Anda di halaman 1dari 10

‫بسم الله الرحمن الرحيم‬

Risalah Ramadhan

Bulan Ramadhan memiliki keistimewaan di banding bulan-bulan


yang lain, di antaranya:

1. Pada bulan Ramadhan, Al Qur’an diturunkan (lih. Al Baqarah: 185).


2. Pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu
(HR. Bukhari)
3. Di bulan itu ada malaikat yang menyeru, “Wahai orang yang
menginginkan kebaikan, bergembiralah!. Wahai orang yang
menginginkan keburukan, berhentilah!.” (HR. Ahmad dan Nasa’i,
sanadnya jayyid)
4. Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosanya yang telah
lalu. (HR. Bukhari)
5. Amal saleh di bulan Ramadhan dilipatgandakan pahalanya.
Contohnya berumrah di bulan Ramadhan sana seperti berhajji
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada
harumnya minyak kesturi (HR. Bukhari)
7. Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik daripada
seribu bulan, yaitu Lailatul Qadr (lih. Surat Al Qadr).
8. Dan keutamaan lainnya yang begitu banyak.
Amalan yang disyari’atkan di bulan Ramadhan
Di bulan Ramadhan ada beberapa amalan yang disyari’atkan, di
antara amalan itu ada yang wajib dan ada yang sunat. Berikut amalan
tersebut:

1. Berpuasa,
Dalam hadits Qudsiy Allah berfirman:

‫الص َيا َم فَ ِإنَّ ُه يِل َوأَنَا أَ ْجزِي ِب ِه‬


ِّ َّ‫ك ُُّل َع َملِ ابْ ِن آ َد َم لَ ُه إِلا‬
“Semua amal anak Adam untuknya selain puasa, puasa itu untuk-Ku,
dan Aku-lah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan keutamaan puasa di banding amalan


yang lain dan besarnya pahala yang akan Allah berikan kepada orang
yang berpuasa, karena Dia yang akan membalasnya.

2. Shalat Tarawih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫َم ْن قَا َم َر َم َضا َن إِ َمياناً َوا ْح ِت َساباً ُغ ِف َر لَ ُه َما تَ َق َّد َم ِم ْن َذنْ ِب ِه‬
“Barang siapa yang melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih)
karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-
dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)
Lebih utama lagi jika dilakukan berjama’ah bersama imam hingga
selesai, karena akan dicatat untuknya pahala melakukan shalat
semalaman suntuk.

3. Bersedekah
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang paling dermawan, dan Beliau lebih dermawan lagi di
bulan Ramadhan, bahkan melebihi angin yang berhembus. Hal ini
menunjukkan bahwa sepatutnya kita lebih sungguh-sungguh lagi
beribadah dan beramal saleh khususnya di waktu-waktu yang penuh
keberkahan seperti di bulan Ramadhan. Termasuk bersedekah di bulan
Ramadhan adalah memberikan makanan untuk berbuka orang yang
berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َّ ‫َم ْن فَطَّ َر َص مِائاً كَا َن لَ ُه ِمثْ ُل أَ ْج ِر ِه غ رْ ََي أَنَّ ُه الَ يُ ْنق َُص ِم ْن أَ ْج ِر‬
ْ َ‫الصائِ ِم ي‬
‫ش ٌء‬
“Barang siapa memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang
berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa itu
tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad, Nasa’i dan dishahihkan oleh
Al Albani)

4. Memperbanyak membaca Al Qur’an


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ أَ ْي َر ِّب‬: ‫الص َيا ُم‬ ِّ ‫َلص َيا ُم َوا ْل ُق ْرآ ُن يُشَ َّف َعان لِلْ َع ْب ِد يَ ْو َم الْ ِق َيا َم ِة يَ ُق ْو ُل‬
ِّ ‫ا‬
‫ َم َن ْعتُ ُه ال َّن ْو َم‬: ‫ َويَ ُق ْو ُل ا ْل ُق ْرآ ُن‬، ‫ فَشَ ِّف ْع ِني ِف ْي ِه‬، ‫َم َن ْعتُ ُه الطَّ َعا َم َوالشَّ ْه َو ِة‬
ِ‫ فَ ُيشَ َّف َعان‬: ‫ ق ََال‬، ‫بِالَّل ْيلِ فَشَ ِّف ْع ِن ْي ِف ْي ِه‬
“Puasa dan Al Qur’an akan memberikan syafa’at kepada seorang
hamba pada hari kiamat, puasa akan berkata, “Ya Rabbi, aku mencegah
dirinya untuk makan dan mencegah syahwatnya, maka berikanlah aku
izin memberikan syafa’at untuknya”, sedangkan Al Qur’an berkata,
“Aku telah mencegahnya tidur di malam hari, maka berikanlah aku
izin memberikan syafa’at untuknya”, maka keduanya pun diizinkan
memberi syafa’at.” (HR.Ahmad dan Thabrani, dishahihkan oleh Syaikh
Al Albani dalam Shahihul Jami’ 3882)

5. Duduk berdiam di masjid setelah shalat Shubuh sampai terbit


matahari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ ث ُ َّم‬، ‫ ث ُ َّم قَ َع َد يَ ْذكُ ُر الل َه َحتَّى تَطْلُ َع الشَّ ْم ُس‬، ‫َم ْن َص ىَّل الْ َغ َدا َة يِف َج اَم َع ٍة‬
“ ‫ ت َا َّم ًة تَا َّم ًة ت َا َّم ًة‬، ‫َص ىَّل َركْ َعتَ نْ ِي كَانَ ْت لَ ُه كَأَ ْج ِر َح َّج ٍة َو ُع ْم َر ٍة‬
“Barang siapa shalat Subuh berjama’ah, lalu duduk berdzikr mengingat
Allah sampai matahari terbit. Setelah itu ia shalat dua rak’at (shalat
Isyraq), maka ia akan mendapatkan pahala seperti satu kali hajji dan
umrah secara sempurna, sempurna dan sempurna.”
(HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani)

Shalat Isyraq dikerjakan pada waktu dhuha di bagian awalnya


ketika matahari terbit setinggi satu tombak (jarak antara terbit matahari/
syuruq dengan setinggi satu tombak kira-kira ¼ jam).

6. Beri’tikaf
Setelah hari-hari biasanya kita sibuk terhadap urusan dunia, kita
diminta hanya sebentar untuk menyibukkan diri dengan akhirat (fokus
kepada akhirat), yaitu dengan beri’tikaf.

I’tikaf artinya menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri


kepada Allah Azza wa jalla. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
beri’tikaf sepuluh hari di bulan Ramadhan, namun pada tahun wafatnya
Beliau, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari. (sebagaimana dalam
riwayat Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah). I’tikaf ini hukumnya
sunat, dan menjadi wajib jika dinadzarkan oleh seseorang.

I’tikaf lebih utama dilakukan di sepuluh terakhir bulan Ramadhan


sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Waktunya dimulai dari setelah shalat Subuh hari pertama dan berakhir
sampai matahari tenggelam akhir bulan Ramadhan.

I’tikaf terlaksana dengan seseorang tinggal di masjid dengan niat


beri’tikaf baik lama atau hanya sebentar, dan ia akan mendapatkan
pahala selama berada di dalam masjid.

Bagi yang beri’tikaf boleh memutuskan atau membatalkan


i’tikafnya kapan saja ia mau, jika ia sudah keluar dari masjid lalu ia
hendak beri’tikaf lagi, maka ia pasang niat lagi untuk beri’tikaf.
I’tikaf tidak batal ketika seseorang keluar dari masjid karena terpaksa
harus keluar (seperti ingin buang air, makan dan minum bila tidak ada
yang mengantarkan makan untuknya, pergi berobat, mandi dsb).
I’tikaf menjadi batal jika seseorang keluar dari masjid tanpa suatu
keperluan serta melakukan jima’.

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, “Sunnahnya bagi yang


beri’tikaf adalah tidak menjenguk orang yang sakit, tidak menyentuh
istri, memeluknya, tidak keluar kecuali jika diperlukan, dan i’tikaf hanya
bisa dilakukan dalam keadaan puasa, juga tidak dilakukan kecuali di
masjid jaami’(masjid yang di situ ditegakkan shalat Jum’at dan jama’ah).”

Amalan yang dilakukan ketika I’tikaf :


Hendaknya orang yang beri’tikaf memanfa’atkan waktunya yang
ada dengan sebaik-baiknya, seperti memperbanyak dzikr (baik yang
mutlak maupun yang muqayyad), membaca Al Qur’an, mengerjakan
shalat-shalat sunnah dan amalan sunat lainnya serta memperbanyak
tafakkur tentang keadaannya yang telah lalu, hari ini dan yang akan
datang juga merenungi hakikat hidup di dunia. Ia pun hendaknya
menghindari perbuatan yang sia-sia seperti banyak bercanda, ngobrol
dsb.

7. Mencari malam Lailatul Qadr


Hendaknya seorang yang beri’tikaf mencari malam lailatul qadr
dalam I’tikafnya di malam-malam yang ganjil dari sepuluh terakhir bulan
Ramadhan –Meskipun mencari Lailatul qadr tidak harus beri’tikaf--.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mencari Lailatul Qadr dan
memerintahkan para sahabat untuk mencarinya. Lailatul qadr tidak
terjadi pada malam tertentu dalam setiap tahunnya, namun berubah-
rubah, mungkin pada tahun ini malam ke 27, pada tahun depan malam
ke 29 dsb, dan sangat diharapkan terjadi pada malam ke 27.

Mungkin hikmah mengapa malam Lailatul qadr disembunyikan


oleh Allah Ta’ala adalah agar diketahui siapa yang sungguh-sungguh
beribadah dan siapa yang bermalas-malasan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َم ْن قَا َم لَ ْيلَ َة الْ َق ْد ِر إِيمْ َاناً َوا ْح ِت َساباً ُغ ِف َر لَ ُه َما تَ َق َّد َم ِم ْن َذنْ ِب ِه‬
“Barang siapa yang melakukan shalat tarawih bertepatan dengan
malam Lailatul qadr karena iman dan mengharapkan pahala, maka
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Doa ketika mengetahui lailatul qadr adalah,


‫ا َللّ ُه َّم اِنَّ َك َع ُف ٌّو ت ُِح ُّب ا ْل َع ْف َو فَا ْع ُف َع ِّن ْي‬
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema’af, maka ma’afkanlah aku.”
(HR. Imam Ahmad dan Penyusun Kitab Sunan, kecuali Abu Dawud.
Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.”)

8. Berumrah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ُع ْم َر ٌة يِف َر َم َضا َن ت َ ْع ِد ُل َح َّج ًة‬


“Berumrah di bulan Ramadhan sama seperti hajji.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

9. Memperbanyak membaca Al Qur’an, berdzikr dan berdoa


Siang dan malam bulan Ramadhan adalah saat-saat utama
beramal shalih, maka manfaatkanlah dengan banyak membaca Al
Qur’an, berdzikr dan berdoa.

10. Menjauhi maksiat.


Seorang muslim harus menjauhi maksiat, apalagi di bulan
Ramadhan seperti ghibah (gosip), namimah (mengadu domba),
berdusta, memakai cincin emas bagi laki-laki, melihat hal-hal yang haram
dilihat, mendengarkan musik, menyakiti kaum muslimin baik dengan
lisan maupun dengan perbuatan, menggambar makhluk bernyawa,
bersumpah dengan nama selain Allah, bertasyabbuh (menyerupai)
orang-orang kafir, merokok, isbal (melabuhkan kain melewati mata
kaki), riya’, mencukur janggut, memakan riba, bekerja di bank-bank
ribawi, mengasuransikan jiwa dan harta (asuransi konvensional),
memberikan persaksian dusta, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ فَلَ ْيس ِلل ِه َحا َج ٌة يِف أَ ْن يَ َد َع طَ َعا َم ُه‬،‫َم ْن ملَ ْيَ َد ْع قَ ْو َل ال ُّز ْو ِر َوالْ َع َم َل ِب ِه‬
‫شابَ ُه‬
َ َ‫َو ر‬
“Barang siapa yang tidak mau meninggalkan kata-kata dusta dan
beramal dengannya, maka Allah tidak lagi butuh ia meninggalkan
makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Ia pun harus menjauhi mencaci-maki orang lain dan menjauhi


maksiat lainnya baik yang berupa ucapan maupun perbuatan,
melakukan penipuan (ghisy), durhaka kepada kedua orang tua,
memutuskan tali silaturrahim, hasad (dengki), menyia-nyiakan shalat
dan lainnya.

Dan bagi wanita haram melepas jilbab, bertabarruj (bersolek


kepada yang bukan suaminya) dan memakai wewangian ketika keluar
dari rumah.

Penggolongan orang yang berpuasa


Puasa wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh, berakal,
mampu dan mukim (tidak bersafar). Ada beberapa golongan manusia
dalam masalah puasa, berikut pembagiannya:
1. Anak kecil yang belum baligh tidak wajib berpuasa, namun
hendaknya ia disuruh agar terbiasa mengerjakan kewajiban.
2. Bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena sebab yang tidak bisa
hilang, seperti karena tua dan orang yang sakit yang sulit diharapkan
kesembuhannya, maka keduanya cukup memberi makan untuk
sehari satu orang miskin.
3. Orang yang sakit, namun bisa diharapkan kesembuhannya, maka
jika ia berat untuk berpuasa pada saat itu, ia bisa berpuasa nanti
setelah sembuh.
4. Wanita yang haidh dan nifas tidak boleh berpuasa saat masih haidh
dan nifas, ia cukup mengqadha’nya (membayar puasa) nanti setelah
selesai haidh atau nifasnya.
5. Bagi wanita yang hamil dan menyusui apabila keduanya merasa
berat berpuasa karena kehamilannya atau karena ia menyusui atau
pun karena mengkhawatirkan janinnya maka (cukup) membayar
fidyah, tidak perlu mengqadha’. Jika keduanya mau mengqadha’
maka silahkan mengqadha’, dan jika telah mengqadha’ maka tidak
perlu membayar fidyah.
6. Seorang musafir dipersilahkan untuk berpuasa atau berbuka. Jika
berbuka maka ia harus mengqadha’nya.

Hal-hal yang membatalkan puasa


Yang membatalkan puasa adalah makan dan minum dengan
sengaja, berjima’, datang haidh atau nifas dan muntah dengan sengaja.
Syaikh Ibnu ’Utsaimin menjelaskan bahwa makan dan minum dapat
membatalkan puasa, baik yang bermanfa’at maupun yang berbahaya
seperti rokok, demikian juga yang semakna dengan makan dan minum
yaitu memberikan suntikan yang berisi makanan.

Perlu diketahui, bahwa seorang yang berpuasa tidaklah batal


puasanya jika melakukan hal yang membatalkan puasa karena lupa,
tidak mengetahui atau dipaksa. Oleh karena itu, jika seorang lupa
sehingga makan atau minum maka tidak batal puasanya. Demikian
juga jika seseorang makan atau minum karena beranggapan matahari
sudah tenggelam atau fajar belum terbit, maka tidak batal puasanya
karena ia tidak mengetahui. Dan jika seseorang berkumur-kumur lalu
ternyata air masuk ke dalam perutnya tanpa sengaja, maka tidak batal
puasanya karena itu bukan pilihannya. ’Atha’ berkata, ”Jika seseorang
beristintsar (menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya), lalu
ternyata air itu masuk ke tenggorokan, maka tidak mengapa jika ia
tidak kuasa.” Al Hasan berkata, ”Jika lalat masuk ke tenggorokannya,
maka ia tidak diwajibkan apa-apa.”
Marwan bin Musa
Maraaji’: Nubadz fish shiyaam (Syaikh Ibnu ‘Utaimin), Risalah sayhri
Ramadhan (Khaalid bin Abdillah Al Hamuudiy), Fiqhus Sunnah dll.

Anda mungkin juga menyukai