Anda di halaman 1dari 13

Nomor : 012/LF-PBNU/III/2022 Jakarta, 28 Sya’ban 1443 H

Lampiran : data hisab dan protokol rukyat 31 Maret 2022 M


Hal : Instruksi Rukyah Ramadhan 1443

Yth:
1.   Lembaga Falakiyah PWNU
2.   Lembaga Falakiyah PCNU
3.   Pondok Pesantren Falak NU
4.   Perukyah Falak NU
Di- Tempat

‫ ﻭوﺑﺭرﻛﺎﺗﻪﮫ‬ ‫ ﷲ‬ ‫ ﻭوﺭرﺣﻣﺔ‬ ‫ ﻋﻠﻳﯾﻛﻡم‬ ‫ ﺍاﻟﺳﻼﻡم‬ 


Semoga rahmat dan barokah Alloh SWT selalu menyertai kita dalam berkhidmat untuk umat dan
bangsa.

Lembaga Falakiyah PBNU menginstruksikan kepada para perukyah Nahdlatul Ulama se-Indonesia
untuk melaksanakan rukyah awal bulan Ramadhan 1443 H pada hari Jumat Pahing, 29 Sya’ban 1443
H / 1 April 2022.

Sebelum pelaksanaan rukyah, dimohon kepada para perukyah untuk dapat menyelenggarakan shalat hajat.
Hasil rukyah dimohon bisa dilaporkan melalui WhatsApp Group Hilal Record. Laporan hasil rukyah dalam
format yang lengkap dapat dikirim melalui https://s.id/LaporRukyahRamadhan2022

Perukyah diharapkan juga bisa mengikuti livestreaming Zoom melalui :


Tautan :https://us02web.zoom.us/j/87872341494?pwd=VnpvR2dTL2FyZlY1RzJ6WDJBU1czUT09
ID : 878 7234 1494
Passcode : PBNU1926

Bersama ini kami sertakan pula hisab posisi hilal dan protokol rukyah peduli COVID – 19.
Terimakasih atas partisipasi dan kontribusi Nahdliyin.

‫ ﺍاﻟﻁطﺭرﻳﯾﻕق‬ ‫ ﺃأﻗﻭوﻡم‬ ‫ ﺇإﻟﻰ‬ ‫ ﺍاﻟﻣﻭوﻓﻕق‬ ‫ ﻭوﷲ‬ 


‫ ﻭوﺑﺭرﻛﺎﺗﻪﮫ‬ ‫ ﷲ‬ ‫ ﻭوﺭرﺣﻣﺔ‬ ‫ ﻋﻠﻳﯾﻛﻡم‬ ‫ ﻭوﺍاﻟﺳﻼﻡم‬ 
LEMBAGA FALAKIYAH
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA

KH. Drs. Sirril Wafa, MA. H. Asmui Mansur, M.Kom


Ketua Sekretaris

Tembusan:
1.   Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Halaman 1
HILAL AWAL RAMADHAN 1443 H
29 SYA’BAN 1443 H / 1 APRIL 2022
DI
INDONESIA

A.   PENDAHULUAN

Pada Jumat Pahing 29 Sya’ban 1443 H yang bertepatan dengan 1 April 2022 M dalam
Kalender Hijriyyah Nahdlatul Ulama, akan berlangsung rukyatul hilal penentuan awal
Ramadhan 1443 H. Rukyatul hilal akan digelar Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)
di seluruh Indonesia guna memenuhi metode penetapan awal bulan kalender Hijriyyah yang
berterima di Nahdlatul Ulama.
Rukyatul hilal merupakan pengamatan atau observasi terhadap hilal, yaitu lengkungan Bulan
sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca Matahari
terbenam (ghurub) dan bisa diamati. Cara pengamatannya untuk saat ini terbagi menjadi tiga,
mulai mengandalkan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop) hingga yang
termutakhir alat optik (umumnya teleskop) terhubung sensor / kamera. Dari ketiga cara tersebut
maka keterlihatan hilal pun terbagi menjadi tiga pula, mulai dari kasatmata telanjang (bil fi’li),
kasatmata teleskop dan kasat–citra.
Terlihat atau tidaknya hilal sangat bergantung pada sejumlah faktor. Mulai dari parameter
Bulan sendiri (berupa tinggi/irtifa’, elongasi dan magnitudo visual), parameter optis atmosfer
(konsentrasi partikulat pencemar, uap air dan sebagainya) dan tingkat sensitivitas mata / sensor
kamera. Dalam ilmu falak modern, terlihatnya hilal sebagai lengkungan sabit Bulan sangat tipis
adalah produk kombinasi antara kecerlangan Bulan sabit terhadap kecerlangan langit senja latar
belakang (syafak) dan perbandingan kontras Bulan sabit–langit senja latar belakang terhadap
sensitivitas mata / sensor kamera.

                         Selisih  azimuth    

Halaman 2
Gambar 1.
Konfigurasi posisi Matahari dan Bulan untuk rukyatul hilal penentuan awal Ramadhan 1443 H pada 29
Sya’ban 1443 H (1 April 2022 M) dengan markaz Gedung PBNU Jakarta Pusat.

Singkatnya hilal terlihat jika intensitas cahaya dari Bulan sabit lebih besar dibanding
intensitas cahaya senja dan nilai kontras Bulan sabit–syafak lebih besar dibandingkan ambang
batas kontras mata / kamera. Dengan warna hilal yang putih sementara syafak cenderung
berwarna merah jingga–kekuningan, maka secara alamiah kontras hilal relatif kecil.
Dikombinasikan dengan ketinggiannya yang sangat rendah terhadap ufuk dan pendeknya waktu
yang tersedia sebelum Bulan terbenam, maka upaya pengamatan hilal menjadi salah satu
tantangan besar bagi ilmu falak.
Sistem penanggalan yang berbasiskan siklus fase Bulan digunakan oleh lebih dari 2 milyar
manusia masa kini. Jumlah yang setara sepertiga penduduk dunia saat ini. Tak hanya pemeluk
agama Islam, kalender Bulan juga dipedomani oleh bangsa Cina dan sejumlah kalangan Nasrani,
meski masing–masing mengambil bentuk yang berbeda–beda. Observasi hilal telah dilakukan
bangsa Babilonia sejak 26 abad yang lalu. Meski demikian observasi modern yang sistematis
dengan data yang lebih komprehensif sesungguhnya baru terlaksana dalam tiga dasawarsa
terakhir.

Gambar 2.
Contoh hasil rukyatul hilal dengan alat bantu optik (teleskop) yang terangkai kamera. Diabadikan oleh Bapak
KH Ismail Fahmi (Lembaga Falakiyah PWNU DKI Jakarta) di Pelabuhan Ratu (Jawa Barat) dalam rangka
rukyatul hilal penentuan 1 Rajab 1442 H yang berlangsung pada 12 Februari 2021 M.

Lewat observasi modern pula diketahui meskipun kita dapat menetapkan kriteria pembatas
bagi terlihatnya hilal yang disebut kriteria visibilitas. Kriteria tersebut mengacu parameter
tertentu (misalnya tinggi minimum, elongasi minimum, umur Bulan minimum maupun beda
azimuth minimum). Kriteria visibilitas seperti itu merupakan hisab. Namun observasi modern

Halaman 3
menunjukkan garis pembatas ini tidak kaku sebab memiliki nilai ketidakpastian atau galat1.
Maka meskipun parameter Bulan pada suatu kesempatan rukyatul hilal sedikit di bawah dari
sebuah kriteria visibilitas, peluang terlihatnya hilal masih tetap terbuka. Hal ini menempatkan
kriteria visibilitas sebagai sebuah hipotesis verifikatif yang belum konklusif, meskipun
diformulasikan sebagai piranti guna menalar–logiskan hilal sebagai bagian dari Bulan. Tetapi
hilal memiliki hukum–hukum alamiahnya sendiri yang bisa lepas dari piranti matematis yang
mencoba menghitungnya ketika nilai ketidakpastian diperhitungkan2.
Sifat demikian menjadi tantangan tersendiri mengingat syariat Islam membutuhkan batas
yang tegas. Seperti tegasnya hitam atau putih, tidak campuran di antara keduanya (menjadi abu–
abu). Karena terlihat atau tidaknya hilal menentukan halal dan haram khususnya dalam
mengawali dan mengakhiri puasa Ramadhan. Dalam perspektif demikian maka kedudukan
rukyatul hilal untuk menetapkan awal dan akhir Ramadhan menjadi penting guna mengatasi
ketidakpastian.
Rukyatul hilal digelar dengan mengamati ufuk barat pada arah dimana Matahari dan Bulan
berada. Prakiraan waktu terbenamnya Matahari & parameter Bulan disajikan oleh hisab sebagai
pendukung pelaksanaan rukyatul hilal. Lembaga Falakiyah PBNU melaksanakan perhitungan
dengan hisab jama’i (tahqiqy tadqiky ashri kontemporer) khas Nahdlatul Ulama bagi seluruh
Indonesia.

B.   DATA HISAB AWAL RAMADHAN 1443 H

Lembaga Falakiyah PBNU telah melakukan hisab (perhitungan ilmu falak) terhadap hilal
awal Ramadhan 1443 H dengan menggunakan sistem hisab jama’i (tahqiqy tadqiky ashri
kontemporer) khas Nahdlatul Ulama. Perhitungan ditujukan untuk Jumat Pahing 29 Sya’ban
1443 H yang bertepatan dengan tanggal 1 April 2022 M. Markaz nasional ditentukan di Gedung
PBNU Jl. Kramat Raya Jakarta Pusat dengan koordinat 6º 11’ 25” LS 106º 50’ 50” BT.
Hasil hisab adalah sebagai berikut :
Ø   Ijtima’ = Jumat Pahing 1 April 2021 pukul 13:25:54 WIB
Ø   Tinggi hilal = + 2º 04’ 12”
Ø   Letak Matahari terbenam = 4º 34’ 09” utara titik barat
Ø   Letak hilal = 2º 48’ 22” utara titik barat
Ø   Kedudukan hilal = 1º 45’ 47” selatan Matahari
Ø   Keadaan hilal = miring ke selatan
Ø   Elongasi = 3º 24’ 06”
Ø   Lama hilal = 9 menit 49 detik

Penjelasan istilah :
Ø   Ijtima’
Ijtima’ atau konjungsi Bulan–Matahari adalah sejajarnya Matahari dan Bulan dalam satu
garis bujur ekliptika yang sama secara geosentrik (haqiqy), yakni jika ditinjau dari titik pusat
Bumi (bukan permukaan Bumi). Meski menempati bujur ekliptika yang sama, tidak terjadi
Gerhana Matahari karena kedua benda langit menempati garis lintang ekliptikanya masing–
masing.

1
Dogget & Schaefer. 1994. Lunar Crescent Visibility. Icarus vol. 107 (1994), halaman 388–403. Berdasarkan
observasi, mereka menyimpulkan garis pembatas tersebut dapat setebal 24º bujur (kriteria Schaefer) hingga 54º bujur
(kriteria Fotheringham, Maunder, Yallop dan Ilyas).
2
Ghafur. 2020. Komunikasi personal.

Halaman 4
Ø   Tinggi hilal
Tinggi hilal atau irtifa’ adalah busur yang ditarik tegaklurus dari ufuk toposentrik (mar’i)
menuju titik zenith hingga tepat berujung di pusat cakram Bulan.
Ø   Letak Matahari dan hilal
Letak Matahari adalah busur yang ditarik sejajar ufuk dari titik Barat sejati ke titik pangkal
garis tinggi yang tegaklurus ufuk toposentrik menuju pusat cakram Matahari saat terbenam.
Sementara letak hilal adalah busur yang ditarik sejajar ufuk dari titik Barat sejati ke titik
dimana pangkal garis irtifa’ hilal berada pada saat Matahari terbenam. Disebut juga as–simtu
Matahari dan as–simtu hilal.
Ø   Kedudukan hilal
Kedudukan hilal adalah busur yang ditarik sejajar ufuk dari titik pangkal garis tinggi yang
tegaklurus ufuk toposentrik menuju pusat cakram Matahari hingga berujung di titik dimana
pangkal garis irtifa’ hilal berada pada saat Matahari terbenam. Disebut juga as–simtu relatif
Matahari dan hilal.
Ø   Keadaan hilal
Keadaan hilal adalah kemiringan sabit Bulan sempurna. Jika berada di sebelah selatan
Matahari, maka kemiringan hilal adalah ke selatan. Dan demikian sebaliknya.
Ø   Elongasi
Elongasi adalah busur yang ditarik dari pusat cakram Matahari secara langsung menuju ke
pusat cakram Bulan.
Ø   Lama hilal
Lama hilal adalah lamanya hilal di atas ufuk mar’i dari sejak terbenamnya Matahari hingga
terbenamnya Bulan.
Hisab yang sama juga dilakukan di seluruh Indonesia. Hasil hisab adalah sebagai berikut :

No Propinsi Ibukota Tinggi Elongasi Lama Bulan


1 Aceh Banda Aceh 2° 01‛ 3° 38‛ 8 menit 41 detik
2 Sumatera Utara Medan 2° 00‛ 3° 34‛ 8 menit 33 detik
3 Sumatera Barat Padang 2° 05‛ 3° 32‛ 9 menit 50 detik
4 Riau Pekanbaru 2° 01‛ 3° 31‛ 8 menit 38 detik
5 Kepulauan Riau Tanjungpinang 1° 56‛ 3° 27‛ 8 menit 15 detik
6 Jambi Jambi 2° 01‛ 3° 28‛ 9 menit 34 detik
7 Bengkulu Bengkulu 2° 07‛ 3° 29‛ 9 menit 59 detik
8 Sumatera Selatan Palembang 2° 02‛ 3° 27‛ 9 menit 37 detik
9 Bangka Belitung Pangkalpinang 1° 59‛ 3° 25‛ 9 menit 22 detik
10 Lampung Bandar Lampung 2° 05‛ 3° 26‛ 9 menit 53 detik
11 DKI Jakarta Jakarta 2° 04‛ 3° 24‛ 9 menit 49 detik
12 Banten Serang 2° 05‛ 3° 25‛ 9 menit 53 detik
13 Jawa Barat Bandung 2° 04‛ 3° 23‛ 9 menit 50 detik
14 Jawa Tengah Semarang 2° 01‛ 3° 20‛ 9 menit 34 detik
15 DIY Yogyakarta 2° 02‛ 3° 20‛ 9 menit 41 detik
16 Jawa Timur Surabaya 1° 58‛ 3° 18‛ 9 menit 23 detik
17 Bali Denpasar 1° 57‛ 3° 16‛ 9 menit 19 detik
18 NTB Mataram 1° 56‛ 3° 15‛ 9 menit 13 detik

Halaman 5
No Propinsi Ibukota Tinggi Elongasi Lama Bulan
19 NTT Kupang 1° 48‛ 3° 08‛ 8 menit 43 detik
20 Kalimantan Barat Pontianak 1° 51‛ 3° 22‛ 8 menit 45 detik
21 Kalimantan Tengah Palangka Raya 1° 48‛ 3° 17‛ 8 menit 34 detik
22 Kalimantan Selatan Banjarmasin 1° 49‛ 3° 17‛ 8 menit 38 detik
23 Kalimantan Timur Samarinda 1° 40‛ 3° 15‛ 7 menit 58 detik
24 Kalimantan Utara Tanjungselor 1° 33‛ 3° 15‛ 6 menit 34 detik
25 Sulawesi Selatan Makassar 1° 45‛ 3° 12‛ 8 menit 24 detik
26 Sulawesi Tenggara Kendari 1° 39‛ 3° 10‛ 7 menit 54 detik
27 Sulawesi Barat Mamuju 1° 42‛ 3° 13‛ 8 menit 6 detik
28 Sulawesi Tengah Palu 1° 37‛ 3° 12‛ 7 menit 44 detik
29 Gorontalo Gorontalo 1° 30‛ 3° 10‛ 6 menit 17 detik
30 Sulawesi Utara Manado 1° 26‛ 3° 08‛ 5 menit 57 detik
31 Maluku Ambon 1° 31‛ 3° 05‛ 7 menit 17 detik
32 Maluku Utara Ternate 1° 23‛ 3° 06‛ 5 menit 46 detik
33 Papua Barat Manokwari 1° 18‛ 3° 01‛ 6 menit 13 detik
34 Papua Jayapura 1° 12‛ 2° 58‛ 5 menit 48 detik

Gambar 3.
Peta tinggi hilal di seluruh Indonesia pada saat ghurub 29 Sya’ban 1443 H / 1 April 2022.

Dari hasil hisab dapat diketahui bahwa parameter hilal terkecil terjadi di kota Jayapura
propinsi Papua (tinggi +1º 12’, elongasi 2º 58’ dan lama hilal 5 menit 48 detik). Sedangkan
parameter hilal terbesar terjadi di kota Pelabuhan Ratu propinsi Jawa Barat (tinggi +2º 06’,
elongasi 3º 04’ dan lama hilal 8 menit 42 detik).

C.   PROTOKOL RUKYATUL HILAL PEDULI COVID–19

1.   Latar Belakang
Sejak awal tahun 2020 telah terjadi wabah penyakit yang disebabkan oleh virus korona
(coronavirus disease 2019 / Covid–19) yang bermula dari kota, propinsi Hubei (Republik
Rakyat Tiongkok). Dengan kecepatan penularan yang mencengangkan karena mengikuti

Halaman 6
tingginya laju mobilitas manusia, penyakit yang yang hanya menular antar manusia dan
memiliki vektor (inang) hanya pada manusia ini menyebar ke segenap penjuru dunia hingga
menjadi sebuah pandemi. Per 29 Maret 2022 tercatat sebanyak 485.592.258 orang telah
terjangkiti Covid–19 di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut 420.990.234 orang telah sembuh
serta 58.444.283 orang penderita aktif dengan 58.494 orang diantaranya dalam kondisi serius
hingga kritis. Dan tercatat pula 6.157.201 orang penderita telah meninggal dunia.
Kementerian Kesehatan RI mencatat hingga 29 Maret 2022 jumlah keseluruhan penderita
Covid–19 di Indonesia mencapai 6.005.646 orang. Dari jumlah tersebut 5.735.055 orang telah
sembuh serta 115.709 orang penderita aktif dan 154.882 orang meninggal dunia. Hingga akhir
Maret 2022, dinamika infeksi Covid–19 di Indonesia secara umum sedang menunjukkan
kecenderungan menurun, setelah tiga kali mencapai puncaknya. Masing–masing pada awal
Februari 2021, akhir Juli 2021 dan akhir Februari 2022. Penurunan ini mungkin dipengaruhi
oleh massifnya vaksinasi Covid–19. Hingga 29 Maret 2022 vaksinasi Covid–19 di Indonesia
telah menjangkau 196.240.871 orang (vaksinasi ke–1), 158.830.466 (vaksinasi ke–2) dan
21.474.870 (vaksinasi ke–3).
Meskipun memiliki kecenderungan menurun, upaya–upaya untuk meminimalkan resiko
penularan tetap harus digencarkan. Mengingat dalam dinamika Covid–19 di Indonesia lalu
terjadi beberapa kali peningkatan jumlah penderita aktif akibat mobilitas penduduk dan
kegiatan–kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah banyak pada area yang sempit.
Memperhatikan wabah yang sedang terjadi dan kecenderungan demikian maka pelaksanaan
rukyatul hilal penentuan awal Ramadhan 1443 H bertumpu pada sebuah protokol kesehatan
yang telah disusun Lembaga Falakiyah PBNU. Sehingga mobilitas dan kerumunan massa
dibatasi. Selain upaya–upaya yang bersifat hablum minannas, Nahdlatul Ulama juga bersandar
pada hablum minallah. Sehingga sebelum rukyatul hilal dilaksanakan, maka masing–masing
Lembaga Falakiyah di PCNU dan PWNU yang menggelar rukyatul hilal akan
menyelenggarakan shalat hajat dan istighosah, berdoa mengetuk pintu langit agar terjauhkan
dari marabahaya khususnya penyakit Covid–19.
Protokol juga menekankan agar segenap jajaran LFNU membuka komunikasi dan bekerja
sama dengan Satgas NU Peduli COVID–19 dan Satkorcab / Satkorwil Banser di cabang /
wilayah masing–masing guna menopang pelaksanaan rukyatul hilal.

2.   Protokol
a.   Lokasi rukyatul hilal sebaiknya berada dalam lingkup Kabupaten / Kota dimana
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (baik di tingkat PCNU atau PWNU) berada.
b.   Apabila hendak menggelar rukyatul hilal yang bersifat lintas Kabupaten / Kota, maka
para petugas yang terlibat :
•   harus mematuhi ketentuan–ketentuan dalam butir f,
•   sebaiknya telah menjalani pemeriksaan kesehatan.
c.   Lokasi rukyatul hilal harus didesinfeksi terlebih dahulu dan dilengkapi titik–titik cuci
tangan dilengkapi sabun dan atau hand sanitizer.
d.   Jumlah petugas di lokasi tersebut maksimal 9 (sembilan) orang yang terdiri atas operator
instrumen, petugas sekretariat dan hakim.
e.   Apabila rukyatul hilal diselenggarakan di lokasi yang dipakai bersama lembaga lain,
maka jajaran LFNU (baik di tingkat PCNU atau PWNU) harus membuka komunikasi
dan melakukan penyesuaian sehingga memastikan jumlah maksimum petugas gabungan
yang hadir di lokasi tersebut adalah 9 (sembilan) orang.
f.   Ketua Tim Rukyatul Hilal LFNU mendata nama–nama petugas yang akan melaksanakan
rukyatul hilal, dengan syarat :

Halaman 7
•   petugas diprioritaskan berusia di bawah 50 tahun,
•   petugas dalam kondisi sehat,
•   petugas tidak menderita penyakit penyerta yang meliputi : diabetes, jantung, tekanan
darah tinggi, gangguan pernafasan dan kanker,
•   petugas telah menjalani vaksinasi ke–2 dan lebih baik jika telah menjalani vaksinasi
ke–3.
g.   Pada hari pelaksanaan rukyatul hilal, sebelum berangkat ke lokasi rukyat maka Ketua
Tim dan atau Satgas NU Peduli COVID–19 harus melaksanakan pengecekan kesehatan
dan pengukuran suhu tubuh.
h.   Seluruh petugas yang lolos pengecekan harus mengenakan masker sejak saat berangkat
ke lokasi rukyat hingga kembali.
i.   Lokasi rukyat bersifat tertutup sehingga tidak diperkenankan ada undangan maupun
non–undangan boleh masuk. Lokasi rukyat dijaga oleh Banser yang mengenakan
masker.
j.   Satu orang petugas hanya menangani satu instrumen (satu teleskop ditangani satu orang,
satu laptop ditangani oleh satu orang yang lain).

D.   KEPUTUSAN MUKTAMAR KE–34 NAHDLATUL ULAMA TAHUN 2021 DI


LAMPUNG

Muktamar ke–34 Nahdlatul Ulama tahun 2021 telah diselenggarakan di propinsi Lampung
pada 22–24 Desember 2021 lalu. Dalam forum tertinggi di jamiyyah Nahdlatul Ulama tersebut,
Lembaga Falakiyah PBNU mengajukan pertanyaan untuk dibahas dalam Bahtsul Masail terkait
posisi ilmu falak dalam penentuan waktu ibadah. Butir–butir pertanyaannya :
1.   Apakah imkan rukyah menjadi syarat diterimanya kesaksian rukyatul hilal?
2.   Ketika menurut penghitungan ilmu Falak, hilal berada di bawah ufuk, masihkah rukyah
menjadi sunnah atau fardlu kifayah?
3.   Jika berdasarkan penghitungan ilmu Falak, ikmāl mengakibatkan bulan berikutnya hanya
berusia 28, dapatkah ilmu falak menafikan ikmāl?
Dalam kajian Bahtsul Masail, ulama berbeda pendapat terkait legalitas penggunaan ilmu
falak dalam penentuan awal bulan hijriyah. Perbedaan ini bertolak dari perbedaan dalam
memahami hadis “‫”ﻓﺈﻥن ﻏﻢ ﻋﻠﻴﯿﻜﻢ ﻓﺄﻗﺪﺭرﻭوﺍا ﻟﻪﮫ‬3. Mutharrif bin Abdullah dari generasi Tabi’in, Ibnu
Suraij dan Ibnu Qutaibah berpendapat bahwa makna hadis tersebut adalah jika malam tiga puluh
hilal tidak terlihat karena mendung maka ditetapkan berdasarkan ilmu hisab. Mayoritas ulama
berpendapat, jika mendung maka awal bulan ditetapkan dengan menggenapkan bulan
sebelumnya menjadi tiga puluh hari.
Namun demikian sebagian ulama tidak menolak mutlak peran falak dalam penentuan awal
bulan hijriyah. Berikut adalah kasus–kasus di mana sebagian ulama mempertimbangkan hasil
penghitungan ilmu falak dalam menentukan awal bulan hijriyah.

ٌ‫ﺳﻠﱠَﻢ " ﻓﺈﻥن ﻏﻢ ﻋﻠﻴﯿﻜﻢ ﻓﺄﻗﺪﺭرﻭوﺍا ﻟﻪﮫ " ﻓﻘﺎﻝل ﺃأﺣﻤﺪ ﺍاﺑﻦ َﺣْﻨَﺒٍﻞ َﻭوﻁطَﺎِﺋَﻔﺔ‬ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﱠ‬
َ ‫ﷲُ َﻋَﻠْﻴﯿِﻪﮫ َﻭو‬ َ ‫ﻒ ﺍاْﻟُﻌَﻠَﻤﺎُء ﻓِﻲ َﻣْﻌَﻨﻰ ﻗَْﻮِﻟِﻪﮫ‬ َ ‫»َﻭوﺍاْﺧَﺘَﻠ‬
ِ ‫ﷲِ َﻭوَﺃأﺑُﻮ ﺍاْﻟَﻌﺒﱠﺎ‬
‫ﺱس‬ ُ ‫ﺻَﻴﯿﺎَﻡم َﻟْﻴﯿَﻠِﺔ ﺍاْﻟَﻐْﻴﯿِﻢ َﻭوﻗَﺎَﻝل ُﻣﻄَﱢﺮ‬
‫ﻑف ْﺑُﻦ َﻋْﺒِﺪ ﱠ‬ ِ ‫ﺐ َﻫﮬﮪھُﺆَﻻِء‬ َ ‫ﺏب َﻭوَﺃأْﻭوَﺟ‬
ِ ‫ﺴَﺤﺎ‬ ‫ﺖ ﺍاﻟ ﱠ‬ َ ‫ﺿﱢﻴﯿﻘُﻮﺍا َﻟﻪﮫُ َﻭوﻗَﱢﺪُﺭرﻭوﻩهُ َﺗْﺤ‬
َ ُ‫ﻗَِﻠﻴﯿَﻠﺔٌ َﻣْﻌَﻨﺎﻩه‬
‫ﻒ‬ ِ ‫ﺴَﻠ‬ ‫ﻚ َﻭوَﺃأﺑُﻮ َﺣِﻨﻴﯿَﻔﺔَ َﻭوﺍاﻟ ﱠ‬
‫ﺸﺎﻓِِﻌﱡﻲ َﻭوُﺟْﻤﻬﮭُﻮُﺭر ﺍاﻟ ﱠ‬ ٌ ‫ﺏب ﺍاْﻟَﻤَﻨﺎِﺯزِﻝل َﻭوﻗَﺎَﻝل َﻣﺎِﻟ‬
ِ ‫ﺴﺎ‬ َ ‫ﺳَﺮْﻳﯾﺞٍ َﻭوﺍاْﺑُﻦ ﻗَُﺘْﻴﯿَﺒﺔَ َﻭوﺁآَﺧُﺮﻭوَﻥن َﻣْﻌَﻨﺎﻩهُ ﻗَﱢﺪُﺭرﻭوﻩهُ ِﺑِﺤ‬ ُ ‫ﺍاﺑﻦ‬
َ َ ْ
(270 /6) «‫ َﻣْﻌَﻨﺎﻩهُ ﻗﱢﺪُﺭرﻭوﺍا ﻟﻪﮫُ َﺗَﻤﺎَﻡم ﺍاﻟَﻌَﺪِﺩد ﺛﻼِﺛﻴﯿَﻦ َﻳﯾْﻮًﻣﺎ« »ﺍاﻟﻤﺠﻤﻮﻉع ﺷﺮﺡح ﺍاﻟﻤﻬﮭﺬﺏب‬:‫ﻒ‬ َ َ ِ ‫َﻭوﺍاْﻟَﺨَﻠ‬
3

Halaman 8
‫‪Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa hasil penghitungan falak dapat digunakan bagi‬‬
‫‪dirinya dan orang lain yang mempercayainya. Imam Abdul Hamid dalam al–Syarwani‬‬
‫‪menyebutkan bahwa keadaan hilal di atas ufuk menurut ahli hisab dikategorikan ke dalam tiga‬‬
‫‪situasi: hilal dipastikan telah berada di atas ufuk dan tidak mungkin dilihat, hilal dipastikan di‬‬
‫‪atas ufuk dan dipastikan dapat dilihat, hilal dipastikan di atas ufuk dan mungkin dilihat. Menurut‬‬
‫‪al–Syarwani seorang ahli hisab hanya boleh mengamalkan ilmu hisab ketika hasil‬‬
‫‪penghitungannya menunjukkan bahwa hilal dipastikan telah berada di atas ufuk dan dipastikan‬‬
‫‪dapat dilihat4.‬‬
‫‪Kedua, ilmu falak dapat digunakan untuk menafikan rukyah. Menurut al–Subki, jika ada‬‬
‫‪orang yang bersaksi telah melihat hilal, sementara hisab menunjukkan bahwa hilal tidak‬‬
‫‪mungkin terlihat, maka kesaksiannya ditolak dengan syarat premis–premis falak yang‬‬
‫‪digunakan bersifat qotiy dan ahli falak bersepakat bahwa hilal tidak mungkin dirukyah5.‬‬
‫‪Pendapat yang sama disampaikan Ibnu Hajar al–Haytami dengan tambahan persyaratan yaitu,‬‬
‫‪ahli hisab yang menginformasikan hal tersebut mencapai bilangan mutawatir6. Terkait‬‬
‫‪persyaratan tawatur, Abu Bakar bin Ahmad al–Hadlrami menyatakan bahwa keberadaan lima‬‬
‫‪ahli falak atau lima kitab ahli falak sudah dikategorikan mutawatir7. Dengan perkataan lain jika‬‬

‫ﻄَﻊ‬ ‫ﺼْﻮِﻡم َﻫﮬﮪھْﻞ َﻣَﺤﱡﻠﻪﮫُ ﺇإَﺫذﺍا ﻗُ ِ‬ ‫ﺴﺎِﺑِﻪﮫ ﻓِﻲ ﺍاﻟ ﱠ‬ ‫ﺐ ِﺑِﺤ َ‬ ‫ﺳِﺌَﻞ َﻋْﻦ ﺍاْﻟُﻤَﺮﱢﺟﺢِ ِﻣْﻦ َﺟَﻮﺍاِﺯز َﻋَﻤِﻞ ﺍاْﻟَﺤﺎِﺳ ِ‬ ‫ﺏب ﺍاﻟﱠﺮْﻣِﻠﱢﻲ ُ‬ ‫ﺸﻬﮭَﺎ ِ‬ ‫»َﻭوﻓِﻲ ﻓََﺘﺎَﻭوﻯى ﺍاﻟ ﱢ‬
‫ﺕت َﺣﺎَﻟﺔً ﻳﯾُْﻘﻄَُﻊ ﻓِﻴﯿﻬﮭَﺎ ِﺑُﻮُﺟﻮِﺩدِﻩه‬ ‫ﺙث َﺣﺎَﻻ ٍ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِﺑُﻮُﺟﻮِﺩدِﻩه َﻭوُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ ﺃأْﻡم ِﺑُﻮُﺟﻮِﺩدِﻩه َﻭوِﺇإْﻥن َﻟْﻢ ﻳﯾَُﺠﱢﻮْﺯز ُﺭرْﺅؤَﻳﯾَﺘﻪﮫُ ﻓَﺈِﱠﻥن ﺃأِﺋﱠﻤَﺘﻬﮭُْﻢ ﻗَْﺪ َﺫذَﻛُﺮﻭوﺍا ِﻟﻠِﻬﮭَﻼِﻝل َﺛَﻼ َ‬
‫ﺏب ِﺑﺄﱠﻥن َﻋَﻤَﻞ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫َﻭوِﺑﺎْﻣِﺘَﻨﺎﻉعِ ُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ َﻭوَﺣﺎَﻟﺔً ﻳﯾُْﻘﻄَُﻊ ﻓِﻴﯿﻬﮭَﺎ ِﺑُﻮُﺟﻮِﺩدِﻩه َﻭوُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ َﻭوَﺣﺎَﻟﺔً ﻳﯾُْﻘﻄَُﻊ ﻓِﻴﯿﻬﮭَﺎ ِﺑُﻮُﺟﻮِﺩدِﻩه َﻭوﻳﯾَُﺠﱢﻮُﺯزﻭوَﻥن ُﺭرْﺅؤَﻳﯾَﺘﻪﮫُ ﻓَﺄَﺟﺎ َ‬
‫ﺿ ِﻞ‬ ‫ْ‬
‫ﺐ ِﻣْﻦ ﺍاﻟَﻔﺎ ِ‬ ‫ﺙث ﺍاْﻧَﺘﻬﮭَﻰ َﻭوﻫﮬﮪھَُﻮ َﻣَﺤﱡﻞ َﺗﺄَﱡﻣٍﻞ ِﺑﺎﻟﱢﻨْﺴَﺒِﺔ ِﻟْﻠَﺤﺎَﻟِﺔ ﺍاْﻷُﻭوَﻟﻰ َﺑْﻞ َﻭوﺍاﻟﺜﱠﺎِﻟَﺜِﺔ َﻭوﺍاْﻟَﻌَﺠ ُ‬ ‫ﺕت ﺍاﻟﺜﱠَﻼ ِ‬ ‫ﺷﺎِﻣٌﻞ ِﻟْﻠَﺤﺎَﻻ ِ‬ ‫ﺐ َ‬ ‫ﺍاْﻟَﺤﺎِﺳ ِ‬
‫ﻱي ﺍاﻟﱠﺪﺍاﱢﻝل‬‫ﺴﺎِﺑِﻪﮫ ﺇإَﻟْﺦ َﺃأ ْ‬‫ﻱي ﻗَْﻮﻟُﻪﮫُ ﻡم ﺭر َﻧَﻌْﻢ َﻟﻪﮫُ َﺃأْﻥن َﻳﯾْﻌَﻤَﻞ ِﺑِﺤ َ‬ ‫ﻱي ِﻋَﺒﺎَﺭرﺓةُ ﺍاﻟﱠﺮِﺷﻴﯿِﺪ ﱢ‬ ‫ﺼِﺮ ﱞ‬ ‫ﺚ َﻧَﻘَﻞ َﻫﮬﮪھَﺬﺍا ﺍا ْ ِﻹﻓَْﺘﺎَء َﻭوَﺃأﻗَﱠﺮﻩهُ ﺍاﻫﮬﮪھـ َﺑ ْ‬ ‫ﺸﻲ َﺣْﻴﯿ ُ‬ ‫ﺍاْﻟُﻤَﺤ ﱢ‬
‫ﺼﱠﺮٌﺡح ِﺑِﻪﮫ ﻓِﻲ َﻛَﻼِﻡم َﻭوﺍاِﻟِﺪِﻩه َﻭوﻫﮬﮪھَُﻮ ﻓِﻲ َﻏﺎَﻳﯾِﺔ ﺍا ْ ِﻹْﺷَﻜﺎِﻝل؛ ِﻷَﱠﻥن‬ ‫ﺸﻬﮭِْﺮ َﻭوِﺇإْﻥن َﺩدﱠﻝل َﻋَﻠﻰ َﻋَﺪِﻡم ﺇإْﻣَﻜﺎِﻥن ﺍاﻟﱡﺮْﺅؤَﻳﯾِﺔ َﻛَﻤﺎ ﻫﮬﮪھَُﻮ ُﻣ َ‬ ‫َﻋَﻠﻰ ُﻭوُﺟﻮِﺩد ﺍاﻟ ﱠ‬
‫ﺐ‬ ‫ﺸﻬﮭُْﺮ ﻓِﻲ َﺃأْﺛَﻨﺎِء ﺍاﻟﻨﱠﻬﮭَﺎِﺭر َﺃأﻧﱠﻪﮫُ َﻳﯾِﺠ ُ‬ ‫ﺸﻬﮭِْﺮ َﻭوَﻳﯾْﻠَﺰُﻡم َﻋَﻠْﻴﯿِﻪﮫ َﺃأﻧﱠﻪﮫُ ﺇإَﺫذﺍا َﺩدَﺧَﻞ ﺍاﻟ ﱠ‬‫ﺼْﻮَﻡم ِﺑﺎﻟﱡﺮْﺅؤَﻳﯾِﺔ َﻻ ِﺑُﻮُﺟﻮِﺩد ﺍاﻟ ﱠ‬ ‫ﺐ َﻋَﻠْﻴﯿَﻨﺎ ﺍاﻟ ﱠ‬ ‫ﻉع ﺇإﻧﱠَﻤﺎ َﺃأْﻭوَﺟ َ‬‫ﺸﺎِﺭر َ‬‫ﺍاﻟ ﱠ‬
‫ﻚ ﻓِﻲ َﻏْﻴﯿِﺮ َﻫﮬﮪھَﺬﺍا ﺍاْﻟَﻤَﺤﱢﻞ‬ ‫ﻄﺖ ﺍاْﻟَﻘْﻮَﻝل َﻋَﻠﻰ َﺫذِﻟ َ‬ ‫ﺴ ْ‬ ‫ﻚ َﻭوﻗَْﺪ َﺑ َ‬ ‫ﺏب ﻳﯾَُﻮﺍاﻓِﻘُﻮَﻥن َﻋَﻠﻰ َﺫذِﻟ َ‬ ‫ﺻَﺤﺎ َ‬ ‫ﺖ ُﺩدُﺧﻮِﻟِﻪﮫ َﻭوَﻻ َﺃأﻅظُﱡﻦ ﺍاْﻷَ ْ‬ ‫ﻙك ِﻣْﻦ َﻭوﻗْ ِ‬ ‫ﺴﺎ ُ‬ ‫ﺍا ْ ِﻹْﻣ َ‬
‫ُ‬
‫ﺏب ﺍاﻟﱠﺮْﻣِﻠﱡﻲ ﻓِﻲ ﺍاْﻷﻭوَﻟﻰ َﻭوﺍاﻟﺜﱠﺎِﻟَﺜِﺔ َﺟِﻤﻴﯿًﻌﺎ َﻭوَﻋْﻦ‬ ‫ﺸﻬﮭَﺎ ُ‬ ‫ﻑف َﻣﺎ ﻗَﺎَﻟﻪﮫُ ﺍاﻟ ﱢ‬ ‫ﺼﱢﺮُﺡح ِﺑِﺨَﻼ ِ‬ ‫ﺷْﺮﺡحِ َﻭوُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺔ ﺍاْﻟِﻬﮭَﻼِﻝل َﻣﺎ ﻳﯾُ َ‬ ‫ْ‬
‫ﺍاﻫﮬﮪھـ َﻭوَﻳﯾﺄِﺗﻲ ﻓِﻲ َ‬
‫ﺏب َﺑْﻞ َﺃأْﻟَﻐﺎﻩهُ ِﺑﺎْﻟُﻜﱢﻠﻴﯿﱠِﺔ َﻛَﻤﺎ َﺃأﻓَْﺘﻰ ِﺑِﻪﮫ‬ ‫ﺴﺎ َ‬ ‫ﻉع َﻟْﻢ َﻳﯾْﻌَﺘِﻤْﺪ ﺍاْﻟِﺤ َ‬ ‫ﺸﺎِﺭر َ‬‫ﺼﻪﮫُ َﺃأﱠﻥن ﺍاﻟ ﱠ‬ ‫ﺏب ﺍاﻟ ﱠ‬
‫ﺸﺎِﻫﮬﮪھِﺪ َﻣﺎ َﻧ ﱡ‬ ‫ﺏب َﻋَﻠﻰ َﻛِﺬ ِ‬ ‫ﺴﺎ ُ‬ ‫ﺍاﻟﱢﻨﻬﮭَﺎَﻳﯾِﺔ ﻓِﻴﯿَﻤﺎ َﻟْﻮ َﺩدﱠﻝل ﺍاْﻟِﺤ َ‬
‫ﷲُ َﺗَﻌﺎَﻟﻰ – ﺍاﻫﮬﮪھـ‪» .‬ﺗﺤﻔﺔ ﺍاﻟﻤﺤﺘﺎﺝج ﻓﻲ ﺷﺮﺡح ﺍاﻟﻤﻨﻬﮭﺎﺝج ﻭوﺣﻮﺍاﺷﻲ ﺍاﻟﺸﺮﻭوﺍاﻧﻲ ﻭوﺍاﻟﻌﺒﺎﺩدﻱي« )‪:(373 /3‬‬ ‫ﺍاْﻟَﻮﺍاِﻟُﺪ – َﺭرِﺣَﻤﻪﮫُ ﱠ‬
‫‪4‬‬

‫ﻄِﻌﻴﯿﱠٍﺔ َﻭوَﻳﯾُﻜﻮُﻥن ﻓِﻲ َﻏﺎَﻳﯾِﺔ‬ ‫ﺕت ﻗَ ْ‬‫ﻚ ِﺑُﻤَﻘﱠﺪَﻣﺎ ٍ‬ ‫ﻙك َﺫذِﻟ َ‬


‫ﺏب َﻋَﻠﻰ َﻋَﺪِﻡم ﺇإْﻣَﻜﺎِﻥن ُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ َﻭوﻳﯾُْﺪَﺭر ُ‬ ‫ﺴﺎ ُ‬‫ﺻﻮَﺭرﺓةٌ ﺃأُْﺧَﺮﻯى َﻭوﻫﮬﮪھَُﻮ َﺃأْﻥن َﻳﯾُﺪﱠﻝل ﺍاْﻟِﺤ َ‬ ‫َﻭوَﻫﮬﮪھﻬﮭَُﻨﺎ ُ‬
‫ﺴﺎ ِﻷَﻧﱠﻪﮫُ َﻳﯾْﺴَﺘِﺤﻴﯿُﻞ ﻓََﻠْﻮ َﺃأْﺧَﺒَﺮَﻧﺎ ِﺑِﻪﮫ ُﻣْﺨِﺒٌﺮ َﻭوﺍاِﺣٌﺪ َﺃأْﻭو َﺃأْﻛَﺜُﺮ‬ ‫ﺲ ﻓَِﻔﻲ َﻫﮬﮪھِﺬِﻩه ﺍاْﻟَﺤﺎَﻟِﺔ َﻻ ﻳﯾُْﻤِﻜُﻦ ﻓَْﺮ ُ‬
‫ﺽض ُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘَﻨﺎ َﻟﻪﮫُ ِﺣ ًّ‬ ‫ﺸْﻤ ِ‬ ‫ﺍاْﻟﻘُْﺮ ِ‬
‫ﺏب ِﻣْﻦ ﺍاﻟ ﱠ‬
‫ﺷِﻬﮭَﺪ ِﺑِﻪﮫ َ‬
‫ﺷﺎِﻫﮬﮪھَﺪﺍاِﻥن‬ ‫ﻂ َﻭوَﻟْﻮ َ‬ ‫ﺏب َﺃأْﻭو ﺍاْﻟَﻐَﻠ ِ‬
‫ﺏب َﺃأْﻭو ﺍاْﻟَﻐَﻠﻂَ ﻓَﺎَﻟﱠِﺬﻱي ﻳﯾُﺘﱠَﺠﻪﮫُ ﻗَﺒُﻮُﻝل َﻫﮬﮪھَﺬﺍا ﺍاْﻟَﺨَﺒِﺮ َﻭوَﺣْﻤﻠُﻪﮫُ َﻋَﻠﻰ ﺍاْﻟَﻜِﺬ ِ‬ ‫ِﻣﱠﻤْﻦ َﻳﯾْﺤَﺘِﻤُﻞ َﺧَﺒُﺮﻩهُ ﺍاْﻟَﻜِﺬ َ‬
‫ﺸﻬﮭَﺎَﺩدَﺓة َﻭوﺍاْﻟَﺨَﺒَﺮ ﻅظَﱢﻨﻴﯿﱠﺎِﻥن‬‫ﻄِﻌﱞﻲ َﻭوﺍاﻟ ﱠ‬‫ﺏب ﻗَ ْ‬‫ﺴﺎ َ‬ ‫ﺷﻬﮭَﺎَﺩدﺗُﻬﮭَُﻤﺎ ِﻷَﱠﻥن ﺍاْﻟِﺤ َ‬
‫َﻟْﻢ ﺗُْﻘَﺒْﻞ َ‬
‫‪5‬‬

‫»ﺗﺤﻔﺔ ﺍاﻟﻤﺤﺘﺎﺝج ﻓﻲ ﺷﺮﺡح ﺍاﻟﻤﻨﻬﮭﺎﺝج ﻭوﺣﻮﺍاﺷﻲ ﺍاﻟﺸﺮﻭوﺍاﻧﻲ ﻭوﺍاﻟﻌﺒﺎﺩدﻱي« )‪:(382 /3‬‬


‫ﻖ‬ ‫َ‬ ‫ﱠ‬ ‫ْ‬
‫ﺏب ﺇإﻥن ﺍاﺗﻔ َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ﱠ‬ ‫ﱠ‬ ‫َ‬
‫ﺸﺎِﻫﮬﮪھِﺪ ِﺑﺎﻟﱡﺮْﺅؤَﻳﯾِﺔ َﻭوﺍاﻟِﺬﻱي ﻳﯾُﺘَﺠﻪﮫُ ِﻣﻨﻪﮫُ ﺃأﻥن ﺍاﻟِﺤ َ‬
‫ﺴﺎ َ‬ ‫ﱠ‬ ‫ﺏب ﺍاﻟ ﱠ‬‫ﺏب َﻋَﻠﻰ َﻛِﺬ ِ‬ ‫ﺴﺎ ُ‬ ‫»َﻭوَﻭوﻗََﻊ َﺗَﺮﱡﺩدٌﺩد ِﻟﻬﮭَُﺆَﻻِء َﻭوَﻏْﻴﯿِﺮِﻫﮬﮪھْﻢ ﻓِﻴﯿَﻤﺎ َﻟْﻮ َﺩدﱠﻝل ﺍاْﻟِﺤ َ‬
‫ﻁطَﻼ ِ‬
‫ﻕق‬ ‫ﺸﻬﮭَﺎَﺩدﺓةُ َﻭوِﺇإﱠﻻ ﻓََﻼ َﻭوَﻫﮬﮪھَﺬﺍا َﺃأْﻭوَﻟﻰ ِﻣْﻦ ﺇإ ْ‬ ‫ﺕت ﺍاﻟ ﱠ‬
‫ﻚ َﻋَﺪَﺩد ﺍاﻟﺘﱠَﻮﺍاﺗُِﺮ ُﺭرﱠﺩد ْ‬‫ﻄِﻌﻴﯿﱠﺔٌ َﻭوَﻛﺎَﻥن ﺍاْﻟُﻤْﺨِﺒُﺮﻭوَﻥن ِﻣْﻨﻬﮭُْﻢ ِﺑَﺬِﻟ َ‬ ‫َﺃأْﻫﮬﮪھﻠُﻪﮫُ َﻋَﻠﻰ َﺃأﱠﻥن ُﻣَﻘﱢﺪَﻣﺎِﺗِﻪﮫ ﻗَ ْ‬
‫ﻄِﻌﱡﻲ َﻋَﻠﻰ ﺍاْﺳِﺘَﺤﺎَﻟِﺔ ﺍاﻟﱡﺮْﺅؤَﻳﯾِﺔ«‬ ‫ﺏب ﺍاْﻟَﻘ ْ‬
‫ﺴﺎ ُ‬ ‫ﺸﻬﮭَﺎَﺩدِﺓة ﺇإَﺫذﺍا َﺩدﱠﻝل ﺍاْﻟِﺤ َ‬
‫ﺍاﻟﱡﺴْﺒِﻜّﻲ ﺇإْﻟَﻐﺎَء ﺍاﻟ ﱠ‬
‫‪6‬‬

‫ﻭوﻧﻘﻞ ﺍاﻟﺸﻴﯿﺦ ﺍاﻟﻌﻼﻣﺔ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ ﻗﻄﻨﺔ ﻋﻦ ﺍاﻟﺴﻴﯿﺪ ﺍاﻟﻌﺎﺭرﻑف ﺑﺎ‪ š‬ﻋﻠﻮﻯى ﺑﺎﺣﺴﻦ ﺑﺄﻧﻪﮫ ﺇإﻥن ﻭوﺟﺪ ﻓﻰ ﻋﺼﺮ ﺧﻤﺴﺔ ﻣﻦ‬
‫ﺃأﻫﮬﮪھﻞ ﺍاﻟﻔﻠﻚ ﻭوﺍاﺟﺘﻤﻊ ﻛﻼﻣﻬﮭﻢ ﻓﻰ ﺗﺤﺮﻳﯾﺮ ﺗﻠﻚ ﺍاﻟﻤﺴﺌﻠﺔ ﻛﻔﻰ ﻭوﺇإﻥن ﻟﻢ ﻳﯾﻮﺟﺪﻭوﺍا ﻓﻜﺘﺒﻬﮭﻢ ﺗﻐﻨﻰ ﻋﻨﻬﮭﻢ ﻭوﺇإﺫذﺍا ﻭوﺟﺪ ﺍاﺟﺘﻤﺎﻉع ﻛﻼﻡم‬
‫ﺧﻤﺴﺔ ﻓﻰ ﺗﺼﺎﻧﻴﯿﻔﻬﮭﻢ ﻛﺎﻥن ﺫذﻟﻚ ﻣﻦ ﺍاﻟﺨﺒﺮ ﺍاﻟﻤﺘﻮﺍاﺗﺮ‬
‫‪7‬‬

‫‪Halaman‬‬ ‫‪9‬‬
lima metode falak sepakat atas ketidakmungkinan ru`yah, maka dapat menjadi acuan dalam
menafikan kesaksian ru`yah.
Ketiga, ilmu falak dapat digunakan untuk menafikan ikmāl. Imam Qosim al–Abbadi
menjelaskan bahwa jika ada kepastian hilal dapat dirukyah setelah matahari terbenam tetapi
tidak seorangpun menyaksikan hilal, maka awal bulan dapat ditentukan berdasarkan kepastian
tersebut8. Pendapat senada disampaikan Imam Ali al–Ajhuri dari kalangan Malikiyah.
Menurutnya, jika empat bulan berturut–turut usia bulan 30 hari, maka bulan kelima harus 29
hari9. Dengan kata lain jika pada bulan kelima tidak seorangpun menyaksikan hilal pada malam
30, maka hari ketiga puluh dari bulan kelima harus ditetapkan sebagai awal bulan keenam.
Dasar yang digunakan ulama dalam kasus–kasus tersebut adalah bahwa hisab memiliki
tingkat kepastian yang lebih tinggi dibanding rukyatul hilal. Imam Qolyubi menjelaskan, jika
hasil hisab qotiy menunjukkan bahwa hilal tidak mungkin terlihat, maka kesaksian rukyatul hilal
ditolak. Imam Qolyubi menambahkan bahwa ini adalah hal yang jelas (dhohirun jaliyyun) dan
mengingkarinya adalah mu’ānadah dan mukābarah10. Dalam penjelasannya tentang hisab yang
dapat menafikan kesaksian rukyah, Imam Subki menjelaskan bahwa hisab yang dibangun di atas
premis yang qoth’i juga bersifat qoth’i, sedangkan ikhbar rukyatul hilal hanya bersifat dhanni11.
Oleh karena itu jika menurut ilmu falak tidak mungkin dirukyah, maka melakukan rukyatul
hilal tidak menjadi fardlu kifayah atau sunnah. Sebab jika tujuan melakukan rukyah adalah
memastikan terlihatnya hilal, sementara hilal diyakini tidak akan terlihat, maka melakukan
rukyatul hilal adalah tindakan sia–sia. Dalam kasus tayammum, jika seseorang yakin tidak air
di sekitarnya, maka ia diperbolehkan tayammum tanpa harus melakukan pencarian air terlebih
dahulu12.

:(374 /3) «‫»ﺗﺤﻔﺔ ﺍاﻟﻤﺤﺘﺎﺝج ﻓﻲ ﺷﺮﺡح ﺍاﻟﻤﻨﻬﮭﺎﺝج ﻭوﺣﻮﺍاﺷﻲ ﺍاﻟﺸﺮﻭوﺍاﻧﻲ ﻭوﺍاﻟﻌﺒﺎﺩدﻱي‬


‫ﻉع ﺇإﻧﱠَﻤﺎ َﺃأَﻧﺎﻁطَ ﺍاْﻟُﺤْﻜَﻢ ِﺑﺎﻟﱡﺮْﺅؤَﻳﯾِﺔ َﺑْﻌَﺪ‬
َ ‫ﺸﺎِﺭر‬ ‫ﺏب )ﻗَْﻮﻟُﻪﮫُ؛ ِﻷَﱠﻥن ﺍاﻟ ﱠ‬ ِ ‫ﻱي َﺑْﻌَﺪ ﺍاْﻟُﻐُﺮﻭو‬
ٌ ‫ﺏب ﺇإﻳﯾَﻌﺎ‬ ْ ‫ﻄًﻌﺎ( َﺃأ‬ْ َ‫ﻱي ﺍاْﻟَﻐْﻴﯿِﻢ )َﻟُﺮِﺋَﻲ ﻗ‬ْ ‫»)ﻗَْﻮﻟُﻪﮫُ َﻟْﻮَﻻﻩهُ( َﺃأ‬
‫ﺚ َﻳﯾَﺘﺄَﺗﱠﻰ ُﺭرْﺅؤَﻳﯾﺘُﻪﮫُ َﻟِﻜْﻦ َﻟْﻢ ﻳﯾُﻮَﺟْﺪ ِﺑﺎْﻟِﻔْﻌِﻞ َﺃأْﻥن َﻳﯾْﻜِﻔَﻲ‬ ِ ‫ﻄُﻊ َﻋَﻠﻰ ُﻭوُﺟﻮِﺩدِﻩه َﺑْﻌَﺪ ﺍاْﻟُﻐُﺮﻭو‬
ُ ‫ﺏب ِﺑَﺤْﻴﯿ‬ ْ ‫ﺏب ﺇإَﻟْﺦ( َﻳﯾْﻨَﺒِﻐﻲ ﻓِﻴﯿَﻤﺎ َﻟْﻮ َﺩدﱠﻝل ﺍاْﻟَﻘ‬
ِ ‫ﺍاْﻟُﻐُﺮﻭو‬
«‫ﻚ ﻓَْﻠﻴﯿَُﺘﺄَﱠﻣْﻞ ﺳﻢ‬ َ ‫َﺫذِﻟ‬
8

» (1/ 509):‫« ﺍاﻟﺸﺮﺡح ﺍاﻟﻜﺒﻴﯿﺮ ﻟﻠﺸﻴﯿﺦ ﺍاﻟﺪﺭرﺩدﻳﯾﺮ ﻭوﺣﺎﺷﻴﯿﺔ ﺍاﻟﺪﺳﻮﻗﻲ‬


‫ﺷْﻌَﺒﺎَﻥن َﻋَﻠﻰ ﺍاْﻟَﻜَﻤﺎِﻝل َﻭوِﺇإﱠﻻ‬
َ ‫ﺷْﻌَﺒﺎَﻥن ِﺑَﻤﺎ ﺇإَﺫذﺍا َﻟْﻢ َﺗَﺘَﻮﺍاَﻝل َﺃأْﺭرَﺑَﻌﺔُ َﺃأْﺷﻬﮭٍُﺮ ﻗَْﺒَﻞ‬
َ ‫ﻒ ِﺑَﻜَﻤﺎِﻝل‬ ِ ‫ﺼﱢﻨ‬ َ ‫«ﻗَﺎَﻝل ﻋﺞ َﻳﯾْﻨَﺒِﻐﻲ َﺃأْﻥن ﻳﯾَُﻘﻴﯿﱠَﺪ ﻗَْﻮُﻝل ﺍاْﻟُﻤ‬
‫ﺺ ِﻋْﻨَﺪ ُﻣْﻌﻈَِﻢ َﺃأْﻫﮬﮪھِﻞ‬ِ ‫ﺴﺔُ َﺃأْﺷﻬﮭٍُﺮ َﻋَﻠﻰ ﺍاْﻟَﻜَﻤﺎِﻝل َﻛَﻤﺎ َﻻ َﻳﯾَﺘَﻮﺍاَﻟﻰ َﺃأْﺭرَﺑَﻌﺔٌ َﻋَﻠﻰ ﺍاﻟﻨﱠْﻘ‬ َ ‫ﺼﺎ؛ ِﻷَﻧﱠﻪﮫُ َﻻ َﻳﯾَﺘَﻮﺍاَﻟﻰ َﺧْﻤ‬ ً ِ‫ﺷْﻌَﺒﺎُﻥن َﻧﺎﻗ‬ َ ‫ُﺟِﻌَﻞ‬
»‫ﺷْﻌَﺒﺎَﻥن‬َ ‫ﻀﺎُﻥن ﺇإﱠﻻ ِﺑَﻜَﻤﺎِﻝل‬
َ ‫ﺖ َﺭرَﻣ‬ ْ ُ‫ﺷْﻌَﺒﺎَﻥن َﻟْﻢ َﻳﯾْﺜﺒ‬َ ‫ﻒ َﻭوﺍاْﻟُﻤْﻌَﺘَﻤُﺪ َﺃأﻧﱠﻪﮫُ ﺇإَﺫذﺍا ُﻏﱠﻢ َﻟْﻴﯿَﻠﺔُ َﺛَﻼِﺛﻴﯿَﻦ ِﻣْﻦ‬
ٌ ‫ﺿِﻌﻴﯿ‬ ِ ‫ﺍاْﻟِﻤﻴﯿَﻘﺎ‬
َ ‫ﺕت ﺍاﻫﮬﮪھـ َﻭوَﻫﮬﮪھَﺬﺍا‬
9

‫ َﺑْﻞ ﻗَﺎَﻝل ﺍاْﻟَﻌﱠﻼَﻣﺔُ ﺍاْﻟَﻌﺒﱠﺎِﺩد ﱡ‬،٬ُ‫ﺻﱠﺪﻗَﻪﮫ‬


‫ ﺇإﻧﱠﻪﮫُ ﺇإَﺫذﺍا‬:‫ﻱي‬ َ ‫ﺏب ﺍاْﻟُﻤَﻨﱢﺠِﻢ ِﻟَﻨْﻔِﺴِﻪﮫ َﻭوِﻟَﻤْﻦ‬ ُ ‫ﺴﺎ‬ َ ‫ »َﻭوِﻣْﻨﻪﮫُ ِﺣ‬:(63 /2) «‫»ﺣﺎﺷﻴﯿﺘﺎ ﻗﻠﻴﯿﻮﺑﻲ ﻭوﻋﻤﻴﯿﺮﺓة‬
َ ‫ َﻭوﺗَُﺮﱡﺩد‬،٬‫ﻄِﻌﱡﻲ َﻋَﻠﻰ َﻋَﺪِﻡم ُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ َﻟْﻢ ﻳﯾُْﻘَﺒْﻞ ﻗَْﻮُﻝل ﺍاْﻟَﻌْﺪِﻝل ِﻟُﺮْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ‬
‫ َﻭوﻫﮬﮪھَُﻮ ﻅظَﺎِﻫﮬﮪھٌﺮ َﺟِﻠﱞﻲ َﻭوَﻻ‬.‫ﺷﻬﮭَﺎَﺩدﺗُﻬﮭُْﻢ ِﺑﻬﮭَﺎ ﺍاْﻧَﺘﻬﮭَﻰ‬ ْ ‫ﺏب ﺍاْﻟَﻘ‬ َ ‫َﺩدﱠﻝل ﺍاْﻟِﺤ‬
ُ ‫ﺴﺎ‬
«ٌ‫ﻚ ُﻣَﻌﺎَﻧَﺪﺓةٌ َﻭوُﻣَﻜﺎَﺑَﺮﺓة‬ َ ‫ﺼْﻮُﻡم ِﺣﻴﯿَﻨِﺌٍﺬ َﻭوُﻣَﺨﺎَﻟَﻔﺔُ َﺫذِﻟ‬
‫َﻳﯾُﺠﻮُﺯز ﺍاﻟ ﱠ‬
10

‫ﻄِﻌﻴﯿﱠٍﺔ َﻭوَﻳﯾُﻜﻮُﻥن ﻓِﻲ َﻏﺎَﻳﯾِﺔ‬ ْ َ‫ﺕت ﻗ‬ٍ ‫ﻚ ِﺑُﻤَﻘﱠﺪَﻣﺎ‬ َ ‫ﻙك َﺫذِﻟ‬


ُ ‫ﺏب َﻋَﻠﻰ َﻋَﺪِﻡم ﺇإْﻣَﻜﺎِﻥن ُﺭرْﺅؤَﻳﯾِﺘِﻪﮫ َﻭوﻳﯾُْﺪَﺭر‬ ُ ‫ﺴﺎ‬َ ‫ﺻﻮَﺭرﺓةٌ ﺃأُْﺧَﺮﻯى َﻭوﻫﮬﮪھَُﻮ َﺃأْﻥن َﻳﯾُﺪﱠﻝل ﺍاْﻟِﺤ‬ ُ ‫َﻭوَﻫﮬﮪھﻬﮭَُﻨﺎ‬
َ ْ َ َ ٌ ْ ْ َ َ َ
‫ﺴﺎ ِﻷﻧﻪﮫُ َﻳﯾْﺴَﺘِﺤﻴﯿُﻞ ﻓﻠْﻮ ﺃأﺧَﺒَﺮَﻧﺎ ِﺑِﻪﮫ ُﻣﺨِﺒٌﺮ َﻭوﺍاِﺣﺪ ﺃأْﻭو ﺃأﻛﺜُﺮ‬ ‫ﱠ‬ َ ّ َ ْ
ً ‫ﺽض ُﺭرﺅؤَﻳﯾِﺘَﻨﺎ ﻟﻪﮫُ ِﺣ‬ َ ُ َ َ ْ
ُ ‫ﺲ ﻓِﻔﻲ َﻫﮬﮪھِﺬِﻩه ﺍاﻟَﺤﺎﻟِﺔ ﻻ ﻳﯾُْﻤِﻜﻦ ﻓْﺮ‬ َ ‫ﱠ‬
ِ ‫ﺏب ِﻣْﻦ ﺍاﻟﺸْﻤ‬ ِ ‫ﺍاْﻟﻘُْﺮ‬
َ ‫ﻂ َﻭوَﻟْﻮ‬
َ ‫ﺷِﻬﮭَﺪ ِﺑِﻪﮫ‬
‫ﺷﺎِﻫﮬﮪھَﺪﺍاِﻥن‬ ِ ‫ﺏب َﺃأْﻭو ﺍاْﻟَﻐَﻠ‬
ِ ‫ﺏب َﺃأْﻭو ﺍاْﻟَﻐَﻠﻂَ ﻓَﺎَﻟﱠِﺬﻱي ﻳﯾُﺘﱠَﺠﻪﮫُ ﻗَﺒُﻮُﻝل َﻫﮬﮪھَﺬﺍا ﺍاْﻟَﺨَﺒِﺮ َﻭوَﺣْﻤﻠُﻪﮫُ َﻋَﻠﻰ ﺍاْﻟَﻜِﺬ‬ َ ‫ِﻣﱠﻤْﻦ َﻳﯾْﺤَﺘِﻤُﻞ َﺧَﺒُﺮﻩهُ ﺍاْﻟَﻜِﺬ‬
‫ﺸﻬﮭَﺎَﺩدَﺓة َﻭوﺍاْﻟَﺨَﺒَﺮ ﻅظَﱢﻨﻴﯿﱠﺎِﻥن‬‫ﻄِﻌﱞﻲ َﻭوﺍاﻟ ﱠ‬ْ َ‫ﺏب ﻗ‬َ ‫ﺴﺎ‬ َ ‫ﺷﻬﮭَﺎَﺩدﺗُﻬﮭَُﻤﺎ ِﻷَﱠﻥن ﺍاْﻟِﺤ‬
َ ‫َﻟْﻢ ﺗُْﻘَﺒْﻞ‬
11

‫ﺖ ِﻟﺒُْﻌِﺪِﻩه َﻭوَﺃأﻧﱠﻪﮫُ َﻟْﻮ َﺗَﻴﯿﻘﱠَﻦ‬


ِ ْ‫ﺻﻮَﻟﻪﮫُ ﺇإَﻟْﻴﯿِﻪﮫ ﻓِﻲ ﺍاْﻟَﻮﻗ‬ َ ‫ﻅظِﻢ َﺃأﻧﱠﻪﮫُ َﻻ َﻳﯾْﻠَﺰُﻣﻪﮫُ ﻁطََﻠﺒُﻪﮫُ ﻓِﻴﯿَﻤﺎ َﺯزﺍاَﺩد َﻋَﻠﻰ َﺫذِﻟ‬
ُ ‫ﻚ َﻭوِﺇإْﻥن َﺗَﻴﯿﻘﱠَﻦ ُﻭو‬ ِ ‫َﻭوُﻋِﻠَﻢ ِﻣْﻦ َﻛَﻼِﻡم ﺍاﻟﻨﱠﺎ‬
ٌ ‫َﻋَﺪَﻣﻪﮫُ َﻻ َﻳﯾْﻠَﺰُﻣﻪﮫُ ﻁطََﻠﺒُﻪﮫُ؛ ِﻷَﻧﱠﻪﮫُ َﻋَﺒ‬
‫ﺚ‬

Halaman 10
Bahkan Syaikh Abdullah bin Abu Bakar al–Khatib, seorang hakim di Tarim Yaman pada
abad 11 Hijriyah, melarang rukyatul hilal ketika hisab menunjukkan hilal tidak mungkin terlihat.

‫ﻛﺎﻥن ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺑﻌﺾ ﺍاﻟﻘﻀﺎﺓة ﺑﺘﺮﻳﯾﻢ ﻓﻲ ﺍاﻟﻘﺮﻥن ﺍاﻟﺤﺎﺩدﻯى ﻋﺸﺮ ﺍاﻟﻬﮭﺠﺮﻱي ﻭوﻫﮬﮪھﻮ ﺍاﻟﺸﻴﯿﺦ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ ﺍاﺑﻰ ﺑﻜﺮ ﺍاﻟﺨﻄﻴﯿﺐ ﺃأﻧﻪﮫ‬
(27 :‫ﻳﯾﻤﻨﻊ ﺗﺮﺍاﺋﻰ ﺍاﻟﻬﮭﻼﻝل ﻓﻲ ﺍاﻟﻠﻴﯿﻠﺔ ﺍاﻟﺘﻲ ﻳﯾﺪﻝل ﺍاﻟﺤﺴﺎﺏب ﻋﻠﻰ ﻋﺪﻡم ﺇإﻣﻜﺎﻧﻴﯿﺔ ﺍاﻟﺮﺅؤﻳﯾﺔ ﻓﻴﯿﻬﮭﺎ )ﺣﺴﻦ ﺍاﻟﻤﻘﺎﻝل‬

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan jawaban dari ketiga pertanyaan
tersebut adalah:
1.   Sebagian ulama berpendapat bahwa imkān rukyah menjadi syarat penerimaan kesaksian
rukyah. Jika sekurang–kurangnya lima metode falak qot’iy yang berbeda menetapkan
bahwa hilal tidak mungkin terlihat, maka ketetapan tersebut menjadi acuan dalam menolak
kesaksian ru`yah. Pendapat ini memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dalam penentuan
awal bulan hijriyah.
2.   Ketika menurut ilmu falak ternyata hilal berada di bawah ufuk, sesuai jawaban pada butir
(1) di atas maka rukyah tidak lagi fardlu kifayah atau sunnah. Sebab tujuan rukyah untuk
memastikan terlihatnya hilal, sedangkan hilal menurut hisab tidak mungkin terlihat.
4.   Sesuai dengan jawaban pada butir (1) di atas, maka ketika menurut ilmu falak hilal di atas
ufuk dan dipastikan terlihat tetapi tidak seorangpun yang menyaksikan hilal dan ketika bulan
berjalan digenapkan (ikmāl) akan mengakibatkan bulan berikutnya berumur hanya 28 hari,
maka ilmu falak dapat digunakan acuan dalam menafikan ikmal.

E.   TANYA JAWAB RUKYATUL HILAL DI TENGAH WABAH COVID–19

1.   Sebentar lagi Indonesia akan memasuki bulan Ramadhan 1443 H. Bagaimana sikap
Nahdlatul Ulama dalam penentuan awal Ramadhan kali ini?

Nahdlatul Ulama akan menggelar rukyatul hilal (pengamatan hilal) sebagai upaya untuk
menentukan tanggal 1 Ramadhan 1442 H. Sesuai Keputusan Muktamar NU ke–30 tahun
1999 di pondok pesantren Lirboyo Kediri (Jawa Timur) maka rukyatul hilal akan digelar di
seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah hukum. Penyelenggaraan dan pengawasan
kegiatan rukyatul hilal tersebut dikoordinasikan oleh Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama
(LFNU). Hasil–hasilnya akan dilaporkan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
yang selanjutnya akan menyampaikannya pada forum sidang itsbat Kementerian Agama RI,
yang akan digelar secara hibrid antara dalam–jaringan (online) dan luar–jaringan (offline).
Hasil–hasil rukyatul hilal dalam jejaring LFNU sekaligus menjadi landasan bagi ikhbar
untuk Nahdliyin.

2.   Menjelang bulan Ramadhan 1443 H ini Indonesia masih berjuang menghadapi wabah
Covid–19. Dalam kondisi seperti ini mengapa rukyatul hilal tetap dilaksanakan?

Ada dua aspek yang mendasarinya. Yang pertama adalah aspek ibadah. Dalam pandangan
Nahdlatul Ulama pelaksanaan rukyatul hilal merupakan instrumen wajib guna memastikan
kapan masuk tanggal 1 bulan kalender Hijriyyah menurut ukuran syara'. Jadi tidak hanya
untuk menentukan awal Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha. Nahdlatul
Ulama menggelar rukyatul hilal guna penentuan awal setiap bulan kalender Hijriyyah

12
 

Halaman 11
sepanjang tahun. Rukyatul hilal bagi Nahdlatul Ulama selaras dengan pendapat para ulama
salafus shaalih, yakni memiliki hukum fardhu kifayah atau bersifat wajib untuk masyarakat
(wajib–komunal). Karenanya bila dalam sebuah negeri tidak ada satupun yang bersedia
melaksanakan rukyatul hilal, maka siapapun Muslim yang ada dalam negeri tersebut akan
menyandang dosanya.
Yang kedua adalah aspek kultural. Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar
di dunia pada saat ini. Survei keberagamaan Muslim di Indonesia tahun 2016 yang digelar
lembaga Alvara Research Center dan dipublikasikan Januari 2017 menunjukkan 64 %
Muslim Indonesia mengikuti rukyatul hilal dalam penentuan hari besar Islam. Jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2016 adalah 262 juta jiwa dengan 87 % diantaranya Muslim.
Maka kuantitas Muslim Indonesia yang berpedoman pada rukyatul hilal dalam penentuan
hari besar Islam setara dengan 167 juta jiwa. Sebagai pembanding, jumlah Muslim Indonesia
yang menjadi warga Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia hanya berkisar 90 juta orang.
Maka tidak elok jika Nahdlatul Ulama sebagai lembaga keagamaan Islam yang berpedoman
pada rukyatul hilal tidak menyelenggarakan kegiatan yang hasilnya jelas akan ditunggu dan
akan dipedomani demikian banyak orang.

3.   Mengapa tidak menggunakan metode lain, misalnya hisab, guna penentuan awal
Ramadhan 1443 H di tengah wabah Covid–19 ini? Sebutlah sebagai sebuah hal yang
sifatnya darurat?

Nahdlatul Ulama menghormati penggunaan metode hisab. Tetapi Nahdlatul Ulama


berpedoman bahwa metode rukyatul hilal–lah yang lebih tepat digunakan berdasarkan
perspektif fiqh. Mengingat sandarannya cukup banyak, mulai dari teks hadits Nabi
Muhammad SAW hingga pendapat para ulama salafus shaalih seperti telah dikemukakan di
atas. Secara formal keputusan Nahdlatul Ulama untuk bersandar pada rukyatul hilal dapat
dilihat misalnya pada hasil Muktamar NU ke–30 tahun 1999.
Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, penggunaan hisab (hitungan numerik–matematik)
untuk menetapkan awal bulan Hijriyyah (terutama untuk menetapkan awal Ramadhan, hari
raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha) adalah tidak cukup jika dilakukan tanpa verifikasi
faktual (rukyatul hilal). Sehingga hisab hanya bermakna sebagai hipotesis verifikatif yang
belum konklusif. Meskipun menjadi piranti untuk menalar–logiskan sebuah benda langit
yang kita kenal sebagai Bulan, namun Bulan itu sendiri memiliki hukum–hukum
kehidupannya sendiri yang bisa lepas dari piranti matematis yang menghitungnya. Dalam
sudut pandang ilmiah, hisab yang tanpa verifikasi faktual tidak dapat dianggap memenuhi
asas berfikir ilmiah yang bersifat siklik.
Dalam kerangka demikian, Nahdlatul Ulama memosisikan hisab sebagai alat bantu dalam
pelaksanaan rukyatul hilal. Rukyatul hilal tidak akan bisa diselenggarakan tanpa hisab yang
baik. Untuk itu Nahdlatul Ulama memiliki sistem hisab jama’i (tahqiqy tadqiky ashri
kontemporer), yang memperhitungkan segenap sistem hisab yang berkembang di tubuh
Nahdlatul Ulama.

4.   Bagaimana dengan pelaporan hasil rukyat dan pengumuman/ikhbar?

Laporan rukyatul hilal dari titik–titik rukyat di lapangan akan disalurkan ke PBNU melalui
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama. Setelah dihimpun maka akan diteruskan ke PBNU.
PBNU akan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan sikap Nahdlatul Ulama dalam
forum sidang itsbat penetapan awal Ramadhan 1443 H yang digelar Kementerian Agama

Halaman 12
RI. Sekaligus sebagai bahan bagi ikhbar PBNU tentang 1 Ramadhan 1443 H untuk
Nahdliyin se–Indonesia.
Sebagaimana yang sudah berjalan selama empat tahun terakhir, maka pelaporan dari titik–
titik rukyat di lapangan dilaksanakan secara dalam–jaringan (online) melalui telekonferensi.
Telekonferensi dikoordinasikan oleh Lembaga Falakiyah PBNU.

F.   LOKASI RUKYATUL HILAL

Guna menjalankan tugas kefalakiyahan penentuan awal Ramadhan 1443 H, maka Lembaga
Falakiyah Nahdlatul Ulama menggelar pengamatan di sejumlah titik. Lokasi titik–titik rukyatul
hilal tersebut dinyatakan dalam tautan (link) berikut :

https://s.id/TitikRukyahNU2022

Media Center:
Bp. Ma’rufin Sudibyo (089624772223)
Bp. Hendro Setyanto (0817201714)

Halaman 13

Anda mungkin juga menyukai