mulai kendur semangat beribadahnya. Terlebih jika sudah tersisa 1 atau 2 hari lagi ramadhan dan ia
sangka malam lailatul qadar sudah lewat dan berlalu, bisa jadi semangat ibadahnya mulai kendur.
Tetaplah bersemangat beribadah dan jangan dikurangi sedikitpun. Perhatikan beberapa poin berikut
agar kita tetap semangat bahkan semakin bersemangat beribadah menjelang akhir Ramadhan.
2. Setiap malam Ramadhan, Allah akan membebaskan orang-orang dari api neraka.
Bisa jadi di akhir Ramadhan, 1 atau 2 hari Ramadhan jatah kita yang terpilih untuk dibebaskan dari
api nereka dan belum ada jaminan kita masih hidup dan akan bertemu dengan Ramadhan di tahun
depan
Artikel www.muslimafiyah.com
[1/5 05:38] EMRIADI 2: Semakin Semangat Ibadah di Akhir Ramadhan
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Sebagian kaum muslimin di akhir Ramadhan malah tersibukkan dengan hal-hal dunia. Dirinya lebih
memikirkan pulang mudik, baju baru dan silaturahmi kepada kerabat. Contoh dari suri tauladan kita
tidaklah demikian. Di akhir Ramadhan, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih tersibukkan dengan
ibadah, apalagi shalat malam.
Selayaknya bagi setiap mukmin untuk terus semangat dalam beribahadah di sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan lebih dari lainnya. Di sepuluh hari terakhir tersebut terdapat lailatul qadar. Allah
Ta’ala berfirman,
َمنْ َقا َم َل ْي َل َة ْال َق ْد ِر ِإي َما ًنا َواحْ ِت َسا ًبا ُغ ِف َر َل ُه َما َت َق َّد َم
ِمنْ َذ ْن ِب ِه
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah,
maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)
An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.” (Lihat
Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik
dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar (Zaadul Masiir, 9/191).
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ان
َ ضَ َت َحرَّ ْوا َل ْي َل َة ْال َق ْد ِر ِفى ْال َع ْش ِر اَأل َوا ِخ ِر ِمنْ َر َم
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020
dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
َْت َحرَّ ْوا َل ْي َل َة ْال َق ْد ِر ِفى ْال ِو ْت ِر ِم َن ْال َع ْش ِر اَأل َوا ِخ ِر ِمن
ان َ ض
َ َر َم
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari
no. 2017)
Sebagian orang sibuk mencari tanda kapan lailatul qadar terjadi. Namun sebenarnya tanda tersebut
tidak perlu dicari. Tugas kita di akhir Ramadhan, pokoknya terus perbanyak ibadah. Karena kalau
sibuk mencari tanda malam tersebut, kita malah tidak akan memperbanyak ibadah. Walaupun
memang ada tanda-tanda tertentu kala itu. Tanda tersebut di antaranya:
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan,
tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan
nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul
Ahadits 18/361, shahih)
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan
tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak dirasakan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian
sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tanpa sinar yang menyorot.
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh
tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna
putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no. 762)
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan
oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam
hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
ت َأىُّ َل ْي َل ٍة َل ْي َل ُة ْال َق ْد ِر َما ُ ْت ِإنْ َعلِ ْم َ َيا َرسُو َل هَّللا ِ َأ َرَأي
ك َعفُ ٌّو ُتحِبُّ ْال َع ْف َو َ َأقُو ُل ِفي َها َقا َل « قُولِى اللَّ ُه َّم ِإ َّن
َفاعْ فُ َع ِّنى
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa
yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun
tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka
memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).”
(HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)
َيجْ َت ِه ُد فِى ْال َع ْش ِر اَأل َواخ ِِر َما-صلى هللا عليه وسلم- ِ ان َرسُو ُل هَّللا َ َك
الَ َيجْ َت ِه ُد فِى َغي ِْر ِه.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh
hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menjauhi
istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak lupa mendorong keluarganya dengan
membangunkan mereka untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan.
‘Aisyah mengatakan,
ان ال َّن ِبىُّ – صلى هللا عليه وسلم – ِإ َذا َد َخ َل ْال َع ْش ُر َ َك
َوَأ ْي َق َظ َأهْ َل ُه، َوَأحْ َيا َل ْي َل ُه، َُش َّد ِمْئ َز َره
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau
mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-
malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan
dan disunnahkan pula untuk menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh
Shahih Muslim, 8:71)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan
pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu. (Latho-if
Al Ma’arif, hal. 331)
Jika seorang meraih lailatul qadar dengan i’tikaf, itu lebih bagus. Namun i’tikaf bukanlah syarat untuk
dapati malam kemuliaan tersebut. Begitu pula bukanlah syarat mesti di masjid untuk dapati lailatul
qadar. Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana
pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai
dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun
menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya,
dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 341).
Semoga Allah beri taufik kepada kita sekalian untuk terus perbanyak ibadah di akhir-akhir Ramadhan
dan moga kita juga termasuk hamba yang mendapatkan malam penuh kemuliaan, lailatul qadar.
Wallahu waliyyut taufiq.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Sumber https://rumaysho.com/1916-semakin-semangat-ibadah-di-akhir-ramadhan.html