Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Rukyah al-hilal merupakan sebuah kegiatan melihat atau mengamati hilal di kaki
langit pada saat matahari terbenam menjelang pergantian bulan qamariah-khususnya
menjelang bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Apabila hilal terlihat , maka pada
petang (magrib) waktu setempat telah memasuki bulan baru berikutnya. Namun
demikian, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Salah satunya akibat jarak waktu antara
antara ijtimak dengan terbenamnya matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah/teori
hilal mustahil terlihat. Terkadang pula secara hisab hilal sudah diatas ufuk namun tidak
tampak oleh pandangan mata manusia.

Menurut pandangan mazhab rukyah bahwa masuknya bulan baru ditandai


dengan tampaknya hilal oleh mata manusia. Sehingga kalau tidak tampak tidak disebut
hilal, karena hilal ialah berupa cahaya bulan yang berbentuk sabit tipis yang terlihat di
ufuk barat saat matahari terbenam setelah terjadinya konjungsi. Hilal tidak hanya
dalam angan-angan /pemikiran, dan tidak hanya di dalam dugaan/keyakinan. Untuk
mengetahui adanya penampakan hilal, diperlukan upaya-upaya observasi, pengamatan,
atau rukyah di lapangan.

Disini penulis akan membahas mengenai perhitungan hisab awal bulan


qamariyah dan praktik rukyah hilal.

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Irtifa’ul Hilal


Pembahasan awal bulan dalam Ilmu Falak adalah menghitung waktu
terjadinya ijtima’ (konjungsi), yakni posisi matahari dan bulan memiliki nilai
bujur astronomi yang sama, serta menghitung posisi bulan (irtifaul hilal) ketika
matahari terbenam pada hari terjadinya konjungsi itu.1
Istilah irtifa’ secara etimologi berasal dari bahasa arab, yakni dari suku
kata irtafa’a – yartafi’u – irtifa’an ‫إرﺗﻔﺎﻋﺎ‬-‫ ( إرﺗﻔ – ﻊ ﻳﺮﺗﻔﻊ‬Dalam kamus Al Munawir,
lafadz irtifa’an mempunyai arti yang sama dengan lafadz ‫ اﻟﻌﻠّﻮ‬yang bermakna
ketinggian. Sedangkan hilal dalam pengertiannya, di dalam berbagai literatur
klasik maupun maupun kontemporer telah banyak dijelaskan tentang pengertian
hilal. Dalam kamus al-Munawir, kata hilal dijelaskan dengan makna yang lebih
umum, di sana hilal memiliki dua belas makna.2 Makna-makna tersebut adalah:
bulan sabit, bulan yang terlihat pada awal bulan, curah hujan, permulaan hujan,
air sedikit, warna putih pada pangkal kuku, unta yang kurus, kulit kelongsong
ular, debu, ular jantan, anak muda yang bagus.

Jadi irtifa’ul hilal adalah merupakan tarkib idlofi (terdiri dari mudlof,
yakni irtifa’ dan mudlof ilaih, yakni hilal). Dari kedua pengertian lafadz di atas,
dapat diketahui bahwa pengertian irtifa’ul hilal adalah ketinggian dari bulan
pada hari pertama bulan hijriyah. Irtifaul hilal menjadi sangat penting dalam
menentukan awal bulan qamariyah. Keberadan irtifaul hilal sangat mepengaruhi
terhadap penentuan awal bulan qamariyah. Jika hilal sudah mencapai pada
ketinggian yang mungkin dapat dilihat (imkanurrukyah), maka kemungkinan
besar malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal satu bulan
baru. Hal ini sesuai dengan fungsi hilal sebagai tanda telah masuknya bulan
qamariyah baru. 3

Tinggi hilal bertanda positif apabila ia berada di atas ufuk. Demikian


bertandaa negatif apabila ia berada di bawah ufuk. Sedangkan untuk
mendapatkan tinggi hilal mar’i harus dilakukan koreksi dengan Parallaks bulan

1 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik,( Yogyakarta: Buana Pustaka), hlm. 3
2
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), hlm. 554
3
Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta : Gaung Persada, 2009), hlm. 150

2
(dikurangkan), semidiameter bulan (ditambahkan), refraksi (ditambahkan), dan
kerendahaan ufuk (ditambahkan). 4

Munculnya hilal dari ufuk tidak serta merta bisa dikatakan sebagai tanda
atas pergantiannya bulan, hal ini dikarenakan kreteria hilal adalah tampaknya
oleh mata. Walaupun hilal sudah muncul dari ufuk, terkadang mata tidak dapat
melihat hilal tersebut. Oleh karena itu untuk mengetahui irtifa’ul hilal, perlu
diperhatikan posisi ketinggian matahari, posisi ketinggian hilal, umur bulan saat
matahari terbenam dan pencahayaan bulan.

a. Posisi Ketinggian Matahari


Matahari sebagai sumber cahaya yang dipentulkan kepermukaan bulan
maupun bumi. Pada saat bulan sabit, hanya sedikit bagian bulan yang
tercahayai matahari. Intensitas pencahayaan hilal masih sangat rendah dan
sinar matahari sangat mempengaruhi hasil pengamatan kenampakan hilal.
Untuk itu ketinggian matahari harus diperhatikan. Karena dengan ketinggian
tersebut dapat membantu perhitungan dan pengamatan hilal dengan cermat
dan tepat.
b. Posisi Ketinggian Hilal

Hilal merupakan fase bulan sabit termuda yang dapat diamati dengan
mata kepala manusia tanpa alat bantu. Cahaya yang dipantulkan hilal ke bumi
berasal dari pantulan sinar matahari ke permukaan bulan. Manusia
mempunyai ambang batas dalam menerima jumlah foton cahaya. Pada saat
mata berusaha mencari dan memandang hilal yang tenggelam dalam cahaya
redup pupil mata akan menciut sebab langit masih terang. Itu terjadi secara
reflek, yang bisa terjadi kesalahan dalam mengamati hilal. Pengamatan segera
setelah terjadi konjungsi, lokasi munculnya hilal tidak jauh dari terbenamnya
matahari, berada disekitar cahaya senja, dekat dengan horizon, sehingga perlu
difokuskan konsentrasi pengamatan. Waktunya sangat singkat antara 30 - 60
menit dari terbenamnya matahari. Dan karena berbagai kendala alam maupun
keterbatasan manusia yang melakukan pengamatan, tidak semua hilal yang
berada di atas ufuk bisa diamati.

4
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, (Yogjakarta : Penerbit Buana Pustaka,)
Cet Ketiga, hlm. 142

3
Dalam teori ketinggian hilal terdapat minimum ketinggian supaya bisa
dilihat, disamping persyaratan lainnya. Jadi garis penanggalan hijriyah ini
adalah garis ketika hilal berada diketinggian minimum sehingga mempunyai
peluang hilal bisa dilihat. Menurut kriteria yang disepakati pada Konfrensi Al-
Manak Islam pada tahun 1978 di Istanbul Turki, ketinggian minimum hilal
adalah 5o (lima derajat), adapula yang memberi batasan minimum 2o (dua
derajat) sebagaimana dipakai oleh Departemen Agama.39 Dan yang menjadi
syarat mutlak kenampakan hilal adalah posisinya harus positif di atas ufuk.
Hasil dari penghitungan secara astronomi modern dapat diperlihatkan dalam
bentuk gambar dan diketahui untuk seluruh wilayah baik penghitungan
tersebut yang menghasilkan ketinggiannya positif maupun negatif, dengan
menganalisis lebih jauh wilayah yang berketinggian positif.

Di bawah ini akan sedikit dibahas mengenai definisi dari data-data


yang diperlukan dalam perhitungan awal bulan Qamariyah

a. Mukus adalah jarak atau busur sepanjang lintasan harian bulan diukur
dari titik pusat bulan ketika matahari terbenam sampai titik posisi bulan
terbenam. Mukus ini dapat digunakan untuk mengetahui waktu rata-rata
lama hilal di atas ufuk setelah matahari terbenam. 5
b. Kerendahan ufuk atau Dip (kedalaman) yaitu perbedaan kedudukan
antara ufuk yang sebenarnya (hakiki) dengan yang terlihat (mar’i) oleh
pengamat. Setiap orang yang mengamati benda-benda langit, termasuk
matahari dan bulan, matanya tidak akan tepat di permukaan bumi
ataupun di permukaan air laut, melainkan ada pada ketinggian tertentu
diatasnya (umpamakan titik m). Dari titik m ini dibuat garis lurus sejajar
dengan bidang horizon atau tegak lurus pada garis vertikal (garis yang
menuju zenith) menuju Hk. Garis atau bidang inilah yang disebut ufuk
hakiki yang jaraknya dari zenith sebesar 90 derajat. Sementara ufuk
yang tampak di lapangan adalah batas persinggungan antara pandangan
mata dengan permukaaan bumi atau permukaan air laut, yang disebut

5 Muhyiddin khazin, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, hlm. 139

4
dengan ufuk mar’i. Dengan demikian ufuk mar’i lebih rendah daripada
ufuk hakiki.6
c. Parallaks atau ikhtilaful mandzar adalah beda lihat, yakni beda lihat
terhadap suatu benda langit bila dilihat dari titik pusat bumi dengan
dilihat dari permukaan bumi. Parallaks ini diformulasikan dengan
besarnya suatu sudut antara dua garis yang ditarik dari benda langit
yang bersangkutan ke mata peninjau di permukaan bumi. Parallaks ini
berubah-ubah harganya setiap saat tergantung pada jarak antara benda
langit yang bersangkutan dengan bumi dan tergantung pula dengan
ketinggian benda langit dari ufuk. Semakin jauh jaraknya, semakin kecil
harga parallaksnya. Ketika benda langit berada di titik kulminasi maka
harga parralaksnya nol. Apabil sutu benda langit berada di horizon atau
ufuk maka parralaksnya disebut Horizontal Parallaks.
d. Azimut adalah busur pada horizon yang diukur mulai dari titik utara
kearah timur searah dengan jarum jam. Besarnya 0 derajat sampai 360
derajat.
e. Ascensio Recta adalah Busur pada ekuator yang diukur dari aries kearah
yang berlawanan dengan peredaran aries.
f. Deklinasi adalah busur pada lingkaran deklinasi yang diukur dari
ekuator kearah KLU dan KLS.
g. Sudut waktu adalah setiap lingkaran sudut yang membuat lingkaran
sudut dengan lingkaran meridian. Semua benda langit yang berada pada
lingkaran waktu yang sama berlaku ukum bahwa jarak waktu yang
memisahkan mereka dari kedudukan mereka sewaktu berkulminasi
adalaah sama.

B. Perhitungan Awal Bulan Ramadhan 1440 H/ 2019 M

Data-data yang dibutuhkan :


Markaz = Pelabuhan Kendal
Lintang φx = -6° 55’ 4,21” LS

6
Ibid.

5
Bujur λx = 110° 17’ 13,18” BT
Tinggi Tempat = 10 MDPL
1. Ijtimak
FIB terkecil terjadi pada tanggal 4 mei 2019 pada pukul 23 GMT = 0,00161
a. ELM 23 GMT : 44° 11’ 60”
ELM 24 GMT : 44° 14’ 25”
Sabaq matahari perjam : 0° 02’ 25”
b. ALB 23 GMT : 44° 17’ 48”
ALB 24 GMT : 44° 50’ 19”
Sabaq bulan perjam : 0° 32’ 31”
(𝐸𝐿𝑀−𝐴𝐿𝐵)
c. Ijtima’ = jam FIB + + 7 jam WIB
𝑆𝐵−𝑆𝑀
(44° 11’ 60”−44° 17’ 48”)
= 23 + + 7 jam WIB
0° 32’ 31”−0° 02’ 25”

= 29 : 48 : 26,31 ( 4 mei 2019) atau


= 5 : 48 : 26,31 (5 mei 2019)

2. Posisi hilal

δo (deklinasi matahari jam 11 GMT) = 16° 14’ 16”


e ( equation of time jam 11 GMT ) = 0°3’ 16”
Kerendahan ufuk = 0° 1,76’ x√10 = 0° 05’ 33,94”
Refraksi = 0° 34’
Semi diameter = 0° 16’
ho (tinggi matahari saat terbenam/terbit) = - (ku + ref + sd )
= - 0° 55’ 33,94”
a. Sudut waktu matahari terbenam
cos to = -tan φx x tan δm + sin ho : cos φx : cos δm
= -tan -6° 55’ 4,21” x tan 16° 14’ 16” + sin - 0° 55’ 33,94” : cos -6° 55’ 4,21
: cos 16° 14’ 16” = 88° 56’ 48,95”
b. Waktu ghurub
= to : 15 + 12 - e + KWD( Koreksi Waktu Daerah)
= 88° 56’ 48,95” : 15 + 12 - 0°3’ 16” + (( 105 - 110° 17’ 13,18”) :15)
= 17 : 31 : 22,38
c. Azimuth matahari saat ghurub
Cotan Ao = - sin φx : tan to + cos φx x tan δm : sin to

6
= - sin -6° 55’ 4,21” : tan 88° 56’ 48,95” + cos -6° 55’ 4,21” x tan 16° 14’ 16”
: sin 88° 56’ 48,95” = 73° 45’ 16,9”
= 360° - 73° 45’ 16,9”
AZo = 286° 14’ 43,1” UTSB
d. Sudut Waktu bulan
ARO 10 GMT = 42° 10’ 19”
ARO 11 GMT = 42° 12’ 43”
Ta’dil = A - (A-B) X C : I
= 42° 10’ 19” – (42° 10’ 19” - 42° 12’ 43”) X 0° 31’ 22,38” : 1
= 42° 11’ 34,3”
ARC 10 GMT = 49° 01’ 51”
ARC 11 GMT =49° 33’ 56”
Ta’dil = A - (A-B) X C : I
= 49° 01’ 51” – (49° 01’ 51” - 49° 33’ 56”) X 0° 31’ 22,38” : 1
= 49° 18’ 37,55”
tc = ARO - ARC + tO
= 42° 11’ 34,3” - 49° 18’ 37,55” + 88° 56’ 48,95”
= 81° 49’ 45,7”
e. Tinggi hilal hakiki
δc 10 GMT = 13° 37’ 13”
δc 11 GMT = 13° 47’ 09”
Ta’dil = A - (A-B) X C : I
= 13° 37’ 13” – (13° 37’ 13” - 13° 47’ 09”) X 0° 31’ 22,38” : 1
= 13° 42’ 24,64”
Hilal hakiki (hc) = sin φx x sin δc + cos φx x cos δc x cos tc
= sin -6° 55’ 4,21” x sin 13° 42’ 24,64” + cos -6° 55’ 4,21” x cos 13°
42’ 24,64” x cos 81° 49’ 45,7” = 6° 13’ 49,86”
f. Tinggi hilal mar’i
HP 10 GMT = 0° 56’ 44”
HP 11 GMT = 0° 56’ 45”
Ta’dil = A - (A-B) X C : I
= 0° 56’ 44”- (0° 56’ 44” - 0° 56’ 45”) X 0° 31’ 22,38” : 1
= 0° 56’ 44,52”
Ph = HP X Cos hc

7
= 0° 56’ 44,52” x cos 6° 13’ 49,86”
= 0° 56’ 24,41”
SD 10 GMT = 0° 15’ 27,57”
SD 11GMT = 0° 15’ 27,94”
Ta’dil = A - (A-B) X C : I
= 0° 15’ 27,57” – (0° 15’ 27,57” - 0° 15’ 27,94”) X 0° 31’ 22,38” : 1
= 0° 15’ 27,76”
Refraksi untuk menambah tinggi hilal hakiki
Ref 6° 12’ = 0° 08,1’
Ref 6° 22’ = 0° 07,9’
Ta’dil = A - (A-B) X C : I
= 0° 08,1’ (0° 08,1’ - 0° 07,9’) x 0° 31’ 22,38” : 10
= 0° 08’ 05,37”
h’c = hc – Ph + SD + ref + Ku
= 6° 13’ 49,86” - 0° 56’ 24,41” + 0° 15’ 27,76” + 0° 08’ 05,37” + 0° 05’
33,94”
= 5° 46’ 32,52”
g. Mukuts/ lama hilal di atas ufuk
= h’c : 15
= 5° 46’ 32,52” : 15
= 0j: 23m : 06,17d

h. Azimuth bulan (Ac)


Cotan AC = - sin φx : tan tc + cos φx x tan δc : sin tc
= - sin -6° 55’ 4,21” : tan 81° 49’ 45,7” + cos -6° 55’ 4,21” x tan 13° 42’
24,64” : sin 81° 49’ 45,7” = 75° 19’ 25,68”
= 360° - 75° 19’ 25,68”
= 284° 40’ 34, 32”
i. Posisi hilal
AO- AC = 286° 14’ 43,1” - 284° 40’ 34, 32”
= 1° 34’ 08,78” sebelah selatan matahari ( miring ke selatan)
j. Elongasi
Cos elongasi = sin ho x sin h’c + cos ho x cos h’c x cos ph

8
= sin - 0° 55’ 33,94” x sin 5° 46’ 32,52” + cos - 0° 55’ 33,94” x cos
5° 46’ 32,52” x cos 0° 56’ 24,41”
=6° 46’ 01,99”
k. Umur hilal
Waktu ghurub – waktu ijtima’
17° 31’ 22,38” - 5 : 48 : 26,31 = 11j 42m 56,07d

Ijtima’ akhir Sya’ban 1440 H, terjadi hari Ahad 5 Mei 2019 M pukul 5: 48 : 26,31
WIB. Situasi hari ahad Kliwon tanggal 5 Mei 2019 M/ 29 Sya’ban 1440 H adalah sebagai
berikut :

1. Matahari terbenam =17:31:22,38 WIB


2. Azimuth Matahari =286° 14' 43,1"
3. Azimuth Hilal = 284° 40' 34,32"
4. Tg Hilal Hakiki = 6° 13' 49,86"
5. Tg Hilal Mar'i = 5° 46' 32,52"
6. Posisi Hilal = 1°34' 08,78" ( Sebelah selatan Matahari
terbenam) hilal miring ke selatan
7. Lama Hilal = 0 J 23 M 06,17 D
8. Bulan/ hilal terbenam = 17j 54m 28,55d
9. Elongasi = 6° 46' 01,99"
10. Umur hilal = 11j 42m 56,07d
11. Hilal Terbenam = 17:54: 28,55 WIB

Berdasarkan Kriteria MABIMS yang digunakan oleh Kementerian Agama RI, maka
hilal dimungkinkan terlihat pada hari Ahad Kliwon tanggal 5 Mei 2019.

B. Praktik Rukyahtul Hilal Dengan Theodolite


Theodolite adalah sebuah alat ukur canggih untuk menentukan suatu posisi dengan
tata kordinat horizon secara digital. Bila yang diukur posisinya adalah sebuah bintang
di langit, data yang dibutuhkan adalah tinggi dan azimuth. Sesuai hasil perhitungan
diatas tinggi hilal Mar’i 5° 46' 32,52" dan azimuth hilal nya adalah 284° 40' 34,32".
Adapun cara penggunan theodolit adalah sebagai berikut :
1. Pasang theodolite secara benar, yakni posisi tegak lurus dan pasang lotnya.
Perhatikan waterpass-nya dalam segala arah. Hal ini penting, sebab bilamana

9
tidak tegak lurus tentu akan menghasilkan informasi atau hasil yang tidak
benar.
2. Pasang filer lensa bilamana ada.
3. Hidupkan theodolite dalam posisi bebas tidak terkunci.
4. Tentukan waktu pembidikan. Pastikan bayangan teleskop theodolite
sepenuhnya jatuh pada lingkaran dibawah teleskop lalu bidik matahari.
5. Kunci theodolite, kemudian nolkan !
6. Lepaskan kunci putar ke kanan sesuai dengan bilangan titik utara yang
dihitung sesuai waktu bidik matahari. Kemudian kunci dan nolkan (theodolite
sudah mengarah ke titik utara sejati).
7. Lepaskan kunci lalu putar theodolite hingga mencapai nilai azimuth hilal saat
matahari terbenam, kemudian kunci.
8. Naikkan lensa theodolite sesuai dengan tinggi mar’i bulan . Sehingga
theodolite benar-benar telah mengarah ke bulan (hilal)

10
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan rukyah hilal di Pelabuhan Kendal pada hari Ahad
Kliwon tanggal 5 Mei 2019 penulis dapat simpulkan bahwa tidak ada satu pun
peserta rukyah hilal di tempat tersebut yang melihat hilal. Meskipun demikian, 1
Ramadhan tetap jatuh esok harinya Senin Legi 6 Mei 2019. Hal ini berdasarkan
kesaksian Sembilan petugas yang melihat hilal. Hilal tersebut terpantau terlihat
di wilayah Jawa Timur mencakup Bangkalan, Gresik, Lamongan. Selanjutnya di
wilayah Makassar, Sulawesi Selatan; Brebes, Jawa Tengah dan Sukabumi, Jawa
Barat.
B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kebaikan bersama.

11

Anda mungkin juga menyukai