Anda di halaman 1dari 8

Tingkatan Penuntut Ilmu (Dari `Abdullah bin al-Mubarak)

Akhlak Islam Jumat, Februari 14, 2014


Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk
melakukan sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni
karena Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.”
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)
Tiada kata terindah selain dari hati. Tiada kata yang berkesan selain dari hati. Tiada
kata yang menyentuh hati kecuali dari hati. Sebuah kutipan dari seorang ulama besar
di masa 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam,
Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya.
Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan
berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin
melakukan perjalanan).

Beliau adalah pembelajar sejati. Beliau sering melakukan perjalanan dan petualangan
dalam mencari hadith, sehingga beliau memiliki guru yang sangat banyak. Di antara
guru beliau adalah Sulaiman At-Taimi, `Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Rabi`
bin Anas, Hisyam bin `Urwah, Al-Jariri, Ismail bin Abi Khalid, Khalid Al-Hadza`,
Barid bin Abdillah, dan masih banyak deretan ulama lainnya. Bahkan, beliau juga
menulis hadits dari orang yang lebih muda atau lebih rendah tingkatan ilmunya
dibanding beliau. Beliau adalah `Abdullah bin al-Mubarak, pernah mengatakan
bahawa:

“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak
tahu apa-apa.”(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim:65)

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.

Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia penuntut ilmu memiliki beberapa
kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia
merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.

Tak mau menerima nasihat orang lain kerana dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan
dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya,
disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat
orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama
namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang
berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah
semakin menyombongkan diri, bongkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang
paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang
diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung
kekejian.

PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas


ialah dia merasakan bahawa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan
perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan
terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.

Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini
adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini.
Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu berasa diri sudah hebat dan
mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau
pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.

Mengetahui bahawa kita masih di peringkat pertama, justeru bersabarlah. Jangan


terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal
di dalam diri.

2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.

Namun adalah berikutnya sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya
karena peribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam
dadanya, iTingkatan Penuntut Ilmu (Dari `Abdullah bin al-Mubarak)
Akhlak Islam Jumat, Februari 14, 2014
Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk
melakukan sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni
karena Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.”
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)
Tiada kata terindah selain dari hati. Tiada kata yang berkesan selain dari hati. Tiada
kata yang menyentuh hati kecuali dari hati. Sebuah kutipan dari seorang ulama besar
di masa 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam,
Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya.
Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan
berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin
melakukan perjalanan).

Beliau adalah pembelajar sejati. Beliau sering melakukan perjalanan dan petualangan
dalam mencari hadith, sehingga beliau memiliki guru yang sangat banyak. Di antara
guru beliau adalah Sulaiman At-Taimi, `Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Rabi`
bin Anas, Hisyam bin `Urwah, Al-Jariri, Ismail bin Abi Khalid, Khalid Al-Hadza`,
Barid bin Abdillah, dan masih banyak deretan ulama lainnya. Bahkan, beliau juga
menulis hadits dari orang yang lebih muda atau lebih rendah tingkatan ilmunya
dibanding beliau. Beliau adalah `Abdullah bin al-Mubarak, pernah mengatakan
bahawa:

“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:


1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak
tahu apa-apa.”(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim:65)

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.

Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia penuntut ilmu memiliki beberapa
kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia
merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.

Tak mau menerima nasihat orang lain kerana dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan
dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya,
disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat
orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama
namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang
berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah
semakin menyombongkan diri, bongkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang
paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang
diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung
kekejian.

PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas


ialah dia merasakan bahawa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan
perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan
terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.

Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini
adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini.
Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu berasa diri sudah hebat dan
mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau
pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.

Mengetahui bahawa kita masih di peringkat pertama, justeru bersabarlah. Jangan


terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal
di dalam diri.

2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawaTingkatan Penuntut Ilmu (Dari `Abdullah bin al-Mubarak)
Akhlak Islam Jumat, Februari 14, 2014
Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk
melakukan sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni
karena Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.”
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)
Tiada kata terindah selain dari hati. Tiada kata yang berkesan selain dari hati. Tiada
kata yang menyentuh hati kecuali dari hati. Sebuah kutipan dari seorang ulama besar
di masa 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam,
Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya.
Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan
berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin
melakukan perjalanan).

Beliau adalah pembelajar sejati. Beliau sering melakukan perjalanan dan petualangan
dalam mencari hadith, sehingga beliau memiliki guru yang sangat banyak. Di antara
guru beliau adalah Sulaiman At-Taimi, `Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Rabi`
bin Anas, Hisyam bin `Urwah, Al-Jariri, Ismail bin Abi Khalid, Khalid Al-Hadza`,
Barid bin Abdillah, dan masih banyak deretan ulama lainnya. Bahkan, beliau juga
menulis hadits dari orang yang lebih muda atau lebih rendah tingkataTingkatan
Penuntut Ilmu (Dari `Abdullah bin al-Mubarak)
Akhlak Islam Jumat, Februari 14, 2014
Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk
melakukan sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni
karena Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.”
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)
Tiada kata terindah selain dari hati. Tiada kata yang berkesan selain dari hati. Tiada
kata yang menyentuh hati kecuali dari hati. Sebuah kutipan dari seorang ulama besar
di masa 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam,
Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya.
Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan
berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin
melakukan perjalanan).

Beliau adalah pembelajar sejati. Beliau sering melakukan perjalanan dan petualangan
dalam mencari hadith, sehingga beliau memiliki guru yang sangat banyak. Di antara
guru beliau adalah Sulaiman At-Taimi, `Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Rabi`
bin Anas, Hisyam bin `Urwah, Al-Jariri, Ismail bin Abi Khalid, Khalid Al-Hadza`,
Barid bin Abdillah, dan masih banyak deretan ulama lainnya. Bahkan, beliau juga
menulis hadits dari orang yang lebih muda atau lebih rendah tingkatan ilmunya
dibanding beliau. Beliau adalah `Abdullah bin al-Mubarak, pernah mengatakan
bahawa:

“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak
tahu apa-apa.”(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim:65)

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia penuntut ilmu memiliki beberapa
kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia
merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.

Tak mau menerima nasihat orang lain kerana dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan
dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya,
disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat
orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama
namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang
berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah
semakin menyombongkan diri, bongkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang
paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang
diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung
kekejian.

PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas


ialah dia merasakan bahawa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan
perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan
terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.

Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini
adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini.
Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu berasa diri sudah hebat dan
mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau
pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.

Mengetahui bahawa kita masih di peringkat pertama, justeru bersabarlah. Jangan


terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal
di dalam diri.Tingkatan Penuntut Ilmu (Dari `Abdullah bin al-Mubarak)
Akhlak Islam Jumat, Februari 14, 2014
Dari Al-Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
“Semoga Allah merahmati seorang hamba. Apabila muncul keinginan untuk
melakukan sesuatu, maka dia pikirkan terlebih dahulu. Dan apabila hal itu murni
karena Allah maka dia lanjutkan, namun apabila bukan karena Allah maka ia tunda.”
(Lihat Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 470)
Tiada kata terindah selain dari hati. Tiada kata yang berkesan selain dari hati. Tiada
kata yang menyentuh hati kecuali dari hati. Sebuah kutipan dari seorang ulama besar
di masa 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam,
Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya.
Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan
berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin
melakukan perjalanan).

Beliau adalah pembelajar sejati. Beliau sering melakukan perjalanan dan petualangan
dalam mencari hadith, sehingga beliau memiliki guru yang sangat banyak. Di antara
guru beliau adalah Sulaiman At-Taimi, `Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Rabi`
bin Anas, Hisyam bin `Urwah, Al-Jariri, Ismail bin Abi Khalid, Khalid Al-Hadza`,
Barid bin Abdillah, dan masih banyak deretan ulama lainnya. Bahkan, beliau juga
menulis hadits dari orang yang lebih muda atau lebih rendah tingkatan ilmunya
dibanding beliau. Beliau adalah `Abdullah bin al-Mubarak, pernah mengatakan
bahawa:

“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak
tahu apa-apa.”(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim:65)

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.

Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia penuntut ilmu memiliki beberapa
kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia
merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.

Tak mau menerima nasihat orang lain kerana dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan
dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya,
disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat
orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama
namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang
berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah
semakin menyombongkan diri, bongkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang
paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang
diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung
kekejian.

PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas


ialah dia merasakan bahawa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan
perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan
terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.

Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini
adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini.
Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu berasa diri sudah hebat dan
mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau
pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.

Mengetahui bahawa kita masih di peringkat pertama, justeru bersabarlah. Jangan


terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal
di dalam diri.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.

Namun adalah berikutnya sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya
karena peribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam
dadanya, i

2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.

Namun adalah berikutnya sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya
karena peribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam
dadanya, in ilmunya dibanding beliau. Beliau adalah `Abdullah bin al-Mubarak,
pernah mengatakan bahawa:

“Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan:

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia tidak
tahu apa-apa.”(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim:65)

1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang
sombong.

Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia penuntut ilmu memiliki beberapa
kriteria.
Yang pertama adalah mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, dia
merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki.

Tak mau menerima nasihat orang lain kerana dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan
dia juga menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya,
disalahkannya. Selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat
orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Terkadang dia mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama
namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada dia yang
berpendidikan tinggi, namun dia tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah
semakin menyombongkan diri, bongkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang
paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang
diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung
kekejian.

PENJELASAN: Yang dimaksudkan dengan sombong bagi peringkat pertama di atas


ialah dia merasakan bahawa kononnya dia sudah tahu banyak perkara. Lalu dengan
perasaan sombong dia mula berani mengatakan itu dan ini, melabel itu dan ini dan
terburu-buru. Hal ini banyak kelihatan di sekeliling kita.
Ada yang sombong, angkuh dan besar diri dengan ilmu mereka. Ternyata mereka ini
adalah golongan yang baru di peringkat awal menuntut ilmu. Ramai di peringkat ini.
Bahkan kita semua juga masih di peringkat ini. Kita selalu berasa diri sudah hebat dan
mengatakan orang lain salah disebabkan mereka tidak sama dengan pandangan atau
pendapat atau ilmu atau pengalaman kita.

Mengetahui bahawa kita masih di peringkat pertama, justeru bersabarlah. Jangan


terlalu lekas melabel. Teruskan belajar dan belajar supaya hikmah semakin menebal
di dalam diri.

2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang
tawadhu`.

Namun adalah berikutnya sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya
karena peribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam
dadanya, idhu`.

Namun adalah berikutnya sebuah tingkatan yang membuat semua orang mencintanya
karena peribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam
dadanya, i

Anda mungkin juga menyukai