Puasa dari sudut bahasa bererti : Menahan diri daripada sesuatu sama ada kata-
kata ataupun makanan. Firman Allah taala menceritakan tentang Maryam.
ِإِّني َنَذ ْر ُت ِللَّرْح ٰم ِن َصْو ًم ا: قال تعالى
“Sesungguhnya aku bernazar untuk berpuasa kerana (Allah) Ar-rahman“.
(Maryam : 26)
Puasa disini bermaksud menahan diri dan berdiam diri daripada berkata-kata.
Puasa dari sudut syarak bererti : Menahan diri daripada perkara-perkara yang
membatalkan puasa bermula dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai
dengan niat.
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum
muslimin di seluruh dunia. Allah swt telah mewajibkannya kepada kaum yang
beriman, puasa merupakan amal ibadah klasik yang sebelum mewajibkan puasa
Ramadhan bagi kaum Muslimin tahun ke-2 hijriyah, Allah SWT telah
mensyariatkan puasa kepada para nabi terdahulu, tatkala Rasulullah Saw, beliau
sudah mengalami sembilan kali puasa Ramadhan.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
1. Puasanya kaum sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah
pahala. Misalnya puasanya para pendeta;
2. Puasa dari berkata-kata, sebagaimana praktek puasa kaum Yahudi, hal mana
yang telah dikisahkan Allah SWT dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :
)٢٦( َفُك ِلي َو اْش َر يِب َو َقِّر ي َعْيًنا َفِإَّم ا َتَر ِيَّن ِم َن اْلَبَش ِر َأَح ًد ا َفُقويِل ِإيِّن َنَذ ْر ُت ِللَّر َمْحِن َصْو ًم ا َفَلْن ُأَك ِّلَم اْلَيْو َم ِإْنِس ًّيا
“Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang
manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk
Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun pada hari ini".
3. Puasa dari seluruh atau sebagian dari perbuatan (bertapa), seperti puasa yang
dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian kaum Yahudi, dan puasa-
puasa golongan lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan
oleh masing-masing kaum itu sendiri.
4. Sementara kewajiban puasa bagi orang beragama Islam, mempunyai aturan
yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata
cara dan waktu pelaksanaannya. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan
kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek
kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.
Kewajiban puasa Ramadhan telah ada di dalam syariat umat-umat sebelum
umat Nabi Muhammad Saw, sebagaimana jelas di dalam ayat QS. Al-Baqarah:
183.
)١٨٣( َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ُك ِتَب َعَلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َعَلى اَّلِذيَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَعَّلُك ْم َتَّتُقوَن
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang-orang
sebelum kita adalah orang Nashrani, sebagian lain mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah ahlul kitab, sebagian yang lain mengatakan bahwa mereka
adalah semua manusia sebelum kita, mereka dahulu berpuasa Ramadhan penuh.
Lihat atsar-atsar mereka di dalam Tafsir Ath-Thabary ketika menafsirkan ayat
yang mulia ini.
Kemudian Ibnu Jarir Al-Thabari menguatkan bahwa pendapat yang paling dekat
adalah yang mengatakan bahwa mereka adalah ahlul kitab, dan beliau
mengatakan bahwa syariat puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan adalah
ajaran Nabi Ibrahim as, yang Rasulullah Saw dan ummatnya diperintahkan
untuk mengikutinya. (Lihat Tafsir Ath-Thabary, tafsir Surat Al-Baqarah:
183).Ibnu Jarir Al-Thabari, mengatakan syariat puasa pertama diterima oleh
Nabi Nuh as setelah beliau dan kaumnya diselamatkan oleh Allah SWT dari
banjir bandang. Nabi Daud as melanjutkan tradisi puasa dengan cara sehari
puasa dan sehari berbuka. Dalam pernyataannya Nabi Dawud as
berkata: “Adapun hari yang aku berpuasa di dalamnya adalah untuk mengingat
kaum fakir, sedangkan hari yang aku berbuka untuk mensyukuri nikmat yang
telah dikaruniakan oleh Allah SWT.” Pernyataan Nabi Dawud as tersebut
ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya yang berbunyi:
“Sebaik-baiknya puasa adalah puasa Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari
berbuka.” (HR. Muslim).
Nabi Musa as kemudian mewarisi tradisi berpuasa, menurut para ahli tafsir,
Nabi Musa as dan kaum Yahudi telah melaksanakan puasa selama 40 hari
sebagaimana dalam QS. Al Baqarah: 40:
)٤٠( َيا َبيِن ِإْس َر اِئيَل اْذُك ُر وا ِنْع َم َيِت اَّليِت َأْنَعْم ُت َعَلْيُك ْم َو َأْو ُفوا ِبَعْه ِد ي ُأوِف ِبَعْه ِد ُك ْم َو ِإَّياَي َفاْر َه ُبوِن
“Hai Bani Israilingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya aku penuhi janji-Ku
kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).”
Salah satunya jatuh pada tanggal 10 bulan Muharram yang dimaksudkan
sebagai ungkapan syukur atas kemenangan yang diberikan oleh Allah SWT dari
kejaran Firaun. Puasa 10 Muharram ini dikerjakan oleh kaum Yahudi Madinah
dan Rasul Saw menegaskan umat Islam lebih berhak berpuasa 10 Muharram
dari pada kaum Yahudi karena hubungan keagamaan memiliki kaitan yang lebih
erat dibandingkan dengan hubungan kesukuan. Untuk itu agar ada perbedaanya
maka Rasulullah Saw kemudian mensyariatkan puasa sunah setiap tanggal 9
dan 10 Muharram, selain untuk membedakan puasa kaum Yahudi, juga
ungkapan simbolik kemenangan kebenaran atas kebatilan.
Ibunda Nabi Isa as juga melakukan puasa yang berbeda dengan para
pendahulunya, yaitu dengan tidak berbicara kepada siapa pun saja. Allah SWT
berfirman:
)٢٦( َفُك ِلي َو اْش َر يِب َو َقِّر ي َعْيًنا َفِإَّم ا َتَر ِيَّن ِم َن اْلَبَش ِر َأَح ًد ا َفُقويِل ِإيِّن َنَذ ْر ُت ِللَّر َمْحِن َصْو ًم ا َفَلْن ُأَك ِّلَم اْلَيْو َم ِإْنِس ًّيا
“Maka jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah: ‘Sesungguhnya aku
telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Mahapemurah, maka aku tidak
akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini’.” (QS. Maryam:
26).
Keempat riwayat di atas merupakan sejarah puasa ummat yang memeluk
agama samawi yang menjadi rujukan disyariatkannya puasa dalam syariat
Islam. Adapun puasa agama ardhi (agama buatan manusia), kendati sama sekali
bukan rujukan namun mereka juga telah melakukan puasa dengan bentuk yang
berbeda-beda. Sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, Rasululullah Saw telah
memerintahkan kaum Muslimin puasa Hari Asyura pada setiap tanggal 9 dan 10
Muharram. Namun begitu perintah puasa Ramadhan tiba, puasa Asyura yang
sejatinya ditambah satu hari oleh Rasulullaah Saw menjadi puasa sunah.
Demikianlah sejarah disyriatkan puasa yang diwajibkan terakhir dan tetap
demikian hingga hari kiamat. (Lihat keterangan Ibnul Qoyyim dalam Zaadul
Ma'aad 2/30). Menurut Imam Ibnul Qoyyim ra mengatakan: “Tatkala
menundukkan jiwa dari perkara yang disenangi termasuk perkara yang sulit
dan berat, maka kewajiban puasa Ramadhan tertunda hingga setengah
perjalanan Islam setelah hijrah.” Ketika jiwa manusia sudah mapan dalam
masalah tauhid, sholat, dan perintah-perintah dalam Al-Qur’an, maka kewajiban
puasa Ramadhan mulai diberlakukan secara bertahap. Tingginya tingkat
kesulitan dalam melaksanakan puasa menjadikan syariat ini turun belakangan
setelah perintah haji, shalat dan zakat. Wajar jika kemudian ayat-ayat tentang
puasa Ramadhan turun secara berangsung-angsur, dalam dua tahap, yaitu:
Pertama, dalam bentuk Takhyiir (option) bahwa perintah wajib puasa
Ramadhan dengan pilihan. sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 183-184 yang
berbunyi:
ِم ٍت ِذ ِم ِل ِت ِت ِذ
)َأَّياًم ا َم ْع ُد وَدا َفَمْن َك اَن ْنُك ْم١٨٣ ( َيا َأُّيَه ا اَّل يَن آَم ُنوا ُك َب َعَلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك َب َعَلى اَّل يَن ْن َقْب ُك ْم َلَعَّلُك ْم َتَّتُقوَن
َم ِر يًض ا َأْو َعَلى َس َف ٍر َفِع َّد ٌة ِم ْن َأَّياٍم ُأَخ َر َو َعَلى اَّل ِذيَن ُيِط يُقوَنُه ِفْد َيٌة َطَع اُم ِم ْس ِكٍني َفَمْن َتَط َّو َع َخ ْيًر ا َفُه َو َخ ْيٌر َل ُه َو َأْن َتُص وُموا
)١٨٤( َخ ْيٌر َلُك ْم ِإْن ُكْنُتْم َتْع َلُم وَن
183. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” 184. “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka
Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Pada fase ini dimana kaum Muslimin boleh memilih berpuasa atau tidak
berpuasa, namun mereka yang berpuasa lebih utama dan yang tidak berpuasa
diharuskan membayar fidyah. Salamah bin Akwa’ berkata:
ِم ِك ِه ِد
َمْن َش اَء َص اَم َو َمْن َش اَء َأْفَطَر َفاْفَتَد ى ِبَطَع اِم ْس ٍني َح ىَّت ُأْن ِز َلْت-صلى اهلل عليه وسلم- ُك َّنا ىِف َرَم َض اَن َعَلى َعْه َرُس وِل الَّل
(َه ِذِه اآلَيُة (َفَمْن َش ِه َد ِم ْنُك ُم الَّش ْه َر َفْلَيُصْم ه
"Dahulu kami ketika di bulan Ramadhan pada zaman Rasulullah Saw,
barangsiapa yang ingin berpuasa maka boleh berpuasa, dan barangsiapa yang
ingin berbuka maka dia memberi makan seorang miskin, hingga turun ayat
Allah (yang artinya); Barangsiapa yang mendapati bulan (ramadhan) maka dia
wajib berpuasa". (HR.Bukhari: 4507, Muslim: 1145)
Kedua, dalam bentuk perintah Ilzaam (pengharusan) kewajiban berpuasa secara
menyeluruh kepada kaum Muslimin, dalam fase ini maka seorang muslim yang
terpenuhi syarat wajib puasa harus berpuasa dan tidak ada pilihan lain dengan
pengecualian bagi orang-orang yang sakit dan bepergian serta manusia usia
lanjut (renta) yang tidak kuat lagi untuk berpuasa sebagaimana yang tergambar
dalam QS. Al-Baqarah: 185:
َش ْه ُر َرَم َض اَن اَّلِذ ي ُأْنِز َل ِفيِه اْلُقْر آُن ُه ًد ى ِللَّناِس َو َبِّيَناٍت ِم َن اُهْلَد ى َو اْلُفْر َقاِن َفَمْن َش ِه َد ِم ْنُك ُم الَّش ْه َر َفْلَيُصْمُه َو َمْن َك اَن َم ِر يًض ا
ِل ِم ِع ِل ِب ِب ِع ِم ٍم
َأْو َعَلى َس َف ٍر َف َّد ٌة ْن َأَّيا ُأَخ َر ُيِر يُد الَّلُه ُك ُم اْلُيْسَر َو ال ُيِر يُد ُك ُم اْلُعْسَر َو ُتْك ُلوا اْل َّد َة َو ُتَك ِّبُر وا الَّلَه َعَلى َم ا َه َد اُك ْم َو َلَعَّلُك ْم
)١٨٥( َتْش ُك ُر وَن
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,
dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Awal mulanya kaum Muslimin berpuasa sekitar 22 jam karena setelah berbuka
mereka langsung berpuasa kembali setelah menunaikan shalat Isya, orang yang
tidur sebelum makan (berbuka puasa) atau sudah menunaikan shalat Isya maka
dia tidak boleh makan, minum, dan melakukan bersetubuh hingga hari
Kalo gini bakal repot kan? Nah, buat kamu yang belum tau
sejarah awal mula disyariatkannya puasa, kali ini satujam
akan nyoba bahas tentang salah satu ibadah wajib ini.
Penasaran? Yuk mari kita simak poin berikut.
1 Sejarah Disyariatkannya Puasa Ramadhan
mtfuna.ub.ac.id
Dari ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa puasa nggak dilakuin oleh umat
Nabi Muhammad aja Guys, umat Nabi-nabi terdahulu juga melakukan ini.
Cuma caranya aja yang agak sedikit berbeda. Setelah ayat ini turun, Puasa
ramadhan jadi kewajiban setiap muslim yang ada di seluruh dunia. Puasa
ini dilaksanakan selama satu bulan penuh, dengan memenuhi rukun dan
syarat yang telah ditetapkan.
Perbedaan yang mendasar antara puasa umat islam dengan umat yang
lain adalah adanya perintah makan sahur sebelum fajar. Dalam sebuah
riwayat Rasulullah S.A.W pernah bersabda: “Perbedaan antara puasa kita
dengan puasa ahli kitab adalah pada makan sahur…" (HR Muslim) Nah,
jadi tau kan? Kenapa kita dianjurkan buat sahur terlebih dahulu di pagi hari.
Salah satunya ini, agar memebedakan kita dengan umat lain. Selain itu,
Puasa yang dilakuin umat Muslim berlangsung selama satu bulan penuh di
bulan Ramadhan. Kalo ahli kitab beda, mereka melaksanakan puasa di
luar bulan Ramadhan. Dalam Hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah
S.A.W pernah bersabda: “…Sungguh, telah datang bulan Ramadhan,
bulan yang diberkati. Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk
berpuasa di dalamnya…" (HR Ahmad dan Nasa’i)