Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al-hilal, yaitu metode
menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Kamariah baru dimulai
apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu
terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di
atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab,
bukan rukyat, adalah sebagai berikut:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya bagi bulan itu manzilah-manzilah, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
c. QS. Yasin [36] ayat 39-40:
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah
dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan
yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan
malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada
garis edarnya”.
1
Tulisan ini disarikan dari buku Hisab Bulan Kamariah Tinjauan Syar’i Tentang Penetapan Awal
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah yang disusun oleh Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA.
d. Hadis-hadis.
ِ إِذَا رأَي تموهُ فَصوموا َوإِ َذا رأَي تموهُ فَأَفْ ِطروا فَِإ ْن غُ َّم َعلَي ُكم فَاق
)(روه البخار ّي و مسلم.» ُْد ُروا لَه ْ ْ ُ ُ ُْ َ ُ ُ ُ ُْ َ
“Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya
beridul fitrilah! Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka
estimasikanlah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
ِ ِ ِ ِ ِ
الخاارّ و
ّ رروه.ني َ لعةً َوعش ِر
َ ين َوَم َّرًةثَََث ِ َ ي.هر َه َك َذا
َ عِن َم َّرًة ت َّ ب
ُ الش ُل ُ ُإ ََّّنأ َُّمةٌأ ُّميَّةٌ َالنَكت
ُ ب َوَال ََن
مللم
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan
tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu demikian-demikian. maksudnya adalah
kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh
hari”. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Rukyat sebagaimana ditegaskan oleh Muhammad Rasyid Ridha dan Mustafa az-
Zarqa lebih lanjut bukanlah ibadah, melainkan hanyalah sarana yang tersedia
pada zaman itu dan karena hanya sarana ia dapat mengalami perubahan
sepanjang zaman dan dapat ditinggalkan apabila ia tidak lagi mampu memenuhi
tuntunan zaman.