1. Makna puasa
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam ( )الصيامatau Ash Shaum ()الصوم. Secara
bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak ( )اإلمساكyaitu menahan diri. Sedangkan secara
istilah, ash shiyaam artinya: beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan,
minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
،ٌ هذَا يَوْمٌ صَالِح: مَا هذَا قَالُوا:َ فَقَال،َ فَرَأَى الْيَهُودَ تصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاء،قَدِمَ النَّبِيُّ صلى هللا عليه وسلم المَدِينَة
ِ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِه:َ قَال،هذَا يَوْمُ نَجَّى هللاُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِهِمْ فَصَامَهُ مُوسى
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam datang (di Madinah), dan Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa salam lihat kaum Yahudi berpuasa Asyura. Beliaupun bertanya: “Apa ini?”
Mereka menjawab: “Ini hari baik. Di mana Allâh menyelamatkan Musa dan bani
Israil pada hari tersebut dari kejaran musuh mereka. Lalu Musa pun berpuasa
padanya. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Aku lebih berhak
terhadap Musa daripada kalian.” Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam
memerintahkan orang-orang untuk berpuasa padanya.
Karena itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Barangsiapa yang mau, ia boleh berpuasa Asyura, atau ia juga boleh untuk
meninggalkannya.” [HR. Muslim]
Dan terjadi perbedaan pendapat antara ulama tentang hukum puasa asyura
sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan.
• Pada tahun kedua dari Hijrah, pada malam kedua dari Sya’ban[1], Allâh Azza wa
Jalla mewajibkan puasa atas kaum Muslimin; dengan firman-Nya:
ٍ﴾ أَيَّامًا مَعْدُودَات١٨٣﴿ َيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي،ِكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى هللاُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْر
َرَمَضَان
“Nabi ﷺadalah orang yang paling dermawan dalam segala kebaikan. Dan
kedermawanan beliau yang paling baik (puncaknya) adalah saat bulan
Ramadan.”([5])
ِ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه،َ إَِّلَّ الصِيَام،ُكُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَه
“Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya
puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya.”([6])
Terdapat khilaf yang kuat di kalangan para ulama tentang firman Allah ﷻ
“kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk Aku”. Al-Hafizh Ibnu Hajar r
menyebutkan dalam kitabnya Fath al-Bari sekitar sembilan pendapat tentang
sebab puasa menjadi spesial di sisi Allah [(ﷻ7]). Namun, ada dua pendapat
yang kuat dalam hal ini, yaitu:
Pendapat kedua: Karena pahala puasa tidak terbatas. Ketika Allah ﷻ
mengatakan “dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya”, ini
menunjukkan bahwasanya pahala puasa spesial dan tidak sebagaimana
ibadah yang lainnya. Oleh karenanya, dalam sebuah riwayat yang lain Nabi
Muhammad r bersabda,
ُ قَالَ هللا،ٍ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْف،ُكُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَف
يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي،ِ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه،َ إَِّلَّ الصَّوْم:َّعَزَّ وَجَل
“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan diberi
pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ﷻberfirman, ‘Selain puasa,
karena puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala.
Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-
Ku’.”([8])
َ َّلَ يَدْخُلُهُ إَِّلَّ الصَّائِمُون،َ فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّان،ٍفِي الجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَاب
“Di surga ada delapan pintu, di antaranya ada pintu yang disebut dengan ar-
Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang
berpuasa.”([12])
7. Setan dibelenggu
Di antara keutamaan bulan Ramadan adalah setan dibelenggu oleh Allah ﷻ.
Hal ini diriwayatkan dalam banyak hadits, di antaranya seperti sabda Nabi
Muhammad ﷺ,
ُإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِين
“Apabila Ramadan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan
pun dibelenggu.”([19])
Ketiga: Maksiat disebabkan pula oleh faktor internal, yaitu diri sendiri.([22])
Artinya, karena keburukan jiwa seseoranglah yang menjadikan masih terus
bermaksiat meskipun di bulan Ramadan. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ﷺ
dalam khutbahnya selalu menyebutkan,
Oleh karenanya, ini tentu menjadi ujian bagi kita semua, karena meskipun
setan dibelenggu, namun maksiat tetap bisa terjadi. Maka hendaknya kita
terus waspada dan banyak berlindung kepada Allah ﷻdari keburukan jiwa.
ِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ َّللاَِّ مِنْ رِيحِ المِسْك،ِوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِه
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut
orang yang sedang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada harumnya
minyak kasturi.”([23])
Terdapat ikhtilaf di kalangan para ulama tentang apa maksud dari mulut
orang yang berpuasa lebih harum daripada minyak kasturi. Ada sebagian
ulama berpendapat bahwa maknanya adalah pahala yang didapatkan
seseorang sangat besar, bahkan lebih baik daripada minyak kasturi.
Sebagian ulama yang lain menyebutkan bahwa maknanya adalah orang yang
berpuasa akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dengan bau mulut yang
wangi. Hal ini sebagaimana orang yang mati syahid dibangkitkan dengan
luka yang masih tampak dan darah yang baunya wangi. Pendapat kedua ini
adalah pendapat yang lebih kuat.([24])
ْ َ وَغُلِق،ِ وَمَرَدَةُ الْجِن،ُ صُفِدَتِ الشَّيَاطِين،َإِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَان
ت
،ٌ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَاب،ِ وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّة،ٌ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَاب،ِأَبْوَابُ النَّار
ْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِ أَقْصِر،ْ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِل:ٍوَنَادَى مُنَاد
“Jika tiba waktu awal malam di bulan Ramadan maka setan-setan dan
pemimpin-pemimpinnya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak
ada yang dibuka. Pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada yang ditutup, lalu
ada penyeru yang berseru, ‘Wahai orang yang mencari kebaikan,
teruskanlah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah’.”([25])
Seruan ini kita rasakan ketika bulan Ramadan telah tiba. Tatkala bulan
Ramadan tiba, ada rasa semangat dan rasa gembira untuk beramal saleh di
bulan Ramadan. Adapun rasa ingin bermaksiat seketika itu juga berkurang.
Hal ini tidak lain karena adanya penyeru yang Nabi Muhammad ﷺtelah
kabarkan dalam sabdanya tersebut.
Dari sini pula, kita perlu meluruskan hadits yang banyak dibawakan oleh
para dai di tanah air kita, yang menyebutkan bahwasanya Ramadan terbagi
menjadi tiga bagian,
Hadits ini lemah dan bahkan dinilai munkar oleh sebagian ahli hadits. Hal ini
dikarenakan hadits tersebut secara matan (konten) bertentangan dengan
hadits sahih yang telah kita sebutkan di atas, dan juga sanadnya pun sendiri
lemah.
Maka dari itu, yang benar bahwasanya seluruh malam di bulan Ramadan
adalah kesempatan untuk terbebas dari api neraka. Kemudian, tiga perkara
tersebut asalnya saling berkaitan dan tidak terpisahkan, karena yang
namanya orang yang dirahmati maka pasti diampuni, dan orang yang
diampuni maka pasti terbebas dari api neraka.
Oleh karena itu, ketika Allah ﷻtelah memberikan kepada seseorang seluruh
kesempatan untuk mendapatkan seluruh keutamaan bulan Ramadan,
kemudian ternyata ia masuk ke bulan Ramadan hingga selesai namun tidak
mendapatkan ampunan, maka sungguh ia adalah orang yang celaka. Nabi
Muhammad ﷺtelah bersabda,
َ آمِين:ُ فَقُلْت،ُ رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ لَمْ يُغْفَرْ لَه:َقَال
“Jibril berkata, ‘Celaka seorang hamba yang memasuki bulan Ramadan
namun ia tidak diampuni’. Maka aku berkata, ‘Aamiin’.”([28])
4.
5. Tujuan Utama di wajibkannya puasa
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Jelas bahwa tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Dan takwa adalah
melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mendefinisikan takwa:
“Menjaga diri dari adzab Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya” (Syarh Al Aqidah Al Washitiyyah).
Thalq bin Habib rahimahullah (ulama tabi’in) mendefinisikan taqwa :
ِ مَخَافَةَ عَذَابِ هللا،ِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ هللا،ِ وَتَرْكِ مَعَاصِي هللا،ِ رَجَاءَ ثَوَابِ هللا،ِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ هللا،ِالعَمَلُ بِطَاعَةِ هللا
“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap
pahala dari Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap adzab
Allah” (Siyar A’lamin Nubala, 8/175).
Maka tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang lebih taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
lebih serius menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Al Baghawi rahimahullah ketika menjelaskan ayat di atas, beliau memaparkan korelasi antara
puasa dengan takwa:
الصوم وصلة إلى التقوى لما فيه من قهر النفس وكسر الشهوات
“Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan
mengalahkan syahwat” (Ma’alim At Tanziil, 1/196).
Dalam Tafsir Al Jalalain juga dijelaskan:
“Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang
merupakan sumber maksiat” (Tafsir Al Jalalain, 189).
وأما الحيض فهو علم على البلوغ َّل نعلم فيه خَل ف
“Adapun haid, itu adalah tanda baligh, kami tidak mengetahui adanya perselisihan
pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.” (Al-Mughni, 4: 551)
2. hamil
Hal ini karena hamil tidaklah terjadi, kecuali karena adanya air mani laki-laki
(sperma) dan perempuan (sel telur) sekaligus. Allah Ta’ala berfirman,
ْفَلْيَنْظُرِ اْلِْنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ ؛ خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ ؛ يَخْرُجُ مِن
ِبَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِب
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia
diciptakan dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki
dan tulang dada perempuan.” (QS. Ath-Thaariq [86]: 5-7)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وأما الحمل فهو علم على البلوغ ألن هللا تعالى أجرى
العادة أن الولد َّل يخلق إَّل من ماء الرجل وماء المرأة
“Adapun hamil, itu adalah tanda baligh karena Allah Ta’ala menetapkan ketentuan
bahwa anak tidaklah diciptakan kecuali dari air mani laki-laki dan perempuan.” (Al-
Mughni, 4: 551
3. ihtilaam (mimpi basah).
Yaitu keluarnya mani dari kemaluan, baik dalam kondisi tidur atau dalam kondisi
terjaga (tidak tidur). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
َعُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِِّ صَلَّى َّللاَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَت
فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِِّيَ سَبِيلِي،ُ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِِّيَ سَبِيلُه،َقُتِل
“Pada perang bani Quraizhah, kami dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat itu,
orang-orang yang telah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sementara orang-orang yang belum
tumbuh bulu kemaluannya dibiarkan hidup. Dan aku termasuk orang-orang yang belum tumbuh
bulu kemaluannya, maka aku pun dibiarkan.” (HR. Abu Dawud no. 4404, Tirmidzi no. 1510, An-
Nasa’i no. 3375, dan Ibnu Majah no. 2532, shahih)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
وأما اَّلنبات فهو أن ينبت الشعر الخشن حول ذكر الرجل أو فرج
المرأة الذي استحق أخذه بالموسى وأما الزغب الضعيف فَل اعتبرا
به فإنه يثبت في حق الصغير وبهذا قال مالك والشافعي في قول
“Adapun al-inbaat, yaitu tumbuhnya rambut kasar di sekitar dzakar laki-laki atau farji wanita, yang
hendaknya dibersihkan dengan pisau cukur. Adapun bulu-bulu halus, maka tidak dianggap. Bulu
halus ini biasanya sudah tumbuh pada masa anak-anak. Inilah yang menjadi pendapat Imam Malik,
dan juga Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu pendapatnya.” (Al-Mughni, 4: 551)
5. genap berusia lima belas tahun (menurut kalender
hijriyah)
Tanda baligh yang ke tiga adalah genap berusia lima belas tahun, menurut kalender hijriyah. Nafi’
berkata,
َ أَنَّ رَسُولَ َّللاَِّ صَلَّى هللاُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ َّللاَُّ عَنْهُمَا
فَلَمْ يُجِزْنِي ثُمَّ عَرَضَنِي،ً وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَة،ٍعَرَضَهُ يَوْمَ أُحُد
ُ قَالَ نَافِعٌ فَقَدِمْت، فَأَجَازَنِي،ً وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَة،ِيَوْمَ الخَنْدَق
َّ إِن:َ فَحَدَّثْتُهُ هَذَا الحَدِيثَ فَقَال،ٌعَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ وَهُوَ خَلِيفَة
َ وَكَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ أَنْ يَفْرِضُوا لِمَنْ بَلَغ،ِهَذَا لَحَدٌّ بَيْنَ الصَّغِيرِ وَالكَبِير
َخَمْسَ عَشْرَة
“Telah menceritakan kapadaku Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia pernah menawarkan
diri kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut dalam perang Uhud. Saat itu umurnya
masih empat belas tahun, namun beliau tidak mengijinkannya. Kemudian dia menawarkan lagi pada
perang Khandaq. Saat itu usiaku lima belas tahun dan beliau mengijinkanku.”