Anggota :
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS SAMARINDA
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada Baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nantikan
syafaatnya di hari kiamat.
Tidak lupa, penulis juga mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT .
atas limpahan nikmat sehatnya, baik berupa fisik maupun akal pikiran
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini
sebagai tugas kelompok dari mata kuliah “Fiqih Muqarin” yang diampu oleh
“Bapak Muhammad Izhar” dengan judul “Pandangan Ulama Fiqih Tentang
Metode Penentuan Awal Ramadhan”.
Penulis tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Dan masih banyak yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca guna
menjadikan makalah ini lebih baik kedepannya.
Hormat kami,
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
a. LATAR BELAKANG..........................................................................................1
b. RUMUSAN MASALAH......................................................................................2
c. TUJUAN MASALAH..........................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
a. Metode-Metode Yang Digunakan Dalam Penentuan Awal Waktu Ramadhan
.................................................................................................................................3
b. Pendapat Ulama-Ulama Fiqih Terhadap Metode Yang Digunakan Dalam
Penentuan Awal Waktu Ramadhan...........................................................................9
c. Pendapat Ulama-Ulama Indonesia Terhadap Metode-Metode Yang
Digunakan Dalam Penentuan Awal Waktu Ramadhan..........................................13
d. Mathla’ Hilal Menurut Ulama Mazhab Dan Ulama-Ulama Indonesia..........16
BAB III...........................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
KESIMPULAN...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
a. LATAR BELAKANG
Kita sebagai umat muslim dan juga umat muslim yang ada di seluruh
penjuru dunia bersepakat bahwa kalender Hijriyah adalah kalender umat
Islam. Yang mana pelopor dari terbentuknya kalender Hijriyah ini adalah
sahabat sekaligus khalifah umat muslim Sayyidina Umar bin Khattab.dan
yang menjadi acuan untuk dimulainya kalender Hijriyah berjalan adalah
hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah menuju Madinah. Dan kalender
Hijriyah ditetapkan pada tahun 17 H pada masa kekhalifahan Sayyidina Umar
bin Khattab.
1
b. RUMUSAN MASALAH
c. TUJUAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Metode-Metode Yang Digunakan Dalam Penentuan Awal Waktu
Ramadhan
a) Rukyah
Pengertian rukyah menurut istilah adalah melihat hilal (bulan sabit atau
bulan muda yang terlihat pada awal bulan dalam sistem kalender Qamariyah) 1
pada saat matahari terbenam pada akhir bulan atau pada tanggal 29
Qamariyah. Untuk itu, jika rukyah sudah berhasil melihat hilal pada saat
matahari terbenam, maka pada hari besok itu sudah dihitung memaasuki
bulan baru, tetapi sebaliknya bila belum dapat dilihat, maka sejak matahari
terbenam itu sudah dihitung bulan baru, akan tetapi sebaliknya jika tidak
terlihat, maka malam itu dan hari berikutnya merupakan bulan yang berjalan
dengan digenapkan atau istikmal2. Dasar-dasar hukum yang menimbulkan
perbedaan dalam penentuan awal bulan Qamariyah adalah sebagai berikut :
1
https;//www.suara.com/news/2021/04/11/125320/hilal-pengertian-fungsi-dan-jadwal-
pemantauan-hilal, diakses pada tanggal 21 November 2021, Pukul 14.30 WITA
2
Jaenal Arifin, “Fiqih Hisab Rukyah Di Indonesia (Telaah Sistem Penetapan Awal Bulan
Qamariyah)”, Jurnal Yudisia, Vol. 5, No. 2, Desember 2014, H. 404
3
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu..."3
Dan untuk memprediksi perhitungan jatuhnya tanggal satu atau awal bulan
Qamariyah maka diperlukan langkah-langkah, diantaranya mengetahui persis
di mana posisi matahari pada saat terbenam, kemudian langkah selanjutnya
mengetahui posisi bulan yang berada di atas ufuk saat matahari terbenam,
apakah sudah berkedudukan di atas ufuk (garis yang memisahkan bumi dan
langit. Atau dalam KBBI adalah kaki langit : cahaya merah mulai terbentang
di-barat)4, maka berarti sudah berada di sebelah timur garis-garis ufuk dan
sekaligus di sebelah timur matahari. Kedua hisab dalam awal bulan
Qamariyah yang harus dilakukan bukanlah menentukan tinggi bulan di atas
ufuk mar’i, tetapi yang penting adalah meyakini apakah pada pertukaran
siang ke malam, bulan sudah berkedudukan di sebelah timur matahari ataukah
belum.
حد ثنا عبد الرمحن بن سالم اجلمحي حدثنا الربيع يعين ابن مسلم عن
حممد وهو ابن زايد عن ايب هريرة رضي ﷲعنه ان النيب صل ﷲعليه وسلم
قال صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته فان غمي عليكم فاكملوا العدد
Artinya : “Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Salam al-Jumahi, dari al-
Rabi’ (Ibn Muslim), dari Muhammad (Ibn Ziyad), dari Abu Hurairah r.a.
sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Berpuasalah kamu karena melihat
tanggal (hilal) dan berbukalah kamu karena melihat tanggal (hilal). Apabila
pandanganmu terhalang oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan
Sya’ban (menjadi 30 hari). H.R. Muslim5
3
https://tafsirweb.com/691-surat-al-baqarah-ayat-185.html, diakses pada tanggal 21 November
Pukul 16.00 WITA
4
https;//kbbi.web.id/ufuk, diakses pada tanggal 21 November 2021, Pukul 17.00 WITA
5
Muhammad Nurkhanif, “Nalar Kritis Hadits Rukyat Al-Hilal : Kajian Hermeneutika Dan
Dekonstruksi Hadis”, Jurnal Studi Hadis, Vol. 4, No. 2, 2018, H. 268
4
Dan di hadis lain yang disanadkan kepada Ibnu Umar dan diriwayatkan
oleh Imam Muslim :
عن ابن عمر رضي ﷲعنهما قال قال رسول ﷲصلى ﷲعليه وسلم امنا الشهر
تسع وعشرون فال تصوموا حىت تروه وال تفطروا حىت تروه فان غم
عليكم فاقدروا له
Artinya : “Diriayatkan dari Ibnu Umar r.a. Berkata Rasulullah saw
bersabda : satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum
melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup
awal maka perkirakanlah”. (H.R. Muslim)6
Adapun secara garis besar. Rukyatul hilal dapat dikategorikan menjadi 2,
yaitu :
Rukyah bil Fi’li adalah upaya melihat hilal dengan mata (tanpa
menggunakan alat) yang dilakukan secara langsung atau dengan
menggunakan alat, pada saat akhir bulan Qamariyah (tanggal 29) ketika
matahari terbenam. Jika hilal berhasil dilihat, kemudian langkah berikutnya
mengetahui posisi bulan yang berada di atas ufuk atau belum. Apabila sudah
berkedudukan di atas ufuk, berarti sudah berada di sebelah timur garis-garis
ufuk dan sekaligus di sebelah timur matahari. Kedua hisab dalam awal bulan
Qamariyah yang harus dilakukan bukanlah menentukan tinggi bulan di atas
ufuk mar’i. Tetapi yang penting adalah meyakini apakah pada pertukaran
siang kepada malam, bulan sudah berkedudukan d sebelah timur matahari
ataukkah belum. Sebab penyusunan kalender harus diperhitungkan jauh
sebelumnya dan tidak tergantun kepada hasil rukyat7.
6
Muhammad Nurkhanif, H. 268
7
Jaenal Arifin, H. 407
5
Rukyah al-hilal bil ilmi adalah rukyah yang mana dengan menggunakan
metode hisab. Dalam pengertian lain rukyah al-hilal bil ilmi ini adalah
melihat hilal tidak dengan menggunakan mata telanjang atau secara langsung,
akan tetapi dalamm perspektif ini adalah melihat hilal dengan mengetahui
lewat ilmu hisab dengan tanpa dibuktikan di dunia empiris. Maka untuk
melihat rukyah al-hilal bil ilmi ini secara gambling kita harus menelaah
kembali tentang metode hisab yang mempunyai ragam yang banyak dan
bervariasi tersebut8.
b) Hisab
1. Hisab ‘Urfi
6
kalender Masehi. Jumlah bilangan hari tiap-tiap bulannya adalah tetap,
kecuali bulan-bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih
panjang satu hari. Sistem perhitungan dengan hisab ‘urfi ini tidak dapat
digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriyah dalam kaitannya dengan
pelaksanaan ibadah seperti penentuan awal dan akhir Ramadhan. Hal ini
dikarenakan menurut hisab ‘urfi, umur bulan Sya’ban selalu 29 hari dan umur
bulan Ramadhan selalu 30 hari10.
2. Hisab Haqiqi
Hisab haqiqi adalah sistem hisab yang berlandaskan pada peredaran bulan
dan bumi yang sebenarnya. Dalam sistem ini, umur tiap bulan tidaklah selalu
sama ataupun konsisten, dan tidak beraturan. Umur bulan tergantung kepada
posisi hilal setiap awal bulan. Oleh karena itu, bisa jadi dua bulan secara
berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari. Ataupun juga bisa jadi umur
bulannya bergantian, seperti pada sistem hisab ‘urfi. Dalam prakteknya,
metode hisab haqiqi ini menggunakan data-data astronomi tentang gerakan
bulan dan bumi serta kebanyakan menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur
segitiga bola11. Kemudian sistem hisab haqiqi ini diklasifikasikan lagi
menjadi 3 bagian, diantaranya :
Hisab haqiqi taqribi ini adalah sistem hisab yang berlandaskan pada data-
data yang sudah disusun oleh Ulugh Beik al-Samarqhandi. Atau dikenal Zeij
Ulugh Beik. Observasi dari penelitian ini menggunakan teori Geosentris yaitu
teori yang memiliki asumsi bahwa bumi adalah pusat peredaran benda-benda
langit. Adapun kelebihan yang adaa pada teori ini adalah data-data dan tabel-
tabelnya dapat digunakan secara terus-menerus tidak mengalami perubahan.
Kemudian kitab-kitab yang menggunakan sistem hisab haqiqi taqribi ini
10
Shofwatul Aini, “Disparitas Antara Hisab Dan Rukyat : Akar Perbedaan Dan Kompleksitas
Percabangannya”, Jurnal Muslim Heritage, Vol. 2, No. 1, Mei-Oktober 2017, H. 35
11
Shofwatul Aini, H. 36
7
diantaranya Tadzkirah al-Ikhwan, Qawaid al-Falakiyah, Risalah al-
Qomarain, dan Sullam al-Nayirain.
12
Jaenal Arifin, H. 411-412
8
Secara umum, ulama mazhab sepakat bahwa penentuan awal bulan
Qamariyah ialah menggunakan metode rukyatul hilal dan apabila hal itu tidak
berhasil melakukan rukyatul hilal. Maka dilakukanlah istikmal atau
penyempurnaan bilangan bulan menjadi 30 hari. Namun para ulama mazhab
juga mempunyai perbedaan pendapat yang berkutat pada persyaratan
diterimanya rukyat. Untuk itu, akan dipaparkan beberapa pandangan atau
pendapat para ulama mazhab tentang penentuan awal bulan Qamariyah atau
Hijriyah :
1. Mazhab Hanafi
Dan dari dua keterangan di atas, bisa ditangkap bahwa dalam penetapan
awal bulan Ramadhan. Ulama Hanafiyah berpegang pada dua hal yaitu
rukyatul hilal Ramadhan pada saat matahari terbenam pada tanggal 29
Sya’ban, jika hilal terlihat, maka keesokan harinya dilakukan puasa. Tetapi,
jika hilal tidak terlihat, atau terhalang oleh mendung, maka bulan Sya’ban
digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).
9
hisab, dan tidak menjadikannya sebagai kesepakatan (ijma’), dan untuk ahli
hisabnya sendiri, ia tidak boleh menggunakan metode hisab sebagai penentu
awal Ramadhan13.
2. Mazhab Maliki
3. Mazhab Syafi’i
13
Muhammad Faishol Amin, “Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah Perspektif Empat
Mazhab”, Jurnal Hayula, Vol. 2, No. 1, Januari 2018, H. 21-23
10
Dalam menentukan penetapan metode awal bulan bagi kalangan ulama
Syafi’iyah terdapat dua keterangan yang artinya : “Dan apabila seseorang
berpuasa pada bulan Ramadhan berdasarkan rukyat atau berdasarkan
persaksian 2 orang yang adil atas rukyat, kemudian berpuasa pada hari ke
30, kemudian hilal terhalang pada (tanggal 30) maka seseorang tersebut
berbuka dan tidak membutuhkan persaksian. Dan apabila seseorang
berpuasa pada hari ke 29. Kemudian hilal terhalang, maka seseorang
tersebut tidak berbuka sampai sempurnanya bulan 30 atau sampai ada 2
orang saksi adil yang bersaksi”. Dan juga dari keterangan lain yang
dikemukakan kalangan ulama Syafi’iyah yang artinya : “Apabila satu orang
atau dua orang bersaksi dengan rukyatul hilal sementara berdasarkan hasil
hisab hilal tidak mungkin dirukyat. Menurut Subki, tidak diterima persaksian
ini disebabkan hisab itu bersifat qat’i (pasti) dan rukyat itu bersifat zanni
(dugaan), dan zanni tidak dapat mengalahkan qat’i.
11
dengan rukyat, hisab harus berdasar pada 3 keadaan, yakni : pasti tidak
mungkin dilihat (istilahah al-rukyah), mungkin dapat dilihat (imkanur
rukyat), dan pasti dapat dilihat (al-qat’u bil-rukyah).
4. Mazhab Hambali
12
rukyatul hilal. Ulama Hanabilah mempunyai pendapat yang sama dengan
jumhur ulama, yakni menolak penentuan awal bulan dengan metode hisab.
Untuk peryaratan rukyatul hilal yang ditetapkan oleh ulana Hanabilah itu
terdapat 2 kondisi, yakni rukyatul hilal bulan Ramadhan hanya membutuhkan
1 saksi, dan rukyatul hilal syawal membutuhkan 2 saksi14.
14
Muhammad Faishol Anwar, H. 23-28
15
Fuad Thohari, “Fatwa MUI Tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, Dan Dzul Al-Hijjah
(Upaya Rekonstruksi Metodologi)”, Jurnal Al-‘Adalah, Vol. X, No. 2, Juli 2011, H. 184
13
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rukyat bil Fi’li Nomor :
311/A.II.04.d/I/1994 Pasal 1 :
14
f) Rukyat bil fi’li dengan menggunakan alat (nadzarah) itu diizinkan
baik dalam keadaan cuaca cerah maupun dalam keadaan ghaym,
kecuali bila posisi hilal berada di bawah ufuk menurut kesepakatan
para ahli hisab16.
3. Muhammadiyah
16
https://aswajanucenterjatim.com/metode-penentuan-awal-bulan-menurut-nahdlatul-ulama.html ,
diakses pada tanggal 22 November Pukul 10.12 WITA
15
ورا َوقَ َّد َرهۥُ َمنَا ِز َل لَِت ْعلَ ُمو ۟ا َع َد َد
ً ُٓاء َوٱلْ َق َم َر ن
ِ ٱلشم
ً َس ضي
ِ َّ
َ ْ َّ ُه َو ٱلذى َج َع َل
ت لَِق ْوٍم ِ ٱلء ٰاي
َ َ ْ ص ُل ِّ ْح ِّق ۚ ُي َف َ ِاب ۚ َما َخلَ َق ٱللَّهُ َٰذل
َ ك ِإاَّل بِٱل َ س
ِ
َ ين َوٱلْح
ِ ِّ
َ ٱلسن
َي ْعلَ ُمو َن
Terjemahnya : "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)
bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-
Nya) kepada orang-orang yang mengetahui"17.
17
https://tafsirweb.com/3279-surat-yunus-ayat-5.html, diakses pada tanggal 22 November Pukul
14.15 WITA
18
Jaenal Arifin, “Dialektika Hubungan Ilmu Falak Dan Penentuan Awal Ramadhan, Syawal,
Dzhulhijjah Di Indonesia (Sinergi Antara Independensi Ilmuwan Dan Otoritas Negara)”, Jurnal
Penelitian, Vol. 13, No. 1, Februari 2019, H. 54-56
16
bulan Qamariyah. Dari sini dapat dibagi 2 pengertian mathla’ yakni mathla’
global dan mathla’ lokal. Mathla’ lokal adalah setiap negeri atau minimal
negeri-negeri yang memiliki kesejajaran melakukan rukyat sendiri hanya
berlaku untuk wilayah tersebut. Sedangkan mathla’ global adalah seluruh
umat muslim diseluruh dunia sudah layak dijadikan landasan untuk
pelaksanaan ritual terkait dengan rukyat19.
19
Putri Aulia Oktavia, “Penentuan Mathla’ Hilal (Tempat Terbit Atau Tempat Munculnya), Jurnal
Al-Falaq, Vol. 2, No. 1, Juni 2020, H. 90-91
17
yang telah menerima berita tentang munculnya hilal dan berlaku apabila
kemunculan hilal tersebut terbukti dengan adanya dua orang saksi atau lebih
yang adil.
Pendapat imam Syafi’i ini juga dikuatkan dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh
Madzhab al-Imam Asy-Syafi’i karya Muhammad Ibn Muhammad Abi Hamid
al-Ghazali yang memberikan penjelasan apabila terlihat hilal di suatu tempat,
maka tidak diharuskan berpuasa bagi tempat yang lain serta ukuran jauh
dekatnya hilal dengan tempat-tempat yang lain dan ukuran jauh dekatnya hilal
dengan tempat-tempat lain yakni dengan jarak diperbolehkannya qhasar
sholat.
18
Qudamah dalam kitab karangannya Al-Mughni menjelaskan bahwasannya
umat muslim sepakat tentang wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan setelah
ditetapkannya rukyatul hilal berdasarkan kesaksian orang-orang yang
terpercaya. Maka diwajibkan berpuasa bagi seluruh umat muslim di penjuru
dunia.
Fatwa MUI mengenai mathla’ hilal adalah bahwa hasil rukyat dari daerah
yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang
mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman untuk Menteri
Agama RI. Hal ini memberikan pengertian bahwa mathla’ yang di mana pun
ada kesaksian hilal yang mungkin dirukyat dalam wilayah hukum Indonesia,
maka kesaksian tersebut bisa diterima. Dan juga kesaksian lain di wilayah
yang negaranya di sekitar Indonesia yang juga sudah disepakati satu mathla,
yaitu negara MABIMS (Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, dan
Singapura) bisa diterima kesaksiannya. Fatwa-fatwa tersebut ditujukan untuk
keseragaman dalam penetapan awal bulan Qamariyah, sehingga bisa
menciptakan kerukunan dan kesatuan bagi umat Islam20.
20
Putri Aulia Oktavia, H. 96-100
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Metode-metode yang digunakan dalam penentuan awal waktu Ramadhan
selama ini secara garis besar ada 2 yaitu rukyah dan hisab. Rukyah sendiri
adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam pada akhir bulan atau pada
tanggal 29 Qamariyah. Dan rukyah sendiri dikategorikan kepada 2 bagian
yaitu rukyah bil fi’li dan rukyatul hilal bil hilmi. Sedangkan hisab adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang perhitungan benda-benda langit pada
orbitnya untuk diketahui kedudukannya antara satu dengan lainnya supaya
diketahui waktu-waktu yang ada di bumi. Hisab sendiri terbagi menjadi 2
bagian, yakni hisab ‘urfi dan hisab haqiqi. Hisab haqiqi senidir
diklasifikasikan lagi menjadi 3 yaitu hisab haqiqi tahqiqi, hisab taqribi, dan
hisab tathqiqi (kontemporer). Adapun metode penentuan awal waktu
Ramadhan yang disepakati oleh ulama mazhab adalah metode rukyatul hilal
dan mathla’nya mereka sepakat menggunakan mathla’ global, terkecuali ada
pendapat dari beberapa ulama kalangan Syafi’iyah ada yang berpendapat
menggunakan mathla’ lokal. Kemudian MUI menyepakati bahwa metode
yang digunakan adalah rukyat dan hisab. Dan NU menyepakati bahwa metode
yang digunakan adalah rukyatul hilal bil fi’li atau istikmal, sedangkan
Muhammadiyah menggunakan metode hisab karena memberikan kepastian.
Adapun mathla’ yang digunakan oleh MUI adalah mathla’ lokal karena fatwa
MUI mengenai mathla’ hilal adalah bahwa hasil rukyat dari daerah yang
memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang
mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman untuk Menteri
Agama RI.
20
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Shofwatul. 2017. “Disparitas Antara Hisab Dan Rukyat : Akar
Perbedaan Dan Kompleksitas Percabangannya”. Jurnal Muslim Heritage.
Vol. 2, No. 1,
https;//www.suara.com/news/2021/04/11/125320/hilal-pengertian-fungsi-
dan-jadwal-pemantauan-hilal,
21
https://aswajanucenterjatim.com/metode-penentuan-awal-bulan-menurut-
nahdlatul-ulama.html,
https://tafsirweb.com/3279-surat-yunus-ayat-5.html,
https://tafsirweb.com/691-surat-al-baqarah-ayat-185.html,
https;//kbbi.web.id/ufuk.
22