Anda di halaman 1dari 5

PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIYAH TAREKAT NAQSABANDIYAH

KOTA PADANG (Hisab Mundzir, Hitungan 5, dan Rukyat Bulan Purnama)


Sekar Arum Ratnaningtyas1, Natasa Citra Aprilia2, Rio Arhanza Putra 3
Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

A. Hisab Mundzir
Hisab Mundzir adalah metode perhitungan kalender Islam yang didasarkan
pada pergerakan bulan. Metode ini dikembangkan oleh seorang ulama bernama al-
Mundzir al-Asfahani pada abad ke-4 Hijriyah (sekitar abad ke-10 Masehi).
Metode Hisab Mundzir menghitung awal bulan dengan menggunakan
perhitungan matematika berdasarkan pergerakan bulan. Hisab Mundzir juga
menggunakan konsep sinar matahari, sinar bulan, dan posisi bumi untuk menentukan
awal bulan.4 Proses hisab Mundzir dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menentukan awal bulan baru: Hisab Mundzir menghitung awal bulan baru
berdasarkan gerakan bulan dan posisi matahari. Awal bulan baru dihitung ketika
sinar matahari dan sinar bulan berada di posisi yang tepat terhadap bumi
2. Menentukan waktu salat: Setelah menentukan awal bulan baru, Hisab Mundzir
juga dapat digunakan untuk menentukan waktu salat. Metode ini menggunakan
posisi matahari dan sinar bulan untuk menentukan waktu salat.
3. Menentukan waktu ibadah lainnya: Hisab Mundzir juga digunakan untuk
menentukan waktu puasa, zakat, dan ibadah lainnya. Metode ini menggunakan
perhitungan matematika untuk menentukan waktu ibadah yang tepat.

Contoh perhitungan Hisab Mundzir:


Untuk menghitung awal bulan Rajab tahun 1444 Hijriyah, kita dapat menggunakan
rumus: M = 29,5 x (N – 1) + D
Dimana M adalah jumlah hari dalam satu siklus lunar, N adalah jumlah siklus lunar
sejak tahun 1 Hijriyah, dan D adalah jarak waktu dalam hari antara awal tahun
Hijriyah dan awal tahun Matahari. Untuk tahun 1444 Hijriyah, N adalah 1444 – 1 =

1
Sekar Arum Ratnaningtyas, NIM 126102202232
2
Natasa Citra Aprilia, NIM 126102202241
3
Rio Arhanza Putra, NIM 126102202268
4
Yusuf, A., 2017, The accuracy of al-Mundzir al-Asfahani’s Hisab and its comparison to other Hisab.
Al-Ijtimai: International Journal of Government and Social Science, 2(2), 180-192

1
1443 siklus lunar, dan D adalah 16436 hari. Dengan menggunakan rumus di atas, kita
dapat menghitung: M = 29,5 x (1443 – 1) + 16436 = 42560,5
Jadi, jumlah hari dalam satu siklus lunar untuk tahun 1444 Hijriyah adalah 42560,5.
Dari sini, kita dapat menghitung awal bulan Rajab dengan menggunakan rumus lebih
lanjut. Namun, perlu diingat bahwa Hisab Mundzir merupakan salah satu dari
beberapa metode perhitungan kalender Islam yang berbeda dan hasil perhitungannya
dapat sedikit berbeda dengan metode lainnya. Oleh karena itu, keputusan mengikuti
salah satu metode perhitungan kalender Islam sepenuhnya tergantung pada pilihan
dan keyakinan individu.5

B. Hitungan 5 (Lima)
Hitungan 5 (lima) adalah dengan cara menambah 5 (lima) hari dari awal puasa
yang dilaksanakan pada tahun sebelumnya. 6 Sebagai contoh pada tahun 1429 H yang
lalu tarekat Naqsabandiyah telah menetapkan awal puasa pada hari Sabtu, 30 Agustus
2008. Maka untuk menentukan awal Ramadhan pada tahun 1430 H cukup dengan
menambah 5 (lima) hari dari puasa sebelumnya. Caranya demikian : 1. Sabtu, 2.
Ahad, 3. Senin, 4. Selasa, dan 5. Rabu. Jadi, dengan hitungan 5 (lima) ini sudah dapat
ditetapkan awal Ramadhan tahun 1430 H jatuh pada hari Rabu, 19 Agustus 2009, dan
begitulah seterusnya sampai hari kiamat.7
Contoh lainnya adalah pada tahun 1432 H Naqsabandiyah telah menetapkan
awal Syawal pada hari Ahad, 28 Agustus 2011. Maka untuk menentukan awal Syawal
pada tahun 1433 H cukup dengan menambah 5 (lima) hari dari awal Syawal
sebelumnya. Caranya adalah : 1. Ahad, 2. Senin, 3. Selasa, 4. Rabu dan 5. Kamis. Jadi
dengan hitungan 5 (lima) ini sudah dapat ditetapkan awal Syawal tahun 1433 H jatuh
pada hari Kamis, 16 Agustus 2012.
Hitungan lima yang digunakan oleh tarekat Naqsabandiyah masih tergolong
‘urfi. Dalam keilmuan falak, hisab ‘urfi tidak relevan dijadikan dasar perhitungan
awal bulan kamariah, apalagi sesuatu yang kaitannya dengan ibadah. Sebaiknya jika
hal itu berkaitan dengan ibadah, proses perhitungan lebih baik menggunakan hisab
kontemporer. Setelah itu hasil perhitungan diverifikasi dengan rukyah al-hilal.
5
Al-Asfahani, A. M. (n.d.). Al-Mundzir Fi Al-Hisab. Retrieved from https://archive.org/details/Al-
MundzirFiAl-hisab
6
Rudi Kurniawan, 2013, “Studi Analisis Penentuan Awal Bulan Kamariah dalam Perspektif Tarekat
Naqsabandiyah di Kota Padang,” Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Walisongo,
Semarang: Perpustakaan IAIN Walisongo
7
Ibid

2
Ketetapan awal bulan kamariah dari Almanak Hisab Munjid dan hitungan lima
tidak selamanya sama bahkan cenderung lebih sering berbeda.
Tabel 4. Awal Syawal 1433-1435 H
Metode 1433 1434 1435

Almanak Kamis, Senin, Sabtu,


Hisab Munjid 16 Agustus 2012 5 Agustus 2013 26 Juli 2014

Hitungan lima Kamis, Senin, Jum’at,


16 Agustus 2012 5 Agustus 2013 25 Juli 2014

Sumber : Diolah dari Almanak Hisab Munjid

Perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti bagi pengikut Tarekat
Naqsabandiyah karena keputusan akhir dari penetapan awal Ramadhan, awal Syawal
dan awal Dzulhijjah berada di tangan mursyid. Untuk penentuan awal bulan kamariah
yang berkaitan dengan prosesi ibadah awal Ramadhan, awal Syawal dan awal
Dzulhijjah-mursyid menggunakan metode Almanak Hisab Munjid. Keputusan
diambil tanpa sidang itsbat atau pun keputusan bersama dari semua pengikut tarekat
Naqsabandiyah.8

C. Bulan Purnama
Rukyat bulan purnama adalah suatu proses pengamatan bulan oleh orang-
orang yang ahli dalam bidang astronomi Islam dengan tujuan menentukan awal bulan
Hijriyah. Pada bulan purnama, bulan terlihat penuh dan terang di langit malam,
sehingga dapat dijadikan referensi untuk menentukan awal bulan Hijriyah. Hitungan
untuk menentukan awal bulan Hijriyah berdasarkan rukyat bulan purnama adalah
sebagai berikut :
1. Apabila bulan purnama terlihat saat senja pada hari ke-29 kalender Hijriyah, maka
besoknya akan dimulai bulan baru.
2. Apabila bulan purnama tidak terlihat saat senja pada hari ke-29 kalender Hijriyah,
maka hari ke-30 Kalender Hijriyah dijadikan sebagai hari terakhir bulan Hijriyah
tersebut dan besoknya dimulai bulan baru.
Namun, perlu diketahui bahwa rukyat bulan purnama bukanlah satu-satunya
metode untuk menentukan awal bulan Hijriyah. Ada juga metode hisab (perhitungan

8
Ibid

3
matematika) yang dilakukan oleh para ahli kalender Islam untuk menentukan awal
bulan Hijriyah. Dalam prakteknya, rukyat bulan purnama dilakukan secara langsung
oleh sejumlah orang yang ditunjuk oleh otoritas setempat, seperti badan pengurus
masjid atau lembaga astronomi setempat.
Setelah bulan purnama terlihat dengan jelas di langir, maka awal bulan baru
diumumkan berdasarkan hasil rukyat tersebut. Dan pada dasarnya, tidak ada rumus
matematis khusus yang digunakan dalam metode rukyat bulan purnama. Namun,
terdapat beberapa pedoman yang biasa digunakan dalam menghitung waktu rukyat
bulan purnama seperti contoh pada poin di atas.9

9
Agus Purwanto, 2009, “Purnama: Parameter Baru Penentuan Awal Bulan Qamariyah”, Makalah,
disajikan pada acara Pelatihan Falak Teori dan Praktik, Surabaya: Institut Teknologi Surabaya

4
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, A. The accuracy of al-Mundzir al-Asfahani’s Hisab and its comparison to other
Hisab. Al-Ijtimai: International Journal of Government and Social Science. 2(2).
2017
Al-Asfahani, A. M. (n.d.). Al-Mundzir Fi Al-Hisab. Retrieved from
https://archive.org/details/Al-MundzirFiAl-hisab
Kurniawan, Rudi. “Studi Analisis Penentuan Awal Bulan Kamariah dalam Perspektif
Tarekat Naqsabandiyah di Kota Padang,” Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah dan
Ekonomi Islam IAIN Walisongo, Semarang: Perpustakaan IAIN Walisongo. 2013
Purwanto, Agus. “Purnama: Parameter Baru Penentuan Awal Bulan Qamariyah”. Makalah
disajikan pada acara Pelatihan Falak Teori dan Praktik. Surabaya: Institut Teknologi
Surabaya. 2009

Anda mungkin juga menyukai