PEMBAHASAN
A.IBADAH PUASA
1.Pengertian Puasa
Secara etimologi puasa yang dalam bahasa Arab berarti shiyam dan shaum sama
artinya dengan imsak yang berarti menahan.sebagai mana rukun iman keempat ialah
puasa.Ibadah puasa adalah ibadah yang telah dipilih oleh Allah,Tuhan semesta alam,
sebagai milik-Nya.Sebab,orang yang berpuasa itu tidak melakukan sesuatu,melainkan
hanya meninggalkan syahwatnya(kesenangan hawa nafsunya)dengan puasa, ia tinggal
kan semata hanya cinta kepada allah swt.kata Puasa yang di pergunakan untuk
menyebutkan arti dari al shaum dalam rukun islam keempat ini dalam bahasa arab di
sebutkan shoum,shiyam yang berarti puasa.1
Allah juga memperintahkan kita dalam Al quran surah al baqarah ayat 183:
Terjemahan :
Asbabun nuzul
Setelahnya Allah mewajibkan puasa kepada tiap orang yang sehat dan mukim dan tetap
1
Adib bisri dan Munawar al-fatah, Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia, (Surabaya: Pusaka Progessifme,
1999). 272
2
(berkewajiban) memberi makan orang miskin bagi orang tua yang tidak mampu
berpuasa dengan menurunkan ayat: fa man syahida mingkumusy-syahra falyashum-h.
Sebagaimana disebutkan oleh ayat di atas, bahwa ibadah puasa bukanlah ibadah yang
hanya dikhususkan untuk umat muslim, tapi juga untuk umat-umat beragama terdahulu.
Walaupun dalam beberapa hal, bentuk dan cara berpuasanya berbeda-beda, akan tetapi
memiliki tujuan dan substansi yang sama, yakni melahirkan generasi bertakwa. Syariat
agama-agama sebelumnya nampak secara lahir beragam, akan tetapi jika ditinjau dari
sisi batin adalah sama. Sama-sama agama yang bertujuan mengantarkan manusia
kepada hakikat tauhid.
Al-Muṣtafawī dalam kitab al-Taḥqīq fī Kalimāt al-Qurān menjelaskan makna kata puasa.
Puasa dalam bahasa arab disebut dengan lafald al-ṣaum/ al-ṣiyām. Lafald ini memiliki
makna dasar sebagai berikut:“Menahan dari sesuatu (al-imsāk‘anai shaiin), baik ia
berupa menahan dari makan, minum, bicara, mengerjakan sesuatu,aktivitas seksualitas,
dan sebagainya”.Demikian-lah makna umumnya. Lafald ini difungsikan untuk beragam
maksud sebagaimana disebut, seperti ucapan si Maryam yang menunjukan bahwa ia
sedang puasa dari aktivitas bicara dalam surah maryam ayat 26:
Makan minumlah dan bersenang hatilah engkau jika engkau melihat seseorang maka
katakanlah:
“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini” (Q.S. Maryam/ 19:
26).Sedangkan, jika disebutkan sebuah qarīnah tertentu, maka yang dimaksudkan
adalah puasa yang mashrū’, sebagaimana yang kita pahami dalam tuntunan syariat.
Yakni, menahan dari segala sesuatu yang awalnya diperbolehkan oleh syariat, dari
terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Puasa mengandung hikmah mensucikan
tubuh dan mempersempit jalan jalan setan dan adapula ajuran bila tidak sanggup
menikah maka berpuasa lah seperti di sebutkan dalam hadist: ﺼْﻮِم
َّ ﻄْﻊ َﻓَﻌَﻠْﻴِﻪ ِﺑاﻟ
ِ ﺴَﺘ
ْ ﻢ َﻳ
ْ ﻦ َﻟ
ْ َوَﻣ
ٌﺟﺎء
َ َﻓِﺈَّﻧُﻪ َﻟُﻪ ِو.
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum
itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
3
Para ahli hikmah menyebutkan adanya tingkatan dalam ibadah puasa. Puasa tidak
hanya sekedar dimaknai hanya sebagai menahan dari rasa haus dan lapar, atau
menahan dari gairah seksual saja. Yakni: ada puasanya ahli syariat. Ada puasanya ahli
tarekat. Demikian juga, ada puasanya ahli hakikat.Dalam buku-buku fikih disebutkan hal-
hal yang dapat membatalkan puasanya ahli syariat, seperti: makan, minum,
bersenggama, sengaja mengeluarkan mani, merendam tubuh dalam air (menurut
sebagian fikih), dan seterusnya. Selain itu, diulas juga syarat-syarat dan hukum-hukum
puasa. Ada puasa wajib dan sunah. Ada puasa nazar, dan sebagainya. Jika ada
halangan seorang muslim dalam berpuasa, seperti karena sedang safar (melakukan
perjalanan jauh) atau karena sakit, seseorang diperbolehkan membatalkan puasa, dan
diharuskan untuk menggantinya di lain hari (meng-qadha’), atau dengan membayar
diyāt/ kafarat sebagai ganti puasa yang dtinggalkan.
Selain puasa jenis syariat semacam ini, Haidar al-Āmulī dalam bukunya Asrār al-
Sharī’ah wa Aṭwār al-Ṭarīqah wa Anwār al-Ḥaqīqah, menyebutkan puasanya ahli tarekat.
Yakni, menahan diri dari melakukan berbagai hal yang bertentangan dengan ridha Allah,
baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan, baik dalam ilmu maupun amal. Puasa
jenis ini merupakan puasanya batin. Oleh karenanya, sulit untuk mendeteksi, sudah
tidaknya seseorang melaksanakan puasa jenis ini. Pada tingkatan ini, orang yang
berpuasa telah menahan diri dari dua hal, perkara lahiriah dan perkata batiniah.Selain
menahan aktivitas makan dan minum, secara lahiriah, ia juga menahan dari ucapan kata
-kata yang tidak bermanfaat. Diam adalah jenis puasa yang agung sebagaimana
dilakukan oleh Maryam. ﺴًّﻴﺎ
ِ ﻢ اْﻟَﻴْﻮَم ِاْﻧ
َ ﻦ ُاَﻛِّﻠ
ْ ﺻْﻮًﻣﺎ َﻓَﻠ
َ
(Q.S. Maryam/ 19: 26). Dalam beberapa hal, ucapan dan kata-kata tidak dibutuhkan.
Dalam banyak hal, banyak berucap dan berkata-kata menyebabkan banyak keburukan
(mafsadāt), dibandingkan manfaatnya.
Nabi saw bersabda: “Barang siapa diam, maka ia pasti selamat”. HR Tarmidzi
4
batin. Menahan pikiran dan imajinasi dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Demikian juga,
menahan kekuatan ilusi yang bisa menyebabkan kebencian terhadap seseorang atau
kelompok tertentu. Menjaga hati dan lintasan pikiran yang dapat menyebabkan
seseorang lupa kepada Allah swt. Ia diharapkan selalu ber-dzikir kepada Allah, selalu
menyaksikan lokus manifestasi Allah dalam segala hal. Selalu mentadaburi ayat-ayat
Allah baik dalam alam (kosmos), maupun dalam diri sendiri (anfus).
Terjemahan :
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam
perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak
berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan
kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.
Asbabun nuzul
Ayat ini (S. 2 : 184) turun berkenaan dengan maula Qais bin Assa-ib yang memaksakan
diri bershaum, padahal ia sudah tua sekali. Dengan turunnya ayat ini (S. 2 : 184), ia
berbuka dan membayar fid-yah dengan memberi makan orang miskin, selama ia tidak
bershaum itu.
Allah menjelaskan hukum puasa menurut apa yang berlaku di masa permulaan Islam.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
ﺧﺮ
َ ﻦ َاَّﻳﺎٍم ُا
ْ ﺳَﻔٍﺮ َﻓِﻌَّﺪٌة ِّﻣ
َ ﻋٰﻠﻰ
َ ﻀﺎ َاْو
ً ﻢ َّﻣِﺮْﻳ
ْ ن ِﻣْﻨُﻜ
َ ﻦ َﻛﺎ
ْ َﻓَﻤ.
Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
5
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang
lain.Artinya, orang yang sakit dan orang yang bepergiantidak boleh puasa di saat sakit
dan bepergian,mengingat puasa memberatkan keduanya, bahkan keduanya boleh
berbuka dan mengqadai puasa yang ditinggal-kannya itu di hari-hari yang lain sebanyak
yang ditinggalkannya. Orang yang sehat lagi berada di tempat, tetapi berat menjalankan
puasa, sesungguhnya dia boleh memilih antara puasa dan memberi makan. Dengan
kata lain, jika dia suka, boleh puasa, dan jika ia suka berbuka, maka berbuka boleh
baginya, tetapi dia harus memberi makan seorang miskin setiap hari. Jika dia memberi
makan lebih banyak dari seorang miskin untuk setiap harinya, maka hal ini lebih baik
baginya. Jika ia berpuasa, maka puasa lebih utama baginya daripada memberi makan.
Demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Mujahid, Tawus, Muqatil ibnu Hayyan,
dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:
َ ﻢ َﺗْﻌَﻠُﻤْﻮ
ن ْ ن ُﻛْﻨُﺘ
ْ ﻢ ِا
ْ ﺧْﻴٌﺮ َّﻟُﻜ
َ ﺼْﻮُﻣْﻮا
ُ ن َﺗ
ْ ۗ َوَا ﺧْﻴٌﺮ َّﻟٗﻪ
َ ﺧْﻴًﺮا َﻓُﻬَﻮ
َ ع
َ ﻄَّﻮ
َ ﻦ َﺗ
ْ ﻦ َﻓَﻤ
ٍۗ ﺴِﻜْﻴ
ْ ﻃَﻌﺎُم ِﻣ
َ ﻄْﻴُﻘْﻮَﻧٗﻪ ِﻓْﺪَﻳٌﺔ
ِ ﻦ ُﻳ
َ ﻋَﻠﻰ اَّﻟِﺬْﻳ
َ َو
Artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Al Baqarah 184
Seperti yang dijelaskan oleh Mu'az ibnu Jabal, yaitu pada mulanya barang siapa yang
ingin puasa, maka ia boleh puasa dan barang siapa yang tidak ingin puasa, maka ia
harus memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya.
6
Artinya : Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an,
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia
tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain.Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
terkait dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 184 tentang seseorang yang tidak berpuasa
pada saat Ramadhan. Yaitu disebutkan Qais Ibnu Saib yang sakit dan kemudian
memberi makan kepada orang miskin setiap harinya (Fidyah).
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Imran Abul Awwam, dari
Qatadah, dari Abul Falih, dari Wasilah (yakni Ibnul Asqa), bahwa Rasulullah ﷺbersabda:
“Lembaran lembaran Nabi Ibrahim diturunkan pada permulaan malam Ramadan dan
kitab Taurat diturunkan pada tanggal enam Ramadan, dan kitab Injil diturunkan pada
tanggal tiga belas Ramadan, sedangkan Al-Qur'an diturunkan pada tanggal dua puluh
7
empat Ramadan.”Adapun lembaran-lembaran atau suhuf, kitab Taurat, Zabur, dan Injil,
masing-masing diturunkan kepada nabi yang bersangkutan secara sekaligus. Lain
halnya dengan Al-Qur'an diturunkan sekaligus hanya dari Baitul 'Izzah ke langit dunia, hal
ini terjadi pada bulan Ramadan, yaitu di malam Lailatul Qadar. Seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya:
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. (ad-
Dukhan: 3)
Artinya : Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan
kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad)
dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan
8
benar).al furqon ayat 32
ﻦ اْﻟُﻬَﺪى َواْﻟُﻔْﺮَﻗﺎن
َ ت ِﻣ
ٍ س َوَﺑِّﻴَﻨﺎ
ِ ﻫًﺪى ِﻟﻠَّﻨﺎ
ُ
Hal ini merupakan pujian bagi Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah Swt sebagai
petunjukbuat hati hamba-hamba-Nya yang beriman kepada Al-Qur'an, membenarkannya,
dan mengikutinya.
Bayyinatin, petunjuk-petunjuk dan hujah-hujah yang jelas lagi terang bagi orang yang
memahami dan memikirkannya, membuktikan kebenaran apa yang dibawanya berupa
hidayah yang menentang kesesatan, petunjuk yang berbeda dengan jalan yang keliru,
dan pembeda antara perkara yang hak dan yang batil serta halal dan haram.
ﺼْﻤُﻪ
ُ ﺸْﻬَﺮ َﻓْﻠَﻴ
َّ ﻢ اﻟ
ُ ﺷِﻬَﺪ ِﻣْﻨُﻜ
َ ﻦ
ْ َﻓَﻤ
Artinya: Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (al-Baqarah: 185)
Hukum wajib ini merupakan suatu keharusan bagi orang yang menyaksikan hilal masuk
bulan Ramadan, yakni dia dalam keadaan mukim di negerinya ketika bulan Ramadan
datang, sedangkan tubuhnya dalam keadaan sehat, maka dia harus mengerjakan puasa.
Ayat ini menasakh ayat yang membolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sehat lagi
mukim, tetapi hanya membayar fidyah, memberi makan seorang miskin untuk setiap
harinya, seperti yang telah diterangkan sebelumnya. Setelah masalah puasa dituntaskan
ketetapannya,maka disebutkan kembali keringanan bagi orang yang sakit dan orang
yang bepergian.Keduanya boleh berbuka, tetapi dengan syarat kelak harus
mengqadainya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
9
ﺧﺮ
َ ﻦ َأَّﻳﺎٍم ُأ
ْ ﺳَﻔٍﺮ َﻓِﻌَّﺪٌة ِﻣ
َ ﻋَﻠﻰ
َ ﻀﺎ َأْو
ً ن َﻣِﺮﻳ
َ ﻦ َﻛﺎ
ْ َوَﻣ
Artinya : dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. (al-Baqarah: 185).maknanya barang siapa yang sedang sakit hingga puasa
memberatkannya atau membahayakannya,atau ia sedang dalam perjalanan,maka dia
boleh berbuka Apabila berbuka, maka ia harus berpuasa sebanyak hari yang
ditinggalkannya di hari-hari yang lain (di luar Ramadan). Karena itu, dalam firman
selanjutnya disebutkan:
ﺴَﺮ
ْ ﻢ اْﻟُﻌ
ُ ﺴَﺮ َوﻻ ُﻳِﺮﻳُﺪ ِﺑُﻜ
ْ ﻢ اْﻟُﻴ
ُ ُﻳِﺮﻳُﺪ اﻟَّﻠُﻪ ِﺑُﻜ
َ ﺸُﻜُﺮْو
ن ْ ﻢ َﺗ
ْ ﻢ َوَﻟَﻌَّﻠُﻜ
ْ ﻫٰﺪﯨُﻜ
َ ﻋٰﻠﻰ َﻣﺎ
َ َوِﻟُﺘَﻜِّﺒُﺮوا اﻟّٰﻠَﻪ
Dalam ayat 183 mengandung kewajiban puasa bagi orang Islam tanpa terkecuali.
Dalam ayat 184 menjelaskan bagi orang yang menderita sakit atau sedang
10
melakukan perjalanan ia boleh berbuka atau membayar fidyah karena di anggap
azimah(kesukaran) bagi mereka. Yang dimaksud dengan fidyah yaitu memberi
makan fakir miskin selama 60 hari, setiap hari di beri 1 mud (6 ons).
Dalam ayat 185 menjelaskan wajib berpuasa dengan sebab nampak hilal,
dikarenakan pada ayat pertama dan kedua tidak menjelaskan kapan puasa ini
dilaksanakan apa pada awal bulan atau pertengahan bulan sehingga dengan ayat
turun ayat ini menjelaskan secara jelas batas awal berpuasa.
11
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
B.SARAN
Dengan selesai nya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua khususnya kepada penulis kami sendiri.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.seputarpengetahuan.com/2015/08/pengertian-puasa-dan-
macam-macam-puasa-terlengkap.html diakses hari senin pukul.17:00
WIB.
13