Dosen Pengampu :
Abdul Rohim, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Rishta Umu Habibah
Nur’Ain Iron Talib
Siti Nur Kamila
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah aswaja.
Terima kasih kami ucapkan kepada bapak Abdul Rohim, M.Pd.I yang telah
membantu kami dan teman-teman dari prodi PAI baik secara moral maupun materi. Terima
kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah saling mendukung
sehingga kami semua bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah aswaja ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
II
Daftar isi
Kata pengantar....................................................................................................................................II
Daftar isi..............................................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................IV
A. Latar Belakang.......................................................................................................................IV
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................IV
C. Tujuan.....................................................................................................................................IV
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................V
A. Keistimewaan dan Keutamaan Puasa....................................................................................V
B. Puasa dan Keistimewaannya..................................................................................................V
C. Amaliyah Seputar Puasa.......................................................................................................VII
BAB III PENUTUP.........................................................................................................................XVII
A. Kesimpulan..........................................................................................................................XVII
B. Saran....................................................................................................................................XVII
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................XVIII
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari tiang agama. Ibnu Abbas r.a.
meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda; “Pondasi Islam ada tiga
macam, di atas ketiganyalah ditegakkan dasar Islam, barangsiapa yang meninggalkan
salah satu daripadanya, sesungguhnya dia telah kafir (keluar) dari padanyadan
darahnyapun menjadi halal, yaitu; Bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
mendirikan shalat yang diwajibkan (5 waktu), dan berpuasa di Bulan ramadhan. Masa
waktu pelaksanaan puasa ramadhan adalah satu bulan penuh selama bulan Ramadhan,
yang biasanya berjumlah 29 hari atau 30 hari.
Pahala dalam bulan Ramadhan dilipatgandakan oleh Allah SWT. Oleh karena
itu umat muslim berlomba-lomba melaksanakan amaliyah saat puasa dalam bulan
Ramadhan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja amaliyah yang dianjurkan saat melaksanakan puasa ?
2. Apa saja keistimewaan dan keutamaan puasa ?
3. Apa saja dasar hukum dan dalil-dalil yang dapat menguatkan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja amaliyah yang dianjurkan dalam berpuasa
2. Untuk mengetahui apa saja keistimewaan dan keutamaan dalam berpuasa
3. Untuk mengetahui apa saja dasar hukum dan dalil-dalil yang dapat menguatkan
IV
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat banyak keagungan yang dimiliki pada bulan ini maka tidak berlebihan
apabila, Allah memberikan beberapa fadhilah (keutamaan) yang dimiliki bulan ini.
Keagungan yang dimiliki oleh bulan ini, semuanya itu terangkum dalam sebutan
Sayyidus Syuuhur (bulan yang utama). Banyak sebutan yang melekat dalam bulan ini,
oleh para ulama bulan Ramadhan bisa disebut Syahrul Mubarok (bulan penuh
berkah). Syahrut Tarbiyah (bulan pembinaan), Syahrul Qur’an (bulan Al-Qur’an) dan
lain sebagainya.
V
Keistimewaan kedua,Ikan-ikan beristigfar dan memintakan ampunan bagi
orang yang berpuasa hingga saatnya berbuka.Maksud dari keterangan itu adalah
bahwa banyak makhlik lain yang mendoakan orang yan berpuasa.
Demikian antara lain keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki ibadah puasa yang
terdapat dalam bulan Ramadhan sebagai satu kewajiban bagi umat islam dimanapun
berada.
VI
C. Amaliyah Seputar Puasa
1. Ru’yatul Hilal
Dari penjelasan ini, dapat diketahui bahwa ada proses melihat secara
visual. Definisi hilal atau Bulan sabit yang dalam astronomi dikenal dengan
nama Crescent adalah bagian Bulan yang tampak terang dari Bumi sebagai
akibat cahaya Matahari yang dipantulkan olehnya pada hari terjadinya ijtima’
sesaat setelah Matahari terbenam. Hilal ini dapat dipakai sebagai pertanda
pergantian bulan qamariah. Apabila setelah Matahari terbenam hilal tampak
maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan
berikutnya. Jadi, rukyat hilal adalah melihat atau mengamati hilal pada saat
Matahari terbenam menjelang awal bulan qamariah dengan mata atau teleskop.
Atau dapat diartikan suatu kegiatan atau usaha melihat hilal atau Bulan sabit di
langit (ufuk) sebelah Barat sesaat setelah Matahari terbenam menjelang awal
VII
bulan baru, khususnya menjelang bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah, untuk
menentukan kapan bulan baru itu dimulai.
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur” (Q.S al-Baqarah: 185).
VIII
b. Surat al-Baqarah ayat 189.
Artinya: “Bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita kepada
kami Abu Usamah bercerita kepada Kami Ubaidillah dari Nasi’ bin Umar
radiallahu anhu bahwa Rasulullah Saw menuturkan masalah bulan Ramadan
sambil menunjukkan kedua tangannya kemudian berkata;bulan itu seperti ini,
seperti ini, seperti ini, kemudian menelungkupkan ibu jarinya pada saat gerakan
yang ketiga. Maka berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena
melihat hilal pula, jika terhalang oleh awan terhadapmu maka genapkanlah tiga
puluh hari.” (HR. Muslim)
IX
b. Hadis Riwayat al-Bukhari
Artinya: “Bercerita kepada kami Adam bercerita kepada kami Syu’bah bercerita
kepada kami Muhammad bin Ziyad dia berkata saya menedengar Abu Hurairah
dia berkata Nabi Saw bersabda atau berkata Abu Qasim berpuasalah kamu karena
melihat hilal dan berbukalah karena melihat hilal pula, jika hilal terhalang oleh
awan terhadapmu maka genapkanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR. al-
Bukhari).
2. Tadarrus
X
b. Tadarrus Di masa Nabi
Tadarrus dalam arti yang sebenarnya, yaitu mempelajari isi dan
kandungan al-Quran di masa nabi SAW adalah dengan cara mempelajari
beberapa ayat, setelah mendalam dan mengerti, baru diteruskan lagi beberapa
ayat.
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata: “Adalah seorang dari kami jika telah
mempelajari 10 ayat maka ia tidak menambahnya sampai ia mengetahui
maknanya dan mengamalkannya”
Bahwa mereka yang menerima bacaan dari Nabi SAW(menceritakan)
adalah mereka apabila mempelajari 10 ayat tidak pernah meninggalkannya
(tidak menambahnya) sebelum mengaplikasikan apa yang dikandungnya,
maka kami mempelajari ilmu Al-Qur’an dan amalnya sekaligus. Utsman bin
Affan alaihi sallam biasa mengkhatamkan tadarrus Alquran setiap hari sekali.
Malaikat Jibril pun menyimak tadarrus Al-Quran Rasulullah setiap bulan
Ramadhan. Dan Imam Syafii mengkhatamkan tadarrus Al-Quran sebanyak
enam puluh kali di bulan Ramadhan, Al-Aswad setiap dua hari sekali, Qatadah
setiap tiga hari sekali, serta tiap malam pada sepuluh malam akhir bulan
Ramadhan.
XI
“Sebaik-baik kamu sekalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan
mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
XII
3. I’tikaf
Penyandaran i’tikaf kepada masjid yang khusus digunakan untuk beribadah dan
perintah untuk tidak bercampur dengan istri dikarenakan sedang beri’tikaf
merupakan indikasi bahwa i’tikaf merupakan ibadah.
XIII
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir
2. Dalil Ijma’
Beberapa ulama telah menyatakan bahwa kaum muslimin telah
berijma’ bahwa i’tikaf merupakan ibadah yang disyari’atkan. Diantara
mereka adalah:
B. Hukum I’tikaf
Hukum asal i’tikaf adalah sunnah (mustahab) berdasarkan sabda nabi
Muhammad SAW; “Sungguh saya beri’tikaf di di sepuluh hari awal
Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya
beri’tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril
mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri’tikaf, hendaklah
dia beri’tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun
beri’tikaf bersama beliau.” (HR. Muslim).
XIV
Dalam hadits di atas, nabi Muhammad SAW memberikan pilihan
kepada para sahabat untuk melaksanakan i’tikaf. Hal ini merupakan indikasi
bahwa i’tikaf pada asalnya tidak wajib. Status sunnah ini dapat menjadi wajib
apabila seorang bernadzar untuk beri’tikaf berdasarkan hadits ‘Aisyah, beliau
mengatakan bahwa nabi Muhammad SAW bersabda; “Barangsiapa bernadzar
untuk melakukan ketaatan kepada Allah, dia wajib menunaikannya.” (HR.
Bukhari). Umar RA pernah bertanya kepada nabi Muhammad SAW, “Wahai
Rasulullah! Sesungguhnya saya pernah bernadzar untuk beri’tikaf selama satu
malam di Masjid al-Haram.” Nabi pun menjawab, “Tunaikanlah nadzarmu
itu!” (HR. Bukhari).
Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid menyatakan bahwa imam
Malik menganggap makruh ibadah i’tikaf. Imam Malik berganggapan tidak
ada sahabat yang melakukan I’tikaf. Namun, kita dapat mengetahui bahwa
pendapat beliau tersebut bertentangan dengan dalil-dalil yang telah dipaparkan
.
C. Hikmah I’tikaf
Seluruh peribadatan yang disyari’atkan dalam Islam pasti memiliki
hikmah, baik itu diketahui oleh hamba maupun tidak. Tidak terkecuali ibadah
i’tikaf ini, tentu mengandung hikmah. Hikmah yang terkandung di dalamnya
berusaha diuraikan oleh imam Ibn al-Qayyim r.a. dalam kitab beliau Zaadul
Ma’ad. Beliau mengatakan, “Kebaikan dan konsistensi hati dalam berjalan
menuju Allah tergantung kepada terkumpulnya kekuatan hati kepada Allah
dan menyalurkannya dengan menghadapkan hati secara total kepada-Nya,
-karena hati yang keruh tidak akan baik kecuali dengan menghadapkan hati
kepada Allah ta’ala secara menyeluruh, sedangkan makan dan minum secara
berlebihan, terlalu sering bergaul, banyak bicara dan tidur, merupakan faktor-
faktor yang mampu memperkeruh hati, dan semua hal itu bisa memutus
perjalanan hati menuju kepada-Nya, atau melemahkan, menghalangi, dan
menghentikannya.
(Dengan demikian), rahmat Allah yang maha perkasa dan maha
penyayang menuntut pensyari’atan puasa bagi mereka, yang mampu
menyebabkan hilangnya makan dan minum yang berlebih.
XV
(Begitupula) hati yang keruh tidak dapat disatukan kecuali dengan
menghadap kepada Allah, padahal (kegiatan manusia banyak yang
memperkeruh hati seperti) makan dan minum secara berlebih, terlalu sering
bergaul dengan manusia, serta banyak bicara dan tidur. (Semua hal itu)
memporakporandakan hati, memutus, atau melemahkan, atau mengganggu dan
menghentikan hati dari berjalan kepada Allah. Maka rahmat Allah kepada
hamba-Nya menuntut pensyari’atan puasa untuk mereka yang mampu
mengikis makan dan minum yang berlebih serta mengosongkan hati dari
campuran syahwat yang menghalangi jalan kepada Allah. Allah
mensyariatkannya sesuai dengan kadar kemaslahatan yang dapat bermanfaat
bagi hamba di dunia dan akhirat. Namun, tidak merugikan dan memutus
kemaslahatan dunia dan akhiratnya.
Demikian pula, Allah mensyariatkan i’tikaf bagi mereka yang
bertujuan agar hati dan kekuatannya fokus untuk beribadah kepada-Nya,
berkhalwat dengan-Nya, memutus diri dari kesibukan dengan makhluk dan
hanya sibuk menghadap kepada-Nya. Sehingga, berdzikir, kecintaan, dan
menghadap kepada-Nya menjadi ganti semua faktor yang mampu
memperkeruh hati. Begitupula, kesedihan dan kekeruhan hati justru akan akan
terhapus dengan mengingat-Nya dan berfikir bagaimana cara untuk meraih
ridha-Nya dan bagaimana melakukan amalan yang mampu mendekatkan diri
kepada-Nya.
Berkhalwat dengan-Nya menjadi ganti dari kelembutannya terhadap
makhluk, yang menyebabkan dia berbuat demikian adalah karena
(mengharapkan) kelembutan-Nya pada hari yang mengerikan di alam kubur,
tatkala tidak ada lagi yang mampu berbuat lembut kepadanya dan tidak ada
lagi yang mampu menolong (dirinya) selain Allah. Inilah maksud dari i’tikaf
yang agung itu.”
XVI
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dalam melaksanakan ibadah puasa menurut kelompok kami banyak amalan yang
dapat kita lakukan, bukan hanya yang dapat kita sampaikan di atas. Termasuk amalan
wajib ataupun sunnah dalam melaksanakan ibadah puasa akan dinilai pahala oleh
Allah SWT.
XVII
DAFTAR PUSTAKA
Islam.nu.or.id. (2019, 5 Mei). 10 Amalan Sunnah Saat Berpuasa. Diakses pada 04 Februari
2020. Dari https://islam.nu.or.id/post/read/53006/10-amalan-sunnah-dalam-berpuasa/
XVIII