Anda di halaman 1dari 11

X F.

IBADAH IX

PUASA

1. Konsep Puasa

Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu Rukun Islam

Puasa dalam agama Islam (Ṣaum) artinya secara bahasa adalah ; menahan atau
diam dari berbicara (QS Maryam/19: 260 yang artinya:

... Katakanlah sesungguhnya aku telah bernazar untuk Tuhan Yang Maha Pemurah,
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun hari ini

Secara Terminologi Para Ulama mendefinisikan Puasa dengan; menahan dirii dari
makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, dengan
rukun dan syarat tertentu mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT

Manfaat Puasa Ramadhan Menurut Dalil Al-Qur'an & Hadis Nabi

Dari banyak riwayat Nabi tentang manfaat dan hikmah ibadah puasa, dengan
kesimpulkan terdapat manfaat puasayang antara lain adalah;.

a. Meningkatkan ketakwaan ( Al-Baqarah/2: 183)

b. Menghapus dosa;, Dari Abu Hurairah r a bahwa Nabi Muhammad SAW.


Bersabda;

Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan karena iman dan mengharap
pahala dari Allah maka dosanya pada masa lalu akan diampuni (H.R. Bukhari)

c. Mengendalikan keinginan, Dari Abdullah bin Mas'ud mengisahkan, bahwa Nabi


Muhammad SAW bersabda untuk memilih salah satu dari dua hal, yaitu;
Wahai pemuda, siapa yang mampu menikah, maka menikahlah, karena sungguh hal
tersebut lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan,
dan barangsiapa yang tidak mampu (menikah) maka hendaklah ia berpuasa, karena
(puasa menjadi) pengendali baginya.
(H.R. Bukhari)

d. Memperbanyak sedekah, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi SAW, Dari


Ibu Abbas, bahwa Nabi SAW adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada
bulan Ramadan
"Ketika ditemui Jibril, Rasulullah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.”
(Muttafaq Alaih)

e. Menyempurnakan ketaatan, dan mensucikan diri dari semua syahwat. Dan peduli
kepada sesama.Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda;
Jika bulan Ramadan datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka
ditutup, dan setan-setan dibelenggu. (H.R. Muslim )

f. Meningkatkan rasa syukur bahwa Allah memperlihatkan kasih sayang-Nya

Puasa Ramadan selama 29 hingga 30 hari sejatinya adalah bukti kasih sayang Allah
kepada makhluk-Nya. Di balik kewajiban mengerjakan ibadah ini, Allah memberikan
keringanan-keringanan bagi mereka yang tidak sanggup menjalaninya, entah karena
sakit atau dalam perjalanan (musafir).

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah/2: 185 yang artinya;


... Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (bilangan hari berpuasa
Ramadan) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. ” (QS. Al Baqarah: 185).

h. Mencegah Diri dari Perbuatan Maksiat

Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda yang artinya;


Puasa merupakan perisai. Ketika seorang muslim berpuasa, ia tidak boleh
mengeluarkan perkataan kasar atau meninggikan suara ketika marah. Jika ada
seseorang yang menghinanya, sebaiknya ia berkata, "aku sedang berpuasa
(H.R. Muslim)

Selain pengertian puasa di atas, ada beberapa hal penting lainnya menyangkut
puasa seperti rukun dan syarat puasa dan lain sebagainya

Rukun dan Syarat Puasa

a. Niat

Niat dan doa merupakan tahapan penting dalam menjalankan ibadah puasa. Niat
dilakukan sebelum menjalankan ibadah puasa

b. Menahan diri dari kegiatan makan, minum, bersetubuh, maupun hal-hal lain yang
membatalkan puasa.

Syarat wajib untuk menjalankan puasa yang baik dan benar.

1) Beragama Islam

2) Baligh atau telah mencapai umur dewasa

3) Mempunyai akal

4) Sehat jasmani dan rohani

5) Bukan seorang musafir atau sedang melakukan perjalanan jauh

6) Suci dari haid dan nifas

7) Mampu atau kuat melaksanakan ibadah puasa


2. Pensyariatan Puasa

Puasa Ramadhan disyariatkan di tahun kedua hijriah (623 Masehi), dua tahun
setelah Nabi tiba di Madinah. Selama di Makkah, tidak ada aturan terhadap umat
Islam khususnya untuk melaksanakan puasa, sebagaimana firman Allah SWT pada
QS. Al-Baqarah/2:183 yang artinya;

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Dan ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah mewajibkan puasa atas umat ini
sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelumnya. Lafadz (‫ )كتب‬dalam
ayat di atas bermakna (‫[ )فرض‬diwajibkan]. Puasa diwajibkan atas umat ini dan juga
umat-umat sebelumnya.

Sebagian ulama berkata tentang tafsir ayat di atas, Ibadah puasa diwajibkan bagi
para Nabi dan bagi umat mereka, sejak Adam hingga akhir zaman.

Allah menyebutkan yang demikian itu karena sesuatu yang berat untuk dikerjakan,
akan terasa mudah dan lebih menenangkan jiwa manusia jika dikerjakan oleh
banyak orang. Oleh karena itu, puasa diwajibkan atas seluruh umat manusia,
meskipun berbeda tata cara dan waktu pelaksanaannya.

Firman Allah SWT di atas juga menjelaskan bahwa melaksanakan puasa


Ramadhan adalah wajib hukumnya, hal tersebut adalah sebagai bentuk
pertanggungjawaban manusia kepada penciptanya secara langsung. Oleh karena
itu, orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena halangan tertentu harus
menggantinya pada hari yang lain, sesuai dengan firman Allah SWT pada QS.Al-
Baqarah/2: 184

(yaitu) dalam lebih dari satu hari yang tertentu. Maka barangsiapa satu diantara anda
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu terkecuali anda mengetahui." (QS. AL-Baqarah/2 :
184)
3. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Hal-hal yang Membatalkan Puasa Ramadhan dan Dalilnya

Hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut.

Makan dan Minum

a.Makan, minum, dan segala sesuatu yang masuk melalu lubang pada anggota tubuh
pada siang hari (waktu berpuasa), jika dilakukan secara sengaja, akan membatalkan
puasa. Makan dan minum selama puasa Ramadan hanya dapat dilakukan sebelum fajar
(waktu subuh) dan setelah matahari terbenam (magrib).

Dasarnya adalah QS. Al-Baqarah/2:187, ... Makan dan minumlah sampai waktu fajar
tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam ....

Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, Siapa yang lupa keadaannya sedang


berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan
puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu

. (H.R. al-Bukhari dan Muslim )

b. Hubungan Badan Waktu Puasa

Suami-istri yang melakukan hubungan seksual dengan sengaja di antara waktu fajar
terbit hingga matahari terbenam, berarti puasanya batal.

Suami-istri yang demikian, wajib mengganti puasa yang gugur itu di luar bulan
Ramadan. Selain itu, mereka mesti membayar kafarat salah satu dari tiga pilihan,
yaitu memerdekakan seorang budak, atau jika tidak mampu mesti berpuasa 2 bulan
berturut-turut, atau jika tidk mampu, memberi makan 60 orang miskin.

c. Muntah Disengaja Seseorang yang sengaja muntah, atau memasukkan benda ke


dalam mulut hingga muntah, batal puasanya. Sebaliknya, jika muntah itu tidak
disengaja, atau terjadi karena sakit, puasa tidak batal.

Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda;

Siapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan untuk mengganti
puasanya, dan siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengganti puasanya
(H.R-Tirmidzi dan Ibn Majah 1666).

d. Keluar Air Mani Secara Sengaja

Keluarnya air mani yang terjadi karena sentuhan kulit meski tanpa hubungan
seksual, membatalkan puasa. Keluarnya mani ini baik dalam konteks masturbasi
(onani) maupun sentuhan dengan pasangan. Namun, jika mani keluar karena mimpi
basah, hal ini dikategorikan tidak sengaja, sehingga puasa tidak batal.

e. Haid/Nifas Haid atau datang bulan bagi perempuan juga membatalkan puasa.
Perempuan yang mengalami haid saat Ramadan dapat menggantinya dengan puasa
sejumlah hari haid di luar bulan puasa. Hal yang sama berlaku untuk nifas, ketika
perempuan mengeluarkan darah akibat proses melahirkan.

Dari Aisyah ra ;
Kami (kaum perempuan) diperintahkan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan,
tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti salat yang ditinggalkan. (H.R. Muslim )

f. Gila Aapabila seseorang mendadak gila ketika sedang mengerjakan ibadah puasa,
maka puasanya batal. Puasa diwajibkan untuk umat Islam yang baligh (dewasa),
berakal sehat, dan tidak terkena halangan. Murtad Jika seseorang keluar dari Islam,
maka dengan sendirinya puasa orang tersebut batal. Yang termasuk dalam kategori
murtad adalah mengingkari keesaan Allah atau mengingkari hukum syariat.

Hal-hal yang Memperbolehkan untuk Tidak Berpuasa atau Membatalkan Puasa

Puasa terutama puasa Ramadhan memang wajib hukumnya, namun ada beberapa
hal yang memperbolehkan kita untuk tidak berpuasa atau membatalkan puasa. Akan
tetapi diwajibkan untuk mengeluarkan fidya atau mengganti puasa tersebut di lain
hari.

a . Dalam perjalanan jauh

b. Orang tua berusia lanjut

c. Dalam keadaan sakit

d. Wanita menyusui dan hamil

4. Bentuk / Macam Puasa

a. Puasa Wajib
b. Puasa Sunat
c. Puasa Haram
d. D. Puasa Makruh

Ada 5 macam puasa wajib yaitu;

1) Puasa Ramadhan

Yakni puasa yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah/2: 183

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas anda berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu anda agar kamu bertakwa

2) Puasa Qadha
Yakni puasa yang wajib dilaksanakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang
ditinggalkannya dikarenakan udzur, sakit, atau berpergian sebanyak hari yang
ditinggalkannya.

(yaitu) dalam lebih dari satu hari yang tertentu. Maka barangsiapa satu diantara anda
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah,
(yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik
bagimu terkecuali anda mengetahui." (QS. AL-Baqoroh : 184)

3 ) Puasa kafarat, kifarat atau kafarat

Yakni puasa yang dilaksanakan untuk menebus dosa akibat melakukan pembunuhan,
dengan dalil QS. An-Nisa’/4: 92 yang artinya;

Dan tidak layak bagi seorang mukmin, membunuh seorang mukmin (yang lain),kecuali
karena tersalah (tidaksengaja), dan barang siapamembunuh mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar
diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) bersedekah. Jikaia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahalia
mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang
siapayang tidak memperolehnya, makq hendaklah ia (si pembunu) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana

Dan untuk yang melanggar sumpah dijelaskan pada QS. Al-Maidah/5: 89 yang artinya;

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud


(untuk bersumpah) , tetapi Dia menghukummu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, maka kafarat atau (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang
miskin yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi
pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selam tiga hari. Yang
demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
langgar). Dan jagalah sumpahmu....

4 ). Puasa Nadzar

Yakni puasa yang wajib dilaksanakan oleh orang yang bernadzar puasa sebanyak hari
yang dinadzarkan. Nabi Muhammad Rusulullah saw bersabda :

Apabila seseorang bernadzar menggerakkan puasa, maka nadzar itu wajib dipenuhinya.
(HR Bukhari).

5 ) Puasa Fidyah
Bentuk fidyah dari meninggalkan wajib haji adalah kewajiban damm, yaitu menyembelih
satu ekor kambing. Jika tidak mendapati, maka berpuasa sebanyak sepuluh hari, yaitu
tiga hari saat haji dan tujuh hari saat kembali ke negerinya. Jika berpuasa saat haji tidak
mampu, maka boleh berpuasa dengan tujuh hari tadi di negerinya.

Bagi jama’ah haji yang melakukan haji Tamattu’, atau haji Qiran, wajib membayar dam,
berupa seekor kambing, dan disembelih pada hari nahar (10 Zulhijjah) sebelum tahallul,
atau apda hari tasyriq, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadis yang artinya;

Seluruh hari tasyriq merupakan hari penyembelihan”. (ditahrijkan oleh Ahmad)

Jika tidak mampu menyembelih kambing, maka harus diganti dengan puasa 10 hari.
Tiga hari dikerjakan di Makkah, pada waktu haji, dan tujuh hari dekerjakan setelah
kembali ketempat asal. Sebagimana disebutkan dalam firman-Nya QS Al-Baqarah/2:
196 yang artinya;

Apabila kamu telah merasa aman, maka bagi yang ingin mengerjakan umrah sebelum
haji, ia wajib menyembelih korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan
(binatang kurban atau tidak mampu), maka ia wajib berpuasa tiga hari pada masa haji,
danntujuh hari apabila telah pulang kembali, itulah sepuluh hari penuh

Puasa Sunnah

Puasa sunnah menurut ajaran Islam merupakan salah satu bagian


ibadah sunnah yang dilakukan untuk mendapatkan cinta atau kasih sayang Allah SWT.
Menurut ajaran Islam puasa sunnah merupakan salah satu ibadah yang sangat
dianjurkan untuk dilaksanakan.

1) Puasa Asyura
Puasa Asyura dilakukan pada 10 Muharram setiap tahun. Keutamaan puasa ini
tergambar dari hadis dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad bersabda,; Puasa
paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram.
Sementara shalat yang paling utama setelah salat wajib adalah shalat malam
[tahajud].” (H.R. Muslim ).
Puasa Asyura dapat dikerjakan berurutan dengan puasa tasu'a (puasa 9 Muharam).
Nabi Muhammad tidak sempat mengerjakan puasa tasu'a karena sudah terlebih
dahulu meninggal. Namun, berdasarkan hadis dari Abdullah bin 'Abbas, Rasulullah
sudah bersabda pada saat puasa Arafah tahun sebelumnya;
Apabila tiba tahun depan insyaAllah kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan
(H.R. Muslim).
Keutamaan puasa Asyura adalah, dihapusnya dosa-dosa kecil setahun sebelumnya,
sebagaiman sabda Nabi SAW dari Abu Qatadah al-Anshary yang artinya;

Ketika Nabi ditanya soal puasa sunah ini, beliau menjawab, "Puasa ’Asyura akan
menghapus dosa setahun lampau (H.R. Muslim ).

2) Puasa 6 Hari pada Syawal


Setelah keutamaan puasa 'Asyura yang demikian besar, puasa sunah yang tak kalah
agungnya adalah puasa sunah enam hari di Syawal selepas Ramadan. Ganjaran
bagi orang yang berpuasa sunah pada Syawal adalah seperti orang yang berpuasa
setahun penuh tanpa batal.
Dari Abu Ayyub al-Anshariy, Nabi Muhammad SAW. bersabda:
Siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian dilanjutkan berpuasa enam hari di bulan
Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh. (HR. Muslim).

Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menyatakan, puasa 6 hari pada bulan
Syawal sebaiknya dilaksanakan berurutan. Jika tidak bisa, maka boleh saja
mengerjakan puasa tersebut secara tidak berurutan (misalnya berselang beberapa
hari). Seseorang akan tetap mendapatkan keutamaannya.

3) Puasa 8 (Tarwiyah) dan 9 (Arafah) Zulhijah


Puasa sunah lainnya adalah puasa 8 dan 9 Zulhijah. Puasa tanggal 8 disebut puasa
Tarwiyah. Ada versi yang menyebutkan, disebut tarwiyah karena pada hari ini Nabi
Ibrahim merenung dan berpikir (rawwa-yurawwi-tarwiyah) tentang mimpi perintah
Allah menyembelih putranya sendiri, Ismail. Sedangkan pada hari ke-9, yang
kemudian disebut hari Arafah, Ibrahim menjadi tahu ('arafa) makna mimpinya.
Keutamaan puasa Tarwiyah dan 'Arafah tergambar dalam hadis dari Ibnu An Najjar
dan Abdullah bin 'Abbas bahwa Nabi bersabda yang artinya;

Puasa pada hari Tarwiyah (Zulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu.
Sedangkan puasa hari 'Arafah (9 Zulhijah) akan mengampuni dosa dua tahun(H.R.
Tirmidzi).

4) Puasa Ayyamul Bidh (Pertengahan Bulan Tahun Hijriah)


Puasa sunah rutin yang dapat dijalankan setiap bulan adalah puasa tiga hari setiap
pertengahan bulan Hijriah, atau disebut puasa hari putih (ayyamul bidh). Puasa ini
dikerjakan pada ranggal 13, 14, dan 15 setiap bulannya.
Keutamaan puasa ayyamul bidh sebagaimana sabda Nabi SAW dari Abu Zar
Alghifari yang artinya
Siapa yang berpuasa tiga hari setiap bulan maka puasa itu dengan puasa satu
tahun. (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

5) Puasa Senin dan Kamis Puasa sunah rutin lainnya dapat dilakukan dua hari dalam
seminggu, yaitu pada hari Senin dan hari Kamis.
Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad yang artinya;
Berbagai amalan dihadapkan [kepada Allah] pada Senin dan Kamis, maka aku suka
jika amalanku dihadapkan kepada-Nya (dalam keadaan) aku sedang berpuasa (HR.
Tirmidzi).

6) Puasa Nabi Daud Puasa ini dilakukan dengan cara selang-seling, sehari berpuasa
dan sehari tidak. Puasa ini adalah puasa sunah paling disukai oleh Allah. Nabi
Muhammad berkata yang artinya;
Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan salat yang paling
disukai Allah adalah salat Nabi Daud. (H.R. Bukhari dan Muslim).

7) Bulan-bulan yang disunahkan memperbanyak puasa selain puasa sunah di atas,


terdapat bulan-bulan tertentu yang dianjurkan memperbanyak ibadah dan puasa.
Bulan tersebut adalah Sya'ban dan bulan-bulan haram (asyhurul hurum), yakini
Zulqa'dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab pada penanggalan hijriah.

Keutamaan menjalankan puasa pada Sya'ban tergambar dalam hadis riwayat


Usamah bin Zaid, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya;
Bulan Sya’ban adalah bulan ketika manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab
dan Ramadan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada
Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika
amalanku dinaikkan (H.R. Nasa'i).

Sementara itu, Zulqa'dah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab merupakan bulan-bulan


suci ketika amalan baik dilipatgandakan pahalanya. Oleh sebab itu, ibadah puasa
dianjurkan untuk diperbanyak

Puasa Haram

1) Berpuasa pada Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)


2) Berpuasa pada Hari Raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
3) Berpuasa pada hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)
4) Berpuasa pada hari yang diragukan (apakah sudah tanggal satu Ramadan atau
belum)
5) Berpuasa saat diri berhalangan, seperti: Haid
6) Puasa Sunnah bagi seorang istri tanpa izin suami
Selain hari-hari tersebut, ada pula waktu dimana umat Islam dianjurkan untuk tidak
berpuasa, yaitu ketika ada kerabat atau teman yang sedang mengadakan pesta
syukuran atau pernikahan. Hukum berpuasa pada hari ini bukan haram, melainkan
makruh, karena Allah tidak menyukai jika seseorang hanya memikirkan kehidupan
akhirat saja sementara kehidupan sosialnya (menjaga hubungan dengan kerabat
atau masyarakat) ditinggalkan.

1) Hari Raya Idul Fithri


Tanggal 1 Syawal telah ditetapkan sebagai hari raya umat Islam. Hari itu adalah hari
kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah
mengatur bahwa pada hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa
sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus
membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.[1]
2) Hari Raya Idul Adha
Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat
Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk
menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat
serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan
menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.
3) Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat
Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih
diharamkan untuk berpuasa. Namun sebagian pendapat mengatakan bahwa
hukumnya makruh, bukan haram. Apalagi mengingat masih ada kemungkinan orang
yang tidak mampu membayar dam haji untuk puasa 3 hari selama dalam ibadah haji.
[2]

4) Puasa pada hari Syak


Hari syah adalah tanggal 30 Sya‘ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan
Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah
sudah masuk bulan Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini disebut syak, dan
secara syar‘i umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu. Namun ada juga yang
berpendapat tidak mengharamkan tapi hanya memakruhkannya saja.
5) Wanita haidh atau nifas
Wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa.
Karena kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar.
Apabila tetap melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka
boleh bebas makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan
Ramadhan dan kewajiban mengganti pada hari lainnya.
6) Puasa sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya
Seorang isteri bila akan mengerjakan puasa sunnah, maka harus meminta izin
terlebih dahulu kepada suaminya. Bila mendapatkan izin, maka boleh lah dia
berpuasa. Sedangkan bila tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka puasanya haram
secara syar‘i.

Puasa Makruh
1) Puasanya orang sakit, orang yang bepergian, wanita hamil, wanita yang
menyusui, dan orang yang sudah tua renta jika dikhawatirkan adanya masyaqqah
(beban) yang berat ketika mereka berpuasa. Bahkan pada beberapa kasus bisa
mengarah kepada keharaman, yaitu jika benar-benar dapat dipastikan akan adanya
bahaya.

2) Puasa sunnah nya seseorang yang masih memiliki utang qadha’ puasa fardlu
yang ia tinggalkan dengan tanpa adanya udzur (halangan) yang jelas. Hal ini
dikarenakan mendahulukan yang fardlu itu lebih penting.

3) Menyendirikan puasa (khusus) pada hari Jumat, Sabtu atau Ahad. Karena
terdapat hadis yang melarang puasa khusus di hari tersebut. Adapun hadis larangan
puasa khusus di hari Jumat tersebut diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Muslim.
“Dari Muhammad bin Ibn Abbad, ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir ra. Apakah
Nabi Saw. melarang puasa di hari Jumat? Ia menjawab: Iya. Selain Abi Ashim (rawi)
menambahkan “yakni jika ia menyendirikan (mengkhususkan) puasa di hari Jumat.

4) Puasa di hari Arafah bagi orang yang menunaikan haji, hukumnya adalah khilaful
aula. Yakni menyalahi hal yang lebih utama yaitu disunnahkan tidak berpuasa
bagi orang yang berhaji. Karena mengikuti Nabi Saw. dan agar ia kuat dalam
melaksanakan doa (dalam berhaji). Wa Allahu A’lam bis Shawab.
Buku Sumber

1. Abdul Aziz Dahlan (ed), 1997, EsiklopediHukum Islam, Jakarta:PT Intermasa

2. Abdul Wahab Khalaf , Ilmu Ushul Fiqh, Al-Haramain


3. Amir Syarifudddin , 2003, Garis-Garis Besar Fikih, Jakarta:Prenadamedia
4. Said Sabiq, Fiqh Sunnah, 1973, Bandung: Dahlan
5. Muhammad Jawad Mughniyah, 2001, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera
6. Muhamad bin Ismail al-Kahlani, tth, Subulusssalam, Bandung: Dahlan

7. https://muslim.or.id/25689-kapankah-puasa-ramadhan-diwajibkan-kepada-
umat-manusia.html

Anda mungkin juga menyukai