Anda di halaman 1dari 14

Muqoddimah tentang Ramadhan

1. Makna puasa
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (‫ )الصيام‬atau Ash Shaum (‫)الصوم‬. Secara
bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak (‫ )اإلمساك‬yaitu menahan diri. Sedangkan secara
istilah, ash shiyaam artinya: beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan,
minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

2. Sejarah diwajibkannya puasa Ramadhan


• Yang pertama kali yang diwajibkan dari puasa adalah puasa Asyura
َ‫كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى َّللاَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَة‬
ُ‫صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ َلَ يَصُومُه‬
“Dahulu, hari Asyura adalah hari di mana kaum Quraisy berpuasa padanya pada
masa jahiliyah. Adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam berpuasa pada hari
Asyura. Tatkala Beliau datang ke Madinah, Beliau juga berpuasa padanya, dan
memerintahkan orang-orang untuk berpuasa padanya. Lalu ketika turun (wajibnya
puasa) Ramadhan, barangsiapa yang mau ia boleh berpuasa padanya, barangsiapa
yang mau ia boleh juga untuk tidak berpuasa padanya. [HR. Al-Bukhâri]
riwayat al-Bukhâri dan Muslim dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma ia berkata:

،ٌ‫ هذَا يَوْمٌ صَالِح‬:‫ مَا هذَا قَالُوا‬:َ‫ فَقَال‬،َ‫ فَرَأَى الْيَهُودَ تصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاء‬،‫قَدِمَ النَّبِيُّ صلى هللا عليه وسلم المَدِينَة‬
ِ‫ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِه‬:َ‫ قَال‬،‫هذَا يَوْمُ نَجَّى هللاُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِهِمْ فَصَامَهُ مُوسى‬
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam datang (di Madinah), dan Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa salam lihat kaum Yahudi berpuasa Asyura. Beliaupun bertanya: “Apa ini?”
Mereka menjawab: “Ini hari baik. Di mana Allâh menyelamatkan Musa dan bani
Israil pada hari tersebut dari kejaran musuh mereka. Lalu Musa pun berpuasa
padanya. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Aku lebih berhak
terhadap Musa daripada kalian.” Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam
memerintahkan orang-orang untuk berpuasa padanya.
Karena itu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

ُ‫مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَه‬

“Barangsiapa yang mau, ia boleh berpuasa Asyura, atau ia juga boleh untuk
meninggalkannya.” [HR. Muslim]
Dan terjadi perbedaan pendapat antara ulama tentang hukum puasa asyura
sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan.
• Pada tahun kedua dari Hijrah, pada malam kedua dari Sya’ban[1], Allâh Azza wa
Jalla mewajibkan puasa atas kaum Muslimin; dengan firman-Nya:
ٍ‫﴾ أَيَّامًا مَعْدُودَات‬١٨٣﴿ َ‫يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam
beberapa hari yang tertentu. …[Al-Baqarah/2: 183-184]
Namun, ketika itu berlaku aturan batas akhir makan dan
menggauli istri adalah setelah shalat isya atau sebelum tidur.
Sehingga, apabila ada seseorang yang telah berbuka di awal
malam, kemudian tertidur, lalu kemudian terbangun di tengah
malam, maka ia sudah tidak boleh lagi makan hingga magrib
berikutnya, sebagamana di dalam hadist :
ٍ‫ " كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّد‬:َ‫ قَال‬،ُ‫حديث الْبَرَاءِ بن عازب رَضِيَ َّللاَُّ عَنْه‬
َ‫ إِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا فَحَضَرَ اْلِْفْطَارُ فَنَامَ قَبْل‬،َ‫صَلَّى َّللاَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّم‬
َ‫ وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَة‬،َ‫ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وََلَ يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِي‬،َ‫أَنْ يُفْطِر‬
ِ‫ أَعِنْدَك‬:‫ فَقَالَ لَهَا‬،ُ‫ فَلَمَّا حَضَرَ اْلِْفْطَارُ أَتَى امْرَأَتَه‬،‫اْلَْنْصَارِيَّ كَانَ صَائِمًا‬
،ُ‫ وَكَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاه‬،َ‫ وَلَكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَك‬،َ‫ َل‬:ْ‫طَعَامٌ؟ قَالَت‬
َ‫ فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِي‬،َ‫ خَيْبَةً لَك‬:ْ‫ قَالَت‬،ُ‫ فَلَمَّا رَأَتْه‬،ُ‫فَجَاءَتْهُ امْرَأَتُه‬
َّ‫﴿ أُحِل‬: ُ‫ فَنَزَلَتْ هَذِهِ اْلْيَة‬،َ‫ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِ صَلَّى َّللاَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّم‬،ِ‫عَلَيْه‬
‫ فَفَرِحُوا بِهَا فَرَحًا‬،]187 :‫لَكُمْ لَيْلَةَ الصِيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ﴾ [البقرة‬
ِ‫ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلَبْيَضُ مِنَ الْخَيْط‬:ْ‫ وَنَزَلَت‬،‫شَدِيدًا‬
" 187 ‫اْلَسْوَدِ من الفجر ثم أتموا الصيام إلى الليل سورة البقرة آية‬
‫(رواه البخاري‬
Tahapan ketiga: Berubahnya aturan puasa. Setelah turunnya
sebagian firman Allah ‫ ﷻ‬dalam surah Al-Baqarah ayat ke-187 tersebut,
maka berubahlah aturan puasa. Aturan tersebut berbunyi bahwa batas
akhir waktu berhubungan dengan pasangan, makan, minum di bulan
Ramadhan adalah sebelum terbit fajar, dan itulah yang berlaku hingga
saat ini dan seterusnya.

3. Keutamaan bulan Ramadan


Terdapat banyak dalil yang menunjukkan keutamaan dari bulan Ramadan. Di
antaranya:

1. Ramadan adalah bulan berkah


Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah bersabda,

ٌ‫ شَهْرٌ مبارَك‬،َ‫أَتَاكُمْ رَمَضَان‬


“Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh
berkah.”([2])

Keberkahan, secara istilah maknanya adalah kebaikan yang banyak dan


menetap.([3]) Maka, ketika Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬menyifati bulan Ramadan
dengan bulan yang penuh berkah, artinya kebaikan di bulan Ramadan
sangatlah banyak.

2. Pahala amalan dilipatgandakan


Jika dikatakan bahwa bulan Ramadan memiliki banyak kebaikan, maka di
antara kebaikannya adalah pahala yang dilipatgandakan secara kualitas dan
kuantitas. Inilah yang disepakati oleh para ulama meskipun syariat tidak
menyebutkan secara pasti berapa kali lipat penggandaannya.

Di antara hal yang menunjukkan bahwa pahala di bulan Ramadan


dilipatgandakan, seperti berumrah di bulan Ramadan. Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
bersabda,

‫إِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي‬


“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadan sebanding dengan haji atau seperti
haji bersamaku.”([4])

Demikian pula dengan malam lailatulqadar, di mana Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

﴾ٍ‫﴿لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْر‬


“Lailatulqadar itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 3)

Dalil di atas ini menunjukkan bahwasanya pahala di bulan Ramadan


dilipatgandakan. Terlebih lagi, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬lebih banyak beramal dan
beribadah di bulan Ramadan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.
Ibnu Abbas h menuturkan,

‫ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي‬،ِ‫كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى هللاُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْر‬
َ‫رَمَضَان‬
“Nabi ‫ﷺ‬adalah orang yang paling dermawan dalam segala kebaikan. Dan
kedermawanan beliau yang paling baik (puncaknya) adalah saat bulan
Ramadan.”([5])

Oleh karena itu, setiap kita sudah seharusnya memperbanyak ibadah di


bulan Ramadan. Tasbih, berinfak, membaca Al-Qur’an, dan berumrah di
bulan Ramadan tidak akan sama nilainya jika dilakukan di selain bulan
Ramadan.

3. Puasa adalah ibadah khusus bagi Allah ‫ﷻ‬


Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, bahwasanya Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda, bahwasanya Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

ِ‫ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه‬،َ‫ إَِّلَّ الصِيَام‬،ُ‫كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَه‬
“Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya
puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya.”([6])

Terdapat khilaf yang kuat di kalangan para ulama tentang firman Allah ‫ﷻ‬
“kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk Aku”. Al-Hafizh Ibnu Hajar r
menyebutkan dalam kitabnya Fath al-Bari sekitar sembilan pendapat tentang
sebab puasa menjadi spesial di sisi Allah ‫[(ﷻ‬7]). Namun, ada dua pendapat
yang kuat dalam hal ini, yaitu:

Pendapat pertama: Karena puasa tidak dimasuki oleh riya’. Berbeda


dengan ibadah yang lain, seseorang tidaklah diketahui ia berpuasa kecuali ia
menceritakannya. Adapun ibadah selain puasa, terlihat dengan kasat mata
apabila dilakukan. Dari sini, pintu riya’ untuk masuk kepada puasa sangatlah
kecil, sehingga ini menjadikan puasa bernilai besar di sisi Allah ‫ ﷻ‬apabila
seseorang melakukannya ikhlas karena-Nya.

Pendapat kedua: Karena pahala puasa tidak terbatas. Ketika Allah ‫ﷻ‬
mengatakan “dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya”, ini
menunjukkan bahwasanya pahala puasa spesial dan tidak sebagaimana
ibadah yang lainnya. Oleh karenanya, dalam sebuah riwayat yang lain Nabi
Muhammad r bersabda,

ُ‫ قَالَ هللا‬،ٍ‫ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْف‬،ُ‫كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَف‬
‫ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي‬،ِ‫ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه‬،َ‫ إَِّلَّ الصَّوْم‬:َّ‫عَزَّ وَجَل‬
“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan diberi
pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‫ﷻ‬berfirman, ‘Selain puasa,
karena puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala.
Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-
Ku’.”([8])

Hal ini juga diperkuat dengan firman Allah ‫ﷻ‬,

﴾ٍ‫﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَاب‬


“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan
pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Kita tentu tahu bahwasanya dalam berpuasa ada tiga model kesabaran, yaitu
sabar menjalankan ketaatan, sabar meninggalkan maksiat, dan sabar dalam
menghadapi ujian. Maka, orang yang berpuasa pasti ia bersabar, dan Allah ‫ﷻ‬
menyiapkan pahala tanpa batas bagi orang yang bersabar.

4. Puasa menjadi penggugur dosa


Dalil akan hal ini banyak, di antaranya seperti sabda Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,

‫ مُكَفِرَاتٌ مَا‬،َ‫ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَان‬،ِ‫ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَة‬،ُ‫الصَّلَوَاتُ الْخَمْس‬


َ‫بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر‬
“Shalat lima waktu dan shalat Jumat ke Jumat berikutnya, dan Ramadan ke
Ramadan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila
dia menjauhi dosa besar.”([9])

Demikian pula sabda Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dalam Shahih al-Bukhari,

ُ‫ تُكَفِرُهَا الصَّالَةُ وَالصِيَامُ وَالصَّدَقَة‬،ِ‫فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَجَارِه‬


“Fitnah (dosa) seseorang berkaitan dengan keluarganya, harta, anak dan
tetangganya, akan terhapus oleh shalat, puasa, dan sedekah.”([10])

Demikian pula sabda Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang sangat populer,

.ِ‫ غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِه‬،‫ إيمَانًا واحْتِسَابًا‬،َ‫مَن صَامَ رَمَضَان‬


“Barang siapa berpuasa Ramadan dengan iman dan ihtisab (mengharap
pahala) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([11])

Puasa akan menjadi amalan yang bisa menggugurkan dosa-dosa seseorang


apabila ia benar-benar meyakini bahwasanya puasa adalah syariat dari Allah
‫ ﷻ‬serta yakin bahwasanya Allah ‫ ﷻ‬akan memberikan pahala dan ganjaran
atas puasa yang ia lakukan.

5. Orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu ar-


Rayyan
Di surga, ada satu pintu khusus bernama pintu ar-Rayyan, yang dikhususkan
bagi orang-orang yang berpuasa. Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

َ‫ َّلَ يَدْخُلُهُ إَِّلَّ الصَّائِمُون‬،َ‫ فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّان‬،ٍ‫فِي الجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَاب‬
“Di surga ada delapan pintu, di antaranya ada pintu yang disebut dengan ar-
Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang
berpuasa.”([12])

Kata ُ‫ الرَّيَّان‬artinya adalah hilang dahaganya. Allah ‫ ﷻ‬tidak menamakan pintu


surga tersebut dengan pintu puasa karena seakan-akan di surga masih ada
puasa. Oleh karenanya dinamakan ar-Rayyan karena di surga tidak ada lagi
puasa. ([13])

6. Dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu


neraka
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

َ‫ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّم‬،ِ‫إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّة‬


“Apabila telah datang bulan Ramadan, dibukakan pintu-pintu surga, dan
ditutup pintu-pintu neraka jahanam.”([14])

Dalam riwayat yang lain,

َ‫ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّم‬،ِ‫إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاء‬


“Apabila bulan Ramadan datang, maka pintu-pintu langit dibuka sedangkan
pintu-pintu jahanam ditutup.”([15])

Dalam riwayat yang lain,

َ‫ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّم‬،ِ‫إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَة‬


“Apabila Ramadan telah tiba, maka pintu-pintu rahmat akan dibuka, lalu
pintu-pintu neraka ditutup.”([16])

Ada beberapa pendapat di kalangan para ulama terkait makna hadits-hadits


di atas. Di antara tafsir para ulama adalah ketika seseorang beribadah di
bulan Ramadan, maka pintu-pintu langit terbuka sehingga amal sangat
mudah untuk diterima. ([17]) Sebagaimana firman Allah ‫ﷻ‬,

﴾ُ‫﴿إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه‬


“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh
dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)
Di antara tafsiran lain yaitu seseorang dimudahkan untuk masuk surga
dengan beramal saleh di bulan Ramadan. ([18]) Kabar dibukanya pintu
surga merupakan kabar gembira bagi setiap orang agar bersemangat
beramal dengan sebanyak-banyaknya di bulan Ramadan.

7. Setan dibelenggu
Di antara keutamaan bulan Ramadan adalah setan dibelenggu oleh Allah ‫ﷻ‬.
Hal ini diriwayatkan dalam banyak hadits, di antaranya seperti sabda Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬,

ُ‫إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِين‬
“Apabila Ramadan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan
pun dibelenggu.”([19])

Bagaimana mengompromikan keterangan bahwasanya setan-setan


dibelenggu sementara masih ada orang yang bermaksiat di bulan Ramadan?
Maka ada beberapa jawaban:

Pertama: Yang dibelenggu hanyalah gembong (pemimpin) para setan,


sehingga para anak buahnya masih bisa menggoda([20]). Namun, ini
menjadi indikasi betapa lemahnya iman seseorang yang masih bisa tergoda
di bulan Ramadan, karena ia bisa terjerumus maksiat hanya dengan godaan
dari anak buah setan.

Kedua: Aktivitas setan terbatas.([21]) Artinya, setan tidak leluasa menggoda


manusia sehingga akhirnya maksiat berkurang di bulan Ramadan.

Ketiga: Maksiat disebabkan pula oleh faktor internal, yaitu diri sendiri.([22])
Artinya, karena keburukan jiwa seseoranglah yang menjadikan masih terus
bermaksiat meskipun di bulan Ramadan. Oleh karenanya, Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
dalam khutbahnya selalu menyebutkan,

‫وَنَعُوذُ بِاهللِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا‬


“Dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa kami.”

Demikian pula firman Allah ‫ﷻ‬,

﴾‫﴿إِنَّ النَّفْسَ َلَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إَِّلَّ مَا رَحِمَ رَبِي‬


“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Maka apabila jiwa seseorang selama sebelas bulan lamanya telah dibimbing
oleh setan, maka ketika setan dibelenggu pun ia sudah bisa bermaksiat
sendiri disebabkan keburukan jiwanya.

Oleh karenanya, ini tentu menjadi ujian bagi kita semua, karena meskipun
setan dibelenggu, namun maksiat tetap bisa terjadi. Maka hendaknya kita
terus waspada dan banyak berlindung kepada Allah ‫ ﷻ‬dari keburukan jiwa.

8. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari minyak


kasturi
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah bersabda,

ِ‫ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ َّللاَِّ مِنْ رِيحِ المِسْك‬،ِ‫وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِه‬
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut
orang yang sedang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada harumnya
minyak kasturi.”([23])

Terdapat ikhtilaf di kalangan para ulama tentang apa maksud dari mulut
orang yang berpuasa lebih harum daripada minyak kasturi. Ada sebagian
ulama berpendapat bahwa maknanya adalah pahala yang didapatkan
seseorang sangat besar, bahkan lebih baik daripada minyak kasturi.
Sebagian ulama yang lain menyebutkan bahwa maknanya adalah orang yang
berpuasa akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dengan bau mulut yang
wangi. Hal ini sebagaimana orang yang mati syahid dibangkitkan dengan
luka yang masih tampak dan darah yang baunya wangi. Pendapat kedua ini
adalah pendapat yang lebih kuat.([24])

9. Ada seruan khusus untuk bersemangat beribadah dan


meninggalkan maksiat
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah bersabda,

ْ َ‫ وَغُلِق‬،ِ‫ وَمَرَدَةُ الْجِن‬،ُ‫ صُفِدَتِ الشَّيَاطِين‬،َ‫إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَان‬
‫ت‬
،ٌ‫ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَاب‬،ِ‫ وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّة‬،ٌ‫ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَاب‬،ِ‫أَبْوَابُ النَّار‬
ْ‫ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِ أَقْصِر‬،ْ‫ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِل‬:ٍ‫وَنَادَى مُنَاد‬
“Jika tiba waktu awal malam di bulan Ramadan maka setan-setan dan
pemimpin-pemimpinnya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak
ada yang dibuka. Pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada yang ditutup, lalu
ada penyeru yang berseru, ‘Wahai orang yang mencari kebaikan,
teruskanlah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah’.”([25])
Seruan ini kita rasakan ketika bulan Ramadan telah tiba. Tatkala bulan
Ramadan tiba, ada rasa semangat dan rasa gembira untuk beramal saleh di
bulan Ramadan. Adapun rasa ingin bermaksiat seketika itu juga berkurang.
Hal ini tidak lain karena adanya penyeru yang Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬telah
kabarkan dalam sabdanya tersebut.

10. Ada kesempatan terbebas dari neraka di setiap malam


bulan Ramadan
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

ٍ‫ وَذَلِكَ فِي كُلِ لَيْلَة‬،ِ‫وَّلِلَِّ عُتَقَاءُ مِنَ النَّار‬


“Sesungguhnya Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi
pada setiap malam (bulan Ramadan).”([26])

Artinya, di salah satu malam-malam bulan Ramadan ada kesempatan bagi


kita untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah agar kita dicatat oleh Allah
‫ ﷻ‬sebagai orang yang dibebaskan dari api neraka. Jika nama kita dicatat
sebagai orang yang terbebas dari api neraka menandakan bahwa kita akan
masuk surga dengan izin Allah ‫ﷻ‬.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita bersungguh-sungguh dalam


beribadah dan menjauhi maksiat di setiap hari bulan Ramadan. Apabila
ternyata kita tidak tercatat di malam pertama, maka masih ada malam
kedua dan seterusnya. Jadi, kesempatan kita sangat besar, tinggal apakah
kita mau memanfaatkan kesempatan tersebut atau tidak.

Dari sini pula, kita perlu meluruskan hadits yang banyak dibawakan oleh
para dai di tanah air kita, yang menyebutkan bahwasanya Ramadan terbagi
menjadi tiga bagian,

ِ‫ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّار‬،ٌ‫ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَة‬،ٌ‫وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَة‬


“Ramadan adalah bulan yang pertamanya adalah rahmat, pertengahan
adalah ampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.”([27])

Hadits ini lemah dan bahkan dinilai munkar oleh sebagian ahli hadits. Hal ini
dikarenakan hadits tersebut secara matan (konten) bertentangan dengan
hadits sahih yang telah kita sebutkan di atas, dan juga sanadnya pun sendiri
lemah.

Maka dari itu, yang benar bahwasanya seluruh malam di bulan Ramadan
adalah kesempatan untuk terbebas dari api neraka. Kemudian, tiga perkara
tersebut asalnya saling berkaitan dan tidak terpisahkan, karena yang
namanya orang yang dirahmati maka pasti diampuni, dan orang yang
diampuni maka pasti terbebas dari api neraka.

Melihat beberapa keutamaan bulan Ramadan ini, maka tentu menjadikan


kita termotivasi untuk beribadah dengan semaksimal mungkin di bulan
Ramadan. Terlebih lagi ketika kita menyadari bahwasanya masing-masing
kita memiliki dosa yang begitu banyak, maka motivasi kita untuk bisa
mendapatkan ampunan di bulan Ramadan menjadi sangat besar.

Oleh karena itu, ketika Allah ‫ ﷻ‬telah memberikan kepada seseorang seluruh
kesempatan untuk mendapatkan seluruh keutamaan bulan Ramadan,
kemudian ternyata ia masuk ke bulan Ramadan hingga selesai namun tidak
mendapatkan ampunan, maka sungguh ia adalah orang yang celaka. Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬telah bersabda,

َ‫ آمِين‬:ُ‫ فَقُلْت‬،ُ‫ رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ لَمْ يُغْفَرْ لَه‬:َ‫قَال‬
“Jibril berkata, ‘Celaka seorang hamba yang memasuki bulan Ramadan
namun ia tidak diampuni’. Maka aku berkata, ‘Aamiin’.”([28])

Kenapa dia merugi? Karena ia tidak menggunakan kesempatannya dengan


sebaik mungkin. Ia menyia-nyiakan waktunya selama di bulan Ramadan, ia
tidak beribadah dengan baik, dan ia tidak bersemangat. Padahal, Allah ‫ﷻ‬
telah mengondisikan Ramadan dengan sedemikian rupa, namun ia tidak
diampuni. Dengan demikian, ia adalah orang yang celaka.

4.
5. Tujuan Utama di wajibkannya puasa

Agar kita tidak seperti yang disebutkan di dalam hadist.

ُ‫رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُ وْعُ وَالعَطَش‬


“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali
rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al
Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –
yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).

Hal ini sudah Allah ta’ala jelaskan dalam firman-Nya:


َ‫يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Jelas bahwa tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Dan takwa adalah
melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mendefinisikan takwa:

‫اتخاذ وقاية من عذاب هللا بفعل أوامره واجتناب نواهيه‬

“Menjaga diri dari adzab Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya” (Syarh Al Aqidah Al Washitiyyah).
Thalq bin Habib rahimahullah (ulama tabi’in) mendefinisikan taqwa :
ِ‫ مَخَافَةَ عَذَابِ هللا‬،ِ‫ عَلَى نُوْرٍ مِنَ هللا‬،ِ‫ وَتَرْكِ مَعَاصِي هللا‬،ِ‫ رَجَاءَ ثَوَابِ هللا‬،ِ‫ عَلَى نُوْرٍ مِنَ هللا‬،ِ‫العَمَلُ بِطَاعَةِ هللا‬

“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap
pahala dari Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap adzab
Allah” (Siyar A’lamin Nubala, 8/175).
Maka tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang lebih taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
lebih serius menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Al Baghawi rahimahullah ketika menjelaskan ayat di atas, beliau memaparkan korelasi antara
puasa dengan takwa:
‫الصوم وصلة إلى التقوى لما فيه من قهر النفس وكسر الشهوات‬

“Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan
mengalahkan syahwat” (Ma’alim At Tanziil, 1/196).
Dalam Tafsir Al Jalalain juga dijelaskan:

‫لعلكم تتقون المعاصي فإنه يكسر الشهوة التي هي مبدؤها‬

“Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang
merupakan sumber maksiat” (Tafsir Al Jalalain, 189).

4. Fiqh puasa Wanita


Kapan seorang wanita mulai baligh : dengan salahsatu dari 4 hal :
1. mengalami haid
Haid merupakan tanda baligh khusus bagi wanita, tanpa ada perselisihan di antara para
ulama. Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٍ‫َّلَ يَقْبَلُ َّللاَُّ صََلَةَ حَائِضٍ إَِّلَّ بِخِمَار‬


“Allah tidak menerima shalat wanita yang mengalami haid, kecuali dengan memakai
kerudung.” (HR. Abu Dawud no. 641, Ibnu Majah no. 655, shahih)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

‫وأما الحيض فهو علم على البلوغ َّل نعلم فيه خَل ف‬
“Adapun haid, itu adalah tanda baligh, kami tidak mengetahui adanya perselisihan
pendapat di antara para ulama dalam masalah ini.” (Al-Mughni, 4: 551)
2. hamil
Hal ini karena hamil tidaklah terjadi, kecuali karena adanya air mani laki-laki
(sperma) dan perempuan (sel telur) sekaligus. Allah Ta’ala berfirman,
ْ‫فَلْيَنْظُرِ اْلِْنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ ؛ خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ ؛ يَخْرُجُ مِن‬
ِ‫بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِب‬
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia
diciptakan dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki
dan tulang dada perempuan.” (QS. Ath-Thaariq [86]: 5-7)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

‫وأما الحمل فهو علم على البلوغ ألن هللا تعالى أجرى‬
‫العادة أن الولد َّل يخلق إَّل من ماء الرجل وماء المرأة‬
“Adapun hamil, itu adalah tanda baligh karena Allah Ta’ala menetapkan ketentuan
bahwa anak tidaklah diciptakan kecuali dari air mani laki-laki dan perempuan.” (Al-
Mughni, 4: 551
3. ihtilaam (mimpi basah).
Yaitu keluarnya mani dari kemaluan, baik dalam kondisi tidur atau dalam kondisi
terjaga (tidak tidur). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

َ‫وَإِذَا بَلَغَ األَْطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِين‬


ْ‫مِنْ قَبْلِهِم‬
“Dan apabila anak-anakmu telah ihtilaam, maka hendaklah mereka meminta izin,
seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.” (QS. An-Nuur [24]: 59)
Dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
4. tumbuhnya rambut kasar di sekitar kemaluan.
Dari ‘Athiyah Al-Qurazhi, beliau berkata,

َ‫عُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِِّ صَلَّى َّللاَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَت‬
‫ فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِِّيَ سَبِيلِي‬،ُ‫ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِِّيَ سَبِيلُه‬،َ‫قُتِل‬
“Pada perang bani Quraizhah, kami dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat itu,
orang-orang yang telah tumbuh bulu kemaluannya dibunuh, sementara orang-orang yang belum
tumbuh bulu kemaluannya dibiarkan hidup. Dan aku termasuk orang-orang yang belum tumbuh
bulu kemaluannya, maka aku pun dibiarkan.” (HR. Abu Dawud no. 4404, Tirmidzi no. 1510, An-
Nasa’i no. 3375, dan Ibnu Majah no. 2532, shahih)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

‫وأما اَّلنبات فهو أن ينبت الشعر الخشن حول ذكر الرجل أو فرج‬
‫المرأة الذي استحق أخذه بالموسى وأما الزغب الضعيف فَل اعتبرا‬
‫به فإنه يثبت في حق الصغير وبهذا قال مالك والشافعي في قول‬
“Adapun al-inbaat, yaitu tumbuhnya rambut kasar di sekitar dzakar laki-laki atau farji wanita, yang
hendaknya dibersihkan dengan pisau cukur. Adapun bulu-bulu halus, maka tidak dianggap. Bulu
halus ini biasanya sudah tumbuh pada masa anak-anak. Inilah yang menjadi pendapat Imam Malik,
dan juga Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu pendapatnya.” (Al-Mughni, 4: 551)
5. genap berusia lima belas tahun (menurut kalender
hijriyah)
Tanda baligh yang ke tiga adalah genap berusia lima belas tahun, menurut kalender hijriyah. Nafi’
berkata,
َ‫ أَنَّ رَسُولَ َّللاَِّ صَلَّى هللاُ عَلَيْهِ وَسَلَّم‬:‫حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ َّللاَُّ عَنْهُمَا‬
‫ فَلَمْ يُجِزْنِي ثُمَّ عَرَضَنِي‬،ً‫ وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَة‬،ٍ‫عَرَضَهُ يَوْمَ أُحُد‬
ُ‫ قَالَ نَافِعٌ فَقَدِمْت‬، ‫ فَأَجَازَنِي‬،ً‫ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَة‬،ِ‫يَوْمَ الخَنْدَق‬
َّ‫ إِن‬:َ‫ فَحَدَّثْتُهُ هَذَا الحَدِيثَ فَقَال‬،ٌ‫عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ وَهُوَ خَلِيفَة‬
َ‫ وَكَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ أَنْ يَفْرِضُوا لِمَنْ بَلَغ‬،ِ‫هَذَا لَحَدٌّ بَيْنَ الصَّغِيرِ وَالكَبِير‬
َ‫خَمْسَ عَشْرَة‬
“Telah menceritakan kapadaku Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia pernah menawarkan
diri kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ikut dalam perang Uhud. Saat itu umurnya
masih empat belas tahun, namun beliau tidak mengijinkannya. Kemudian dia menawarkan lagi pada
perang Khandaq. Saat itu usiaku lima belas tahun dan beliau mengijinkanku.”

Beberapa hal yang berkaitan dengan wanita Haid :


1. jika dia merasa besok pagi jadwal haidnya sebagaimana biasanya,
tetap wajib baginya untuk niat puasa sejak Malam. Karena ada
kemungkinan haidnya trtunda, dan pada puasa wajib harus di
niatkan sejak malam,
{ : َ‫وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال‬
، ُ‫مَنْ لَمْ يُبَيِِّتْ الصِِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ } رَوَاهُ الْخَمْسَة‬
ُ‫ وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا ابْن‬، ِ‫وَمَالَ التِِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ إلَى تَرْجِيحِ وَقْفِه‬
ْ‫خُ زَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ – وَلِلدَّارَقُطْنِيِِّ { لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِن‬
} ِ‫اللَّيْل‬
2. jika ternyata di tengah hari dia haid, maka para ulama berbeda pendapat.
1. Tetap melanjutkan puasa karena menghormati bulan meski puasanya tidak
sah dan harus di qadha
Batal puasanya dan tidak usah di lanjutkan,
2.
dan harus di Qadha (lebih kuat)
Meskipun sedetik sebelum terbenam mata hari
maka puasanya batal.
3. Jika malamnya dia haid dan dia bersih sedetik
sebelum terbit fajar , maka wajib berpuasa
meskipun mandi junub setelah azan atau fajar.
Semisal dengan wanita yang mendapati azan
ketika masih mandi junud.
4. Wanita yang haid harus mengqhada puasa setelah
ramadhan dan tidak di ganti dengan fidyah, karena
dia adalah uzur yang hilang berbeda dengan orang
yang sakit dan tidak sembuh-sembuh.

Anda mungkin juga menyukai