Anda di halaman 1dari 20

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬

(( Membela Al-Haq Menepis Syubuhat))


Oleh : Abu Ya’la Kurnaedi, Lc
‫احلمد هّلل رب العاملني والصالة والسالم على نبينا حممد و على آله وصحبه أمجعني‬

Pada sore hari, Rabu 17-01-2018 salah satu ikhwan mengabarkan ke saya kalau ada
video majlis diskusi yang menyudutkan secara sepihak terhadap guru kami Ustadz
Abdul Hakim bin Amir ‘Abdat hafidzhahullah, video tersebut berdurasi 50:28 menit,
dengan judul “Aqidah Salafi / Wahabi VS Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah”, tetapi
saya baru bisa melihatnya pada sore hari jum’at.
Diantara pembicara dalam video tersebut adalah Ustadz Tengku Zulkarnaen, adapun
inti pembicaraannya adalah tentang tauhid khususnya masalah “ ‫اّلل‬
‫َين ه‬
َ ‫( ” أ‬dimana Allah),
istiwa Allah, Nuzul-Nya (turunnya Allah pada 1/3 malam) serta tentang Ma’iyyatullah.
Setelah saya menyimak video tersebut, saya memiliki banyak sekali catatan dalam
benak saya, tetapi dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan beberapa poin yang
saya anggap lebih mendesak untuk di bahas.
Sebelum saya bahas poin-poin tersebut, ada hal yang ingin saya sampaikan
tentang ustadz Tengku Zulkarnaen. Sebenarnya saya meragukan akan keilmuannya,
terutama dari sisi Bahasa arab yang dengannya saya meragukan apakah dia sanggup
menelaah kitab-kitab ulama yang berbahasa arab. Kenapa saya meragukannya?
Jawabannya adalah:

Ketika saya melihat video yang dikirimkan oleh salah seorang ikhwan kepada saya yang
berjudul “Kafir atau Non Muslim” pembiacara Ustadz Tengku Zulkarnaen yang
berdurasi 4:33 menit, di menit ke- 2:09 dia berbicara tentang Sharaf dan melakukan
kesalahan yang sangat fatal dalam bacaan, ustadz Tengku Zulkarnaen berkata bahwa
kata ‘Kafir’ itu berasal dari kata:
Kafara - Yukaffiru - Kufran( ‫ ُك ْف ًرا‬- ‫ يُ َك هِّف ُر‬- ‫) َك َف َر‬, seharusnya : Kafara - Yakfuru- Kufran

( ‫ ُك ْف ًرا‬- ‫ يَ ْك ُف ُر‬- ‫) َك َف َر‬.

1
Bagi para pemula dari para pelajar ilmu sharaf tidak asing lagi bagi mereka perbedaan
wazan ( Timbangan kata ) dan dari sisi makna antara keduanya, karena ‫ يُ َك هِّف ُر‬dari wazan

‫ تفعيال‬- ‫ يُ َف ِّهع ُل‬- ‫ فعَّ َل‬, adapun ‫ َك َف َر‬berwazan ‫ فَ َع َل – ي َ ْف ُع ُل – فُ ْع ال‬, adapun dari sisi makna, tentunya
juga berbeda (tetapi bukan di sini pembahasannya). Dan lagi-lagi saya dikejutkan
dengan kesalahan berikutnya pada menit ke- 4: 32 ketika ustadz Tengku Zulkarnaen
juga berbicara sharaf tentang akar kata Muslim dan melakukan kesalahan dalam
menerjemah kata Muslim jika ditinjau dengan timbangan ilmu sharaf, dia berkata:
“Muslim itu dari kata “Aslama - Yuslimu- Islaman”, yang artinya selamat, (perlu dicatat
baik-baik, semua meyakini bahwa setiap muslim akan selamat) tapi di sini kita sedang
bicara tentang arti kata “Aslama - Yuslimu- Islaman” ( ‫إس َال ًما‬ ِّ
ْ - ‫ يُ ْسل ُم‬- ‫َسلَ َم‬
ْ ‫ ) أ‬ini dari wazan

( ‫ إِّفْ َع ًال‬- ‫ل‬ ِّ


ُ ‫ يُ ْفع‬- ‫ ) أَفْ َع َل‬yang maknanya menjadikan fi’il (kata kerja) yang lazim (tidak
butuh objek) menjadi muta’addi (membutuhkan objek) yang diantara maknanya adalah
menundukkan diri, adapun selamat adalah terjemahan dari kata ‫ َس َال ًما‬atau ً‫ َس َال َمة‬yang

terambil dari kata “Salima - Yaslamu - Salaman / Salamatan” ( ً‫ َس َال َمة‬/ ‫ َس َال ًما‬- ‫سلَ ُم‬ ِّ
ْ َ‫ ي‬- ‫َسل َم‬
), pelakunya (isim fa’ilnya) ‫ َس ِّالم‬yang selamat bukan muslim (‫ (مسلم‬.

Dengan alasan di atas maka saya sangat meragukan kemampuan bahasa arabnya, karena
hal di atas merupakan modal dasar untuk menelaah kitab-kitab para ulama dalam ilmu
islam apalagi tentang masalah yang pelik dalam islam. saya belum tahu tentang
nahwunya, walaupun si sela-sela diskusinya dia memegang kitab shahih muslim syarah
imam Nawawi, dia tidak membacakan dengan bahasa arabnya, semoga saja tidak
termasuk jenis kelompok “sakkin taslam”
Adapun point-point yang ingin saya bahas adalah:

1. Beberapa pernyataan ustadz Tengku Zulkarnaen tentang negara Arab Saudi yang
harus diluruskan.
2. Istiwa Allah, Nuzul-Nya dan Ma’iyyah-Nya.
3. Apakah benar bahwa langit itu qiblat dalam berdo’a sebagaimana Ka’bah sebagai
qiblat dalam shalat?

2
Point Pertama:
Beberapa pernyataan ustadz Tengku Zulkarnaen seputar Kerajaan Arab Saudi di sekitar
menit-menit ke-16 dan seterusnya perlu diluruskan, dia berbicara tentang Arab Saudi
dan wahabi, tetapi sangat disayangkan dia tidak menyebutkan sumber-sumber rujukan
dari mana semua cerita itu??? Padahal seyogyanya setiap pembicara menunjukkan
referensi dari apa yang diucapkannya apa lagi itu adalah majlis mudzakarah, kalau tidak
menyebutkan referensi maka itu namanya Asbun (asal bunyi), kemudian ketika
mendatangkan referensi pun harus jelas referensinya, apakah dari sumber yang
terpercaya atau tidak?
Pada sekitar menit ke-17:06 dia berkata: “Ibnu Su’ud dan Muhammad bin Abdul Wahab
(atau yang dia beri istilah wahabi) mengganti Mekkah yang dulunya adalah kampung
Rasulullah diganti menjadi kerajaan Arab Saudi... Sekarang Mekkah itu jadi Saudi,
kampungya si Saud, bukan kampungnya Rasulullah lagi...”
Sungguh aneh pernyataannya tersebut, terkesan sangat mengada-ada, kenapa?, sampai
sekarang kota suci Mekkah tetap ada, namanya Mekkah dan tidak diganti dengan kota
Saud, coba tanyakan kepada penduduk di sana atau kepada orang yang pulang haji dan
umrah, kota itu tetap namanya Mekkah, bahkan Kerajaan Arab Saudi memilik saluran
(channel) tv yang bernama ‫ مكة املكرمة‬.

Kemudian dia di menit ke- 17: 24 berkata: “ Mereka sangat benci kepada semua
yang berbau Rasul, asal ada berbau Rasul dihancurkan... tempat Nabi lahir
dihancurkan jadi tempat parkir Unta, sekarang jadi perpustakaan, sekarang sudah
dihancurkan...”
Ini juga mengada-ada, saya (Penulis) baru umrah sekitar tanggal 23 desember 2017 dan
saya sengaja untuk melihat Maktabah Makkah Al-Mukarramah (perpustakaan Mekkah
Al-Mukarramah) yang dianggap sebagai tempat kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ternyata perpustakaan tersebut masih berdiri kokoh dan tidak
dihancurkan sebagaimana perkataan ustadz Tengku Zulkarnaen. Adapun
pernyataannya tentang wahabi, maka saya sarankan padanya untuk menunjukkan secara
3
jelas apa definisi wahabi, ciri-ciri dan seterusnya, pembahasan yang jelas disertakan
rujukan-rujukan yang jelas dan dapat dipercaya.

Point Kedua:
Dalam video yang berdurasi 50:28 menit ustadz tengku zulkarnaen dan konco-
konconya mendiskusikan salah satu buku karya guru kami Ustadz Abdul Hakim bin
Amir Abdat tentang di mana Allah ? dari buku masail jilid 1 tetapi sangat disayangkan
mereka tidak membacakan dari awal, hanya membacakan satu hadits dan
kesimpulannya saja, sehingga mengesankan kepada kaum muslimin yang menonton
video tersebut bahwa itu adalah pendapatnya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
semata padahal seandainya mereka mau ilmiyah hendaknya mereka bahas dan baca apa
yang dinukil oleh guru kami dari dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah juga perkataan para
ulama ahlus sunnah dalam masalah tersebut.
Dalam video tersebut dengan piciknya UTZ dan kawan-kawannya menolak
tentang beberapa sifat Allah, secara khusus tentang Istiwa Allah, Nuzul-Nya (turunnya
Allah di sepertiga malam terakhir ) dan telah keliru dalam memahami Ma’iyyah-Nya
(kebersamaan-Nya dengan makhluk-Nya). dia berkata dari ke- 6:57 : kalau abdul
hakim mengatakan bahwa bertanya ainallah? dimana Allah? adalah merupakan
syari’at islam dalam agama sebagaimana yang dikatakan si abdul hakim ini maka
tentunya semua kitab tauhid yang ada di dunia ini memuat itu, kitab yang ditulis oleh
imam-imam besar pasti memuat itu….tiba-tiba Allah jadikan arasy kemudian Allah
nangkring di arasy berubah dong sifat Allah dari tidak bertempat menjadi
bertempat…..sepertiga malam turun ke bumi tapi setelah fajar katanya tuhan balik lagi
ke langit, ini aqidah aneh….
Jawaban : Penafiannya tentang aqidah itu dibahas oleh para ulamanya oleh
imam-imam besar tidak benar, banyak sekali penukilan dari ulama tentang penetapan
bahwa Allah istiwa di atas arasy dan tentang nuzul-Nya Allah pada sepertiga malam ke
langit dunia. Pada kesempatan ini saya tidak akan menurunkan semua perkataan ulama
tentang aqidah ini tetapi cukup saya akan nukilkan perkataan dari ulama besar yang
dikenal di dunia terlebih oleh masyarakat Indonesia dan sering mereka menyebut-
nyebutnya yaitu Syekh Abdul Qadir Al-Jailaniy dalam kitab beliau yaitu: kitab ushul

4
ad-diin. Mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani dalam
kitabnya tersebut, saya nukilkan disini langsung dengan teks Bahasa arabnya agar
pembaca bisa langsung melihatnya dan merujuknya.
Yang pertama tentang masalah Sifat Allah, bahwa Allah beristiwa di atas arasy.
Syekh Abdul Qadir Jailani dari halaman 103 sampai 119 dalam masalah penciptaan
langit dan bumi, sifat arasy dan sifat istiwa dalam kitabnya ushul ad-din. saya nukilkan
sebagaimana berikut:

Syekh Abdul Qadir Jailani -rahimahullah- berkata :

ِّ ‫السمو‬
ِّ ‫ات َواأل‬
‫َرض‬ َ َ َّ ‫لق‬
ُ ‫َخ‬

‫ ومن األرض العليا إىل مساء‬، ‫ وسبع أرضني بعضها أسفل من بعض‬، ‫و إن هللا عز َوجل خلق سبع مسوات بعضها فوق بعض‬
ٍ ‫ وبني كل‬، ‫الدنيا مسرية مخسمئة عام‬
، ‫ وعرش الرمحن فوق املاء‬، ‫ واملاء فوق السماء السابعة‬، ‫مساء مسرية مخسمئة عام‬

: ‫اّلل تعاىل‬
‫ قال ه‬، ‫ وللعرش محلة حيملونه‬، ‫واّلل تعاىل فوق العرش من دونه حجاب من انر ونور وظلمة وماء هو أعلم به‬
‫ه‬

) 7 : ‫{ الذين حيملون العرش ومن حوله } ( غافر‬

Penciptaan Langit dan Bumi


Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menciptakan tujuh langit, sebagiannya di
atas yang lainnya, dan tujuh bumi sebagiannya di bawah yang lainnya, dari bumi yang
teratas dengan langit dunia (berjarak) perjalanan 500 tahun, antara langit yang satu
dengan yang lainnya (berjarak) perjalanan 500 tahun, (menciptakan) air di atas langit
yang ketujuh, dan ‘Arsy (Allah) Ar-Rahman berada di atas air, Allah Ta’ala di atas
‘Arsy, ada hijab dari api, cahaya, kegelapan dan air, Dia (Allah Ta’ala) lebih
mengetahui tentangnya, bagi ‘Arsy ada para malaikat pemikul ‘Arsy, Allah Ta’ala
berfirman:
} ‫{ الذين حيملون العرش ومن حوله‬

“(Malaikat-Malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (Malaikat) yang berada di


sekelilingnya” [QS. Ghafir / Al-Mu’min : 7]

‫صفة العرش‬

5
ِّ ‫ { وتَرى املَلَىئِّ َكةَ حآفِّه‬: ‫اّلل عز وحل‬
) 75 : ‫رش } ( الزمر‬ َ ‫ني م ْن َح ْو ِّل‬
ِّ ‫الع‬ َ َ ََ ‫ه‬ ‫ قال ه‬، ‫اّلل‬ ٌّ ‫وللعرش‬
‫حد يعلمه ه‬

‫جل وعال‬ ٍ
‫ وهو ه‬، ‫ والكرسي عند العرش كحلقة يف أرضٍ فالة‬، ‫ وسعته كسعة السموات و األرض‬، ‫وهو من ايقوته محراء‬
ٍ ‫كل‬ ٍ
‫عدد‬
َ ‫ و‬، ‫ورقة‬ ‫ ومسقط ِّه‬، ‫كل زرع ونبت‬
‫ و ِّه‬، ‫كل شجرة‬
‫ و ِّه‬، ‫كل شعرة‬
‫ومنبت ِّه‬
َ ، ‫يعلم ما يف السموات وما يف قعر البحار‬
ُ
،‫كالمهم‬ ، ‫ومكاييل البِّحار‬ ، ‫ومثاقيل الِّبال‬ ‫والرمل ر‬ ِّ ِّ
َ ‫وأنفاسهم و‬
َ ‫وآاثرهم‬
َ ‫وأعمال العباد‬
َ َ َ ، ‫والُّتاب‬ َّ ‫وعدد احلصى‬
َ ، ‫ذلك كلهه‬
ٍ َّ ‫ويعلم‬
‫ ول جيوز وصفه أبنه يف ِّه‬، ‫ ل خيلو من علمه مكان‬، ‫ابئن من خلقه‬
،‫كل مكان‬ ‫ وهو م‬، ‫ ل خيفى عليه شيء‬، ‫كل شيء‬

َّ‫ وقوله { ُُث‬،)5 :‫استَ َوى } ( طه‬ ِّ ‫الع‬


ْ ‫رش‬ َ ‫الرمحَ ُن َعلَى‬
َّ { : ‫جل ثناؤه‬
َّ ‫ إنه يف السماء على العرش ؛ كما قال‬: ‫بل يُقال‬

. )10 :‫الصالِّ ُح يَ ْرفَ ُعهُ } ( فاطر‬


َّ ‫الع َم ُل‬
َ ‫ب َو‬ َِّّ ِّ
ُ ‫ص َع ُد ال َكل ُم الطيه‬
ِّ
ْ َ‫ { إِّلَيه ي‬: ‫ وقال‬،)59 :‫ش } ( الفرقان‬
ِّ ‫الع ْر‬
َ ‫استَ َوى َعلَى‬
ْ

‫اّلل عليه و سلهم يف‬


‫ وقال صلهى ه‬، ‫السماء‬ ‫ ملا قال هلا أين ه‬، ‫األم ِّة‬
َّ ‫اّلل ؟ فأشارت إىل‬ َ ‫و النَّيب عليه السالم حكم إبسالم‬
ٍ ‫ و يف‬، )) ‫إن رمحيت سبقت غضيب‬
‫لفظ‬ َّ : ‫ وهو فوق العرش‬، ‫كتااب على نفسه‬
ً ‫اّلل اخللق كتب‬
‫ (( ملا خلق ه‬: ‫حديث أيب هريرة‬

)) ‫وجل اخللق كتب يف كتاب وهو عنده فوق العرش إ هن رمحيت سبقت غضيب‬
‫اّلل عز ه‬
‫ ملا قضى ه‬: ‫آخر‬

Sifat ‘Arsy
‘Arsy memiliki had (batasan) yang hanya diketahui oleh Allah, Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman:
ِّ ‫{ وتَرى املَلَىئِّ َكةَ حآفِّه‬
} ‫رش‬ َ ‫ني م ْن َح ْو ِّل‬
ِّ ‫الع‬ َ َ ََ
“Dan engkau (Muhammad) akan melihat Malaikat-Malaikat melingkar di sekeliling
‘Arsy” [QS.Az-Zumar: 75], ia dari permata yaqut merah, luasnya seperti luas langit-
langit dan bumi, kursi (kursi Allah) dibanding ‘Arsy bagaikan cincin di padang sahara
yang luas, Dia (Allah) Jalla wa ‘Ala mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang
ada di dasar lautan, Dia-lah yang dapat menumbuhkan setiap rambut, dan setiap pohon,
setiap tanaman dan tumbuhan, Dia-lah yang dapat menggugurkan setiap dedaunan, dan
(mengetahui) jumlah itu semua, dan jumlah batu-batu kecil, pasir dan debu, dan
beratnya gunung-gunung, dan timbangan lautan, dan amalan-amalan para hamba,
bekas, nafas dan perkataan mereka, Dia mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang
tersembunyi bagi-Nya , tidak menyatu dengan makhluk-Nya , tempat apa-pun tidak ada
yang kosong dari ilmu-Nya, tidak boleh disifati bahwa Dia (Allah Ta’ala) berada di

6
setiap tempat, tapi hendaklah dikatakan bahwa: Dia berada di langit, di atas ‘Arsy,
sebagaimana Dia ( Allah Yang MahaTinggi pujiannya) berfirman:
} ‫استَ َوى‬ ِّ ‫الع‬
ْ ‫رش‬ َ ‫الرمحَ ُن َعلَى‬
َّ {

“Yang MahaPengasih, Yang bersemayam (istiwa) di atas ‘Arsy” [QS.Thaha: 5).


Firman-Nya:
ِّ ‫الع ْر‬
}‫ش‬ َ ‫استَ َوى َعلَى‬
ْ َّ‫{ ُُث‬
“Kemudian Dia ber-istiwa di atas ‘Arsy” [QS.Al-Furqan: 52]
Dan Firman-Nya:
ِّ َّ ‫َيه يصع ُد ال َكلِّم الطَّيِّب والعمل‬
ِّ
} ُ‫ح يَ ْرفَ ُعه‬
ُ ‫الصال‬ ُ ََ َ ُ ‫ُ ه‬ َ ْ َ ‫{ إِّل‬
“KepadaNya-lah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan” [QS.
Fathir: 10].
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi keislaman seorang budak
wanita, ketika beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepadanya: “Ainallah
(dimana Allah) ?” kemudian budak wanita tersebut mengisyaratkan ke langit, dan beliau
-shallallahu ‘alahi wa salam- bersabda dalam hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-
: “ Ketika Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia telah mewajibkan bagi diri-Nya, dan
Dia (Allah) berada di atas ‘Arsy, Dia berfirman, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku telah
mendahului kemurkaan-Ku’. Dalam lafadz yang lain (Allah berfirman): Ketika Allah
‘Azza wa Jalla telah menentukan makhluk-Nya , Dia mencatat sebuah kitab yang di
sisi-Nya, yang ada di atas ‘Arsy, ‘Bahwa sesungguhnya rahmat-Ku telah mendahului
kemurkaan-Ku’ ”
‫صفة الستواء‬

ِّ
‫اجملسمة‬ َّ ‫ وأنه استواء‬، ‫وينبغي إطالق صفة الستواء من غري أتويل‬
‫ كما قالت ه‬، ‫الذات على العرش ل معىن القعود واملماسة‬
َّ ، ‫ كما قالت املعتزلة‬، ‫ ول على معىن الستيالء والغلبة‬، ‫ كما قالت األشعريَّة‬، ‫والرفعة‬
‫ألن‬ ِّ‫ ول على معىن العلو ه‬، ‫والكراميَّة‬
َّ

‫ بل هو املنقول‬، ‫الصاحل من أصحاب احلديث ذلك‬


َّ ‫والسلف‬
َّ ‫الصحابة والتَّابعني‬ َّ
َّ ‫ ول نقل عن أحد من‬، ‫الشرع ل يرد بذلك‬

ِّ ‫الع‬
‫رش‬ َّ { : ‫ يف قوله‬، ‫اّلل عليه وسلَّم‬
َ ‫الرمحَ ُن َعلَى‬ ‫النيب صلَّى ه‬ َ ‫ وقد ُر ِّو‬، ‫عنهم مجلة علة اطالقهم‬
‫ي عن أم َسلَ َمةَ زوج ه‬
‫ وقد أسنده‬، ) ‫ والهود به ُكفر‬، ‫ والستواء غري جمهول واإلقرار به إميان‬، ‫غري معقول‬
ُ ‫يف‬‫ ( َك م‬: ‫ قالت‬، )5:‫استَ َوى} ( طه‬
ْ

7
‫اّلل عليه وسلَّم يف (صحيحه) ‪،‬و كذلك يف حديث أنس بن مالك ‪ ،‬وقال أمح ُد بن حنبل‬
‫احلجاج إىل النَّيب صلهى ه‬
‫مسلم بن َّ‬
‫ُ‬
‫وجل أو‬
‫عز َّ‬
‫اّلل َّ‬ ‫اّلل يف رواية بعضهم ‪( :‬لست بصاحب كالم ‪ ،‬ول أدري الكالم يف ٍ‬
‫شيء من هذا إل ما كان يف كتاب ه‬ ‫رمحه ه‬
‫ُ‬

‫اّلل عليه وسلَّم أو عن صحابته رمحهم ه‬


‫اّلل أو عن التهابعني ‪ ،‬فأما غري ذلك ‪ ،‬فإ هن الكالم فيه غري‬ ‫ٍ‬
‫حديث عن النَّيب صلَّى ه‬

‫الرب ‪ :‬كيف ؟ ِّولَ ؟ ول يقول ذلك إل شاك ) ‪ .‬وقال أمح ُد رمحه ه‬


‫اّلل يف رواية حنبل (حنبل‬ ‫حممود ‪ ،‬فال يقال يف صفات َّ‬
‫اّلل على العرش كيف شاء وكما شاء بال ح هٍد ول ٍ‬
‫صفة يبلغها‬ ‫بن إسحاق بن حنبل بن هالل الشيباين ) ‪( :‬حنن نؤمن أبن ه‬

‫واصف أو حيدره أحد )‪.‬‬

‫اّلل فوق عيادي ‪ ،‬وعرشي فوق مجيع خلقي ‪ ،‬وأان‬


‫اّلل تعاىل يف التهوراة ‪ :‬أان ه‬
‫عن سعيد بن املسيهب عن كعب األحبار ‪ ،‬قال ه‬
‫كل ٍ‬
‫كتاب أنزل‬ ‫كذكور يف ِّه‬
‫م‬ ‫وجل على العرش‬
‫عز َّ‬ ‫على عرشي عليه أدبِّهر عبادي ل خيفى َّ‬
‫علي شيء من عبادي ) ‪ .‬و كونه َّ‬

‫اّلل تعاىل فيما ل يزل موصوفًا ابلعلو والقدرة والستيالء والغلبة على مجيه خلقه من العرش‬ ‫نيب أرسل بال كيف ‪َّ ،‬‬
‫وأن ه‬ ‫على ٍه‬
‫ونص عليه َّ‬
‫وأكده يف سبع آايت من‬ ‫وغريه ‪ ،‬فال حيمل الستواء على ذلك ‪ ،‬فالستواء كصفات ال َذات بعد ما أخربان به ‪ ،‬ه‬

‫والسمع و البصر واحلياة والقدر ‪ ،‬وكونه خال ًقا‬


‫كتابه والسنة املأثورة به ‪ ،‬وهو صفة لزمة له لئقة به ؛ كاليد والوجه والعني َّ‬

‫ورازقًا وحمييا ومميتًا ‪ ،‬فموصوف هبا ‪ ،‬فال نتكلَّم فيه ‪ ،‬ول خنرج من الكتاب والسنة ‪ ،‬نقرأ اآلية واخلرب ونؤمن مبا فيها ‪ ،‬ونَ ِّك ُل‬

‫اّلل نفسه يف كتابه ‪ ،‬فتفسريه قراءته ‪،‬‬


‫كل ما أوصف ه‬ ‫ِّ‬
‫اّلل تعاىل ‪ ،‬كما قال سفيان بن عُيَ ْينة ‪ ( :‬ه‬
‫والصفات إىل علم ه‬
‫الكيفية ه‬

‫اّلل نفسه يف كتابه ‪ ،‬فتفسريه‬


‫كل ما أوصف ه‬ ‫ِّ‬
‫اّلل تعاىل ‪ ،‬كما قال سفيان بن ُعيَ ْينة ‪ ( :‬ه‬
‫والصفات إىل علم ه‬
‫ول الكيفية ه‬

‫قراءته‪ ،‬ول تفسري له غريها )‪.‬‬

‫اّلل العفو والعافية ‪ ،‬ونعوذ به أن نقول فيه ويف صفاته‬ ‫ول نتكلَّف غري ذلك ‪ ،‬فإنهه م‬
‫غيب ل جمال للعقول يف إدراكه ‪ ،‬ونسأل ه‬

‫ما ل خيربان هو به ‪ ،‬أو رسوله عليه السالم ‪.‬‬

‫‪Sifat Istiwa‬‬
‫‪Hendaknya memutlakkan sifat Istiwa dengan tanpa ta’wil. Istiwanya Dzat di atas‬‬
‫‪‘Arsy tidak bermakna duduk atau bersentuhan (dengan makhluk) sebagaimana‬‬
‫‪perkataan (keyakinan) Mujassimah dan Karramiyah, tidak pula bermakna ‘uluw dan‬‬
‫‪rif’ah (berkedudukan tinggi) sebagaimana perkataan Asy’ariyah, bukan pula bermakna‬‬
‫‪menguasai dan mengalahkan sebagaimna perkataan Mu’tazilah, karena syariat tidak‬‬
‫‪datang dengan hal itu, dan tidak ternukil satu pun dari para sahaabat Nabi, Tabi’in, dan‬‬
‫‪8‬‬
kaum As Salaf Ash-Shalih (generasi pertama yang shalih) dari Ash-habul Hadits (ulama
ahli hadits), tetapi yang ternukil dari mereka adalah pemutlakan, telah diriwayatkan dari
Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang firman-Nya:
} ‫استَ َوى‬ ِّ ‫الع‬
ْ ‫رش‬ َ ‫الرمحَ ُن َعلَى‬
َّ {

“Yang MahaPengasih di atas ‘Arsy Istiwa” [QS.Thaha: 5] ia berkata: “Tentang kaifiyat


(bagaimananya istiwa Allah) tidak bisa dicerna oleh akal, Istiwanya Allah bukan
sesuatu yang majhul, menetapkan istiwa bagian dari iman, sedangkan mengingkarinya
adalah bentuk kekafiran.”
Imam Muslim bin Hajjaj telah menyandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam kitab shahihnya, demikian juga pada hadits Anas bin Malik, Ahmad bin Hanbal
rahimahullah telah berkata sebelum beliau wafat: “Khabar-khabar tentang sifat maka
diperlakukan sebagaimana datangnya (apa adanya) dengan tanpa tasybih (penyerupaan
Allah dengan makhluk) dan tanpa ta’thil (penolakan).
Dalam riwayat yang lain dari sebagian mereka, beliau berkata: “Aku bukan shahibul
kalam (ahli kalam), aku tidak tahu kalam tentang sesuatu dari hal ini, kecuali yang ada
pada Kitabullah ‘Azza wa Jalla, atau dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau
dari para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, atau dari para tabi’in, adapun selain hal
tersebut maka sesungguhnya kalam (pembicaraan) tentangnya merupakan hal yang
tidak terpuji, tidak boleh dikatakan tentang sifat-sifat Rabb (Allah) (dengan pertanyaan)
bagaimana ? Kenapa?, tidak ada yang berkata demikian melainkan orang yang syak
(ragu).
Ahmad dalam riwayat Hanbal (Hanbal bin Ishaq bin Hanbal bin Hilal asy-Syaibaniy
wafat 273 H) berkata: “Kami beriman bahwa Allah di atas ‘Arsy sesuai kaifiyat yang
Dia kehendaki, sebagaimana yang Dia kehendaki tanpa ada batasan dan sifat yang bisa
digapai oleh siapa pun yang mensifati atau siapa pun yang mau membatasi.”
Dari Sa’id bin Musayyib dari Ka’ab Al Ahbar, Allah Ta’ala berfirman pada Taurat:
“Aku Allah di atas para hamba-Ku, ‘Arsy-Ku berada di atas seluruh makhluk-Ku, dan
aku berada di atas ‘Arsy-Ku, Aku mengatur (urusan) para hamba-Ku, tidak ada sesuatu
pun dari para hambaku yang tersembunyi dari-Ku.”
Keberadaan Allah ‘Azza wa Jalla di atas ‘Arsy telah disebutkan dalam seluruh kitab
yang Allah turunkan kepada (seluruh) Nabi, yang diutus tanpa kaif (bertanya tentang
9
kaifiyat). Allah senantiasa disifati dengan sifat ketinggian, qudrah, istilal (berkuasa) dan
ghalabah (mengalahkan). Semua makhluk baik itu ‘Arsy begitu juga selainnya, (tetapi)
tidak boleh (memahami) istiwa dengan hal itu (dengan menguasai). Sifat istiwa seperti
sifat-sifat Dzat setelah Dia (Allah) meng-khabarkannya kepada kita, (sebagaimana)
telah Dia (Allah) kuatkan pada 7 ayat dari kitab-Nya dan dalam Sunnah yang ma’tsur,
ia merupakan sifat yang lazim yang layak bagi-Nya, seperti (sifat-sifat yang dimilik-
Nya): tentang (sifat) tangan, wajah, mata, pendengaran, penglihatan, hidup, qadr, Dia
(Allah) sebagai pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan, dan mematikan, Dia
(Allah) disifati dengannya (dengan sifat-sifat tersebut). Kita tidak berkalam tentangnya,
kita tidak keluar dari Al-Kitab dan As-Sunnah, kita baca ayat dan khabar (tentangnya)
kemudian kita mengimaninya, kita serahkan tentang kaifiyat dari sifat-sifat tersebut
kepada ilmu Allah Ta’ala, sebagaimana perkataan Sufyan bin Uyainah: “Seluruh yang
Allah sifatkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya maka penafsirannya adalah bacaannya
(apa adanya), tidak ada penafsiran selainnya (dari apa yang dibaca)”.
Kita tidak membebani diri dengan selain hal tersebut, karena merupakan hal yang
ghaib, tidak ada tempat bagi akal untuk memahaminya (mengetahuinya) kecuali dengan
perantara wahyu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kita meminta kepada Allah ampunan
dan ‘Afiyah-Nya, dan kita berlindung kepada-Nya dari berbicara tentang-Nya dan
tentang sifat-sifat-Nya dengan sesuatu yang tidak pernah Allah khabarkan, atau tidak
pernah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam khabarkan.

Itulah perkataan syekh Abdul Qadir Jailani tentang Istiwa Allah di atas arasy dari
sini kita mengetahui bahwa aqidah ini adalah aqidah kaum muslimin dan ulamanya.

Untuk lebih memahami aqidah ini maka sayapun akan bahas disini tentang sifat
Maiyah untuk lebih memahami akan hakikat aqidah ahlus sunnah wal jama’ah.

Sifat Ma’iyyah (Kebersamaan Allah Dengan Makhluk)


Sifat ma’iyyah ini telah tsabit, dalilnya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah,
diantaranya:
Allah Ta’ala berfirman:

10
‫السموت وما يف األرض ما يكون من جنوى ثالثة إل هو رابعهم ول مخسة إل هو سادسهم‬
‫اّلل يعلم ما يف ه‬
‫{ أل تر أن ه‬

} ‫بكل شيء عليم‬


‫اّلل ه‬
‫ول أدىن من ذلك ول أكثر إل هو معهم أين ما كانوا ُث ينبهؤهم مبا عملوا يوم القيامة إ هن ه‬
“Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan
Dia-lah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dia-lah yang
keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia
pasti ada bersama mereka dimana pun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitakan kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah MahaMengetahui segala sesuatu.” [QS.Al-Mujadilah:7]

} ‫َين َما ُكنتُ ْم‬


َ ‫{ َو ُه َو َم َع ُكم أ‬
“Dia bersama kalian dimana saja kalian berada” [QS. Al-Hadid:4]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
) ‫ إنهكم تدعون مسيعا قريبا وهو معكم‬، ‫أص َّم ول غائبا‬
َ ‫( اربعوا على أنفسكم إنهكم ل تدعون‬
“Kasihanilah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdo’a kepada Dzat yang tuli
dan tidak ada, sesungguhnya Allah bersama kalian, Dia MahaMendengar lagi
MahaDekat” [HR.Bukhari (3961), Muslim (2704).
Perlu diketahui bahwa kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya dari dalil-dalil di
atas adalah kebersamaan ilmu-Nya, artinya walaupun Allah di atas ‘Arsy tetapi Allah
mengetahui seluruh makhluk-Nya dan ilmu Allah bersama mereka, ini merupakan
penafsiran para Ulama dari kalangan Salaf dan seterusnya seperti Ibnu ‘Abbas, Adh
Dhahak, Muqatil bin Hayyan, Sufyan Ats Tsauri, Nu’aim bin Hamad serta Ahmad
bin Hanbal, bahkan Imam Al Ajurriy Asy Syafi’iy rahimahullah berkata:

: ‫ فإن قال قائل‬... ‫اّلل عز وجل سبحانه على عرشه فوق مسواته وهلمه حميط بكل شيء‬
‫(( والذي يذهب إليه أهل العلم أن ه‬

‫ { ما يكون من جنوى ثالثة إل هو رابعهم ول مخسة إل هو سادسهم ول أدىن من ذلك ول أكثر إل هو‬: ‫فأيش معىن قوله‬

‫ وعلمه حميط هبم‬،‫ وهللا عز وجل على عرشه‬، ‫ علمه عز وجل‬: ‫ ) اليت هبا حيتجون ؟ قيل له‬7: ‫معهم أين ما كانوا } ( اجملادلة‬

. ‫ واآلية يدل أوهلا وآخرها على أنه العلم‬، ‫فسره أهل العلم‬
َّ ‫ كذا‬، ‫وبكل شيء من خلقه‬

11
‫السموت وما يف األرض ما يكون من جنوى‬
‫اّلل يعلم ما يف ه‬
‫ { أل تر أن ه‬: ‫ قال هللا عز وجل‬: ‫ كيف ؟ قيل‬: ‫فإن قال قائل‬

‫اّلل‬
‫بكل شيء عليم } فابتدأ ه‬
‫اّلل ه‬
‫ { ُث ينبهؤهم مبا عملوا يوم القيامة إ هن ه‬: ‫ إىل آخر اآلية قوله‬... } ‫ثالثة إل هو رابعهم‬

)) ‫املسلمني‬ ‫ وهذا قول‬، ‫ فعلمه عز وجل حميط جبميع خلقه وهو على عرشه‬، ‫عز وجل اآلية ابلعلم وختمها ابلعلم‬

“Madzhab yang dianut oleh ahlul ‘ilmi adalah bahwa sesungguhnya Allah di atas
‘Arsy-Nya di atas lanit, dan ilmu-Nya mencakup segala sesuatu ... apabila ada yang
berkata, ‘Apakah makna firman Allah Ta’ala “Tidak ada pembicaraan rahasia antara
tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang,
melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih
banyak, melainkan Dia pasti ada bersama mereka dimana pun mereka berada”
[QS.Al-Mujadilah:7] mereka berhujjah dengannya? Maka jawabannya adalah:
(Maksud) kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah imu-Nya, Allah ‘Azza wa Jalla
di atas ‘Arsy-Nya, ilmu-Nya meliputi mereka dan segala sesuatu dari makhluk-Nya,
sebagaimana telah ditafsirkan oleh Ahlul Ilmi, ayat tersebut dari awal sampai
akhirnya menunjukkan yang dimaksud adalah ilmu.
Jika ada yang berkata: Bagaimana? maka dikatakan, Allah berfirman:
“Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang
keempatnya” sampai akhir ayat Firman-Nya: “Kemudian Dia akan memberitakan
kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya
Allah MahaMengetahui segala sesuatu.” [QS.Al-Mujadilah:7]
Allah ‘Azza wa Jalla memulai ayat ini dengan ilmu dan menutupnya dengan ilmu,
ilmu-Nya mencakup seluruh makhluk-Nya sedangkan Dia di atas ‘Arsy-Nya, dan ini
adalah ucapan (pendapat/keyakinan) kaum Muslimin.” (As Syari’ah (3/1075)).
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa aqidah ini adalah aqidah kaum muslimin,
dan itu pendapat dari para Imam dan Ulama, bukan keyakinan pribadi dari Ustadz
Abdul Hakim Abdat -hafidzhahullah-. Justru yang menyimpang adalah keyakinan
Jahmiyah Mu’athilah yang mengatakan bahwa Allah tidak berada di alam juga tidak
berada di luar alam, tidak di atas dan tidak di bawah ... mereka telah menyelisihi
seluruh nash-nash syari’at.

12
Sa’id bin Amir Adh Dhabi’iy ketika disebutkan Jahmiyyah padanya, beliau
berkata:
)‫ ليس على األرش شيء‬: ‫ وقالوا هم‬، ‫ وقد أمجع األداين مع املسلمني على العرش‬،‫قول من اليهود والنصارى‬
ً ‫شر‬
‫(هم ه‬
“Keyakinan mereka lebih buruk daripada Kaum Yahudi dan Nashrani, seluruh
manusia yang beragama telah sepakat bersama kaum muslimin bahwa Allah di atas
‘Arsy, sedangkan mereka berkata, ‘Tidak ada sesuatu pun di atas ‘Arsy’ ”. [Ijtima’
Juyusy Al Islamiyyah (215), Al ‘Uluw (158).

Turunnya Allah Ta’ala Pada Setiap Malam

Kemudian berikut ini penulis akan menukilkan tentang sifat Nuzulnya Allah ke
langit dunia pada sepertiga malam disetiap malam yang diingkari oleh UTZ dan
kawan-kawannya. Syekh Abdul Qadir Jailani – rahimahullah- berkata :

ٍ ‫كل‬
‫ وأعطى ملن خيتار من‬، ‫ فيغفر ملن أذنب وأخطأ وأجرم‬، ‫ كيف شاء وكما شاء‬، ‫السماء الدرنيا‬
َّ ‫ليلة إىل‬ ‫وإنهه تعاىل ينزل يف ِّه‬
‫ ل مبعىن نزول رمحته وثوابه على ما ادَّعت املعتزلة‬، ‫ له األمساء احلسىن‬، ‫ ل إله إل هو‬، ‫العلي األعلى‬
‫عباده ويشاء تبارك ه‬
‫السماء‬
‫عز وجل إىل ه‬ ‫ ( ينزل ه‬: ‫اّلل عليه وسلَّم‬
َّ ‫اّلل‬ ‫اّلل صلهى ه‬
‫ قال رسول ه‬: ‫الصامت قال‬
َّ ‫ ملا روي عن عبادة بن‬، ‫واألشعرية‬
ٍ ‫سائل فيعطى سؤله ؟ هل من مستغف ٍر فيغفر له ؟ هل من‬
‫عان فيُفك‬ ُ ُ ٍ ‫ هل من‬: ‫ فيقول‬، ‫ال هدنيا حني يبقى ثلث اللَّيل األخري‬

) ‫ ُث يعلو تبارك وتعاىل على كرسيهه‬، ‫صبح‬


‫عانته ؟ حىت يُصلهى صالة ال ر‬

“Sesungguhnya Dia (Allah) Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia sesuai
dengan kaifiyat yang Dia kehendaki dan sebagaimana yang Dia kehendaki, Dia
mengampuni orang yang berbuat dosa, kesalahan dan pelanggaran, Dia memberi
kepada yang Dia pilih dan Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya, MahaSuci Dia Yang
MahaTinggi dan Paling Tinggi, tidak ada sesembahan yang berhak di-ibadahi kecuali
Dia, Dia memiliki nama-nama yang baik.
(Nuzulnya Allah) tidak bermakna turun rahmat-Nya atau turun tsawab (pahala-Nya)
sebagaimana yang diklaim oleh Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Telah diriwayatkan dari
Ubadan bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda “Allah ‘Azza wa Jalla turun ke langit dunia pada sepertiga malam

13
terakhir, Dia berfirman “Apakah ada yang meminta, niscaya permintaannya akan
dikabulkan, apakah ada yang meminta ampunan, niscaya akan diampuni, adakah yang
mengeluhkan (masalahnya) niscaya akan dilepaskan darinya permasalahannya, sampai
shalat subuh, kemudian Dia Yang MahaSuci lagi MahaTinggi berada tinggi di atas
Kursi-Nya” ”...
‫ وعن أيب‬، ‫اّلل بن مسعود‬
‫ وعبد ه‬، ‫وعلي‬ ٍ
‫ ه‬، ‫اّلل‬
‫ وعن جابر بن عبد ه‬، ‫أبلفاظ خمتلفة ؛ عن أيب هريرة‬ ‫وقد روي هذا احلديث‬

‫الدَّرداء‬

Hadits ini diriwayatkan dengan lafadz yang beragam dari Abu Hurairah, Jabir bin
Abdillah, Ali, Abdullah bin Mas’ud dan Abud Darda...
ِّ
‫ وأان مؤمن ٍه‬: ‫ فقل‬، ‫ أان كافر برب ينزل‬: ‫ إذا قال لك الَْه ِّمي‬: ‫ وقال حيىي بن َمعني‬-
. ‫برب يفعل ما يشاء‬

‫اّلل تعاىل ينزل إىل‬


‫وإن ه‬ ِّ
َّ ، ‫الصفات‬ َّ : ‫اّلل ملا قيل له‬
‫قوما ينكرون هذه األحاديث يف ه‬
ً ‫إن عندان‬ ‫ وعن شريك بن عبد ه‬-
ِّ
‫والصيام‬ َّ ‫اّلل عليه وسلَّم‬
‫اّلل صلَّى ه‬ ‫ َّإَّنا جاءان هبذه األحاديث َمن جاءان ابل ر‬: ‫ فقال‬، ‫مساء الدرنيا‬
‫ابلصالة ه‬ ‫سنن عن رسول ه‬

. ‫اّلل تعاىل هبذه األحاديث‬ َّ ‫والزكاة واحلج ؛‬


‫وإَّنا عرفنا ه‬ َّ

- Yahya bin Ma’in berkata: “Apabila seseorang berpemahaman Jahmiyyah berkata


kepadamu, ‘Saya kafir kepada Tuhan yang turun’, maka katakanlah, ‘Saya beriman
kepada Tuhan yang (dapat) melakukan segala sesuatu’.
- Dari Syarik bin Abdillah ketika dikatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya ada pada kami
suatu kaum yang mengingkari hadits-hadits tentang sifat-sifat ini, dan (mengingkari)
Allah turun ke langit dunia’, maka beliau menjawab: “Sesungguhnya yang datang
kepada kita dengan membawa hadits-hadits ini adalah orang yang datang kepada kita
dengan membawa sunnah-sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
datang membawa shalat, puasa, zakat dan haji, dan sesungguhnya (kita) dapat
mengenal Allah dengan hadits-hadits ini”. [karena saya tidak menukil secara
keseluruhan perkataan beliau maka untuk lebih luasnya maka Lihat halaman 121
sampai 126 dari kitab Ushul Ad-Din Karya As-Sayyid As-Syarif As-Syekh
Muhyiddin Abi Muhammad Abdul Qadir Al-Jailani]

14
SYUBUHAT DAN JAWABANNYA
* Jawaban dari syubhat yang mengatakan bahwa turunnya Allah ke langit dunia adalah
turunnya rahmat-Nya.
Pada menit ke- 11.58, Tengku Zulkarnaen mengatakan, “Kita mengatakan yang turun
adalah rahmat Allah...”. Sungguh ini merupakan tahrif dan tidak diragukan lagi bahwa
hal ini merupakan kebatilan yang dapat mengakibatkan hal-hal yang batil:
Pertama : Jika dikatakan bahwa turunnya Allah pada sepertiga malam adalah turun
rahmat-Nya, maka berarti pada selain dari masa ini (1/3 malam terakhir) rahmat Allah
tidak turun, padahal rahmat Allah turun setiap saat, kalau rahmat Allah tidak turun
sesaat saja, niscaya binasalah makhluk-makhluk-Nya.
Kedua : Ini bermakna bahwa rahmat Allah hanya sampai pada langit dunia,
padahal rahmat Allah luas mencakup segala sesuatu.
Ketiga : Apakah mungkin bagi rahmat untuk berkata, “Siapa yang berdo’a
kepadaku niscaya aku kabulkan”? , jawabannya adalah tentu tidak, yang berkata adalah
Allah Ta’ala. [lihat Al Ijabat Al ‘Ilmiyyah ‘Alal Isykalatil ‘Aqadiyyah: 1/353-354
secara makna].
* Syubhat Tengku Zulkarnaen
Tengku Zulkarnaen berkata di menit ke- 12.05 , ‘Berarti Allah tinggalkan ‘Arsy-
Nya... , Jakarta subuh, Padang belum, masih malam, jadi Tuhan mau balik gak bisa,
Padang subuh, Aceh belum, Malaikat nanya: “Tuhan,Tuhan pulang ke ‘Arsy”,
(Tuhan jawab) : “Sabar dong, ini Aceh kan belum subuh... akhirnya Tuhan nyangkut
di langit dunia ga balik-balik lagi ke ‘Arsy, ini aqidah gila...”

Jawaban:
Perkataan Tengku Zulkarnaen di atas menunjukkan beberapa hal:
1. Ketidaksanggupannya untuk memahami nash-nash tentang sifat Allah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata: Banyak dari
manusia di masa kita yang bertanya-tanya bagaimana Allah turun ke langit dunia
pada 1/3 malam terakhir, sedangkan kita tahu bahwa 1/3 malam terakhir terus
berjalan (bergilir) di bumi di bawah langit, dari hal tersebut akan melazimkan
bahwa akan selalu Nuzul pada langit dunia.

15
Jawaban: Tidak ada kemusykilan tentang turunnya Allah pada 1/3 malam terakhir
walaupun terus bergilir pada bumi, kita beriman pada sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Dia turun sampai terbit fajar”, jika demikian (sabda beliau)
maka wajib bagi kita untuk tidak melampauinya, selama 1/3 malam itu ada pada
daerah tertentu dari bumi maka nuzul ada, ketika terbit fajar maka tidak ada nuzul
walaupun di daerah lain ada nuzul, ALLAH MAHA MAMPU MELAKUKAN
SEGALA SESUATU, ALLAH TIDAK BISA DIQIYASKAN DENGAN
MAKHLUK, Dia turun ke langit dunia pada 1/3 malam terakhir dari bumi pada
daerah tertentu, dan tidak nuzul pada daerah yang belum 1/3 malam.
Pada hakekatnya seorang manusia jika melazimi adab dengan Allah dan Raul-Nya
maka akan tenanglah hatinya, akan tenang dari perkiraan-perkiraan (yang dibuat-
dibuat), adapun jika ia mendatangkan masalah-masalah ini pada dirinya maka ia
akan berpindah dari satu musykilah ke dalam musykilah yang lain, maka akan
dikhawatirkan adanya syak (keraguan) padanya, (kita meminta kepada Allah
keselamatan dan kkita meminta kepada Allah agar Allah memberikan rizqi berupa
keyakinan pada kita) oleh karena itu sebagian salaf (para ulama terdahulu)
berkata: “manusia yang paling banyak keraguannya ketika kematiannya adalah
Ahlul Kalam, karena mereka membuka kemusykilan-kemusykilan pada diri
mereka, dan mereka tidak sanggup untuk memecahkannya”. Tetapi seandainya
mereka melazimi adab, berkata seperti perkataan Allah dan Rasul-Nya, mereka
diam dari apa yang Allah dan Rasul-Nya diam tentangnya, niscaya mereka akan
selamat dari hal ini semuanya.
Contoh: Seandainya salah satu dari kita berada di daerah timur dan sudah adzan
fajar, sedangkan yang lain di daerah barat dan ia berada pada akhir malam, maka
kita katakan: “Ini adalah waktu nuzul Rabb kita bagi orang yang berada di daerah
barat” dan kita berkata kepada yang lainnya: “Waktu nuzul telah selesai”. Hal ini
tidak musykil, mereka yang berada pada saat 1/3 malam sedang bersungguh-
sungguh dalam berdo’a, karena merupakan waktu ijabah, dan bagi yang lain telah
selesai waktu nuzulnya. Kita akan selamat dari kemusykilan-kemusykilan ini,
kemudian kita pun pada setiap malam menunggu-nunggu 1/3 malam terakhir
sehingga kita bisa berdo’a saat itu.

16
Adapun kemusykilan-kemusykilan yang didatangkan pada hakekatnya itu
merupakan kebodohan seseorang dan sedikitnya petunjuk yang benar, serta
kurangnya adab terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Sepantasnya bagi kita adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
‫أسلِّ ْم تَ ْسلَم‬
ْ
“Tunduklah (masuklah ke dalam Islam), niscaya engkau selamat”
Kita pun juga berkata: Aslim Taslam, maksudnya di sini bukan masuk ke agama
Islam, tetapi maksudnya adalah tunduklah pada nash-nash sehingga engkau
selamat. [Al Isykalat Al Ilmiyyah (1/361-363)]
2. Karena ketidakpahaman Tengku Zulkarnaen tentang aqidah salaf maka ia
membuat pernyataan-pernyataan yang menyesatkan di atas, dengan membuat-
buat lawazim batil, kemudian dia nisbatkan kepada yang beraqidah dengan aqidah
salaf. Dia berkata, “... akhirnya Tuhan nyangkut di langit dunia ga balik-balik lagi
ke ‘Arsy...”
Jawab:
Hadza buhtanun ‘adzhim, Allah dan perbuatan-Nya tidak bisa diqiyaskan dengan
makhluk-Nya, pernyataannya (Tengku Zulkarnaen] menunjukkan kebodohannya
tentang aqidah ini. Perlu diketahui bahwa apabila Allah Nuzul ke langit dunia
tidak bisa dimaknai bahwa ‘Arsy itu kosong dari-Nya atau bahwa Allah tidak di
atas ‘Arsy, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan ‘Arsy
itu kosong ketika nuzulnya Allah, wajib menetapkan apa adanya bahwa Allah
istiwa di atas ‘Arsy dan Allah turun ke langit dunia pada saat 1/3 malam, Allah
mampu untuk melakukan segala sesuatu, dan Dia (Allah) Ta’ala tidak boleh
diqiyaskan dengan makhluk-Nya, sebagaimana kita katakan juga apabila Allah
turun ke langit dunia bukan berarti Dia turun pada makhluk-makhluk-Nya, tetapi
kita katakan Dia fauqa kulli syai (di atas segala sesuatu) walaupun turun ke langit
dunia, karena Allah tidak bisa diqiyaskan dengan makhluk-Nya, tetapi yang lebih
selamat adalah tawaqquf tentang hal ini, tidak mendatangkan pertanyaan
tentangnya sama sekali, sebagaimana jawaban Imam Malik ketika ditanyakan

17
kepada beliau “Bagaimana istiwanya Allah?” diantara jawaban beliau adalah:
“Bertanya tentang hal ini adalah bid’ah”. [lihat Al Ijabat Al Ilmiyyah : 1/ 359-361]

* Piciknya Tengku Zulkarnaen Tentang Terjemahan Hadits Tentang Rahmat


Pada menit ke- 19.36 sampai 20.08 dia berkata: “untuk lebih jelasnya kita boleh baca
hadits-hadits yang mengatakan bahwa Tuhan di langit, sebab mereka mengatakan
‫ارمحوا من يف األرض يرمحكم من يف السماء‬

“Sayangilah penduduk bumi, niscaya Tuhan Allah yang di langit akan sayang dan
cinta kepadamu”. Ternyata ‘Man Fis-Sama’ di situ adalah Ahlus-Sama, malaikat-
malaikat bukan Allah, nah itu kita buktikan, kita minta adik-adik ini membacakannya
supaya seluruh pendengar bisa melihat keblingernya mereka mengartikan hadits”.
Jawab:
Subhanallah dari pernyataan-pernyataannya semakin membongkar akan kepicikan
Tengku Zulkarnaen dan membongkar hakekat pernyataannya yang kosong dari
kebenaran. Mari kita lihat hadits-hadits di atas diriwayatkan oleh beberapa ulama
ahli hadits, diantaranya Abu Dawud No. 4941 dan Tirmidzi No. 1924 (untuk
penomoran bisa jadi berbeda dari beberapa cetakan).
Mari kita lihat apakah benar orang yang mengartikan ‘Man Fis Sama’ dengan Allah
itu adalah orang yang keblinger sebagaimana perkataannya?
Dalam ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, Al Alamah Abi Thayyib,
Muhammad Syamsul Haq Al Adhim Abadiy, Juz 13 hal.94 dikatakan:
، ‫س َم ِّاء‬
َّ ‫َهل ال‬
ُ ‫كم أ‬
ْ ُ‫رمح‬
َ َ‫َرض ي‬ ِّ َ‫ وقد ر ِّوي بِّل‬، ‫نري‬
ِّ ‫فط ْار َمحُوا أ َْه َل األ‬ َ ُ ِّ ُ‫اج امل‬ ِّ
ِّ ‫الس َر‬
‫ و يف ه‬، ‫اّلل تعاىل‬
‫ هو ه‬: )) ‫(( (( من يف السماء‬

)) ... ِّ‫غفرة‬
ِّ َ‫محة وامل‬
ِّ ‫ابلر‬ ِّ ‫ ومعىن رمحتهم ِّألَهل األ‬، ‫السماء املالئكة‬
َّ ‫َرض ُدعا ُؤهم‬ َّ ‫واملراد أبهل‬

Artinya:
“ ( ‫ من يف السماء‬/ man fis sama): Dia adalah Allah Ta’ala, dalam As Sirajul Munir,

sungguh telah diriwayatkan dengan lafadz “Sayangilah penduduk bumi niscaya


Ahlus Sama menyayangi kalian” yang dimaksud dengan Ahlis Sama adalah para
malaikat, arti dari rahmat mereka terhadap penduduk bumi adalah do’anya mereka
para malaikat (untuk penduduk bumi) dengan rahmat dan maghfirah ...”

18
Mari kita perhatikan dalam syarah ‘Aunul Ma’bud, ulama mensyarahkan ada 2
makna: pertama adalah Allah dan kedua adalah malaikat, dan kedua makna tersebut
tidak bertentangan, ini menunjukkan Allah di atas langit dan para malaikat adalah
penduduk langit, setelah saya nukil dengan nukilan di atas, pertanyaannya: siapakah
yang keblinger? Mereka yang mengartikan kalimat ‘Man fis Sama’ dengan Allah
dengan tidak menafikan makna lain, atau yang hanya membatasi arti dengan
malaikat-malaikat saja seperti Tengku Zulkarnaen? Adil-lah wahai kaum !
Berikutnya saya nukilkan syarah hadits di atas dari kitab Tuhfatul Ahwadziy Bisyarh
Jami’ At Tirmidzi karya Al Imam Al Hafidz Abil ‘Ula Muhammad Abdurrahman
bin Abdirrahim Al Mubarak Furiy pada juz ke-6 hal.36

ُ‫اد َمن َس َك َن فِّيها َو ُه ْم املالئكة‬


ُ ‫ املر‬: ‫ وقيل‬، ‫اّلل تعاىل‬
‫ ه‬: ‫ أي‬: ‫( يرمحكم من يف السماء ) وهو جمزوم على جواب األمر‬

... 7 : ‫اب الَ ِّح ِّيم )) غافر‬ ِّ ِّ ‫ (( الَّ ِّذ‬: ‫ قال هللا تعاىل‬، ‫ني‬ِّ ِّ ِّ‫فَِّإ ََّّنُم يستَ غْ ِّفرو َن ل‬
َ ‫ َوق ِّهم َع َذ‬... ‫العرش‬
َ ‫ين َحيملُو َن‬
َ َ ‫لم ْؤمن‬
ُ ُ َ
“Dia (bacaan ‫ ) يرمحكم‬Majzun (huruf mim disukun) merupakan jawabul amri

(jawaban dari ‫ ارمحوا‬dari lafadz sebelumnya) , ( ‫ يرمحكم من يف السماء‬yang di langit

menyayangi kalian) maksudnya adalah Allah Ta’ala, dan dikatakan maksudnya


adalah penduduknya, mereka para malaikat, mereka memintakan ampunan (kepada
Allah) untuk kaum mu’minin, Allah Ta’ala berfirman:
“ (malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di
sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhan-nya dan mereka beriman kepada-Nya
serta memohonkan ampunan untuk orang-orang yang beriman (seraya berkata): ‘Ya
Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada padaMu meliputi segala sesuatu, maka
berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan (agama)
Mu dan peliharalah mereka dari adzab neraka” [QS. Ghafir: 7]...
Coba perhatikan lagi, pada kitab Tuhfatul Ahwadziy Syarh Jami’ Tirmidzi, ulama
mensyarah hadits tadi dengan 2 makna, sebagaimana di atas, pertanyaannya sekali
lagi siapakah yang keblinger???

Bersambung…………….

19
20

Anda mungkin juga menyukai