesudah


pernikahannya, ia menasehati isterinya. Katanya, “Wahai isteriku, kalau engkau
melihatku sedang marah, maka jinakkanlah kemarahanku itu, dan kalau aku
melihatmu marah, maka aku pun menjinakkan kemarahanmu itu. sebab kalau tidak
demikian, kita tidak akan bisa hidup rukun dan damai selama-lamanya!”

SEPULUH WASIAT BERNILAI

Pada waktu perkawinan puterinya, seorang ibu muslimah membekalinya


dengan beberapa nasihat yang amat berharga. Dengan lemah lembut dan penuh
kasih ibu itu berkata kepada puterinya, “Wahai puteriku sayang, sesungguhnya
wasiat itu merupakan peringatan bagi orang yang lupa, dan bantuan bagi orang
yang berakal. Ketahuilah anakku, wanita itu diciptakan untuk lelaki, dan lelaki pun
diciptakan untuk wanita. Wahai puteriku, kalau engkau ingin agar pergaulanmu
dengan suamimu abadi, maka jadilah engkau hamba sahayanya. Jadilah engkau
buminya, maka dia akan senantiasa menjadi langitmu. Selain itu peliharalah
sepuluh butir wasiatku ini. Inysa Allah wasiat ini akan menjadi bekalmu dalam
mengarungi hidup bersamanya:

- Hendaklah kau terima baik dia apa adanya. Pandai-pandailah mendengar


bicaranya dan patuhi perintahnya.
- Pahamilah apa yang menjadi kesenangan mata dan hidungnya, jangan sampai
dia melihatmu dalam keadaan buruk dan menciummu dalam keadaan kurang
sedap.
- Perhatikanlah waktu makan dan tidurnya, karena lapar yang sangat bisa
menimbulkan marah dan kurang tidur bisa menggelisahkannya.
- Jangan engkau membuka rahasianya dan jangan melanggar perintahnya. Kalau
engkau membuka rahasianya, berarti engkau telah mengorbankan amarahnya,
dan kalau melanggar perintahnya berarti engkau tidak akan aman dari tipu
dayanya.

Kemudian ibu muslimah itu mengakhiri wasiatnya dengan pesannya:


“Berhati-hatilah engaku bersenang-senang di hadapannya pada waktu oa sedang
sedih, atau bersedih hati pada waktu ia sedang bersuka cita.”

KEJUJURAN
ADALAH JALAN KESELAMATAN

Pada suatu hari seorang anak muda belia dari Mekkah Al Mukarramah akan
pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu. Usia anak itu tidak lebih dari 12 tahun.
Sebelum pergi anak itu memohon kepada ibunya untuk diberi nasihat.
Dengan lemah lembut anak itu berkata kepada ibunya, “Ya Ummah, Aushini,
berilah aku nasihatmu!”
Ibunya memberi nasihat kepadanya, “Wahai puteraku, berjanjilah kepadaku
bahwa engkau akan selalu bersikap jujur dimanapun dan kapanpun engkau
berada.”
Ibunya kemudian membekali puteranya uang sebanyak 400 dirham untuk
keperluan hidupnya selama di Baghdad. Setelah pamit dan mohon doa restu
ibunya, anak itupun pergilah dengan menunggang kuda.
Namun ketika di tengah perjalanan anak itu dicegat oleh para perampok.
Mereka dengan kasar bertanya kepada anak itu, “Hai anak muda, cepat kemari!
Beritahukan kami berapa uang yang kau bawa!”
Anak muda itu menjawab dengan jujur, “Aku membawa uang 400 dirham!”
Mendengar jawaban anak itu kepala perampok tidak percaya, bahkan dia
merasa diejek. Maka dia menghardik, “Hei, kurang ajar kau! Anak kecil seperti
kau sudah berani mengejek aku?! Pergilah dari sini! Kalau tidak, akan kutebas
batang lehermu!”
Mendengar hardikan yang menggelegar itu, anak muda itu cepat-cepat
pergi. Tetapi beberapa hari kemudian, di tengah perjalanan ia berjumpa lagi
dengan kepala perampok itu. kepala perampok iu bertanya lagi kepadanya,
“berapa uang yang kau bawa?!”
Anak muda itu menjawab masih dengan jawaban tempo hari, “Ya, aku
membawa uang sebanyak 400 dirham!”
Mendengar jawaban yang sama seperti kemarin dari anak muda yang
dilepasnya itu, si kepala perampok menjadi ragu. Untuk menguji kebenaran anak
muda itu, dua menyuruh untuk mengeluarkan uang tersbeut. Ternyata anak muda
itu dengan lugu menyerahkan seluruh uangnya kepada kepala perampok itu. hal ini
membuat kepala perampok tertegun. Dengan nada heran kepala perampok itu
bertanya, “Mengapa engkau berlaku jujur, dan tidak berdusta kepadaku, padahal
kau tahu uang itu akan kurampok?!”
Dengan polos hati anak muda itu menjawab, “Ibuku menuntut janjiku
supaya aku bersikap jujur kepada siapapun!”
Dengan ijin Allah Ta’ala hati si perampok yang kejam itu tersentuh.
Dengan penuh penyeslan dan hari si perampok itu berkata, “Wahai anak muda,
aku terharu dengan ketaatanmu kepada ibumu. Sedangkan aku sudah tidak taat
kepada Allah, bahkan tidak segan-segan mengkhianati janjiku kepada-Nya. Wahai
anak muda. Bawalah uangmu itu dan berjalanlah dengan aman. Aku berjanji akan
bertobat kepada Allah dengan tobat nashula.”
Pada sore harinya para perampok “asuhannya” membawa barang rampasan
kepada si kepala perampok. Tapi alangkah terkejutnya mereka ketika melihat
pimpinannya sedang menangis. Melihat anak buahnya kebingungan menyaksikan
dirinya menangis, maka dia segera berkata, “Wahai anak buahku, Allah Ta’ala
memerintahkan kepada kita supaya mengembalikan amanat itu kepada
pemiliknya.”
Mendengar perkataan itu, anak buah si perampok sejenak tertegun. Selama
ini mereka tidak pernah mendengar ucapan semacam itu dari mulut pemimpinnya.
Sebagai anak buah yang selalu patuh kepada pemimpinnya, mereka serentak
berkata, “Kalau tuan sebagai pemimpin sudah menyatakan tobat, maka kami pun
sebagai anak buah menyatakan bertobat juga.”
Akhirnya mereka, kelompok perampok yang semula sangat ditakuti
masyarakat karena kekejamannya iu kini kembali ke tengah-tengah masyarakatnya
sebagai muslim yang baik.

SERUAN BERHAJI
KE BAITULLAH AL HARAM

Pada suatu ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim Al Khalil, “Ya


Ibtahim! Serulah seluruh umat manusia berhaji ke rumah-Ku!”
Ibrahim menjawab, “Ya Robbi! Bagaimana mungkin suaraku ini akan
terdengar oleh mereka semua?!”
Allah Ta’ala mengulangi permentaan-Nya. Dia berfirman: “Ku ditugaskan
berseruh kepada mereka semua. Mengenai sampai atau tidaknya itu adalah urusan-
Ku!”
Maka sebagai hamba Allah yang patuh, Ibrahim Al Khalil menaiki gunung
Abi Qubais di Mekah, lalu berseru lantang, “Hai manusia! Sesungguhnya Rabb
kalian telah mendirikan rumah di Mekah ini, maka berhajihlah kalian kesini!”
Tak lama setelah seruan itu, semua roh anak Adam dalam alam gaib
menyambutnya. Mereka serempak berseru: “Labbaik, Allahumma labbaik!
Labbaik laa syarika laka abbaik! Innal hamda Wan ni’mata laka mulk, laa
syarika lak!

PELAJARAN
DARI SEORANG BADUI

Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqofi adalah seorang Amir untuk Irak di sana
pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari dinasti Bani Umayyah. Al
Hajjaj mempunyai kebiasaan, bila hendak makan ia harus ditemani.
Pada suatu hari ia pergi dengan rombongan untuk berburu di padang pasir.
Ketika waktu makan siang tiba, ia mengutus para pengawalnya untuk mencarikan
teman makannya. Akan tetapi para pengawal itu tidak menemukan siapapun,
selain seorang badui yang kebetulan sedang tidur di bawa naungan sebuah gunung.
Pengawal Hajjaj segera membangunkan badui itu dari tidurnya. Orang
badui itu bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian membangunkan aku. Semoga
Allah merahmati kalian.”
Para pengawal itu kemudian menjelaskan maksudnya, “Kami mengundang
Anda makan siang bersama Amir Irak. Tahukah engkau siapa dia?”
“Ya,”jawab orang badui itu, “Dia Al Hajjaj bin Yusuf.”
Kemudian pengawal itu membawa si badui ke hadapan Al Hajjaj. Setiba di
hadapannya, Al Hajjaj bertanya kepadanya, “Tahukah engkau, siapa aku?”
Orang badui itu menjawab dengan kalem, “Ya, engkau adalah Al Hajjaj bin
Yusuf, Amir Irak.”
Al Hajjaj kemudian berkata lagi, “Silakan duduk, temani aku makan
siang!”
Orang badui itu cepat menjawab, “Maaf, aku telah menerima undangan
makan dari yang lebih besar dari Anda.”
Al Hajjaj penasaran, maka dia bertanya, “Siapa yang lebih basar dari aku
yang mengundangmu itu, hai badui?”
Orang badui itu menjawab lagi menjelaskan, “Aku hari ini sedang shaum,
dan diundang makan oleh Allah Ta’ala.”
Al Hajjaj bertanya lagi dengan penuh keheranan, “Mengapa engkau
berpuasa pada hari sepanas ini?”
Orang badui itu menjawab lagi, “Ya Hajjaj! Aku melakukannya untuk
menangkal hari yang lebih panas dari hari ini!”
Dengan setengah memaksa Al Hajjaj terus membujuk orang badui itu, “Ya
Akhil Arab, besok saja engkau berpuasa. Hari ini Batalkanlah puasa Anda dan
makanlah bersamaku.”
Tetapi orang badui itu menjawab dengan tegas, “Tidak, Hajjaj! Apakah
engkau tahu pasti bahwa aku akn hidup hingga besok pagi?!”
Karena Hajjaj terus menerus mendesaknya, maka orang badui itu akhirnya
berkata tegas, “Ya Hajjaj, sebenarnya apa yang engkau inginkan dariku?
Al Hajjaj menjawab dengan nada menyerah, “Tidak, aku tidak
menginginkan apa-apa.”
Maka orang badui itu berkata lagi untuk yang terakhir kalinya, “Kalau
begitu, lepaskanlah aku bersama Alla!!”
Maka Al Hajjaj pun melepaskan orang badui itu dan dia membiarkannya
pergi.

PERPISAHAN NABI YUSUF


DENGAN NABI YA’QUB ALAIHISSALAM

Sebagaimana kita ketahui, saudara-saudara Yusuf berusaha memisahkan


Yusuf dari ayahnya. Namun sebelum Ya’qub melihat kembali putranya yang
berpisah selama empat puluh tahun itu, dalam sebuah mimpinya dia berjumpa
dengan malaikatul maut. Nabi Ya’qub lalu bertanya kepada malaikat maut,
“Apakah engkau sudah mencabut roh Yusuf?” Malaikat maut menjawab, “Belum,
ya Nabi Allah. Bahkan Allah Ta’ala berjanji akan mempertemukan kalian berdua
sebelum maut merenggut nyawa kalian.”
Ketika Nabi Ya’qub akhirnya bertemu dengan puteranya yang amat
dikasihinya itu, Yusuf bertanya kepadanya, “Ya Abati, kenapa ayah amat bersedih
hati sehingga mata ayah memutih begini? Tidakkah ayah tahu dari Allah jika kita
tidak dipertemukan di dunia, tentu akan dipertemukan di akhirat nanti.”
Mendengar penuturan anak yang amat dirindukannya itu, Ya’qub
menjawab, “Wahai anakku sayang, aku bersedih hati karena aku khawatir takut
engkau berubah agama keluar dari Islam sehingga aku dipisahkan dari engkau oleh
Allah Ta’ala di hari kiamat kelak.”

YA ALLAH, YA SATTAR!

Nabi Musa Alaihissalam dengan kedudukannya yang tinggi di sisi Allah


dapat digangguh oleh seorang durhaka yang shalat bersamanya sehingga langit
tidak mau menurunkan hujan.
Lalu Musa Alaihissalam berkata kepada kaumnya, “Hai bani Israel, siapa
diantara kalian yang durhaka kepada Allah, maka keluarlah dari barisan kami
supaya Allah Ta’ala berkenan menurunkan hujan.”
Namun ternyata tidak ada seorang pun yang keluar dari barisan tersebut.
Akhirnya Musa Alaihissalam tidak menemukan jalan keluar. Maka ia pun
shalat kembali bersama kaumnya. Tetapi taklama kemudian hujan pun turun.
Maka Musa Alaihissalam berkata, “Ya Robbi! Engkau menurunkan hujan dan
tidak mengeluarkan si durhaka itu?”
Allah Ta’ala kemudian menjelaskan kepada Musa lewat firman-Nya: “Ya
Musa, dia sudah taubat dan Aku sudah menerima tobatnya.”
Musa ingin tahu lebih jelas orangnya, maka dia bertanya, “Siapa dia, ya
Robbku? Aku ingin mengetahuinya.” Tetapi Allah menjawab, “Ya Musa, ketika
dia durhaka, Aku rahasiakan kedurhakaannya, lalu bagaimana mungkin Aku akan
membukanya sesudah ia bertabat!”

DIMANAPUN KAMU BERADA


MAUT PASTI AKAN MENCAPAIMU!

Pada suatu hari Nabi Sulaiman bin Daud Alaihissalam sedang duduk-duduk
dengan salah seorang pembantunya. Tak lama kemudian masuk seorang
lelakiberpenampilan rapih dan cakap. Setelah mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri, lelaki itu lalu ikut duduk bersama Nabi Sulaiman. Namun
lirikan matanya sebentar-sebentar dilepaskan ke arah teman duduk Nabi Sulaiman
itu sehinggah membuatnya gelisah. Kemudian lelaki itu berbisik kepada Nabi
Sulaiman agar dia dikirim kembali ke negeri asalnya yakni negeri India.
Nabi Sulaiman Alaihissam kemudian memerintahkan angin supaya
membawa orang itu ke negerinya. Setelah sampai lelaki itu lansung masuk ke
kamar tidurnya. Namun tiba-tiba orang yang menjadi teman duduk Nabi Sulaiman
tadi sudah ada di hadapannya. Hal ini membuat lelaki itu amat ketakutan. Dengan
suara gemetar ia bertanya, “siapa kau?” Orang yang ada di hadapannya itu
menjawab, “saya malaikatul maut!”
Mendengar jawaban tersebut lelaki itu tidak puas, maka ia bertanya
kembali, “Bukankah engkau tadi yang berada di tempat Nabi Sulaiman?!
Malaikatul maut menjawab, “Benar. Aku ditugasi mencabut rohmu di sini
dan pada saat ini juga. Semula aku heran, kamu bisa di negeri Syam, padahal
ajalmu akan berakhir di India. Aku sempat bingung, padahal Allah tidak biasa
merubah tempat dan waktu orang apabila sudah tiba ajalnya. Ternyata penetapan
Allah Ta’ala benar! Engkau sudah sudah ditakdirkan mati disini!”

ANTARA YANG BATI


DAN YANG HAK
Di suatu desa di negeri Baghdad ada dua orang bertetangga, yang seorang
adalah orang kaya dan yang seorang lagi miskin. Tetangga yang kaya mempunyai
seekor kuda, dan yang miskin mempunyai seekor sapi.
Pada suatu hari sapi orang miskin itu beranak. Tetapi tetangganya yang
kaya berkata setelah menengok anak sapi tersebut, “Anak sapi itu hasil hubungan
antara induk sapi dengan kudaku.”
Mendengar perkataan dusta ini tentu saja orang miskin itu membantah,
“Seumur hidup aku belum pernah mendengar ada kuda mempunyai anak sapi!”
Tetapi ternyata perihal tersebut tidak hanya sampai di situ. Sikaya yang
“ngotot” menginginkan anak sapi itu menjadi miliknya melapor ke pengadilan.
Anehnya, sang hakim memutuskan bahwa anak sapi itu memang benar hasil
percampuran antara kuda dan sapi. Sang hakim berkata kepada si miskin, “Apakah
engkau tidak melihat kilauan matanya, persis kaki ayahnya (kuda), lagi pula
kakinya empat persis kaki ayahnya.” Pada akhirnya si hakim memutuskan bahwa
anak sapi itu harus diberikan kepada si pemilik kida.
Tentu saja tetangga yang miskin itu tidak setuju dan tidak puas atas
keputusan tersebut. Maka ia minta naik banding ke mahkamah tinggi. Namun
ternyata, entah mengapa dan ada apa, keputusan mahkamah tinggi pun sama
dengan keputusan pengadilan.
Dengan bercampur rasa sedih, marah, dan kecewa, orang miskin itu
mengajukan gugatan ke mahkamah agung dengan harapan barangkali ada seorang
hakim yang bertaqwa kepada Allah, yang mengenal mana yang haq dan mana
yang bathil. Alhamdulillah, orang miskin itu menemukan hakim yang
diinginkannya.
Ketika mahkamah Agung hendak memutuskan kembali perkara itu, tiba-
tiba sang hakim berkata kepada orang miskin dan orang kaya itu, “Maafkan aku.
Hari ini aku tidak bisa memutuskan perkara ini!”
Si kaya protes dan bertanya, “Mengapa tuan hakim?”
Hakim mahkamah Agung itu menjawab, “Aku sedang haidk, dan kalau
sedang haidh aku tidak bisa memutuskan suatu perkara!”
Si kaya dengan nada tidak percata dan gusar bertanya lagi, “Masa seorang
lelaki haidh, tuan?!”
Lalu hakim itu menjawab tegas, “Kalau kau tidak percaya seorang lelaki
bisa haidh, kenapa engkau hendak memaksakan orang lain percaya pada
bualanmu, bahwa kuda bisa melahirkan seekor anak sapi?!”
Si kaya diam tak berkutik dengan jebakan pertanyaan hakim tersebut. Dan
akhirnya Mahkamah Agung memutuskan anak sapi itu milik si miskin!

ILMU MENGUNDANG
ORANG MASUK ISLAM

Seorang doktor ahli kandungan yang mengajar di suatu Universitas di


London berkata bahwa ia menemukan suatu hakikat ilmiah tentang janin dalam
rahim ibu. Ia berkata di depan para mahasiswanya, “Selama ini para ahli
berkeyakinan bahwa janin dalam rahim ibu dumulai dengan tahapan lunak. Namun
aku menemukannya pada pertengahan abad ke-20 ini bahwa janin itu dimulai
dengan tahapan keras sebelum tahap lapisan daging.”
Setelah mendengakan uraian tersebut, seorang mahasiswa asal Pakistan
mengangkat tangan seraya berkata, “Sebelum Bapak menemukannya, empat belas
abad yang lalu hal itu sudah diketahui oleh seorang buta huruf, namanya
Muhammad Rasulullah Saw!”
Mendegar berita tersebut, doktor ahli kandungan itu terperanjat. Ia bertanya
sekan tak percaya, “Apa katamu?!”
Mahasiswa Pakistan itu mengulangi penjelasannya kembali, “ilmu itu sudah
ditemukan oleh Muhammad Rasulullah Saw empat belas abad yang lalu!”
Dengan masih penasaran doktor ahli kandungan itu minta penjelasan sekali
lagi, “Coba bacakan apa yang dikatakannya!”
Mahasiswa Pakistan itu lalu membuka Al Qur’anul karim dan membacakan
surat Al Mu’minun ayat 14 ayat berbunyi:

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging. Dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang. Lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mu’minun 14)

Dosen yang ahli kandungan itu mencatat keterangan mahasiswanya seraya


berkata, “baiklah, kita akan bertemu lagi nanti sesudah aku menyelidiki kebenaran
keterangan ini!”
Tak lama kemudian, dosen itu menyatakan Islamnya. Dia mengucapkan
syahadatan di hadapan para ulama kaum muslimin di london: “Asyhadu anlaa
ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.”

ILMU MENGUNDANG ORANG


UNTUK BERIMAN

Seorang dosen di Universitas Sorbon di Perancis, yaitu seorang


warganegara Perancis dan beragama Katholik berbicara tentang darah haidh.
Katanya, “Pada mulanya Eropa mengira darah haidh pada wanita itu dipandang
sebagai akibat dari sihir. Namun ilmu pengetahuan menemukan bahwa ternyata
darah itu keluar dari kelenjar-kelenjar kewanitaan.”
Lebih lanjut wanita itu kemudian menerangkan bahaya yang mungkin
diderita bila melakukan pesetubuhan pada wanita sedang haidh. Katanya, “Kalau
wanita dalam keadaan haidh lalu dilakukan persetubuhan, maka itu bisa
mendatangkan penyakit pada alat kemaluan, pada kedua ginjal dan menimbulkan
berbagai penyakit kulit lainnya.
Seorang mahasiswa dari Saudi Arabia setelah mendengarkan penuturan
doktor tersebut mengacungkan tangan dan berkata, “Al Qur’anil karim sudah
empat belas abad yang lalu menyatakan demikian!”
Dosen wanita itu terkejut dan penasaran dengan perkataan mahasiswanya
tadi, sehingga dia bertanya, “Apa yang dikatakan Al Qur’an?”
Mahasiswa Saudi itu berkata lagi dengan menguraikan ayat 222 dalam
surat Al Baqarah:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah


suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjaukan diri dari wanita
di waktu haidh: dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al
Baqarah 222)

Doktor Wanita berbangsa Perancis itu dengan rasa ingin tahu yang besar
bertanya lagi, “Benarkah kitabmu menyatakan demikian?”
Mahasiswa Saudi itu menjawab, “Benar.”
Dosen itu berkata lagi, “Kalau begitu aku akan menelitinya lebih lanjut
dengan para ahli dalam soal tersebut.”
Berita ini akhirnya sampai kepada orang-orang yang berwenang di
Universitas Saudi Arabia di Riadh. Akhirnya dosen tersebut mendapat undangan
ke sana untuk mendapatkan penjelasan-penjelasan yang dbutuhkan. Ternyata
sebelum majelis ilmiah itu berakhir membahas masalah tersebut, dosen wanita
berbangsa Perancis itu menyatakan keislamannya, dan mengucapkan syahadatain
di depan mejelis tersebut karena pemahamannya pada hakikat yang terkandung
dalam Al Qur’an.

KEMURAHAN AKHLAK AL HUSAIN RA

Seorang budak Al Husain Ra (cucunda Rasulullah Saw) pada suatu hari


masuk menemui majikannya seraya memberikan dua batang pohon gaharu sebagai
hadiah kepadanya. Setelah menerima haiah itu dengan serta merta Al Husaian
berkata kepadanya, “Kni kau bebas kerana Allah!”
Para teman duduknya terheran-heran dengan keputusan AL Husaian yang
begitu saja membebaksna budaknya. Mereka bertanya, “Apakah Anda
membebaskannya gara-gara dua batang pohon gaharu?”
Al Husain menjawab dengan tenang, “Aku ingat firman Allah yang
mengatakan: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya…” (An
Nisaa 86) dan aku tidak menemukan nalasan yang lebih baik dari pemberian
(hadiah) kedua batang pohon gaharu itu selain memerdekakannya!”
DIGANGGU LALU DIMAAFKAN DAN DIBEBASKAN

Pada suatu hari Sayyidina Ali bin Al Husain yang bergelar Zainul Abidin
sedang berwudhu dari sebuah kendi yang dipegang oleh seorang budaknya. Tiba-
tiba kendi itu terjatuh ke mukanya sehingga wajahnya luka dan berdarah. Lalu ia
mengangkat mukanya hendak melihat muka budaknya itu. tetapi sebelum matanya
menatap mata budaknya, budaknya berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala
berfirman: “Adapun orang-orang yang menahan amarahnya…”
Zainul Abidin menjawab, “Aku sudah menahan amarahku.” Lalu budaknya
menlanjutkan firman Allah: “Dan mereka yang suka memaafkan orang lain…”
Zainul abidin menjawab lagi, “Aku sudah memaafkan kamu.”
Sesungguhnya Allah cinta kepada orang-prang muhsinin.”
Zainul Abidin berkata lagi, “Pergilah kau. Kini kau merdekakan engkau!”

NASIHAT UMAR BIN ABDUL AZIZ


KEPADA PUTERANYA

Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz Ra mendengar bahwa puteranya,
Ashim memakai cincin dengan harga seribu dirham. Maka dia segera mengirim
surat kepada puteranya. Dia berkata dalam suratnya, “Ya Ashim! Setiba suratku
ini di tanganmu, juallah cincinmu dengan harga seribu dirham dan sedekahkan
kepada seribu fakir miskin, lalu kau beli cincin dari besi, dan tuliskan di dalamnya:
“Allah akan merahmati orang yang tahu harga dirinya!”

KEADILAN ISLAM

Pada waktu terjadi paceklik panjang di jaman Khalifah Umar bin Khatthab
Ra makanan utama Khalifah setiap hari hampir terdiri lemak sehingga wajahnya
yang tampan seperti bulan purnama menjadi pucat masai dan perutnya kempis. Ia
berkata kepada perutnya yang keroncongan itu, “Engkau boleh berbunyi sepuas
hatimu, namun engkau tidak akan dapat menikmati daging sehingga anak-anak
kaum muslimin kenyang semua!”

TAKUTNYA ORANG-ORANG YANG PAHAM

Pada suatu malam yang panjang dan dingin, Al Karkhi Rahimahullah


ditemukan memakai sehelai gamis sehingga badannya menggigil kedinginan. Lalu
ada orang bertanya kepadanya, “Ya ma’ruf Al Karkhi! Kenapa Anda membiarkan
diri kedinginan, padahal Anda punya baju yang bisa menangkal rasa dingin ini?”
Namun Ma’ruf Al Karkhi menjawab, “Aku ingat hal-ihwal fakis miskin,
sedang aku tidak punya pakaian untuk disedekahkan kepada mereka. Akhirnya aku
berpikir, sebaiknya hal-ihwal mereka secara aktif dalam menghadapi musim
dingin yang ganas ini!

LOGIKA SEORANG MUKMIN

Pada suatu ketika Sayyidina Yusuf Alaihissalam ditanya oleh seorang


ajudannya. Tanyanya, “Mengapa tuan sering berpuasa, padahal tuan diberi kuasa
memegang semua hasil bumi dan kekayaan negeri Mesir?”
Nabi Yusuf Alaihissalam kemudian menjawab, “Aku takut kalau aku
kenyang nanti aku menjadi lupa kepada orang-orang yang lapar.”

HARUS ADA BUKTINYA

Pada suatu hari Asy Sya’bi sedang duduk-duduk dengan Syuraih, seorang
hakim yang dikenal arif dan bijaksana. Lalu tiba-tiba ada seorang wanita masuk
dan melapor perihal kekejian suamianya kepada dirinya dengan tangis yang amat
memilukan hati orang yang mendengarkannya.
Setelah wanita itu selesai menjelaskan pengaduannya, Asy Sya’bi berkata
dengan nada terharu seakan ikut merasakan duka deritanya, “Semoga Allah
memperbaiki keadaanmu, wahai perempuan. Engkau sudah dizalimi seseorang.”
Mendengar perkataan Asy Sya’bi itu, Syuraih bertanya kepadanya,
“Darimana engkau mengetahinya?”
Asy Syu’bi menjawab, “Dari tangisannya!”
Lalu Syuraih berkata mengingakan Asy Sya’bi, “Jangan kau mudah
percaya! Saudara-saudara Yusuf dulu juga menangis ketika mereka hendak
menipu ayahnya, padahal merekalah pelaku semua kezaliman!”

MEMPERKENALKAN KEBAIKANNYA

Dikisahkan dari Al Husain bin Ali Ra, pada suatu hari dia mendengar dari
seorang bahwa dia dikecam oleh seorang. Lalu ia membawa sepiring kirma dan
dibawanya sendiri korma itu ke rumah orang yang mengecamnya.
Setiba di rumah orang itu, kebetulan yang membukakan pintu adalah orang
yang dimaksud. Orang itu melihat kepada Al Husein seraya berkata dengan nada
kagum, “Apa ini, wahai putera anak perempuan Rasulullah?” maka Al Husain
menjawab, “Terimalah ini! Aku mendengar Anda mengrimkan kebaikan-kebaikan
Anda kepadaku, dan akupun membalas ala kadarnya.”

PETUNJUK-PETUNJUK CEMERLANG

Al Hasan Al Bashri Ra berkata kepada salah seorang muridnya. Katanya,


“Ambillah surat ini, wahai muridku! Ini lebih berharga bagimu dari seribu kitab.”
Setelah sibuka ternyata surat itu berisi petunjuk-petunjuk yang amat
cemerlang dan amat berharga. Hasan AL Bashri di dalam surat untuk muridnya itu
berpesan:

- Janganlah engkau tergiur dengan tempat yang baik. ketahuilah, tidak akan ada
tempat yang lebih baik dari surga. Bukankah bapak kita Adam telah
meneriman akibatnya karena ia tertipu pada yang lainnya?
- Janganlah engkau tergiur dengan banyaknya ibadah. Ketahuilah, iblis pada
mulanya tidak kurang ibadahnya, tetapi bagaimana nasib peruntungannya?
- Janganlah engkau tertipu dengan orang yang shaleh. Ketahuilah, tidak ada
orang shaleh yang lebih besar dari Muhammad Saw. namun orang-orang kafir
dan munafik tidak mendapat keuntungan daripadanya.
- Jangan tergiur dengan banyaknya ilmu karena Bal’am bin Ba’ura’ jauh
pandangannya dan banyak mengetahui isi kitab-kitab, tetapi lihat bagaimana
nasib peruntungannya.

Pada satu ketika Luqman Al Hakim berkata menasehati puteranya, “Wahai


puteraku, kalau engkau ragu-ragu dengan kematian, jangan engkau tidur karena
tidur hampir serupa dengan kematian. Kalau engkau ragu-ragu dengan hari
kebangkitan, jangan kau bangun dari tidurmu karena bangun tidur itu hampir
serupa dengan kebangkitan sesudah kematianmu.”
Abdullah bin Abbas Ra berkata, “Orang yang bijak bestari tidak akan
tergelincir. Kalau ia tergelincir, ia akan menemukan pegangan.” Selanjutnya ia
berkata, “Ketika uang dirham dan dinar dicetak, iblis mengambilnya dan
meletakkan uang itu pada matanya seraya berkata, “Engkau buah hatiku dan
kesenangan mataku. Dengan engkau aku menysatkan, mengkafirkan, dan
memasukkan orang ke dalam neraka!”
Sayyidina Ali Karramallahu Wajhahu berkata, “Kepada kaum mukminin
di jaman ini aku nasihatkan, apabila disuguhi makanan dan minuman, jangan
langsung dimakan tetapi berdoalah dulu kepada Allah dengan doa sebagai berikut:

“Ya Allah, kalau makanan dan minuman ini ada syubhat keharaman,
lindungilah aku daripadanya. Kalau tidak, janganlah kau biarkan ia
mendekam dalam perutku. Kalau tidak, peliharalah aku dari maksiat yang
timbul karena memakannya. Kalau bukan Engkau yang melindungiku,
daimana aku bisa bertobat dengan tobat nashuha? Kalau engkau tidak
memberiku tobat, kasihanilah aku dan jangan aku didosakan, wahai Allah,
ya Akramal Akramin, ya Arhamal Rahimin.”

Diriwayatkan, Muawiyah ra mengirim surat kepada Aisyah Ra untuk


meminta nasihat yang singkat. Lalu Aisyah Ra membalas surat itu. katanya,
“Salamun ‘alaika, amma ba’du. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Siapa
yang mengharap ridha Allah, meskipun orang membencinya maka Allah akan
melindunginya dari manusia, dan siapa yang mengharap ridha manusia meskipun
Allah membencinya, maka Allah Ta’ala akan menyerahkannya kepada manusia.”
Wassalam! (HR. At Tirmudzi)
Pada suatu hari Malik bin Dinar Ra berkata kepada para muridnya, “Kalau
pada suatu hari kamu melihat kalbumu mengeras, badanmu melemah, dan
rezekimu seret, maka sadarilah bahwa kamu telah banyak berbicara yang sia-sia,
yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan dirimu!”
Pada satu kesempatan Al Fudhail bin ‘Iyadh menasehati para sahabatnya
baik yang muda maupun yang tua. Katanya, “Wahai para pemuda! Berapa banyak
tanaman yang rusak dan musnah sebelum tiba masa tuanya. Wahai para orang tua!
Bukankah buah itu dipetik sesudah tua dan matang? Kalau demikian apapula yang
kalian tunggu, bukankah Allah Ta’ala telah berfirman: “…Dan apakah Kami tidak
memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang
mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu kamu pemberi peringatan?…”
(Faathir 37)

UMAR RA MEMIMJAM UANG

Pada suatu ketika Khalifah Umar bin Khatthab Ra memohon diberi


pinjaman 400 Dirham dari Abdurrahman bin Auf. Tetapi Abdurrahman bin Auf
bertanya kepada, “Mengapa engkau memimjam dari saya, bukankah kunci
Baitulmal ada di kantongmu? Apakah engkau tidak bisa memimjam dari sana dan
nanti mengembalikannya lagi?”
Umar menjawab, “Aku tidak mau memimjam dari Baitulmal karena aku
takut takdirku tiba, maut merenggutku. Lalu kau dan kaum muslimin menuntut
aku telah memakai uang tersebut. Maka jika hal itu terjadi kebaikanku tentu akan
dikurangi di hari kiamat. Sedangkan kalau aku memimjam darimu, kalau aku
meninggal dunia, engkau dapat menagihnya dari ahli warisku.”

KEBAIKAN ALLAH BANYAK SEKALI DAN INDAH

Dibawakan oleh Anas bin Malik, katanya, “Pada suatu hari ketika matahari
sudah hampir terbenam, Rasulullah Saw berdiri di Arafat seraya memerintahkan
kepada Bilal, “Ya Bilal, perintahkanlah kepada kaum muslimin semua supaya
tenang!”
Setelah suasana tenang Rasulullah saw bersabda kepada merela, “Wahai
kaum muslimin, baru saja Jibril datang kepadaku dan menyampaikan dalam pesan-
Nya. Katanya, Allah Azza wa Jalla telah mengampuni semua orang yang wiquf di
Arafat dan Masy’aril Haram lainnya, dan menjamin bagi mereka pahalanya.”
Umar bin Khatthab kemudian bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ini khusus
bagi kita para sahabat?”
Nabi Saw menjawab, “Ini untuk kamu semua dan untuk orang-orang yang
datang sesudah kamu hingga hari kiamat.”
Maka Umar bin Khatthab berkomentar, “Subhanallah, begitu banyak dan
indah sekali kebaikan Allah!”

AKHIR SEBUAH PERSELISIHAN YANG AGUNG

Pada suatu hari terjadi perselisihan antara Al Imam Al Husain bin Ali dan
saudaranya Muhammad bin AL Hanafiah Radiallahu anhum ajma’in. pertengkaran
mulut itu akhirnya membuat keduanya marahan dan pulang dengan hati kesal dan
masygul sekali.
Setiba di rumah, Muhammad bin Al Hanafiah langsung mengambil kertas
dan menulis surat kepada saudaranya, Al Husaien. Bunyi surat itu:

Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad bin Ali bin Abi Thalib kepada


saudaranya, AL Husain bin Ali bin Abi Thalib. Amma ba’du.
Sesungguhnya kamu mempunyai keutamaan yang tidak mungkin aku
jangkau, dan memiliki kemuliaan yang tidak bisa aku capai!
Kalau kamu sudah membaca suratku ini, segeralah memakai pakaian dan
sandalmu, lalu datanglah kesini untuk membuat aku ridha kepadamu. Kalau
tidak, kalau sampai aku mendatangimu, maka keutamaan yang merupakan
milik utamamu itu akan bergeser dan berpindah tempat. Wassalam.

Sesudah membaca surat saudaranya itu, Al Husain cepat-cepat memakai


pakaian dansandalnya, dan pergi ke rumahnya hendak mengubur perselisihan yang
terjadi di antara keduanya.

KUNCI-KUNCI SURGA

Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah untukku enam perkara, maka aku


akan menjamin untukmu surga:
Pertama. Kalau berbicara, bicaralah yang benar!
Kedua. Kalau berjanji, tepatilah!
Ketiga. Kalau diberi amanat, tunaikanlah dengan baik!
Keempat. Pejamkan matamu dari yang diharamkan!
Kelima. Peliharalah farjimu dari hubungan seksual yang diharamkan!
Keenam. Peliharalah sepak terjangmu dari tindakan yang dihramkan!

SEORANG HAKIM MUKMIN

Khalifah Umar mengirim surat kepada penduduk kota Homsh di negeri


Syam supaya mendaftar nama para fakir miskin yang ada di kotanya. Mereka
segera memenuhi perintah Khalifah itu dan mendaftar nama walikotanya di urutan
paling atas, yaitu Sa’id bin Amir.
MULIANYA KEIMANAN

Umar bin Khtatthab Ra berkata, “Dahulu di jaman jahiliyah, kami terdiri


dari orang-orang hina. Lalu kini Allah memuliakan kami dengan Islam. Siapa yang
menuntut kemuliaan tanpa dia, pasti Allah akan menghinanya.”

WAKTUNYA KAUM MUKMININ

Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu berkata, “Siapa yang


menghabiskan waktunya dengan sia-sia untuk menunaikan kewajibannya, atau
untuk mendirikan kemuliaannya, atau untuk memanjatkan tajmid atas karunia
yang diperolehnya, atau kebaikan yang pernah dilaksanakannya, atau ilmu yang
diperolehnya, maka dia telah mendurhakai waktu hidupnya.

WASIAT SEORANG AYAH KEPADA PUTERANYA

Umar bin Utbah berkata, “Ketika aku berusia 15 tahun, ayahku berwasiat
kepadaku. Katanya, “Wahai puteraku sayang, telah terputus darimu hukum sabar.
Maka peliharalah rasa malumu dan jadilah engkau seorang pemalu! Jangan mudah
tertipu dengan orang yang memujimu, padahal kamu meyakini dirimu tidak
demikian. Kalau dia memujimu dengan kebaikan yang tidak dia ketahui pada
waktu dia senang kepadamu, maka besok lusa dia akan mencercamu seperti itu
juga pada waktu ia benci kepadamu!”

NASIHAT LUQMAN KEPADA PUTERANYA

Pada suatu hari Luqman menasehati puteranya. Katanya, “Wahai puteraku


sayangm hati-hatilah bersahabat dengan orang-orang yang buruk. Ia seperti
pedang yang sedang terhunus. Kelihatannya menakjubkan, tetapi akibatnya
mematikan. Jangan suka meremehkan orang karena penampilannya yang kurang
rapih dan pakaiannya kurang indah, karena Allah Ta’ala tidak melihat selain pada
hati dan tidak menganjar melainkan pada aml perbuatan.”

NASIHAT ALI BIN ABI THALIB

Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib berkata menasehati, “Siapa yang
mengangkat diri menjadi Imam seseorang, maka hendaklah dia memulai mengajar
dirinya sendiri sebelum mengajar orang lain, dan memperlihatkan kemanisan budi
pekertinya sebelum menampakan kemanisan lidahnya!”

KESAKSIAN
Pada suatu hari Al Fadhal bin Rabi’, salah seorang menteri pemerintahan
Khalifah Harun Ar Rasyid ditolak kesaksiannya oleh Jaksa Agungnya itu.
Teguran tersebut lalu dijawab oleh Jaksa Agung, Abu Yusuf, “Sekali tempo
aku pernah mendnegar dia mengucapkan, “Aku hambamu”. Kalau benar
demikian, berarti kesaksiannya sebagai budak tidak sah, dan kalau tidak demikian
pun juga tidak sah.”

MENDIDIK DIRI SENDIRI

Pada suatu ketika Ibnal Muqaffa’ ditanya, “Siapa yang telah mendidikmu
begitu tinggi?”
Ibnal Muqaffa’ menjawab kembali, “Bagaimana Anda sampai tidak
mempercayai ini? Jika aku melihat yang baik dan yang haq, maka aku lakukan,
dan kalau aku melihat yang bathil dan buruk, maka aku jauhi. Dengan demikian
aku telah mendidik diriku sendiri.”

WASIAT YANG CEMERLANG

Ali bin Abi Thalib Karramallahu wahhahu berwasiat. Katanya, “Aku


wasiatkan lima hal kepadamu: (1) Janganlah engkau mengharap selain kepada
Allah; (2) Janganlah engkau takut kepada apapun, kecuali kepada dosa-dosamu;
(3) Janganlah engkau malu untuk mengatakan “tidak tahu” bila memang engkau
tidak tahu; (4) Janganlah engkau malu mempelajari apa yang tidak kamu ketahui;
(5) Dan ketahuilah, kesabaran itu bagian dari keimanan. Ia ibarat kepala dari
badan. Kalau kepalanya dipotong, maka matilah badannya. Begitu pula kalau
kesabaran itu hilang, maka hilang pula keimanan.

AL QUR’AN DAN ASSUNNAH

Syaikh Ahmad Ar Rafi’i Ra berkata: “Siapa yang tidak menimbang kata-


kata, perbuatan, dan hal ihwalnya di segala waktu dengan Al Kitab (Al Qur’an)
dan AS Sunnah, dan hanya mengacu pada pikiran-pikiran (logika) dan
pendapatnya maka tidak kami daftar namanya dalam dewan orang-orang
terhormat.

OBAT KALBU

Sayyidina Ibrahim Al Khawash Ra berkata, “Obat kalbu itu ada lima, yakni
membaca Al Qur’an dan mereninginya, mengosongkan perut (shaum), bangun
(shalat) malam, memohon pada waktu sahur, dan bergaul dengan para shalihin.

KENAPA HARUS MALU?


Pada satu ketika Asy Sya’bi ditanya tentang sesuatu, lalu dijawab olehnya,
“Aku tidak tahu!”
Mendengar jawabnya tersebut, si penanya tidak puas. Ia bertanya lagi,
“Apakah Anda tidak malu denngan jawaban tersebut?”
Asy Sya’bi menjawab, “Mengapa harus malu? Para malaikat Allah apabila
benar-benar tidak tahu mereka berkata, “kami tidak tahu…”

ORANG MUKMIN

Al Ahnaf berkata, “Orang mukmin itu berada di antara empat golongan,


yakni di antara orang muslim yang dengki kepadanya, orang munafik yang
membencinya, orang kafir yang memeranginya, dan diantara setan yang
memfitnahnya.

MEREKA JANGAN DIRUNDINGI

Qis bin Sa’idah berkata menasehati puteranya. Katanya, “Janganlah kamu


rundingi orang sibuk, meski ia serius; atau orang yang sedang lapar, meski ia
paham; atau orang yang sedang ketakutan, meski ia ikhlas; atau orang yang sedang
sedih, meski ia berakal sehat.

SALAH SATU RESEP KESELAMATAN

Allah Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepada seluruh nabi-Nya,


alaihissalam dengan firman-Nya:

“Kalau engkau sedang sendirian peliharalah kalbumu. Kalau engkau di


tengah masyarakat peliharalah lidahmu. Kalau engkau berada di meja
makan peliharalah perutmu; dan kalau engkau di jalanan peliharalah
matamu. Itulah resep keselamatan seseorang.”

SIAPA YANG BERTAQWA


KEPADA ALLAH
AKAN DIBERIKAN JALAN KELUAR

Diriwayatkan, pada satu ketika Salim bin Auf, saudara Abdurrahman bin
Auf Ra ditawan musuh. Ayahnya kemudian datang mengadu kepada Rasulullah
Saw. lalu beliau bersabda, “Bertaqwalah kepada allah dan perbanyaklah
memanjatkan ucapan: “Laa haula walaa quwata illa billahil ‘Aliyil ‘Azhim.”
Setelah diberi nasihat tersebut dia segera melakukannya. Sampailah pada
suatu hari, ketika ia tengah berada di rumahnya, ia mendengar pintu rumahnya
diketuk orang. Ternyata orang tersebut adalah puteranya, Salim bin Auf yang
datang dengan menggiring 100 unta musuh yang tinggal karena pemiliknya
melarikan diri.

FIRASAT SEORANG MUKMIN

Diriwayatkan, ada seorang lelaki masuk ke majelis Utsman bin Affan.


Lelaki itu datang setelah menemui wanita di jalan.
Utsman bin Affan mengamati baik-baik lelaki itu seraya berkata, “Telah
masuk ke dalam majlis ini seorang yang pada matanya terlihat bekas zina.”
Orang-orang yang berada di dalam majelis terkejut. Lalu ada salah seorang
dari mereka bertanya, “apakah sesudah Rasulullah saw masih ada wahyu?”
Utsman bin Affan Ra menjawab, “Tidak, akan tetapi itu hanya firasat
seorang mukmin.”

AKHLAKNYA
ORANG-ORANG MUSLIM

Pada suatu hari tetangga abdullah bin Al Mubarak Ra hendak menjual


rumah dengan harga dua ribu dinar. Orang itu adalah seorang Yahudi.
Orang yang hendak membeli rumah tersebut berkata, “Rumah ini tidak
berharga lebih dari seribu dinar.”
Ucapan calon pembeli tersebut dibenarkan oleh pemilik rumahnya. Orang
Yahudi itu berkata, “Memang, rumah saya ini hanya seribu dinar, akan tetapi yang
seribu dinar lagi harga bertetangga dengan Abdullah…”
Ucapan si Yahudi itu ternyata ada yang menyampaikannya kepada
Abdullah bin Al Mubarak. Lalu ia memberikan harganya seraya berkata, “Jangan
kau jual rumahmu itu!”

AKU TIDAK KHAWATIR


PASUKAN MUJAHIDIN
KALAH DENGAN MUSUHNYA

Di jaman Khalifah Umar bin Khatthab Ra pasukan kaum muslimin sudah


ada di ambang pintu negeri Parsi. Pada waktu itu rajanya adalah Kisra Yazdajrid.
Mereka adalah pemyembah api yang dinamakan juga beragama Majusi.
Umar bin Khatthab Ra di ibukota pemerintahannya di Madinah segerah
mengadakan mobilisasi umum dan mengundang semua umat Islam untuk
mengikuti latihan militer guna mempersiapkan pasukan kaum muslimin ke medan
laga di Al Qadisiyah (perbatasan kaum negeri Kisra).
Dalam waktu singkat kaum muslimin berbondong-bondong mendaftarkan
diri untuk ikut berperang memerangi bangsa Parsi yang menyembah api itu.
jumlah mereka yang mendaftar hingga mencapai 30.000 mujahidin.
Semula Khalifah Umar Ra akan memimpin sendiri pasukan itu pergi ke Al
Qadisiyah. Tetapi niat tersebut ditolak oleh Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang
penasihat lainnya. Akhirnya pilihan jatuh kepada Sa’ad bin Abi Waqash Ra, salah
seorang sahabat yang hatinya selalu terpaut dan teringat pada kenikmatan syurga
(akhirat).
Demikianlah, sa’ad pergi memimpin pasukan itu menuju perbatasan negeri
Kisra. Pada waktu itu negeri Irak dan Iran merupakan kawasan negeri Kisra.
Tetapi sebelum Sa’ad dan pasukannya bergerak meninggalkan kota
Madinah, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab Ra memberikan pesan-pesannya,
antara lain:
Bismillah wa ‘ala barkatillah. Wahai Sa’ad bin Abi Waqash, jangan engkau
tertipu dan sombong lantaran engkau adalah paman Rasulullah Saw dan salah
seorang sahabatnya. Ketahuilah, semua orang di mata Allah, baik bangsawan
maupun harijan sama saja. Di sisi Allah hamba yang paling mulia adalah yang
paling bertaqwa kepadanya.
Ya sa’ad, aku wasiatkan kepadamu dan kepada orang-orangmu supaya
senantiasa bertaqwa kepada Allah. kalau kita melanggar perintahnya, maka berarti
kita telah sama dengan musuh-musuh kita dalam melakukan maksiat. Padahal
musuh-musuh kita jauh lebih besar jumlah pasukan dan pelengkapan perangnya.
Dengan demikian bila kita telah bermaksiat maka dengan mudah mereka akan
dapat menghancurkan kita.
Ya Sa’ad, aku tidak takut pasukan kita akan dikalahkan oleh musuh-
musuhnya, tetapi yang ditakuti adalah bila mereka melakukan perbuatan dosa.
Selamat jalan, ya Sa’ad, semoga Allah selalu memberkati dan
melindungimu!
Akhirnya sa’ad bin Abi Waqqash dan pasukannya pergi mengarungi gurun
pasir hingga mencapai Al Qadisiyah, pintu negeri Parsi. Begitu pasukan kaum
muslimin tiba di sana, beritanya sudah sampai terlebih dahulu kepada Kisra di
ibukota kerajaannya di Al Mada’in. Kisra mengangkat panglima tertinggi
angkatan bersenjatanya seorang yang masih muda dan sangat dicintai bangsanya,
yaitu Rustum.
Sebelum kontak senjata langsung, Kisra Yazdajrid mengirim seorang
utusan kepada panglima pasukan Islam, Sa’ad bin Abi Waqqash untuk
merundingkan hal-hal yang sekiranya masih dapat dirundingkan. Untuk itu Sa’ad
memilih tempat tokoh pasukan Islam. Mereka dikirim sebagai utusan pasukan
kaum muslimin ke istana Al Mada’in tempat Kisra bertahta. Keempat tokoh
tersebut adalah An Nu’man bin Muqrim, Al Mughirah bin Syu’bah, Ashim bin
Amru, dan Al Asy’ats bin Qais.
Setiba di istana Kisra yang amat megah itu, Kisra Yazdajrid bertanya
kepada mereka, “Apa yang kalian bawa?”
Juru bicara delegasi kaum muslimin menjawab, “kami datang kesini hendak
mengajak tuan dan rakyat tuan menganut agama tauhid!”
Kisra menunjukkan sikap marahnya mendengar perkataan tersebut. Dengan
nada congak dia bertanya, “Kalau kami menolak?”
Juru bicara delegasi kaum muslimin menjawab, “Kerajaan tuan harus
membayar ijzyah (upeti) kepada kami!”
Emosi Kisra semakin meluap. Ia bertanya lagi dengan dengusan marah,
“kalau kami menolak juga?”
Dengan tenang dan kepala dingin salah seorang delegasi kaum muslimin
menjawab, “Akan menjadi peperangan antara pasukan kami dengan tuan!”
Sebelumnya Kisra mengira kedatangan kaum muslimin ke negerinya hanya
untuk menjajah negerinya, seperti yang dilakukan para penjajah lain sepanjang
sejarah dunia. Karena itulah ia memerintahkan kepada salah seorang ajudannya
supaya mengambikan tanah negeri Parsi sekarung, dan memberikannya kepada
juru bicara delegasi itu untuk dibawah pulang. Tetapi tidak lama kemudian,
sesudah para delegasi itu pulang menteri penasihat Kisra ada yang menyalakan
tidakan tersebut. Dia mempertanyakan, kenapa Kisra memberikan tanah negeri
Pasri kepada kaum muslimin. Bukankah ini merupakan suatu pertanda kalau
negeri Parsi akan diserahkan dan dikuasai oleh kaum muslimin? Setelah
mengetahui perihal tersebut Kisra amat menyesal dengan perbuatan yang telah
dilakukannya, tetapi apa daya semua telah terjadi.
Setelah delegasi kaum muslimin kembali ke tempat pasukannya, mereka
segera menghadap komandan pasukan kaum muslimin, Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sa’ad bertanya kepada mereka, “Apa yang telah dicapai dari hasil perundian itu
dengan Kisra?”
Delegasi kaum muslimin menjawab, “Dia menyerahkan kunci negerinya.”
Lalu tanah negeri Parsi yang diberikan Kisra itu diserahkan kepada Sa’ad bin Abi
Waqqash.
Namun beberapa hari kemudian pasukan Parsi di bawah pimpinan panglima
tertingginya, Rustum, bergerak tidak jauh dari Al Qadisiyah. Dari kemahnya yang
mewah Rustum mengirim surat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash supaya dia mau
mengirimkan delegasinya untuk kembali berunding. Dengan demikian
perundingan perpindah dari Kisra ke Rutum, dari raja ke panglima tertinggi
pasukan Parsi!
Sa’ad bin Abi Waqqash mengirimkan Rub’i bin Amir sebagai perutusan
tunggal kaum muslimin yang berangkat ke kemah muslimin ditanya oleh Rustum.
Tanyanya, “Apa yang mendorong kalian hendak menyerang negeri kami?”
Rub’i menjawab, “Allah Ta’ala telah membangkitkan kami untuk
mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari menyembah hamba kepada
menyembah Robbnya seluruh hamba agar keluar dari zalimnya agama-agama
kepada adilnya Islam, dan dari sesatnya dunia kepada luasnya dunia dan akhirat.
Dari percakapan itu Rustum berkesimpulan bahwa tidak ada gunanya
berunding dengan Rub’i karena menurutnya Rub’i kurang bisa diajak
berkompromi dan sedikitpun tidak memberikan konsesi (peluang) untuk
berunding. Maka Rustum meminta kepada Sa’ad agar mengirimkan seorang
lainnya dari kaum muslimin yang “lebih lunak dan tidak kaku” agar bisa diajak
berunding.
Tak lama kemudian delegasi Sa’ad yang kedua pun tibalah. Sa’ad
mengirimkan Al Mughirah bin Syu’bah sebagai pendamping Rub’i. Setelah
berhadapan dengan panglima Parsi itu, dia ditanya, “Apa yang mendorong kalian
hendak menyerang negeri kami?”
Al Mughirah menjawab, “Untuk mengeluarkan tuan dan bangsa tuan dari
kegelapan musyrik kepada nur cahaya Laa ilaaha illallah!”
Rustum agak terperanjat dengan jawaban tersebut karena ternyata delegasi
pertama dan keduapun sama tegasnya. Maka dia nertanya lagi, “kalau kami
menolak?”
Al Mughirah menjawab, “Tuan harus membayar jizyah kepada kami?”
Rustum bertanya lagi, “kalau kami menolak membayarnya?”
Al Mughirah menjawab kembali, “Akan berkecamuk peperangan antara
pasukan kami dengan pasukan tuan!”
Akhirnya perundingan tersebut menemui jalan buntu. Rustum, panglima
tertinggi pasukan Parsi yang memimpin 120.000 pasukan dengan persebjataan
yang lengkap dan modern (untuk ukuran pada masa itu) berhadapan dengan
pasukan Sa’ad bin Abi Waqqash yang hanya terdiri dari 30.000 pasukan dengan
senjata yang seadanya.
Melihat jumlah dan pelengkapan senjata kaum muslimin yang tidak
sepandang dengan pasukan Parsi tersebut, Rustum mulai menyobongkan diri. Dia
dengan angkuh dan meremehkan berkata kepada Sa’ad, “Siapa yang bisa
menyampaikan aku ke tempat madu akan membayar dua dirham. Tetapi setelah
lalat itu tenggelam dalam madu, ia berkata lagi, “Siapa yang bisa mengeluarkan
aku dari dalam madu akan kubayar empat dirham.” Karena itu sekarang, pulanglah
kalian dan sampaikan kepada pemimpinmu, Rustum, panglima tertinggi tentara
Parsi akan menanam kalian semua di bumi Al Qadisiyah!”
Namun dengan sikap tenang dan percaya diri pasukan kaum muslimin tidak
menanggapi kesombongan panglima tertinggi Parsi itu.
Setelah perundingan tidak berhasil dilaksanakan, masing-masing pasukan
sudah mulai mempersiapkan diri untuk bertempur mati-matian. Pasukan Parsi
yang berjumlah 120.000 prajurit siap melawan 30.000 pasukan kaum muslimin.
Mereka juga diperlengkapi dengan 33 pasukan bergajah.
Sesudah shalat Shubuh Sa’ad kemudian memerintahkan pasukannya untuk
menyerang kedudukan pasukan musuhnya.
Pada hari pertama peperangang pasukan onta kaum muslimin menghadapi
pengejaran dari pasukan gajah musuh. Esok harinya Al Qi’qa’ bin Amru At
Tamimi mempunyai ide supaya onta-onta itu diberi topeng (masker) sehingga
membuat pasukan gajah takut. Tipu daya itu ternyata berhasil membuat pasukan
gajah lari tunggang langgang dari medan pertempuran.
Pertarungan antara kedua pasukan itu masih berlanjut dengan seru dan
sengit dari pagi hingga petang selama tiga berturut-turut. Barulah pada hari
ketiganya pasukan berani mati kaum muslimin di bawah pimpinan Hilal bin
Alqamah Ra berhasil menerobos masuk ke dalam kemah Rustum. Mereka
membunuh Rustum seperti singa menerkam mangsanya.
Mendengar Rustum, panglima tertingginya tewas, semua tentara
pasukannya patah semangat dan gentar. Mereka sudah tidak bernafsu lagi
melanjutkan peperangan. Di antara mereka ada yang menyerahkan diri sendiri
kepada pasukan Islam dan sebagian besar melarikan diri dari medan perang.
Khalifah Umar bin Khatthab Ra siang dan malam menunggu berita pasukan
Islam di luar kota Madinah.
Pada suatu hari ia melihat seorang menunggang kuda dari arah Parsi
menuju ibukota Madinah dengan kepercayaan tinggi. Khalifah Umar bertanya,
“Bagaimana keadaan kaum muslimin, wahai saudaraku?”
Peninggang kuda itu tanpa mengurangi kecepatan berkuda-nya menjawab,
“Mereka mendapat kemenangan gilang gemilang dari Allah!”
Si penunggang kuda yang merupakan utusan kaum muslimin dari medan
perang yang diperintahkan untuk menyampaikan berikat itu kepada Khalifah Umar
bin khatthab tidak tahu bahwa orang yang bertanya dan mencegatnya di perjalanan
ini adalah Amirul Mukminin Umar bin Khatthab. Karena itulah ia terus memacu
kudanya menuju kekhalifahan. Ia mengira Khalifah Umar berada di kota Madinah.
Sementara itu khalifah Umar terus mengajar penunggang kuda itu dari
belakang karena ia ingin tahu benar berita selanjutnya.
Setelah si penunggang kuda itu tahu bahwa bahwa orang yang mengerjanya
dari belakang adalah Khalifah Umar bin Khatthab sendiri barulah cepat-cepat ia
turun dari kudanya dan meminta maaf atas kealpaannya itu.
Si penunggang kuda lalu menyerahkan surat dari Sa’ad bin Abi Waqqash
untuk Umar Ra. di dalam surat itu Sa’ad menceritakan hal ihwal kaum muslimin.
Katanya:
Dari Sa’ad bin abi Waqqash, panglima tertinggi pasukan bersenjata Islam di
front Parsi kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatthab Ra.

Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah pasukan kita meraih kemenangan


gilang gemilang atas musuh-musuh-Nya di medan perang. Mereka
berperang sebagai singa-singa yang tidak terkalahkan. Tetapi pada malam
hari mereka baikan rahib. Mereka berdoa dan membaca Al Qur’an sehingga
suara mereka seperti suara lebah di sarangnya. Banyak di antara tentara kita
yang sudah mendahului kita, dan kami pun akan segera menyusul mereka
menemui allah Robbul’alamin sebagai para syuhada di jalan-Nya…

Sesudah membaca surat itu Umar bin Khatthab langsung bersujud syukur
sambil menangis atas kemenangan itu. melihat Khalifah menangis orang-orang
yang berada disitu terheran-heran dan salah seorang di antara mereka berkata, “Ya
Amirul Mukminin, dalam menyambut kemenangan ini seharusnya baginda
bergembira, bukan menangis.”
Khalifah Umar lalu berkata, “Aku menangis karena aku khawatir kalau
Allah ta’ala membukakan pintu dunia untukmu sekalian, kalian semua tidak lagi
saling mengenal di antara sesama kalian, lalu penghuni langit tidak sudi lagi
mengenal kalian karenanya!”
Pertempuran di medan Al Qadisiyah itu terjadi pada bulan Syawal tahun
XIV Hijriah. Pasukan beristirahat untuk memulai pertempuran yang lebih seru dan
dahsyat dengan pasukan musuh, yakni penyerbuan pasukan kaum muslimin
menyeberangi sungai dajlah untuk mengepung istana Kisra di Al Mada’in.
Sa’ad berunding dengan pimpinan pasukannya untuk mencari jalan
bagaimana cara menyeberangi sungai Dajlah. Disana tidak ada jembatan
penyeberangan dan perahu pun tidak mereka miliki.
Ketika tengah berunding, tiba-tiba salah seorang komandan pasukan,
Ashim bin Amru At Tamimi mengacungkan tangan. Dia berkata, “Ya Amir, aku
akan mencoba menyeberanginya dengan kudaku ini. Bila kaum muslimin melihat
aku berhasil, mereka tentu akan mengikuti jejakku.”
Lalu Ashim membentuk batalyon “marabahaya”, suatu bataiyon pertama
yang dikenal sejarah militer untuk menyeberangan. Ashim berdiri di atas kudanya
di tepi kali itu dan sebelum menyeberang dia mengucapkan: “Bismillah, tawakaltu
‘alallah.” Lalu dia turunkan kudanya ke air dan mulai melakukan penyebarangan.
Penyeberangan itu diikuti oleh 60 pasukan kavalerinya. Al Qi’qa’ bin Amru
mengamati jalannya penyeberangan itu, lalu terlintas dipirannya, kenapa
pasukanku tidak ikut menyeberangan itu, lalu terlintas dalam pikirannya, kenapa
pasukanku tidak ikut menyeberanginya lagi? mAka kemudian ia pun
memerintahkan 600 anggota pasukan kavalerinya untuk ikut menyeberang di
bawah pimpinannya. Akhirnya ribuan pasukan berkuda kaum muslimin berhasil
menyeberangi sungai Dajlah itu. para sejarawan bersumpah dengan nama Allah,
tidak seorangpun dari pasukan kaum muslimin yang menyeberangi sungai tersebut
tewas.
Warga Parsi terheran-heran bercampur kagum melihat pasukan kaum
muslimin berani menyeberangi sungai Dajlah. Mereka bahkan berpendapat
pasukan kaum muslimin seperti pasukan jin yang bisa berbuat segala-galanya.
Ketika pasukan kaum muslimin sudah hampir menuju ke tepi sungai mereka
segera lari untuk menghindarkan diri dari peperangan.
Setelah mendengar berita bahwa pasukan tergangguhnya di Al Qadidiyah
hancur berantakan dan kini pasukan kaum muslimin itu telah mendekati ibukota
negerinya, Kisra amat ketakutan. Maka ia segera keluar dari istananya dan
melarikan diri tanpa tujuan yang jelas!
Sa’ad bin Abi Waqqash dan pasukan akhirnya berhasil memasuki istana
Kisra dengan tanpa alasan kaki! Sambil memegang jenggot dan tombaknya, ia
terheran-heran melihat kemegahan dan keindahan Istana Kisra. Seluruh lantainya
dihampari permadani yang menghanyutkan kaki orang yang menginjaknya, dan
dihiasi dengan perabotan yang mewah dan mahal. Sambil melihat-lihat istana yang
megah itu tak henti-hentinya Sa’ad mengucapkan firman Allah:
“…Bukankah kamu telah bersumbah dahulu (di dunia) bahkan sekali-kali
kamu tidak akan binasa?, dan kamu telah berdiam di tempat-tempat
kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sindiri, dan telah
nyata bagimu bagaimana kami telah berbuat terhadap perummaan.”
(Ibrahim 44-45)

Sa’ad bin Abi Waqqash Ra bersama para komandan pasukan Islam keluar-
masuk kamar dan ruangan istana itu. mereka mengamati barang-barang mewah
yang sudah tidak bertuan itu seraya membacakan firman Allah Ta’ala:

Anda mungkin juga menyukai