Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Alhamdulillah Hirobbil Alamin kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami kelompok 5 dapat menyelesaikan
makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Puasa” dengan baik dan lancar. Kami
menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
Pentingnya pembahasan mengenai bab Puasa adalah yang Pertama, sebagai salah
satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki bagi kita. Kedua,
sebagai perisai diri dari nafsu dan amarah. Ketiga, puasa juga bisa digunakan untuk menjaga
kesehatan.
Keseluruhan dari makalah ini adalah pada Bab I berisi tentang latar belakang kenapa
kami membuat makalah ini, rumusan masalah yang berisi beberapa pokok pembahasan
yang akan kami ulas pada makalah dan tujuan pembahasan mengenai puasa. Pada Bab II
terdapat materi pembahasan dari beberapa rumusan masalah yang sudah kami sertakan
pada Bab I. Bab III berisi kesimpulan dari pembahasan materi Puasa.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian puasa dan dasar hukum puasa?
2. Apa saja syarat wajib dan syarat sah puasa?
3. Apa saja rukun puasa?
4. Apa saja macam-macam puasa?
5. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Ingin memahami pengertian puasa dan dasar hukum puasa
2. Ingin memahami syarat wajib dan syarat sah puasa
3. Ingin memahami rukun puasa
4. Ingin memahami macam-macam puasa
5. Ingin memahami apa saja hal-hal yang membatalkan puasa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Puasa

Dari segi bahasa, puasa berarti menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu.
Misalnya, dikatakan “shama ‘anil-kalam”, artinya menahan dari berbicara. Allah SWT
berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam:

ِ ْ‫إ ِ ن‬
٢٦ ‫س ي ًّا‬ ‫ص ْو ًم ا ف َل َ ْن أ ُكَ لِ َم ا لْ ي َ ْو َم‬
َ ‫ إِن ِي ن َذ َ ْر تُ ِل ل َّر ْح َٰ َم ِن‬...
“Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pemurah...”(Q.S. Maryam : 26)

Maksudnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab lazim mengatakan,
“shama an-nahar”, maksudnya perjalanan matahari berhenti pada batas pertengahan siang.
Adapun menurut syarak (syara’), puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang
membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai
terbit fajar sampai terbenam matahari.
Dengan kata lain, puasa menurut istilah adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li)
yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan serta menahan diri
dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan
pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, oleh
orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang Muslim, berakal, tidak sedang haid,
dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat, yakni, bertekad dalam hati untuk
mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah membedakan
antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan.1

B. Syarat Wajib Dan Syarat Sah Puasa


1 Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 84-85.

2
1. Syarat Wajib Puasa
a) Baligh
Puasa tidak diwajibkan atas anak kecil. Akan tetapi, puasa yang dilakukan oleh
anak kecil yang mumayiz, hukumannya sah, seperti halnya sholat. Wali anak tersebut,
menurut mazhab Syafi’i, Hanafi, dan hanbali, wajib menyuruhnya berpuasa ketika dia
telah berpuasa tujuh tahun. Dan jika anak kecil itu tidak mau berpuasa,walinya wajib
memukulnya ketika dia telah berusia sepuluh tahun. Hal itu dimaksudkan agar dia menjadi
terbiasa dengan puasa, seperti halnya shalat.2

Sabda Rasulullah SAW :

“Tiga orang terlepas dari hukum (a) orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
(b) ornag gila sampai ia sembuh, (c) kanak-kanak sampai ia balig.” (Riwayat Abu Dawud
dan Nasai) 3
b) Berakal
Puasa tidak wajib dilakukan oleh orang gila, orang pingsan dan orang-orang
mabuk. Pendapat ini dipahami dari Hadis Nabi SAW berikut:

‫ع ِن‬ َ ‫ َو َع ِن النَّائِ ِم َحتَّى يَ ْست َ ْي ِق‬، َ‫ع ِن ْال َم ْجنُ ْو ِن َحتَّى يَ ِفيْق‬
َ ‫ َو‬،‫ظ‬ َ :ٍ‫ع ْن ثَالَثَة‬ َ ‫ُرفِ َع ْالقَلَ ُم‬
‫ي َحتَّى َي ْحت َ ِل َم‬ ِِّ ‫ص ِب‬
َّ ‫ال‬
Pena diangkat dari tiga orang; dari anak kecil sampai dia dewasa, dari orang gila sampai
dia sadar, dan dari orang tidur sampai dia terjaga.4

Orang yang akalnya (ingatannya) hilang tidak dikenai kewajiban berpuasa. Dengan
demikian, puasa yang dilakukan oleh orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk tidak
sah. Sebab, mereka tidak berkemungkinan untuk melakukan niat.5 2

a) Islam

2
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 163.
3 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014),227.
4Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 162.
5 Ibid, 163.

3
Syarat wajib puasa yang pertama dan paling utama adalah beragama Islam. Orang
yang menjalankan ibadah puasa dalam Islam harus beragama Islam atau seorang muslim
dan muslimah. Selain itu, puasa juga masuk dalam rukun Islam yang ke empat.
b) Sehat
Syarat wajib puasa berikutnya adalah sehat. Jika kamu akan menjalankan ibadah
puasa, kamu harus sehat atau tidak sedang dalam keadaan sakit. Jika kamu sedang sakit,
dikhawatirkan jika kamu menjalankan ibadah puasa, maka sakit yang diderita akan
semakin parah. Kemudian jika kamu tidak bisa menjalankan ibadah puasa karena sakit,
maka kamu harus mengganti puasa tersebut. Bisa menggantinya dilain waktu, atau
mengganti puasa dengan membayar denda atau fidyah.
Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah : 184

‫ت ۚ ف َ َم ْن كَا َن ِم نْ كُ ْم َم ِر ي ضًا أ َ ْو عَ ل َ َٰى سَ ف َ ٍر ف َ ِع دَّة ِم ْن أ َي َّا ٍم‬ ٍ ‫أ َي َّ ا ًم ا َم عْ دُو دَا‬


‫س ِك ي ٍن ۖ ف َ َم ْن ت َطَ َّو عَ َخ يْ ًر ا ف َ ُه َو‬ ْ ‫أ ُ َخ َر ۚ َو عَ ل َ ى ا ل َّ ِذ ي َن ي ُ ِط ي ق ُو ن َ ه ُ ف ِ ْد ي َ ة طَ ع َ ا مُ ِم‬
١٨٤ ‫ن‬ َ ‫ص و ُم وا َخ يْ ر ل َ كُ ْم ۖ إ ِ ْن كُ نْ ت ُ ْم ت َعْ ل َ ُم و‬ ُ َ ‫َخ يْ ر ل َ ه ُ ۚ َو أ َ ْن ت‬
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-
orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui” 3

(Q.S. Al-Baqarah: 184).


1. Syarat Sah Puasa6
a) Islam.
Orang yang bukan Islam tidak sah puasa.
b) Baligh
Syarat sah puasa yang kedua puasa yakni baligh atau sudah dewasa. Dalam artian,
baik muslim maupun muslimah sudah menunjukkan beberapa tanda baligh.
Tanda utamanya bagi pria yaitu keluarnya air mani dari kemaluannya baik secara
sengaja ataupun tak sengaja (mimpi basah).

6
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 169.

4
Sedangkan pada wanita dikatakan sudah baligh jika ia sudah mendapat
menstruasi. Namun jika tanda ini belum juga muncul pada seseorang, maka batas
baligh yakni di usia 15 tahun.

c) Mumayiz

dapat membedakan yang baik dengan yang buruk

d) Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan).

Orang yang haid atau nifas itu tidak sah berpuasa, tetapi keduanya wajib
mengqadha (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.

Dari Aisyah. Ia berkata, “kami disuruh oleh Rasulullah SAW mengqada puasa
dan tidak disuruhnya mengqada salat,” (Riwayat Bukhari)

e) Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya.

Dilarang puasa pada dua hari raya dan hari Tasyrik (tanggal 11-12-13 bulan
Haji).

Dari Anas, “Nabi SAW telah melarang berpuasa lima hari dalam satu tahun; (a)
Hari Raya Idul Fitri, (b) Hari Raya Haji, (c) tiga hari Tasyriq (tanggal 11,12,13
bulan Haji).” (Riwayat Daruqutni)7

C. Rukun Puasa

Rukun puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan
syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya.8

a) Niat

Niat dan doa di bulan Ramadhan merupakan tahapan penting dalam menjalankan
ibadah puasa Ramadhan. Niat dilakukan sebelum menjalankan ibadah puasa
Ramadhan. Niat doa puasa Ramadhan diucapkan sebelum fajar tiba. Beberapa
hadist menjelaskan juga bahwa niat bisa diucapkan malam harinya sebelum sahur
atau setelah sholat tarawih.

Sabda Rasulullah SAW : 4

7
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 229.
8
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 85.

5
5

“Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit,
maka tiada puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli Hadis)

Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal
(matahari condong ke barat).

b) Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.9

Rukun puasa Ramadan yang kedua adalah menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai waktu berbuka puasa. Rukun
puasa Ramadan ini sesuai dengan firman Allah pada Q.S. Al Baqarah ayat 187
yang berbunyi:

ْ َ ‫ض ِم َن ا ْل َخ ْي ِط ْاْل‬
‫س َو ِد ِم َن ا ْلفَجْ ِر ث ُ َّم‬ ُ َ‫ط ْاْل َ ْبي‬
ُ ‫َو ُكلُوا َواش َْربُوا َحتَّى يَتَبَيَّ َن لَ ُك ُم ا ْل َخ ْي‬
ِ ‫أَتِ ُّموا‬
‫الصيَا َم إِ َلى اللَّ ْي ِل‬
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari be6nang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS.
Al Baqarah: 187).

D. Macam-Macam Puasa

Puasa banyak macamnya; puasa-wajib, puasa sunah (tathawwu), puasa yang


diharamkan, dan puasa yang dimakruhkan.10

1. Puasa Wajib

Puasa wajib terdiri dari tiga macam :

a. Puasa yang diwajibkan karena waktu tertentu, yakni puasa pada bulan
ramadhan

b. Puasa yang diwajibkan karena suatu sebab (‘illat), yakni puasa kafarat.

9
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 230.
10
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 107.

6
Puasa kafarat adalah puasa untuk menebus dosa karena perbuatannya yang
melanggar larangan yang diharamkan oleh allah Swt.

c. Puasa yang diwajibkan karena seseorang mewajibkan puasa kepada dirinya


sendiri, yakni puasa nazar.
Puasa nazar adalah puasa yang dijanjikan atau diikrarkan, yang dikaitkan
dengan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang bernazar.
2. Puasa Haram11
Puasa haram ini ialah sebagai berikut :
a. Puasa sunnah (nafilah) seorang perempuan yang dilakukan tanpa izin
suaminya. Kecuali, jika suaminya tidak memerlukannya. Misalnya, ketika
suaminya sedang bepergian, sedang melakukan ihram haji atau umrah, atau
sedang melakukan itikaf. Puasa ini diharamkan berdasarkan hadis yang
diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahihain berikut:
“Seorang perempuan tidak dihalalkan berpuasa ketika suaminya hadir di
sampingnya, kecuali dengan izinnya.”12
Lagipula, faktor yang menyebabkan pengharaman puasa ini ialah
karena memenuhi hak suami merupakan kewajiban, yang tidak boleh
diabaikan karena ada perbuatan sunnah. Seorang perempuan yang berpuasa
tanpa izin suaminya, maka puasanya tidak dipandang sah, sekalipun
diharamkan;
b. Puasa pada hari yang diragukan (yaumus-sakk). Yakni, puasa pada hari ketiga
puluh bulan Syakban, ketika orang-orang meragukan bahwa hari itu termasuk
bulan Ramadan.
Dengan demikian, puasa yang dilakukan sehari atau dua hari sebelum
Ramadan, hukumnya makruh.
c. Puasa pada hari raya dan hari-hari Tasyrik.13

Menurut mazhab Hanafi, puasa yang dilakukan pada hari-hari tersebut


hukumnya makruh tahrimiy, sedangkan menurut mazhab yang lainnya
haram, serta tidak sah menurut mazhab yang lain baik puasa tersebut
merupakan puasa wajib maupun puasa sunah. 7

11
Ibid, 108-109.
12
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 108.
13
Ibid, 113.

7
Seseorang dianggap melakukan maksiat jika sengaja berpuasa pada hari-hari
tersebut. Puasa-wajib yang dilakukan di dalamnya dipandang tidak
membebaskannya dari kewajiban; yakni berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut:
“Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari. Yaitu, pada hari Raya
Fitri dan hari Raya Adha.”
d. Puasa wanita yang sedang haid atau nifas hukumnya haram dan tidak sah.
e. Puasa yang dilakukan oleh seorang yang khawatir akan keselamatan dirinya
jika dia berpuasa, hukumnya haram.
3. Puasa Makruh14
Puasa yang termasuk kategori ini ialah puasa pada hari Jum’at yang ifradi (tanpa
melakukan puasa pada hari-hari yang lainnya), hari Sabtu, hari Nairuz (hari
terakhir pada musim bunga), dan hari Mahrajan (hari terakhir pada musim gugur).
Kemakruhan puasa-puasa ini menjadi hilang jika puasa tersebut disertai dengan
puasa-puasa lain yang telah menjadi kebiasaan.
4. Puasa Tathawwu’ atau Puasa Sunnah15
Tathawwu’ artinya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan amal
ibadah yang tidak diwajibkan. Istilah ini diambil dari ayat berikut.

...‫ َو َم ْن ت َطَ َّو عَ َخ يْ ًر ا‬...


“Dan barang siapa melakukan kebaikan dengan kerelaan hati....” (Q.S. Al
Baqarah:158)
Menurut kesepakatan para ulama, yang termasuk puasa tathawwu’ ialah sebagai
berikut.16
a. Berpuasa sehari dan berbuka sehari
Puasa ini merupakan jenis puasa tathawwu’ yang paling utama. Berdasarkan
hadis yang terdapat dalam kitab Ash-Shahihain dikemukakan sebagai berikut:
“Puasa yang paling utama iaah puasa Dawwud. Dia berpuasa sehari
berbuka sehari” 8

14
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 116.
15
Ibid, 122-132.
16
Ibid, 123.

8
b. Berpuasa tiga hari dalam setiap bulan
Dalam puasa jenis ini, yang lebih utama ialah berpuasa pada tiga hari bidh,
yakni pada tanggal 13,14, dan 15. Ketiga hari ini dinamakan bidh karena
malam hari pada ketiganya diterangi bulan dan pada siang harinya diterangi
matahari.
Dalil puasa jenis ini ialah hadis yang diriwayatkan Abu Dzar. Dia
mengaakan bahwa Nabi saw. Bersabda kepadanya:
“Jika kamu (hendak) berpuasa tiga hari dalam sebulan, maka berpuasalah
pada tanggal 13, 14, dan 15”
Dalam hadis diriwayatkan sebagai berikut:
“Sesungguhnya Nabi SAW, berpuasa sebanyak tiga hari dalam satu bulan”
c. Puasa pada hari Senin dan Kamis dalam setiap minggu. Puasa jenis ini
berdasarkan perkataan Usamah bin Zaid berikut:17
“Sesungguhnya Nabi SAW, berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Lalu, ketika
beliau ditanya mengenai hal itu, beliau bersabda , ‘Sesungguhnya, amalan-
amalan manusia diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis.”
d. Puasa enam hari pada bulan Syawal, meskipun tidak beruntun. Tetapi, jika
puasa enam hari tersebut dilakukan secara beruntun setelah hari raya, hal itu
lebih utama.
e. Puasa hari Arafah; yaitu puasa tanggal 9 Zulhijah bagi orang yang tidak
sedang melakukan ibadah haji.18
Puasa ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berikut:
“Berpuasa pada hari arafah dipandang oleh Allah sebagai amalan yang
menjadi kafarat untuk satu tahun sebelum dan sesudahnya.”
Hari Arafah merupakan hari yang paling utama. Pernyataan ini
didasarkan atas hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berikut:
“Tiada satu hari pun yang di dalamnya Allah lebih banyak memerdekakan
seseorang dari api neraka, selain hari Arafah.”
f. Berpuasa selama delapan hari dalam bulan Zulhijah, sebelum hari Arafah.19

17
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 125.
18
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 126.
19
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 128.

9
E. Hal Yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan minum
Firman Allah SWT :
ْ َ ‫اْل‬
‫س َو ِد ِم َن ا لْ ف َ ْج ِر‬ ُ َ ‫اْل َب ْ ي‬
ْ ‫ض ِم َن ا لْ َخ يْ ِط‬ ْ ُ ‫ َو ك ُ ل ُ وا َو ا شْ َر ب ُ وا َح ت َّ ٰى ي َ ت َب َ ي َّ َن ل َ كُ مُ ا ل ْ َخ ي ْ ط‬...
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benag hitam, yaitu
fajar.” (Q.S. Al Baqarah : 187)
Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan
sengaja. Kalau tidak sengaja, misalnya lupa tidak membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah SAW :
“Barang siapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa, kemudian ia makan atau
minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena sesungguhnya Allah-lah
yang memberinya makan dan minum.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam.20
Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW telah berkata, “Barangsiapa paksa muntah,
tidaklah wajib mengqada puasanya; dan barangsiapa yang mengusahakan munta,
maka hendaklah dia mengqada puasanya.” (Riwayat Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
3. Bersetubuh
Firman Allah SWT :

ِ َ ‫أ ُ ِح َّل ل َ ك ُ ْم ل َ يْ ل َ ة‬
ُ َ ‫الص ي َ ا ِم ال َّر ف‬
‫ث إ ِ ل َ َٰى ن ِ سَ ا ئ ِ ك ُ ْم‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri
kamu.” (Q.S. Al-Baqarah : 187).
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh di waktu siang hari
di bulan Ramadan, sedangkan dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar
kafarat.21
4. Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan)22
Dari Aisyah. Ia berkata, “Kami disuruh oleh Rasulullah SAW mengqada
puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqada salat.” (Riwayat Bukhari)
5. Gila.23 Jika gila itu datang waktu siang hari, batallah puasa. 10

20
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 231.
21
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 231..
22
Ibid, 232.
23
Ibid, 233.

10
6. Keluar mani dengan sengaja (karena berentuhan dengan perempuan atau lainnya).
Karena keluar mani itu adalah uncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka
hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani karena bermimpi,
mengkhayal, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa.24 11

12

24
Ibid, 233.

11

Anda mungkin juga menyukai