Anda di halaman 1dari 5

A.

Waktu Puasa
Allah SWT. telah memilih bulan Ramadhan, yaitu bulan
diturunkannya Al-Qur’an untuk berpuasa pada bulan itu kaum muslimin
diperintahkan berpuasa pada siang hari dan berlaku pada malam harinya.
Untuk mengetahui mulainya puasa atau 1 hari bulan Ramadhan. Allah SWT.
dan Rasul menunjukkan jalannya, yaitu melihat bulan. Sebagaimana dalam
firman Allah SWT. dalam S. al-Baqarah ayat 185:

‫ِ َﻣﻦ ْاﻟﻬُﺪَى‬ ‫ﺎس‬


ِ ‫ﻨ‬5‫ى ِﻟﻠﱠ‬ ً ‫ُهﺪ‬ ِ‫ِﻓﻴﻪ‬ ‫َﺷ ْﻬُﺮ َ َﻀﺎنَ ُ ْأ ِﻧﺰ َل‬
‫َوَﺑﱢﻴَﻨﺎ ٍت‬ ‫ﻘﺮْﺁ ُن‬5ُ‫ﻟ‬5ْ‫ا‬ ‫اﻟﱠِﺬي‬ ‫ر‬
‫َﻣ‬
185( :‫ﻴﺼُﻤﻪ )اﻟﺒﻘﺮة‬َْ
ْ ‫َﻓﻠ‬
َ‫َو ْاﻟُﻔ ْﺮ َﻓﻤَ َ ِﺪ‬
‫ﻨُﻜﻢُ اﻟﺸﱠ‬5ْ‫ﺷﻬ ِﻣ‬
‫ْﻬَﺮ‬ ‫ﻗَﺎ ْﻦ‬
‫ِن‬
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).
Karena

25
Hamka, Tafsir al Azhar, juz VIII, (Jakarta: PT. Pustaka Pandji Mas, 1984), hlm. 210.
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahresey, Terjemahan Singkat Ibnu Katsier, Jilid III,
26

(Surabaya; PT. Bina Ilmu, 1986), hlm. 396.


itu, barang siapa diantara kamu hadir (…tempat tinggalnya) di
bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa) Q.S. Al Baqarah: 185.27

Quraish Shihab berpendapat bahwa uraian al-Qur'an tentang


puasa Ramadhan, ditemukan dalam surat Al Baqarah ayat 183, 184, 185
dan 187, ini berarti bahwa puasa Ramadhan itu diwajibkan setelah Nabi
saw, tiba di Madinah, karena Ulama’ al-Qur'an sepakat bahwa surat Al
Baqarah turun di Madinah. Para sejarawan menyatakan bahwa kewajiban
melaksanakan puasa Ramadhan ditetapkan oleh Allah Swt pada 10
Sya’ban tahun kedua Hijrah. Uraian al-Qur'an tentang kewajiban puasa
di bulan Ramadhan, dimulai dengan satu pendahuluan yang mendorong
umat Islam untuk melaksanakannya dengan baik, tanpa sedikit kesalahan
pun.28
Dalam ayat di atas secara jelas menyatakan bahwa orang mulai
berpuasa sesudah melihat bulan dalam arti sesudah masuk bulan
Ramadhan dan bukan dalam arti sesudah tiap-tiap kita melihat bulan.
Begitu juga dengan hendak berhari raya karena dalam melakukan cara
ru’yah cukup dengan satu keterangan satu saksi saja. Saksi seorang
muslim telah cukup syarat untuk mulai berpuasa tetapi jika ada dua atau
lebih saksi yang mengaku melihat bulan itu adalah lebih baik dan afdhol.
Menurut istilah fiqh ru’yah adalah melihat bulan untuk
menetapkan satu hari bulan Ramadhan sebagai tanda mulai puasa, dan
satu hari bulan Syawal untuk berhari raya. Sedangkan istilah hisab yaitu
menetapkan satu hari bulan Ramadhan dan satu hari bulan Syawal
menurut perhitungan ilmu falak (hisab).29
Dengan demikian untuk mengetahui jatuhnya waktu puasa dapat
dilakukan dengan melihat bulan (ru’yah) dan dengan ilmu falak (hisab)

B. Keringanan Puasa
Puasa Ramadhan diwajibkan bagi tiap mukmin yang aqil (yang sudah
dapat membedakan sendiri antara yang baik dan buruk). Baligh (sudah
dewasa
27
R.H.A.Soenarjo, SH. et all, Op.Cit., hlm. 45.
28
M. Quraish Shihab, MA, Wawasan al-Qur'an, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), hlm.
523
29
H. Abdullah Siddik, SH. Op.Cit., hlm. 146.
dan qaddir dan sehat jasmani).30 Wajib dijalankan selama hayat dikandung
badan, dimanapun juga. Apabila seseorang atau sekelompok orang-orang
benar-benar tidak mampu atau sukar sekali untuk menjalankannya, baru
terbuka kelonggaran adalah mereka yang puasa itu menyiksa baginya. Kalau
diperinci orang-orang yang diberi kelonggaran adalah sebagai berikut: 31
1. Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan. Golongan ini dibebaskan
dan wajib puasa selama sakit atau selama musafir. Akan tetapi mereka
diwajibkan mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada
hari-hari lain.
2. Perempuan dalam haid (menstruasi), perempuan hamil dan perempuan
yang menyusui anak. Tapi mereka harus mengqodho lain-lain yang
mereka tiada berpuasa atau mereka membayar fidyah, bagi kedua
golongan yang terakhir ini.
3. Orang tua yang sudah lanjut umur tiada kuasa lagi berpuasa.
4. Orang sakit yang tidak ada harapan lagi sembuh dari sakitnya
5. Mereka yang bekerja berat dan karena berat kerjanya itu tidak kuasa
puasa, seperti pekerja-pekerja tombang, abang-abang becak, buruh-buruh
kasar di pabrik-pabrik dan di pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya.
Jadi bukan keinginan yang Allah SWT. tetapi keadaan yang benar-
benar tidak memungkinkan kita. Apabila terhalang mengerjakan puasa boleh
tidak berpuasa di bulan itu, untuk mengerjakannya sesudah halangan itu
lenyap. Atau mengganti hari-hari terlarang berpuasa di bulan tersebut
dengan hari-hari lain. Tetapi kalau halangan itu terus menerus sehingga
betul-betul tidak mampu mengganti hari-hari tidak berpuasa itu dengan hari-
hari lain, bolehlah ia mengganti tiap hari wajib puasa dengan memberi
sedekah makanan kepada orang miskin tiap-tiap hari sebanyak ¾ liter beras
satu dengan uang yang seharga dengan beras itu (fidyah)
Puasa itu wajib tetapi Islam tidaklah memberatkan dan menyaksikan
penganutnya, tapi untuk mewujud jalan baginya, di dunia dan di akhirat.

30
Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 149.
31
Nazaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993), hlm. 262.
Apabila suatu kewajiban yang dibebankan Islam benar-benar tidak terpikat
(sehingga benar-benar bersifat menyiksa) dengan sendirinya datang
kelonggaran. Disebutlah firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat
286:

…) ‫ﻻ ُﻳَ ﱢﻜﻠ ُﻒ ُﻪﱠﻠﻟاَﻧ ْﻔﺴ ًﺎ ِإﺎﻟ ُوْﺳَﻌﻬَﺎ ﻗﻠﻰ‬


( :‫اﻟﺒﻘﺮة‬
286
Artinya: “Allah SWT. tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya (Q.S. al-Baqarah: 286).32

Pada ayat terakhir S. Al Baqarah ialah lanjutan dan gambaran orang


yang beriman bersama Rasul itu. Dan mengandung pula sambutan Tuhan atas
permohonan ampun mereka jika terdapat kekurangan pada amal mereka. Allah
berfirman: memang tidaklah ada suatu perintah dan didatangkan oleh Tuhan
yang tidak akan terpikul oleh tiap-tiap diri. Tidak ada perintah yang berat,
apalagi kalau iman telah ada. Seumpama perintah sembahyang tidak sanggup
berdiri boleh duduk atau tidak sanggup duduk, boleh tidur. Tidak ada air
bolehlah tayamun. Puasa di dalam musafir dan sakit, boleh diganti di hari yang
lain.33
Bahwa dengan demikian puasa itu ialah untuk melindungi mu’min dan
kejahatan bukan untuk menyiksa atau memasukkannya. Karena itu anak juga
belum diwajibkannya puasa, namun demikian ia sudah dibiasakan sebagai
persiapan dan latihan untuk ketika aqil baligh, yang nantinya puasa sudah
menjadi kebiasaannya.

Anda mungkin juga menyukai