Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH HAKIKAT PUASA

Verdy Rahadian R.
2121201075

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

KATA PENGANTAR

1
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan
sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Hakikat Puasa”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kita semua. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini
kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada
kita semua. Semoga makalah ini bermanfaat. Amin

Tangerang, 02 Juni 2022

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................1

2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
A. HAKIKAT PUASA.................................................................................................6
1. Hakekat shaum (puasa)........................................................................................6
2. Tingkatan Puasa...................................................................................................8
3. Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum...........................................................13
B. MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN BERPUASA............................................15
1. Karena Puasa adalah perintah Agama................................................................15
2. Karena Puasa Adalah Rukun Islam....................................................................16
3. Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa........................................................16
4. Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan.............................16
C. TUJUAN FUNGSI PUASA...................................................................................17
D. HIKMAH PUASA.................................................................................................21
E. MAKNA SPIRITUAL PUASA.............................................................................22
F. PUASA DAN PEMBENTUKAN INSAN BERKARAKTER..............................24
BAB III..............................................................................................................................28
PENUTUP.........................................................................................................................28
Daftar Pustaka................................................................................................................29

BAB I
PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat
sekarang tetapi juga dijalankan pada masa umat-umat terdahulu.bagi orang yang
beriman ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai
takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan
ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa
difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk
rayu setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan
terkekang sehingga manusia tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan
menjadi majikannya.
Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang
diciptakan tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya
pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa
mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari
segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang siapa yang melakukannya dengan
ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh allah.
Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun masyarakat
dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya
mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak
langsung telah diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa
mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik.

B. Rumusan Masalah
a. Hakekat Puasa
b. Mengapa Allah mewajibkan puasa
c. Tujuan fungsi puasa

d. Hikmah puasa
e. Makna spiritual puasa
f. Puasa dan pembentukan insan berkarakter

4
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memberikan pedoman bagi kita umat islam
dalam menjalankan ibadah khususnya ibadah puasa.

BAB II
PEMBAHASAN

5
A. HAKIKAT PUASA
Ramadan secara etimologi berasal dari kata ramidha, yar-madhu, ramadhan
yang artinya terik, sangat panas atau terbakar (pembakaran). Adapun menurut
terminologi ramadhan dapat diartikan sebagai pembakaran, peleburan atau
penghapusan atas segala macam dosa. Berdasarkan dari pengertian tersebut
terkadang terjadi penyimpangan makna ramadhan pada sebagian umat muslim.
Dimana ada sebagian umat muslim yang menyambut kedatangan bulan ini dengan
cara menyulut petasan. Sehingga dengan tindakannya tersebut ironis bagi mereka
dapat meraih harapan atau hikmah yang terdapat dalam bulan tersebut.
Pada dasarnya bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan
maghfirah (ampunan) sehingga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
bukhari menyatakan bahwa pada bulan ini Allah SWT akan membuka setiap pintu
surga dan akan mem-belenggu syaithan. Maka dengan terbukanya pintu surga dan
dibelenggunya syaithon dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan umat muslim. Selain itu ramadhan pun merupakan satu
bulan yang Allah SWT telah mewajibkan puasa terhadap orang yang beriman.
QS. Al-Baqarah 183
1. Hakekat shaum (puasa)
Shaum menurut bahasa yaitu alimsak (menahan diri), adapun pengertian
menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang membatalkan
puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai
dengan terbenam matahari. (Anas ismail Abu Dzaud, 1996: 412) Namun,
secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara
sah atau rusaknya puasa seseorang.
Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa
hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini,
seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan
melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat
muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi : "Banyak orang yang puasa

6
mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus
saja". H.R. bukhari.
Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi
puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan
dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti
diikuti.
Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya
puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk
menjadikan manusia bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183
Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila
orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT. Maka
dari itu, hakekat puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah sebagaimana
berikut ini:
a. Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan)
Keinginan atau kemauan merupakan fitrah manusia. Tapi acapkali
kemauan atau keinginan yang dimiliki manusia tidak selamanya baik dan
tidak pula selamanya buruk. Karena itu puasa dapat mendidik atau
membimbing kemauan manusia baik yang positif maupun yang negatif.
Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih
berkembang dan meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan
membimbing dan mengarahkan agar kemauan tersebut tidak terlaksana.
Adapun yang menyebabkan kamauan seseoarang ada yang positif dan
yang negatif, sesuai yang diungkapkan oleh Imam Al-Gazali bahwa di
dalam diri manusia terdapat sifat-sifat sebagaimana berikut ini:
1) Sifat Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat
baik.
2) Sifat Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk
berbuat kesalahan dan kejahatan.
3) Sifat Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan
pada manusia sebagai mahluk biologis.

7
4) Sifat Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam
diri manusia.
b. Thariqat almalaikat
Malaikat merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh
terhadap segala perintah Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya
merupakan suatu bukti bahwa jiwanya tidak dikuasai oleh hawa
nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami iklim kesucian laksana
seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan
kesalahan.
Inilah janji Allah yang akan diberikan untuk orang yang berpuasa dan
melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan ramadhan.
c. Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan)
Puasa merupakan sistem pendidikan Allah SWT dalam rangka
mendidik atau membimbing manusia. Sistem pendidikan ini mengandung
dua fungsi yaitu:
1) Sebagai sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi
hamba tuhan yang taat dan patuh.
2) Sebagai suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah
(ketuhanan) manusia untuk dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan
perbuatan baik lainnya.
d. Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa)
Hakekat puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al
Jauzi. Puasa dapat menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat
buruk yang terdapat dalam jiwa manusia. Adakalanya jiwa manusia akan
kotor bahkan sampai berkarat terbungkus oleh noda dan sikap keburukan
yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa dapat menjadi
penyuci jiwa.

2. Tingkatan Puasa
a. Puasa umum

‫ َفُهَو َكُّف اْلَبْطِن َو اْلَفْر ِج َع ْن َقَض اِء الَّش ْهَو ِة‬: ‫َأَّم ا َص ْو ُم اْلُع ُم وِم‬

8
“ Puasa umum adalah menahan petur dan kemaluan dari menunaikan syahwat.”
Maksudnya, puasa umum atau puasa orang-orang awam adalah “sekedar”
mengerjakan puasa menurut tata cara yang diatur dalam hukum fiqih. Seseorang
makan sahur dan berniat untuk puasa pada hari itu, lalu menahan diri dari makan,
minum dan melakukan hubungan badan dengan suami atau istrinya sejak dari
terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Jika hal itu telah dikerjakan, maka
secara hukum fiqih ia telah mengerjakan kewajiban shaum Ramadhan. Puasanya
telah sah secara lahiriah menurut tinjauan ilmu fikih.

b. puasa khusus (Khawas)

‫َو َأَّم ا َص ْو ُم اْلُخ ُصوِص َفُهَو َكُّف الَّس ْم ِع َو اْلَبَص ِر َو الِّلَس اِن َو اْلَيِد َو الِّر ْج ِل َو َس اِئِر اْلَج َو اِر ِح َع ِن اآْل َثاِم‬
“ Puasa khusus adalah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan
seluruh anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa.” Tingkatan ini lebih tinggi
dari tingkatan puasa umum atau puasa orang-orang awam. Selain menahan diri
dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual, tingkatan ini menuntut
orang yang berpuasa untuk menahan seluruh anggota badannya dari dosa-dosa,
baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tingkatan ini menuntut seorang muslim
untuk senantiasa berhati-hati dan waspada. Ia akan menahan matanya dari melihat
hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya
dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan
menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari melakukan hal-hal yang diharamkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan kakinya dari melangkah menuju hal-
hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan seluruh anggota badannya
yang lain ia jaga agar tidak terjatuh dalam tindakan maksiat. Tingkatan puasa ini
adalah tingkatan orang-orang shalih.

9
c. puasa sangat khusus (Khawasul Khawas)

‫ َفَص ْو ُم اْلَقْلِب َع ِن اْلِهَم ِم الَّد ِنَّي ِة‬:‫َو َأَّم ا َص ْو ُم ُخ ُصوِص اْلُخ ُص وِص‬
.‫َو اَأْلْفَك اِر الُّد ْنَيِو َّيِة َو َك ُّفُه َع َّم ا ِس َو ى ِهَّللا َع َّز َو َج َّل ِباْلُك ِّلَّيِة‬
“Puasa sangat khusus adalah berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang
rendah dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain
Allah secara totalitas.” Tingkatan ini adalah tingkatan yang paling tinggi,
sehingga paling berat dan paling sulit dicapai. Selain menahan diri dari makan,
minum dan hubungan seksual, serta menahan seluruh anggota badan dari
perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan pikiran orang yang berpuasa
untuk selalu fokus, memikirkan hal-hal yang mulia, mengharapkan hal-hal yang
mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah semata. Puasanya hati dan
pikiran, itulah hakekat dari puasa sangat khusus. Puasanya hati dan pikiran
dianggap batal ketika ia memikirkan hal-hal selain Allah, hari akhirat dan berfikir
tentang (keinginan-keinginan) dunia, kecuali perkara dunia yang membantu
urusan akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin. (Imam Abu
Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, 1/234) Agar puasa kita tidak sekedar
menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan pembatal-pembatal puasa
yang bersifat lahiriah lainnya, imam Al-Ghazali menguraikan bahwa kita harus
menjaga anggota badan kita dari dosa-dosa.
1) Menjaga pandangan mata
Yaitu menundukkan pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan Allah
dan rasul-Nya, menahan pandangan mata dari terlalu bebas memandang hal-
hal yang dicela dan dibenci, bahkan menahan pandangan mata dari hal-hal
yang menyibukkan hati dan melalaikan dari dzikir kepada Allah Ta’ala.

‫ُقْل ِلْلُم ْؤ ِمِنيَن َيُغ ُّض وا ِم ْن َأْبَص اِر ِهْم َو َيْح َفُظ وا ُف ُروَج ُهْم َذ ِل َك َأْز َك ى َلُهْم ِإَّن َهَّللا‬
‫) َو ُق ْل ِلْلُم ْؤ ِم َن اِت َيْغ ُضْض َن ِم ْن َأْبَص اِر ِهَّن َو َيْح َفْظَن‬30( ‫َخ ِبيٌر ِبَم ا َيْص َنُعوَن‬
‫ُفُروَج ُهَّن‬
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin laki-laki agar hendaknya mereka
menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Hal

10
yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengerti apa yang mereka kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang
mukmin wanita agar hendaknya mereka menundukkan pandangan mata
mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (QS. An-Nur [24]: 30-31)
2) Menjaga lisan
Yaitu menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, ucapan yang jorok,
perkataan dusta, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), sumpah
palsu, ucapan yang kasar, adu mulut dan debat kusir. Ia hendaknya
menyibukkan lisan dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir,
mengucapkan perkataan yang baik dan lebih baik diam dari hal-hal yang tidak
bermanfaat.

‫ ِإِّني َص اِئٌم‬: ‫ َو ِإِن اْم ُر ٌؤ َقاَتَلُه َأْو َشاَتَم ُه َفْلَيُق ْل‬، ‫الِّص َياُم ُج َّنٌة َفَال َيْر ُفْث َو َال َيْج َهْل‬
‫َم َّر َتْيِن‬
Puasa adalah perisai (dari perbuatan dosa dan siksa api neraka, edt). Maka
jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, janganlah ia
mengucapkan perkataan yang keji dan jangan pula melakukan tindakan yang
bodoh. Jika ada seseorang yang mencaci maki dirinya atau mengajaknya
berkelahi, hendaklah ia menjawab: ‘Aku sedang berpuasa, aku sedang
berpuasa’.” (HR. Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)
3) Menjaga Pendengaran
Yaitu menjaga telinga dari mendengarkan hal-hal yang diharamkan, sebab
hal-hal yang haram diucapkan juga haram untuk didengarkan. Allah Ta’ala
telah menyamakan antara mendengarkan perkataan yang haram dengan
memakan harta yang haram, dalam firman-Nya:

‫َسَّم اُع وَن ِلْلَك ِذِب َأَّك اُلوَن ِللُّسْح ِت‬


“Mereka sangat banyak mendengarkan perkataan dusta dan sangat banyak
memakan harta haram.” (QS. Al-Maidah [5]: 42)

11
4) Menjaga tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari hal-hal yang
diharamkan
Tangan hendaknya dijaga dari menyentuh dan memegang hal-hal yang
diharamkan Allah Ta’ala, atau dari melakukan tindakan yang diharamkan
Allah Ta’ala seperti memukul, mencuri, dan merampas hak orang lain tanpa
hak. Kaki hendaknya dijaga dari melangkah menuju kemaksiatan, atau
melakukan kezaliman kepada orang lain tanpa hak. Seluruh anggota badan
lainnya dijaga dari melakukan kemaksiatan dan hal-hal yang tidak
bermanfaat.
Perutnya dijaga dari mengonsumsi makanan yang haram dan makanan yang
mengandung syubhat saat berbuka puasa dan makan sahur. Sebab apalah
nilainya ia menahan diri dari makanan dan minuman yang halal sejak terbit
fajar sampai matahari terbenam, jika ia mengakhiri itu semua dengan
makanan yang haram saat berbuka puasa? Orang yang berpuasa seperti itu
adalah bagaikan orang yang membangun sebuah istana dengan
menghancurkan sebuah negeri.
5) Menjaga diri untuk tidak memenuhi perutnya dengan makanan saat
berbuka puasa.
Tujuan dari puasa adalah melemahkan hawa nafsu. Jika sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari hawa nafsu dilemahkan dengan mengosongkan
perut, maka menyantap banyak makanan saat berbuka puasa hanya akan
membangkitkan hawa nafsu yang terkekang di siang hari. Puasa hanya
berfungsi sebagai pemindah hawa nafsu dari siang hari ke malam hari.
Apalagi bila ditambah dengan mengumpulkan berbagai makanan dan
minuman yang lezat. Hikmah-hikmah puasa, misalnya solidaritas terhadap
kaum miskin, tidak akan teraih dengan cara seperti itu.

12
6) Setelah berbuka puasa hendaknya hatinya diliputi perasaan harap-
harap cemas, berharap puasanya diterima Allah Ta’ala dan takut jika
puasanya tidak diterima Allah Ta’ala. Ia berada di antara perasaan
harap dan cemas, sebab ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima
Allah atau ditolak-Nya.
Semoga kita tidak termasuk dalam golongan yang disabdakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam:

‫ َو ُرَّب َق اِئٍم َح ُّظ ُه ِم ْن ِقَياِم ِه‬، ‫” ُرَّب َص اِئٍم َح ُّظُه ِم ْن ِص َياِمِه اْلُج وُع َو اْلَع َطُش‬
‫الَّس َهُر‬
“Betapa banyak orang berpuasa namun balasan dari puasanya hanyalah lapar
dan dahaga semata. Dan betapa banyak orang melakukan shalat malam
(tarawih dan witir) namun balasannya dari shalatnya hanyalah begadang
menahan kantuk semata.” (HR. Ahmad no. 8856, Abu Ya’la no. 6551, Ad-
Darimi no. 2720, Ibnu Hibban no. 3481 dan Al-Hakim no. 1571. Syaikh
Syu’aib al-Arnauth berkata: Sanadnya kuat)

3. Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum


Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu
terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2. Puasa sunnah (mandub)
3. Puasa makruh
4. Puasa haram
Beberapa penjelasan dari macam-macam puasa diatas, diantaranya:
1. Puasa Wajib (Fardhu)
Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan. Telah kita
ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara
tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang
dikerjakan secara qadha’. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan
puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-

13
imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam
hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu
puasa wajib bukan puasa fardhu.
a. Puasa Nadzar (kaulan)
Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan karena pernah berjanji untuk
berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang siswa bernazar: “jika
saya mendapat rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika
keinginannya tersebut tercapai maka puasa yang telah dijanjikan
(dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah
mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal yang baik wajib dilaksanakan,
tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai
keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak
boleh dilaksanakan.

2. Puasa Sunnah
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan
apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.
Berikut contoh-contoh puasa sunnah:
a. Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih
utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.
b. Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu
disebut hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang
sedang melaksanakan ibadah haji.
c. Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di
dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal
demikian tak ada keraguan lagi.
d. Puasa 6 hari di bulan syawal

14
Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak
dengan tanpa syarat-syarat
e. Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak
berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu
macam puasa sunnah yang lebih utama.
f. Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan
tiga kalangan imam-imam madzhab. Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4,
dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan
yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut
memang disunnahkan .Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu
membatalkannya Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-
qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan
hanafiyyah.
3. Puasa Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari
perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau
sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu
dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab
syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara
mutlaq.
4. Puasa Haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat
itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak
berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan
hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan,
diantaranya ialah :
a. Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya
kurban (idul adha)

15
b. Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang
hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)
c. Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat,
atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara
terang-terangan

B. MENGAPA ALLAH MEWAJIBKAN BERPUASA


1. Karena Puasa adalah perintah Agama
Ini adalah jawaban yang paling utama dan paling mutlak. Dalam segala bentuk
ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya “ karena ini adalah perintah agama “.
Seseorang tidaklah layak beragama islam sampai ia menyerahkan diri dan
menerima sepenuhnya agama islam, karena arti dari islam sendiri itu adalah “
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah “. Sehingga segala bentuk
perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan termasuk diantaranya adalah
puasa.

2. Karena Puasa Adalah Rukun Islam


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar radhiallahu anhuma
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda

‫بني اإلسالم على خمس شهادة أن ال إله إال هللا و أن محمدا رسول هللا‬ )5
‫اء الزكاة و صوم رمضان و الحج و صوم‬zz‫و إقاق الصالة و إيت‬
‫رمضان‬
)6
( Islam dibangun diatas lima ( pondasi ) : Syahadat laa ilaaha illallah wa anna
Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
ibadah haji ( bagi yang mampu ), dan berpuasa di bulan Ramadhan )
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim

16
Ibarat sebuah tenda kehilangan satu tiang, masihkah ia tegak menjulang ?. inilah
islam, yang tak akan tegak tanpa tiang – tiang nya, yang diantaranya adalah puasa.
3. Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa
Mengapa kita diwajibkan berpuasa ?, “ agar kalian kalian bisa bertakwa…… “.
Allah sendirilah yang memberikan jawaban ini kepada kita. Allah ta’ala berfirman
:
“ wahai orang – orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas umat – umat sebelum kalian agar kalian
bertakwa “ ( Al Baqarah : 183 ) Dengan berpuasa terwujudlah hakekat takwa.
Bagaimana tidak, sedangkan orang yang berpuasa menjauhi segala hal yang dapat
membatalkan puasanya karena taat kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya,
dengan ini terwujudlah takwa. Karena ia menaati perintah Allah berupa puasa, dan
menjauhi larangan Nya yang berupa pembatal – pembatal puasa.
4. Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan
Mari kita merenung sejenak, “ mengapa puasa diwajibkan pada bulan
Ramadhan ? “ sebelum menjawab pertanyaan ini, timbul pertanyaan lain yang
perlu kita jawab terlebih dahulu “ apa saja keutamaan yang ada di bulan
Ramadhan ? “, sedikit akan kami sebutkan beberapa keutamaan bulan Ramadhan
yang diantaranya :

Al Qur’an Diturunkan Pada Bulan Ramadhan


Allah ta'ala berfiman :
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan ) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda ( antara yang hak
dan yang bathil ) “ ( Al Baqarah : 185 )

Bulan Ramadhan Adalah Bulan Penuh Berkah, Rahmat, Dan Mustajabnya Doa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

‫إذا دخل شهر رمضان فتحت أبواب الرحمة و غلقت أبواب جهنم و سلسلت الشياطي‬

17
“ apabila telah masuk bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu – pintu rahmat,
sedangkan pintu – pintu neraka jahannam ditutup, dan setanpun dibelenggu “
( diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan ini adalah lafadz Muslim )

Bulan Ramadhan Bulan Ibadah Dan Amal Kebaikan


Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila telah memasuki
sepuluh malam terakhir, beliau mengencangkan sarungnya untuk beribadah dan
beliau membangunkan keluarganya untuk menghidupkan malam hari dengan
ibadah.

C. TUJUAN FUNGSI PUASA


Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Ini dikatakan dalam sebuah ayat
Al-Quran yang memerintahkan orang yang beriman untuk berpuasa (Q., 2: 183).
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini
tentu saja benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam
makna terdalam kata takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah),
yaitu pengalaman dan perasaan akan kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan
dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang menegaskan bahwa Milik
Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah kehadiran Allah…
(Q., 2: 115).
Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena
mengenai orang beriman, yang …apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan
bila ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya…(Q.,
8: 2).
Orang beriman adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh pada
agama. Mereka dijanjikan oleh Allah kebahagiaan hidup…mereka yang berkata
“Tuhan kami adalah Allah,” kemudian tetap berpegang teguh (pada agama),
mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih (Q., 46: 13). Al-Quran menyebut,
inilah orang-orang yang menjadikan takwa–pengalaman akan kehadiran Yang
Ilahi itu–dan keridaan Allah sebagai asas hidup mereka. Allah mengatakan,
Manakah yang terbaik? Mereka yang mendirikan bangunannya atas dasar takwa

18
dan keridlaan Allah, ataukah yang mendirikan bangunannya di atas tanah pasir di
tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka… (Q., 9: 109).
Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah menjadikan takwa ini sebagai asas
dan pandangan hidup yang benar. Ayat di atas menegaskan bahwa asas hidup
yang selain takwa dan keridaan Allah itu adalah salah, diibaratkan dengan orang
yang “mendirikan bangunan di atas tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh
bersamanya ke dalam api neraka”.
Tentang takwa ini, menarik melihat bahwa takwa adalah kesejajaran “iman”
dan “tali hubungan dengan Allah”–yang merupakan dimensi vertikal hidup yang
benar. Karena itu pengertian takwa bersifat ruhaniah, yang masih harus
diterjemahkan dalam segi-segi konsekuensial yang mengikutinya (misalnya dalam
kaitan iman dan amal-saleh, yang disimbolkan dalam “takbirat al-ihram” dalam
shalat yang bersegi keruhanian, dan “salâm” yang bersegi komitmen sosial).
Dalam Al-Quran s. Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang
yang bertakwa: yaitu (1) mereka yang beriman kepada yang gaib; (2) mendirikan
shalat; (3) menafkahkan sebagian rezeki; (3) beriman kepada wahyu yang telah
Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum Al-Quran; dan (5) mereka yang
yakin akan Hari Akhirat.
Kelima ciri takwa ini adalah an sich ciri dari orang yang beriman. Dari kelima
unsur yang menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib,
mendapatkan peneguhan utama dalam ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah
yang paling pribadi, personal, private, tanpa kemung¬kinan bagi orang lain
sepenuhnya melihat, mengetahui, apalagi menilainya. Seperti dikatakan dalam
sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah untuk-Ku
semata, Akulah yang menanggung pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang
bersifat ruhani, puasa itu harus diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang
juga private, sehingga dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa
amal perbuatan adalah bentuk lahiriah yang tampak mata, dan ruhnya ialah
adanya rahasia keikhlasan (yang amat private) di dalamnya.
Kembali ke takwa, maka pangkal takwa adalah keimanan yang mendalam
kepada Allah dan kesadaran tanpa ragu sama sekali akan kehadiran-Nya dalam

19
hidup dan segala kegiatan manusia. Puasa sebagai ibadah yang sangat private
merupakan latihan dan sekaligus peragaan kesadaran ketuhanan: peragaan akan
pengalaman kehadiran Yang Ilahi. Inilah tujuan pokok puasa yang kemudian
melimpah kepada nilai-nilai hidup yang menjadi konsekuensinya, yang
menjadikan adanya hikmah kemanusiaan dari ibadah puasa ini, sebuah hikmah
yang dilatih dengan “menahan diri”, makna literal dari shiyâm atau shaum atau
puasa itu sendiri.
Maka dengan menanggung derita sementara ini (dengan menahan diri secara
jasmani, nafsani dan ruhani) ada proses penyucian yang akan memperkuat segi-
segi kelemahan manusiawi (apalagi “manusia adalah pembuat kesalahan” erare
humanum est, begitu kata pepatah Latin). Kelemahan manusiawi yang amat
mencolok adalah kecenderungannya mengambil hal-hal jangka pendek, karena
daya tariknya, dan lengah terhadap akibat buruk jangka panjang (lihat Q., 75: 20).
Terhadap kelemahan manusiawi ini, Tafsir Yusuf Ali mengatakan, “Manusia suka
tergesa-gesa dan segala yang serba tergesa-gesa. Dengan alasan ini ia
menyandarkan imannya pada hal-hal yang fana, yang datang dan pergi, dan
mengabaikan segala yang sifatnya lebih abadi, yang datangnya perlahan-lahan,
yang tujuan sebenarnya baru akan terlihat sepenuhnya di akhirat kelak”.
Berikut beberapa manfaat puasa Ramadhan bagi kesehatan :
1. Dengan kita menjalankan puasa dan khusunya puasa ramadhan ini akan
mengistirahatkan organ pencernaan dan perut dari kelelahan kerja yang terus
menerus dalam sehari-hari tanpa istirahat, mengeluarkan sisa makanan dari
dalam tubuh, memperkuat badan.
2. Dengan kita menjalankan puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol
dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan
bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kolesterol tinggi
(kolesterol jahat), kegemukan dan juga penyakit hipertensi.
3. Dengan kita berpuasa maka hal tersebut akan trut membersihkan tubuh dari
racun dan kotoran (detoksifikasi). Puasa merupakan terapi detoksifikasi yang
paling tua dalam sejarah peradaban manusia. Dengan puasa, berarti kita
membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita sehingga hal ini akan

20
menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang
bersifat racun dari dalam tubuh.
4. Dengan berpuasa juga akan mendorong peremajaan dan juga pergantian sel-
sel tubuh yang rusak dengan yang baru. Sehingga sel-sel tubuh akan
mengalami proses peremajaan yang lebih cepat daripada biasanya.
5. Dalam keadaan kita berpuasa ternyata hal tersebut juga dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan saat puasa terjadi
peningkatan limfosit hingga sepuluh kali lipat. Kendati keseluruhan sel darah
putih tidak berubah ternyata sel T mengalani kenaikkan pesat. Dengan
kenaikan yang cukup signifikan hal ini akan berpengaruh terhadap
peningkatan kekebalan tubuh kita.
6. Tatkala kita sedang menjalankan ibadah puasa, maka keadaan psikologi kita
akan lebih tenang daripada keadaan tidak sedang berpuasa. Keadaan jiwa
yang tenang, tidak dipenuhi amarah maka hal tersebut akan dapat
menurunkan kadar adrenalin dalam tubuh kita. Seperti kita ketahui
bahwasannya Rasulullah juga melarang kita untuk marah, ternyata dalam
kondisi marah akan terjadi peningkatan jumlah adrenalin sebesar 20-30 kali
lipat. Adrenalin akan memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan
pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan
tekanan darah arterial dan menambah volume darah ke jantung dan jumlah
denyut jantung. Adrenalin juga dapat menambah pembentukan kolesterol dari
lemak protein berkepadatan rendah. Berbagai hal tersebut ternyata dapat
meningkatkan resiko penyakit pembuluh darah, penyakit jantung dan otak
seperti stroke,dan juga penyakit jantung koroner, dan lainnya

D. HIKMAH PUASA
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap
individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani. Terhadap ruhani, puasa
juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa
nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan
dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering

21
di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan
memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan
jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan
kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia
sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan
pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:
1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh
hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu
makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka,
waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya.
Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin,
kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang
dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-
amal ibadah, dan amal-amal sunat.
3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya
arti persaudaraan, dan silaturahmi.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam
kehidupan.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai
nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang
ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah,
membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah,
sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup
dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap
perbuatan, terutama yang mengandung dosa.

22
8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan
dan rintangan.
9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan
sederhana.
10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita,
atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam
bidang kesehatan dan lain-lain.

E. MAKNA SPIRITUAL PUASA


Puasa banyak mengandung banyak hikmah bagi yang melakukan sesuai
dengan aturan. Dalam hal ini penulis akan mencoba mengupas persoalan puasa
dari sisi hikmah puasa dalam kajian nilai spiritual.
Nilai spiritual adalah nilai ketuhanan yang terkandung dalam ibadah
sebagai jalan menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Rasa terima kasih yang
dimaksud di sini bisa dikatakan sebagai suatu bentuk rasa syukur menusia kepada
Tuhannya atas segala nikmat yang telah banyak diberikan dan tidak terhitung
jumlahnya. Rasa terima kasih tersebut dibuktikan dengan cara melaksanakan
puasa.
Puasa yang dilakukan sekaligus sebagai ajang untuk dapat menjadikan manusia
supaya lebih bertakwa, atau suatu cara berlatih untuk selalu dapat mengerjakan
segala apa yang diperintahkanNya dan mampu menjauhi segala laranganNya
dengan jalan melaksanakan puasa sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh
Allah dan bukan aturan yang ditetapkan manusia.
Hal-hal yang terkait dengan segala aturan pada saat manusia melaksanakan
puasa, seperti diperbudak oleh makanan dan minuman, hubungan seks dan segala
perbuatan yang bersifat keji (mencuri, berdusta, menfitnah dan sebagainya), harus
dapat dijauhi dalam rangka memperoleh suatu kenikmatan yang lebih dari hal itu.
Yaitu kehidupan mulia dan baik di mata manusia lebih-lebih di mata Allah swt.
Dalam nilai spiritual puasa pun menepis sifat kebinatangan yang ada pada
manusia, yaitu sifat yang hanya bergairah kepada makan dan minum serta

23
semisalnya. Hal itu sebagai bentuk bagaimana Allah yang maha bijaksana
mengajarkan bagaimana cara mengemban amanat, tidak meninggalkan dan tidak
melampui batas.
Hal lain, puasa bisa menjadi sebuah cara yang bagus untuk dapat melatih manusia
terutama yang beriman untuk dapat menahan diri dari yang hanya
memperturutkan nafsu belaka padahal hal itu tidak jauh berbeda seperti yang
dimiliki binatang. Untuk itu Allah memerintahkan manusia khususnya yang
beriman untuk mau melaksanakan puasa dalam rangka menjaga manusia dari
segala perbuatan keji yang hanya berbau sifat binatang tadi. Sehingga nantinya
akan menjadi suatu alat yang mudah untuk mengangkat derajat manusia untuk
selalu di atas dibanding dengan makhluk-makhluk yang lain, disebabkan manusia
tersebut telah memiliki jiwa yang baik.
Kejiwaan yang baik akan berpengaruh pada pelaksanaan ibadah, di mana
manusia tesebut akan lebih mudah ke arah kebaikan (sifat Malakut) daripada ke
arah kejelekan (sifat ke-binatang-an), disebabkan kebiasaan latihan kejiwaan pada
saat berpuasa. Dalam puasa, latihan kejiwaan dilakukan dengan cara, yaitu ketika
pada dini hari saat makan sahur, bagi keumuman merupakan pekerjaan yang berat.
Mungkin bukan makan sahurnya yang berat tetapi bangun pada saat sedang
nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam buaian mimpi dan itulah menurut orang-
orang yang dirasakan berat.
Waktu siang manusia yang berpuasa tetap bisa bekerja meskipun dengan
sedikit rasa lapar dan dahaga. Sebab hal itu dilakukan semata-mata karena rasa
ingin mendekatkan Allah swt. Pendek kata, nilai spiritual orang yang berpuasa
menjadikan hubungan manusia dengan Allah terasa lebih akrab, hal itu menjadi
bukti betapa benarnya kata-kata Allah bahwa Ia lebih dekat dengan kita daripada
urat leher kita.
Nilai spiritual faktual lain, ketika kehidupan zaman sekarang yang
cenderung membuat silau dan banyak dikuasai oleh materialisme (keduniaan) dari
pada yang bersifat keakhiratan. Maka dengan jalan berpuasa diharapkan orang
akan lebih bisa menghadapi kesenangan-kesenangan yang hanya akan membawa

24
menuju kemaksiatan. Dan akan lebih mudah memelihara, menjaga, lebih-lebih
bisa memagari dirinya dari segala godaan keduniawian yang menyesatkan.

F. PUASA DAN PEMBENTUKAN INSAN BERKARAKTER


Berbicara tentang puasa Ramadan tidak bisa lepas dari istilah ‘menahan’
karena puasa sendiri berasal dari kata imsak yang artinya menahan. Puasa
merupakan salah satu dari lima rukun Islam, yang mana puasa adalah rukun Islam
ke empat. Sedangkan makna karakter adalah tingkah laku dan pola fikir yang
terjadi secara alami, apa adanya, tanpa dibuat-buat, terjadi secara reflek, dan
bukan merupakan sandiwara. Lalu kenapa puasa bisa membentuk karakter?
karakter adalah perilaku alami yang berasal dari perfleksian jiwa (bawah sadar)
dan karakter merupakan hasil dari budaya, sedangkan budaya sendiri terlahir salah
satunya karena adanya tingkah laku ‘pembiasaan’. Sudah menjadi pengetahan
umum bahwa pada setiap bulan Ramadan terjadi pergeseran pembiasaan.
Pergeseran ini terjadi karena di dalam bulan puasa ada amalan-amalan ibadah
tertentu yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dilaksanakan pada bulan puasa
tersebut. Ibadah puasa khususnya di Indonesia telah membentuk budaya baru
masyarakat.
Sehingga tidaklah salah apabila bulan Ramadan disebut sebagai bulan
pelatihan (training) bagi umat Islam, dengan kata lain bulan Ramadan adalah
Madrasah (sekolah) untuk pembentukan karakter manusia. Pernyataan ini
bukanlah omong kosong belaka, namun dapat diuji dan diteliti kebenarannya.
Puasa secara total dan benar (tidak hanya menahan lapar dan dahaga saja) bisa
mengkikis ‘karakter’ hewani yang ada pada diri manusia. Lantas apakah
pembiasaan positif yang dilakukan pada bulan puasa bisa melahirkan karakter
manusia yang terpuji? Jawabannya tentu bisa, asal pembiasaan tersebut dilakukan
secara konsisten (istiqomah) dan dengan cara menilai datangnya bulan puasa
bukanlah sebuah hal yang tak bermakna sama sekali sehingga dilalui begitu saja
tanpa ada pencarian makna, pedalaman, dan tindak lanjut setelahnya.
Seperti Madrasah pada umumnya, pada Madrasah Ramadan ini juga memiliki
Kurikululum (muatan pelajaran/pesan kebaikan) yang tersirat dalam bentuk tata

25
cara berpuasa, serta berisi anjuran-anjuran, larangan-larangan, dan perintah-
perintah yang berasal dari Allah kepada manusia baik sebelum, ketika bulan puasa
datang, dan sesudahnya. Diantara ‘kurikulum; yang bermuatan karakter mulia
(positif) pada Madrasah Ramadan adalah bisa melahirkan manusia yang mampu
dan terbiasa dalam:
1. Berhati-hati, Teliti, dan Waspada
Berhati-hati terhadap sesuatu hal yang bisa membatalkan puasa atau
mengurangi pahala puasa. Sehingga tidak menjadi manusia yang ceroboh,
reaksioner, dan mudah terprovokasi.
2. Muhasabah (Evaluasi Diri)
Salah satu anjuran dalam bulan puasa adalah melakukan iktikaf di Masjid.
Iktikaf tidak hanya berisi zikir dan doa, namun juga berisi muhasabah (sadar diri
dan sadar potensi), dan juga bisa berisi renungan-renungan lain, semisal renungan
untuk masa depan.
3. Rela Berkorban
Pengorbanan yang tidak menyakiti diri atau menyebabkan tidak baik bagi diri
sendiri, namun untuk memperoleh ganti dari Allah SWT. Dalam puasa umat Islam
dilatih tidak hanya mengorbankan diri dalam bentuk menahan makanan dan
minuman yang lezat pada siang hari, namun juga mengorbankan waktu dan tenaga
untuk iktikaf serta membaca (mengkaji) al Quran. Selain itu pengorbanan harta
untuk diberikan pada para dhuafa, dan guna memfasilitasi orang lain untuk
berbuka puasa.
4. Mampu Memanajemen Diri
Anjuran untuk berbuka di awal waktu dan sahur di akhir waktu merupakan
pembelajaran disiplin waktu. Seakan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi
aktivitas sudah tercatat dalam fikiran setiap pribadi yang berpuasa, kegiatan apa
saja yang akan dilakukan tiap jamnya sudah tertanam. Termasuk di dalamnya
adalah juga mengendalikan diri (emosi) serta mengatur (menseting) otak untuk
melakukan hal-hal yang dianjurkan pada bulan puasa. Sehingga bisa menciptakan
etos kerja tinggi karena semua waktu, tenaga, dan fikiran sudah direncanakan
sejak awal agar tercapainya prinsip efektif dan efisien.

26
5. Berbuat Jujur
Ibadah puasa merupakan ibadah individu yang hanya pelaku dan Allah-lah
yang tahu apakah ia benar-benar puasa atau tidak. Jadi puasa adalah pendidikan
bagi manusia untuk berbuat jujur (tidak munafiq) pada diri sendiri, orang lain, dan
jujur pada Tuhannya.
6. Bertaqwa
Taqwa merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari orang yang berpuasa,
taqwa dapat diartikan takut pada Allah, karena Allah adalah dari segala sesuatu
yang hanya wajib ditakuti sehingga dengan takut itu manusia akan taat pada
Allah. Salah satu ciri orang bertaqwa adalah menepati janji, sabar, menjalin
siraturrahim (persaudaraan), bersyukur, menjaga diri, kepedulian sosial,
mengendalikan diri (menahan amarah), pemaaf, berbuat kebaikan, bertaubat,
ikhlas, tawadu', penyayang, tanggung jawab, dan berperilaku adil.
7. Gaya Hidup Sederhana
Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh menjadi orang kaya. Dengan hidup
sederhana manusia tidak akan terjebak pada pola hidup materialistik,
konsomerisme, dan cinta dunia secara berlebih.
8. Sikap Optimis
Sebelum bulan puasa datang umat Islam dianjurkan untuk menyambutnya
dengan penuh kegembiraan dan harapan. Bukan dengan kesedihan dan
menganggap datangnya bulan puasa sebagai beban atau ancaman (masalah).
Bulan Ramadan datang setiap tahunnya adalah sebagai solusi (sumbangan
keteguhan jiwa) bagi manusia yang menjalankannya. Datangnya bulan puasa
bukan merupakan sebuah masalah atau pil pahit (racun yang harus dihadapi).
Seharusnya puasa Ramadan menjadi tantangan bagi setiap orang. Sehingga kita
harus menyambut gembira tantangan berpuasa Ramadan tersebut. Dan tentu juga
harus dikejawantahkan dalam bentuk gembira menghadapi tantangan-tantangan
dalam hidup ini.
9. Tahan Uji (Cobaan)
Salah satu cobaan bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa adalah ketika
ada orang lain yang meprovokasi, menyinggung perasaan, dan ada godaan-godaan

27
lain yang tidak sengaja untuk menggoda orang berpuasa, misalnya ada acara iklan
makanan dan minumanan, serta ketika kita melihat orang yang makan atau minum
di tempat umum.
10. Meneguhkan dalam Bersikap
Tegas dalam mengambil keputusan (konsisten, tidak plin-plan), siap
menghadapi resiko, serta berkomitmen menjalani keputusan yang telah menjadi
pilihan, yaitu memilih untuk tidak makan dan minum sehingga resiko yang harus
dihadapi adalah rasa lapar. Sebenarnya masih banyak sekali nilai-nilai kebaikan
yang terkandung secara tersirat dari bulan puasa serta manfaat bagi pembentukan
karakter ketika menjalani ibadah puasa. Semua manfaat yang terdaftar di atas
tersebut lama kelamaan akan membentuk karakter, baik karakter pribadi maupun
karakter masyarakat jika perilaku-perilaku baik dalam berpuasa tersebut sudah
mendarah daging.

BAB III
PENUTUP

Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita
untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan

28
dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian
dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya
mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah
kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana
telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt
yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh
Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk
mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa
indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari
berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan
puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur
dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.

Daftar Pustaka

https://mardianaharahap26.wordpress.com/2013/04/02/makalah-tentang-puasa/
http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasa-
sunnah.html
http://www.bmttarunasejahtera.com/2013/10/makalah-puasa.html
http://banjirembun.blogspot.co.id/2012/07/puasa-sebagai-pembentuk-karakter.html

29
http://shodika.blogspot.co.id/2012/12/pengaruh-puasa-sunnah-terhadap.html
http://endro.staff.umy.ac.id/?p=44
http://www.arrahmah.com/kajian-islam/ini-takaran-bayar-fidyah-menurut-quran-dan-
sunnah.html

30

Anda mungkin juga menyukai