Anda di halaman 1dari 28

RESPONS LEMBAGA FALAKIYAH

PENGURUS CABANG NAHDLATUL ULAMA’ (LF PCNU)


DI WILAYAH JAWA TENGAH
TERHADAP KRITERIA IMKAN RUKYAT BARU MABIMS

PROPOSAL TESIS
Disusun untuk Persyaratan Seminar Proposal
Dalam Penelitian Tesis

Oleh :
Ali Maftukin
NIM: 2102048002

PROGRAM MAGISTER KONSENTRASI ILMU FALAK


PASCASARJANA
UIN WALISONGO SEMARANG
2024
Latar Belakang Masalah

Penentuan awal bulan kamariyah di Indonesia merupakan


permasalahan yang hingga saat ini masih kontoversial. Hal ini
karena dalam penentuan awal bulan kamariyah di Indonesia
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu metode untuk menentukan
awal bulan dan kebijakan pemerintah Indonesia untuk menentukan
awal bulan kamariyah.
Metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan
hijriyah adalah hisab dan rukyat. Pada praktiknya, banyak lembaga
falakiyah yang menggunakan metode hisab dalam penentuan awal
bulan hijriyah. Metode ini mencakup perhitungan matematis
terhadap posisi bulan, matahari, dan bumi untuk memprediksi
kemunculan hilal secara ilmiah. Menurut pengguna metode hisab
ini, hilal ialah Bulan yang telah melewati konjungsi dengan syarat
konjungsi terjadi sebelum ghurūb dan Bulan berada di atas ufuk
ketika waktu Maghrib pada tanggal 29 setiap bulan kamariyah.
Namun, penggunaan metode ini seringkali menjadi kontroversial
karena perbedaan pendapat dalam interpretasi hasil perhitungan
serta kriteria kenampakan hilal yang berbeda.1
Selain menggunakan hisab, metode yang digunakan adalah
Rukyat. Metode ini merupakan salah satu teori utama dalam
penentuan awal bulan kamariyah yang mengacu pada pengamatan
langsung terhadap hilal mmenggunakan mata telanjang maupun

1
Syarifuddin Yusmar, “Penanggalan Bugis-Makassar Dalam Penentuan
Awal Bulan Kamariah Menurut Syariah Dan Sains,” Hunafa, Vol. 5,
No.3, 2008, 281.
menggunakan optic.2 Pengamatan hilal ini dilakukan setelah
matahari terbenam pada sore sebelum malam pertama bulan
Hijriyah atau lebih tepatnya tanggal 29 pada bulan-bulan hijriyah.
Tradisi ini telah lama dijalankan dalam masyarakat Muslim di
Indonesia, terutama oleh lembaga-lembaga falakiyah khusus nya
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama dan lembaga pengamat hilal
lainnya. Walaupun sebenarnya metode ini tetap menggunakan hisab
sebelum melakukan rukyat. Pada metode ini, Apabila rukyat tidak
berhasil dilihat, baik karena hilal belum bisa dilihat atau karena
mendung (adanya gangguan cuaca), maka penentuan awal bulan
kamariah tersebut harus berdasarkan istikmal (disempurnakan 30
hari).3
Selain metode dalam penentuan awal bulan kamariyah,
Pemerintah Indonesia juga memiliki peran yang signifikan dalam
menetapkan awal bulan kamariyah melalui kebijakan resminya.
Meskipun pemerintah umumnya mengakui otoritas lembaga
falakiyah dalam penetapan awal bulan, ada juga upaya dari
pemerintah untuk menciptakan standar nasional untuk mengatur
penetapan bulan Hijriyah melalui pertimbangan perhitungan
astronomi, syariah dan dampak social yang ditimbulkan.
Peran pemerintah dalam hal ini adalah menentukan
kebijakan dalam menentukan kenampakan hilal atau yang disebut
dengan imkan rukyat atau visibilitas hilal, yaitu fenomena hilal

2
Susiknan Azhari, “Ensiklopedi Hisab Rukyat” (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), 183.
3
Ahmad Izzuddin, “Ilmu Falak Praktis: Metode Hisab-Rukyat Dan Solusi
Permasalahannya.”, 92.
pada ketinggian tertentu yang menurut pengalaman di lapangan
hilal dapat dilihat.4 Thomas Djamaluddin5 mendefinisikan bahwa
visibilitas hilal adalah ketampakan bulan sabit pertama, sedangkan
Imkan Rukyat merupakan kemungkinan (hilal) bisa dilihat. Ia
menambahkan bahwa penggunaan Imkan Rukyat (visibilitas hilal)
untuk penentuan awal bulan kamariah merupakan titik temu dari
mazhab hisab dan rukyat tanpa harus meninggalkan prinsip masing-
masing.6
Pada tahun 1993 MABIMS mengeluarkan kriteria imkan
ru’yah yaitu awal bulan dapat ditentukan apabila tinggi hilal
mencapai 2 derajat, jarak sudut Bulan-Matahari lebih dari 3 derajat,
dan umur bulan 8 jam sejak terjadinya ijtimak hingga Matahari
terbenam. MABIMS merupakan kepanjangan dari Menteri-menteri
Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapore.
Maksud dari MABIMS ini adalah pertemuan periode tahunan oleh
menteri-menteri agama atau utusannya yang bertanggungjawab atas
penyelesaian permasalahan-permasalah keagamaan untuk
7
kemaslahatan umat tanpa tercampuri oleh politik.

4
Muhyiddin Khazin, “Kamus Ilmu Falak” (Yogyakarta: Buana Pustaka,
2005), 35.
5
Thomas Djamaluddin adalah astronom dan peneliti yang menjabat
sebagai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional sejak 7
Februari 2014 hingga 1 September 2021. Sebelumnya, ia menjabat
sebagai Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan
LAPAN dari tahun 2011.
https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Djamaluddin diakses pada 19
Maret 2024 pkl. 09.48 WIB
6
Thomas Djamaluddin, “Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat”
(Bandung: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, 2011), 10–11.
7
https://www.mabims.gov.bn/SitePages/Pengenalan.aspx
Walaupun MABIMS telah mengeluarkan criteria sejak
tahun 1993, namun di Indonesia penggunaan kriteria Imkan Rukyat
ini baru dimulai pada tahun 1998 M/1418 H melalui Departemen
Agama (Kementerian Agama) tentang kriteria penentuan awal
bulan Hijriah di Indonesia yang dihadiri dari berbagai kalangan ahli
falak, astronomi, ormas Islam serta MUI, memutuskan penggunaan
kriteria imkan rukyat MABIMS untuk dijadikan pertimbangan
penentuan kalender Hijriah di Indonesia. Keputusan yang
dihasilkan adalah;
1. penentuan awal bulan Hijriah didasarkan pada imkan rukyat,
sekalipun tidak ada laporan rukyatul hilal.
2. imkan rukyat, yang dimaksud didasarkan pada tinggi hilal 2
derajat di atas ufuk dan umur Bulan 8 jam dihitung sejak
ijtimak saat Matahari terbenam.
3. Ketinggian dimaksud berdasarkan hasil perhitungan sistem
hisab hakiki tahkiki.
4. Laporan rukyatul hilal yang kurang dari 2 derajat dapat
ditolak.8
Implementasi Imkan rukyat ini digunakan oleh para ahli
rukyat untuk memprediksi hilal nampak atau tidak nampak. Bagi
ahli hisab, kriteria ini juga digunakan sebagai pedoman untuk
membatasi masuk bulan baru atau perhitungan tanggal perlu
diistikmalkan menjadi 30 hari. Selain itu kriteria Imkan rukyat juga
di gunakan untuk mengoreksi kesaksian rukyat yang meragukan,
8
Lihat Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Menyatukan
NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan Idul Fitri
dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), 158
Sehingga seorang hakim bisa mempertimbangkan perukyat diterima
kesaksiannya atau ditolak kesaksiannya. Kriteria Imkan rukyat ini
diharapkan mampu mempertemukan metode rukyat dan hisab yang
pada akhirnya disepakati bersama penyatuan kalender hijriyah di
Indonesia serta di negara-negara Anggota MABIMS.
Namun setelah kriteria ini diberlakukan di negara-negara
MABIMS dalam jangka waktu yang cukup lama, Kriteria imkan
rukyat MABIMS ini secara astronomis dianggap terlalu rendah,
sehingga kriteria ini dianggap mustahil mampu menampakkan
cahaya hilal. Cahaya sabit hilal masih terlalu tipis sehingga menurut
ilmu astronomi cahaya hilal tidak mungkin mengalahkan cahaya
syafak (cahaya senja) yang masih cukup kuat pada ketinggian 2
derajat setelah matahari terbenam.
Karena alasan inilah Tim Hisab Rukyat Kementerian
Agama beserta negara-negara anggota MABIMS (Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) merubah kriteria
Visibilitas hilal tinggi 2 derajat, sudut elongasi 3 derajat dan umur
hilal minimal 8 jam menjadi tinggi hilal minimal 3 derajat, sudut
elongasi minimal 6,4 derajat dan umur hilal minimal 9 jam. 9
Criteria ini disebut dengan criteria Neo Visibilitas Hilal MABIMS.
Di Indonesia, pemerintah secara resmi menggunakan Kriteria
Imkan Rukyat Baru MABIMS MABIMS sejak tahun 2022.

9
Thomas Djamaluddin, Naskah Akademik Usulan Kriteria Astronomis
Penentuan Awal Bulan Hijriyah, pada
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/04/19/naskah-akademik-
usulan-kriteria-astronomis-penentuan-awal-bulan-hijriyah/
diaksestanggal 17 Oktober 2022, pukul 20:56 WIB.
Perubahan criteria ini tentunya berdampak besar pada
lembaga-lembaga yang menganut metode rukyat, khususnya
Nahdlatul ulama’ sebagai organisasi islam terbesar di Indonesia
yang mengamalkan rukyat untuk menentukan awal bulan hijriyah.
Tentunya perubahan ini akan menimbulkan pemikiran dan
keyakinan secara individu maupun lembaga pada pelaksanaan
rukyat di kalangan Nahdlatul Ulama, khususnya yang
menanganinya yaitu Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama’ yang
sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia hingga di tingkat
cabang atau Kabupaten Kota. Di sisi lain, pemerintah juga
memanfaatkan hasil rukyat Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PC. LFNU) untuk dijadikan bahan pertimbangan
pemutusan sidang itsbat kemenag RI dalam menentukan awal bulan
kamariyah.
Mengingat tugas dan peran lembaga falakiyah dalam
penentuan awal bulan kamariyah cukup penting, maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang tentang Respons Lembaga Falakiyah
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC. LFNU) yang berada di
Jawa Tengah terhadap Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS
tersebut.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah yang telah
peneliti jelaskan di atas, penelitian ini menjadi penting dan menarik
untuk di bahas lebih lanjut. Untuk itu peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Respon Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (LF PCNU) di kabupaten-kabupaten di Jawa
Tengah terhadap diberlakukannya kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS di Indonesia.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Dalam sebuah penelitian ilmiah tentu ada hal-hal yang
ingin dicapai sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan pada rumusan masalah. Sejalan dengan hal tersebut, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk memahami Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS yang
diperkenalkan oleh MABIMS dalam penentuan awal bulan
hijriyah.
2. Untuk mengevaluasi respons lembaga falakiyah terhadap
Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS tersebut.
3. Untuk menganalisis implikasi dari respons tersebut terhadap
praktik ibadah dan kehidupan umat Islam di Jawa Tengah.
Penelitian ini mempunyai manfaat yang bersifat intern
maupun ekstern. Manfaat intern yaitu penelitian ini akan menjadi
syarat rukun untuk untuk memperoleh gelar akademik bagi penulis
dalam bentuk penulisan karya ilmiah berupa bentuk tesis,
sedangkan manfaat secara umum adalah sebagi berikut:
1. Menambah khazanah kajian ilmu falak terutama dalam
penentuan awal bulan kamariyah di Indonesia.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberi kontribusi yang
posisitif terhadap kebijakan pemerintah dalam penentuanawal
bulan kamariyah di Indonesia.
3. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan kontribusi
positif kepada Tim Hisab Rukyat Subdit Pembinaan Syariah dan
Hisab Rukyat Kementerian Agama RI sebagai pertimbangan
maupun sebagai alasan ilmiah pendukung diterapkannya Kriteria
Imkan Rukyat Baru MABIMS

C. Kajian Pustaka
Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS telah direncanakan
sejak tahun 2017 dengan sebutan rekomendasi 2017. Namun baru
diberlakukan di Indonesia tahun 2022 bertepatan dengan awal bulan
Ramadhan 1443 H. sehingga belum banyak penelitian yang
mengkaji tentang Kriteria Neo-visilas Hilal MABIMS. Namun
demikian, beberapa akademisi telah melakukan penelitian dan
kajian yang membahas tentang Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS ini. Di antaranya;
Pertama, Penelitian Ahmad Fadholi “Akseptabilitas Draf
Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS Penentuan Kalender Hijriah
oleh Ahli Ilmu Falak Ormas Islam di Indonesia” hasil penelitian ini
menjelaskan tentang akseptabilitas (penerimaan) draf Kriteria
Imkan Rukyat Baru MABIMS dalam penentuan kalender hijriah
oleh ahli ilmu falak ormas Islam di Indonesia, serta peluang
penerapannya. Penelitian ini fokus pada penerimaan kriteria Imkan
Rukyat Baru MABIMS dengan melakukan survei yang terkumpul
sebanyak 144 subyek yang di pilih dengan teknik proportionate
stratified random sampling dari populasi umat Islam di Indonesia
yang berkompeten di bidang ilmu falak atau astronomi, pada setiap
ormas Islam di Indonesia. Adapun hasil yang telah diteliti bahwa
ahli falakbermazhab hisab dan bermazhab rukyat mempunyai niat
serta keinginan yang sama untuk bersatu dalam mengawali dan
mengakhiri puasa Ramad}an dan Idul Adha. Dan mempunyai
keinginan akanadanya keseragaman dalam penentuan awal bulan
Hijriah. Maka untuk merealisasikan penyatuan kalender Hijriah di
Indonesia, perlu kiranya kompromistis pemerintah sebagai pihak
yang memiliki otoritas yang dapat berperan sebagai fasilitator
terhadap penyatuan kalender Hijriah di Indonesia.Adapun langkah
yang seyogyanya diambil oleh pemerintah(Kemeterian Agama)
antara lain sebagaimana tawaran dari beberpasubyek, baik dari ahli
falak bermazhab rukyat maupun ahli falak bermazhab hisab, seperti
perlu adanya pertemuan berupa diskusidiskusiilmiah yang intens
dan melibatkan berbagai pihak yangberkepentingan untuk
mendapatkan hasil kesepakatan bersama. Hal yang lebih penting
adalah harus ada kesepakatan terlebih dahuluterhadap “kriteria”
yang harus digunakan, serta dilaksanakan. Disamping itu, perlu
adanya sikap nyata dari masing-masing ormas agarmenurunkan
fanatisme kelompok, kepentingan pribadi, maupungolongan demi
kemaslahatan umat Islam, khususnya umat Islam diIndonesia dan
diserahkan kepada pemerintah yang mempunyai hakitsbat.10
10
Ahmad Fadholi, Akseptabilitas Draf Kriteria Baru Penentuan Kalender
Hijriah oleh Ahli Ilmu Falak Ormas Islam di Indonesia, Disertasi tidak
diterbitkan, (Semarang: UIN Walisongo, 2019).
Kedua, Penelitian Novi Harijatul Mufidoh tentang
“Problematika Implementasi Rekomendasi Jakarta 2017 Tentang
Penyatuan Kalender Global Hijriah Tunggal Di
Indonesia”.Penelitian ini menyimpulkan bahwa Kemenag RI telah
menunjukkan komitmennya dalam melakukan upaya penyatuan
kalender hijriah di Indonesia, dengan terus mensosialisasikan
kriteria imkan rukyat terbaru berdasarkan kesepakatan negara
anggota MABIMS. Adapun bentuk komitmen terhadap kriteria
Rekomendasi Jakarta 2017 di Indonesia adalah dengan turut
mengupayakan terimplementasinya kriteria MABIMS baru, yang
secara nilai angkanya sama dengan kriteria Rekomendasi Jakarta
2017. Perbedaan diantara keduanya hanya terletak pada tujuan
implementasi; kriteria Rekomendasi Jakarta 2017 menghendaki
pemanfaatannya secara global, sedangkan kriteria MABIMS baru
hanya pada lingkup regional negara anggota MABIMS. 11
Ketiga, Penelitian Suhardiman, “Kriteria Visibilitas Hilal
dalam Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia” Penelitian ini
menghasilkan perlu adanya otoritas tunggal (pemerintah) sebagai
fasilator dalam perbedaan penentapan awal bulan kamariah,
Suhardiman menilai beberapa proses pengamatan Hilal yang
dilakukan oleh perukyat, terdapat kesaksian-kesaksian yang masih
berada di bawah batas kriteria visibilitas Hilal menurut astronom.
Hal ini tentu harus menjadi bahan pertimbangan bagi kita bahwa
kriteria astronom yang ada saat ini bukanlah satu-satunya syarat
11
Novi Harijatul Mufidoh, Problematika Implementasi Rekomendasi
Jakarta 2017 Tentang Penyatuan Kalender Global Hijriah Tunggal Di
Indonesi, Tesis tidak diterbitkan, (Semarang: UIN Walisongo, 2021).
mutlak dan final yang menjadi pertimbangan dalam penetapan awal
bulan kamariah.Karena, sejak dari awal kehadirannya, sains bersifat
relatif dan tentative.12
Keempat, Penelitian Nursodik tentang ”Kajian Kriteria
Hisab Global Turki dan Usulan Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS dengan Menggunakan Algoritma Jean Meeus”. Hasil
kajian penelitian ini Nursodik mengkomparasikan antara Kriteria
Hisab Global Turki dan usulan Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS (KBM) menggunakan algoritma Meeus dalam beberapa
tahun dan didentifikasi pada beberapa kota meliputi beberapa
kesimpulan. Pertama, Hasil identifikasi untuk kota-kota di
Indonesia, Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS memiliki potensi
lebih baik dijadikan rujukan kalender Islam yang terpadu. Kedua,
untuk Kriteria Hisab Global banyak kasus yang menjadi titik
kelemahan jika diimplementasikan di Indonesia, yang
diklasifikasikan menjadi dua kasus.Kasus pertama, ketika Kriteria
Hisab Global Turki sudah masuk kriteria, namun di garis tanggal di
Asia Tenggara, masih di bawah ufuk. Kasus kedua, terkait adanya
pengecualian masuknya Bulan baru yaitu konjungsi sebelum terbit
fajar di Selandia Baru (New Zealand), dan bagian daratan Benua
Amerika sudah imkān al-ru’yat.
Kelima, Penelitian tentang Problematika Penerapan Imkan
Rukyat Baru MABIMS Dalam penentuan Awal Bulan Ramadan,
Syawal dan Dzulhijjah 1443 H di Indonesia oleh Hariyono dan

12
Suhardiman, Kriteria Visibilitas Hilal dalam Penetapan Awal Bulan
Kamariah di Indonesia, Artikel Journal Khatulistiwa : 2013
Nursodiq. Kajian ini menjelaskan bahwa Problematika kriteria
Imkan Rukyat Baru MABIMS dalam penentuan awal bulan
Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah 1443 H masih terjadi perbedaan,
meskipun pemerintah sebagai otoritas tunggal telah menyepakati
Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS (tinggi hilal 3 o, sudut
elongasi 6,4o). Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah
karena perbedaan dalam memahami makna Nash al-Qur’an dan
Hadis tentang awal bulan Kamariah. Selain itu ada faktor politis
yang tidak bisa dihindari, Kemudian, dampak dari disahkan nya
Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS pada tahun 2022 M / 1443 H
membuat perbedaan antar ormas Islam yang semakin melebar. Dan
tentunya dalam hal ini perumusan dalam penyatuan kalender
Hijriah di Indonesia jauh dari harapan para pakar.
Sejauh pengetahuan dan penelusuran penulis, belum ada
kajian yang membahas secara spesifik tentang Respon Lembaga
Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LF PCNU) DI
JAWA TENGAH Terhadap Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS.Sehingga penelitian ini layak untuk didalami dan dikaji
lebih lanjut.

D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah salah satu cara ilmiah yang
digunakan untuk menemukan data yang benar guna untuk
dibuktikan dan dikembangkan. Penelitian ini adalah suatu
pencarian data yang sistematis dan terorganisir untuk
mmengindentifikasi masalah tertentu yang membutuhkan suatu
penyelesaian.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini akan fokus pada respons Lembaga
Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terhadap
Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS. Maka berdasarkan
penelitian tersebut, jenis penelitian yang paling sesuai adalah
penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan
antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya.13
Pada dasarnya penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berusaha untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan
sesuatu, misalnya situasi dan kondisi dengan hubungan yang
ada, pendapat-pendapat yang berkembang, akibat atau efek
yang terjadi dan sebagainya
Tujuan dari penelitian deskriptif ini untuk
menggambarkan atau menjelaskan karakteristik suatu
fenomena atau kejadian tanpa melakukan manipulasi terhadap
variabel-variabelnya. Dalam konteks penelitian ini, peneliti
akan mengumpulkan data tentang respons pengurus cabang

13
Nana, Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. hlm. 72
Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC.
LFNU) terhadap Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS tanpa
melakukan intervensi atau percobaan. Penelitian ini akan
menjelaskan bagaimana pengurus cabang Lembaga Falakiyah
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC. LFNU) menanggapi
dan memahami Kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS yang
diusulkan atau diterapkan.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif.
Data akan dikumpulkan melalui wawancara14 dengan Ketua
Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama dari
masing-masing kota di Jawa Tengah, untuk digali
informasinya mengenai respons sebuah lembaga dalam
menanggapi penggunaan criteria Imkan Rukyat Baru serta
informasi tentang strategi yang tepat untuk mengelola
perubahan terhadap kebijakan pemerintah.
Selain mengumpulkan data dari hasil wawancara dan
dokumentasi dari Pengurus Cabang Lembaga Falakiyah di
Jawa Tengah, juga dilakukan analisis terhadap dokumen resmi
MABIMS terkait kriteria Imkan Rukyat Baru baik sebelum
dan sesudah criteria tersebut digunakan di Indonesia, serta
observasi terhadap hasil diskusi-diskusi yang terjadi di dalam
forum Falakiyah di yang berhubungan dengan penentuan awal
bulan kamariyah.
14
Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka
(face to face) antara pewawancara (interview) tentang masalah yang
diteliti.
Soedjono dan Abdurrahman, “Metode Penelitian; Suatu Pemikiran Dan
Penerapan.”, 56.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Sesuai dengan judul yang akan diteliti, Maka
penelitian ini akan menggali informasi kepada masing-masing
Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di
masing-masing kota di Jawa Tengah. Penelitian ini juga akan
menggali informasi kepada Kementerian Agama RI yang
dalam hal ini ditangani oleh Subdit Pembinaan Syariah dan
Hisab Rukyat sebagai lembaga otoritas negara yang
bertanggungjawab untuk menentukan penggunaan kriteria
Imkan Rukyat Baru di Indonesia. Setelah menggali informasi
dari nara sumber tersebut, maka selanjutnya adalah
menganalisis respon atau informasi dari Lembaga Falakiyah
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LF PCNU) di Jawa
Tengah untuk diteliti lebih mendalam.
Waktu pengumpulan data diperkirakan akan berjalan
selama 2 minggu mengingat lokasi pengumpulan data yang
berada di beberapa kota di Jawa Tengah. Selain waktu 2
minggu ini, peneliti juga menggunakan media online sebagai
sarana untuk mengumpulkan data, baik melalui telepon,
whatsapp, zoom, maupun aplikasi lainnya yang mendukung
komunikasi langsung kepada nara sumber untuk melakukan
teknik pengumpulan data tersebut.Sedangkan untuk waktu
analisis data peneliti perkirakan akan memakan waktu selama
satu bulan mengingat data yang diteliti terdiri dari banyak
sumber dan akan memerlukan waktu untuk menganalisa hasil
dari penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini dalam pengumpulan data, penulis
menggunakan metode dokumentasi atau sumber data primer
dan sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari hasil wawancara, observasi dan kuesioner
yang disebarkan kepada sejumlah sampel responden yang
sesuai dengan target sasaran.15 Sesuai dengan judul
penelitian Thesis ini maka data primer yang dikumpulkan
dan diteliti adalah sebagai berikut
- Hasil wawancara dengan ketua Lembaga Falakiyah
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LF PCNU) di
Jawa Tengah
- Dokumen-dokumen atau naskah yang berhubungan
dengan diputuskannya penggunaan kriteria Imkan
Rukyat Baru MABIMS di Indonesia.

b. Data Sekunder

15
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D”
(Bandung: Alfabeta, 2017), 137.
Data sekunder adalah data yang diperoleh
berdasarkan studi bahan kepustakaan,16 yaitu seperti
sumber literatur buku, artikel ilmiah, dan data-data tertulis
terdahulu yang dapat dipertanggungjawabkan validasinya
terkait dengan penelitian ini guna mendukung tercapainya
penelitian ini. Data sekunder yang penulis jadikan sebagai
bahan pendukung dalam penelitian ini adalah berbagai
karya ilmiah yang berkaitan dengan Pelaksanaan kriteria
Imkan Rukyat Baru MABIMS dan berbagai naskah ilmiah
tentang rukyatul hilal.
Data sekunder lainnya adalah berupa kitab dan
buku-buku pendukung yang digunakan untuk membantu
dalam memberikan data-data pada penelitian, seperti
halnya buku Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul Ulama
yang disusun oleh Lajnah Falakiyah PBNU dan karya-
karya lain seperti jurnal, artikel, dan makalah dari tokoh-
tokoh NU dan ahli Ilmu falak yang menjelaskan tentang
persoalan awal bulan kamariah, di antaranya yang
berjudul Penentuan Awal Bulan Qamariah Perspektif NU
oleh A. Ghazalie Masroeri, Hasil Muktamar NU XXVII di
Situbondo oleh PBNU (1985), Kumpulan Materi
Pendidikan dan Pelatihan Nasional Pelaksana Rukyat
Nahdlatul Ulama oleh LFNU.

16
Soedjono dan Abdurrahman, “Metode Penelitian; Suatu Pemikiran Dan
Penerapan.”, 56.
c. Teknik Pengumpulan Data
1) Wawancara
Wawancara dilakukan kepada narasumber
yang berkompeten di bidang rukyat untuk menggali
tentang pemikiran, keyakinan, pengetahuan, motivasi
dan alasan perubahan kriteria imkan rukyat menjadi
Imkan Rukyat Baru. Adapun nara sumber yang akan
diwawancarai adalah ketua Lembaga Falakiyah atau
tokoh falak yang tergabung dalam organisasi Lembaga
Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LF
PCNU) di Jawa Tengah yang terlibat secara langsung
saat pelaksanaan rukyatul hilal.
2) Dokumentasi
Pengumpulan data berupa dokumentasi
dilakukan untuk menelaah berbagai dokumen tertulis,
gambar, foto atau dokumen berupa data primer
maupun sekunder. Peneliti mengumpulkan data
dokumentasi dari berbagai data, artikel, seminar,
tulisan, jurnal dan buku yang berkaitan respons
Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama yang berada di wilayah Jawa Tengah.

4. Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah meneliti tentang
respons Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama (LF PCNU) yang berada di wilayah Jawa Tengah
dalam menanggapi kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS yang
merevisi dan menaikkan level kenampakan hilal dari tinggi 2 o
derajat menjadi tinggi 3o sudut elongasi dari 30 menjadi 6,4o
dan umur hilal dari 5 jam menjadi 9 jam yang diberlakukan
mulai awal Ramadhan 1443 H/2022 M..

5. Analisis Data
Pengelolaan data, pengelolaan data dapat diartikan
sebagai rangkaian proses pengolaan data yang diperoleh lalu
ditafsirkan sesuai dengan tujuan, rancangan, dan sifat
penelitian. Metode pengolaan data dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Penelitian ini akan mengumpulkan data-data konkret
dan akurat serta bahan pertanggungjawaban ilmiah terhadap
hasil penelitian ini. Dalam menganalisis data yang telah
diperoleh pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode
analisis deskriptif dengan pola induktif. Artinya merumuskan
contoh-contoh kongkrit dan fakta-fakta menjadi sebuah suatu
kesimpulan. Dengan kata lain, menarik sejumlah kesimpulan
menggunakan cara berfikir teoritis.17 Penerapannya, peneliti
akan merumuskan hasil kumpulan data tentang penerapan
kriteria Imkan Rukyat Baru MABIMS dan Respon para ketua
atau aktifis Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama (LF PCNU) yang berada di wilayah Jawa Tengah.

17
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2010), 59.
Proses ini melibatkan langkah-langkah seperti:
1. Pengumpulan Data: Mengumpulkan data observasi
dari lembaga falakiyah yang terdiri dari hasil
wawancara, catatan-catatan astronomi, perhitungan
atau pengukuran posisi benda langit, dan data lainnya
yang berkaitan dengan aktivitas penentuan awal bulan
kamariyah.
2. Preprocessing Data: Menyiapkan data untuk analisis
dengan memastikan data siap untuk diproses.
3. Eksplorasi Data: yaitu mengumpulkan, memahami dan
menganalisis, data yang dikumpulkan sebelum
melakukan analisis yang lebih mendalam. Ini adalah
langkah awal yang penting dalam proses penelitian
karena membantu peneliti untuk mendapatkan
wawasan yang lebih baik tentang pemahaman LF
PCNU dalam menanggapi Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS
4. Analisis Pola: Menerapkan teknik analisis data seperti
analisis regresi, analisis cluster, time series analysis,
atau teknik lainnya untuk mengidentifikasi pola atau
tren dalam respons lembaga falakiyah terhadap
fenomena astronomi tertentu.
5. Interpretasi Hasil: Menganalisis pemahaman lebih
lanjut tentang bagaimana lembaga falakiyah bereaksi
terhadap peristiwa perubahan ketentua criteria imkan
rukyat MABIMS menjadi Imkan Rukyat Baru
MABIMS dan faktor apa saja yang mempengaruhi
respons mereka, dan implikasi dari respons tersebut.
6. Pelaporan dan Komunikasi: Mengkomunikasikan hasil
analisis kepada pemangku kepentingan terkait, baik itu
dalam bentuk laporan tertulis, presentasi, atau bentuk
komunikasi lainnya.
Analisis data ini dapat membantu dalam memahami
perilaku dan keputusan yang diambil oleh lembaga
falakiyah, serta dapat memberikan wawasan yang berharga
dalam konteks ilmu falak dan pengamatan astronomi
tradisional.

E. Sistematika Pembahasan
BAB I berisi pendahuluan. Pendahuluan ini akan
memaparkan permasalahan yang menjadi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka
yang berhubungan dengan pembahasan utama, metode penelitian
yang di dalamnya berisi jenis dan pendekatan penelitian, sumber
data, teknik pengumpulan data, teknis analisis data, dan sistematika
pembahasan.
BAB II berisi tentang tinjauan umum tentang Konsep
Visibilitas Hilal yang menjelaskan kriteria hilal yang kemungkinan
bisa dilihat menurut pakar astronomi khususnya di negara-negara
yang tergabung dalam MABIMS. Dalam bab II ini juga akan
dijelaskan lebih rinci tentang MABIMS, Konsep Imkan Rukyat
MABIMS, Konsep Imkan Rukyat Baru MABIMS, serta pandangan
hukum Islam terhadap penentuan awal bulan kamariyah, termasuk
fatwa-fatwa ulama terkait penentuan awal bulan kamariyah.
BAB III berisi tentang Tinjauan Umum Nahdlatul Ulama,
Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LF PCNU)
di wilayah Jawa Tengah, termasuk dijelaskan pula profil responden,
peran dan fungsimya dalam hal penentuan awal bulan kamariyah.
Metode yang digunakan LF PCNU di wilayah Jawa Tengah dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah, serta Respons LF PCNU di
Wilayah Jawa Tengah terhadap Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS.
Pada bab IV membahas isi dari thesis ini yaitu menganalisis
sejauh mana kebijakan atau praktik LF PCNU sesuai dengan
landasan hukum dan pedoman yang sekarang diberlakukan
Kementerian Agama yaitu menganut criteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS serta Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
sikap dan respons LF PCNU terhadap penentuan awal bulan
tersebut.
Sedangkan di BAB V adalah penutup. Penutup berisi
tentang rangkuman temuan utama penelitian dan menjawab
pertanyaan penelitian tentang respons Lembaga Falakiyah PCNU.
Serta Rekomendasi yaitu menyajikan rekomendasi untuk
penyempurnaan atau perbaikan dalam praktik dan kebijakan LF
PCNU.
.
F. Rencana Daftar Isi
Adapun rencana daftar isi dalam penelitian ini adalah;
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Kajian Pustaka
E. Metode Penelitian
BAB II : Konsep Visibilitas Hilal
A. Visibilitas Hilal
B. MABIMS
C. Imkan Rukyat MABIMS
D. Imkan Rukyat Baru MABIMS
E. Pandangan hukum Islam terhadap penentuan awal
bulan kamariyah
BAB III :Problematika Kriteria Imkan Rukyat Baru
MABIMS
A. Tinjauan Umum Nahdlatul Ulama
B. Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama (LF PCNU) di wilayah Jawa Tengah,
C. Profil Responden, Peran dan Fungsimya dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariyah.
D. Metode LF PCNU dalam Penentuan Awal Bulan
Kamariah.

BAB IV : Anaslisa Respon Lembaga Falakiyah PENGURUS


Cabang Nahdlatul Ulama (LF PCNU) di Wilayah
Jawa Tengah Terhadap Imkan Rukyat Baru di
Indonesia
A. Kebijakan dan Praktik LF PCNU dalam Penentuan
Awal Bulan Hijriyah.
B. Analisa Respon Lembaga Falakiyah Pengurus
Cabang Nahdlatul Ulama (LF PCNU) Di wilayah
Jawa Tengah Terhadap Imkan Rukyat Baru
MABIMS.
BAB V : Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin Yusmar, “Penanggalan Bugis-Makassar Dalam Penentuan


Awal Bulan Kamariah Menurut Syariah Dan Sains,” Hunafa, Vol.
5, No.3, 2008, 281.
Susiknan Azhari, “Ensiklopedi Hisab Rukyat” (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), 183.
Ahmad Izzuddin, “Ilmu Falak Praktis: Metode Hisab-Rukyat Dan
Solusi Permasalahannya.”, 92.
Muhyiddin Khazin, “Kamus Ilmu Falak” (Yogyakarta: Buana Pustaka,
2005), 35.
Thomas Djamaluddin adalah astronom dan peneliti yang menjabat
sebagai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional sejak 7 Februari 2014 hingga 1 September 2021.
Sebelumnya, ia menjabat sebagai Deputi Bidang Sains,
Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN dari tahun
2011. https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Djamaluddin diakses
pada 19 Maret 2024 pkl. 09.48 WIB
Thomas Djamaluddin, “Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat”
(Bandung: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, 2011),
10–11.
https://www.mabims.gov.bn/SitePages/Pengenalan.aspx
Lihat Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia (Menyatukan
NU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan Idul
Fitri dan Idul Adha, (Jakarta: Erlangga, 2007), 158
Thomas Djamaluddin, Naskah Akademik Usulan Kriteria Astronomis
Penentuan Awal Bulan Hijriyah, pada
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/04/19/naskah-
akademik-usulan-kriteria-astronomis-penentuan-awal-bulan-
hijriyah/ diaksestanggal 17 Oktober 2022, pukul 20:56 WIB.
Ahmad Fadholi, Akseptabilitas Draf Kriteria Baru Penentuan Kalender
Hijriah oleh Ahli Ilmu Falak Ormas Islam di Indonesia, Disertasi
tidak diterbitkan, (Semarang: UIN Walisongo, 2019).
Novi Harijatul Mufidoh, Problematika Implementasi Rekomendasi
Jakarta 2017 Tentang Penyatuan Kalender Global Hijriah
Tunggal Di Indonesi, Tesis tidak diterbitkan, (Semarang: UIN
Walisongo, 2021).
Suhardiman, Kriteria Visibilitas Hilal dalam Penetapan Awal Bulan
Kamariah di Indonesia, Artikel Journal Khatulistiwa : 2013
Nana, Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. hlm. 72
Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka
(face to face) antara pewawancara (interview) tentang masalah
yang diteliti.
Soedjono dan Abdurrahman, “Metode Penelitian; Suatu Pemikiran Dan
Penerapan.”, 56.
Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D”
(Bandung: Alfabeta, 2017), 137.
Soedjono dan Abdurrahman, “Metode Penelitian; Suatu Pemikiran Dan
Penerapan.”, 56.
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2010), 59.

Anda mungkin juga menyukai