Anda di halaman 1dari 3

Ta’dzim Habaib Bani Alawi

Berdasar pada penelitian mendalam oleh Lajnah Tarbiah wa at-


Tatsqif PP al-Anwar, dihimbau dengan sangat bagi seluruh santri,
alumni, maupun muhibbin untuk tidak turut serta dalam upaya
menyebarkan keraguan-keraguan akan kesahihan nasab Bani Alawi
sebagai keturunan baginda Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut
setidaknya pada 6 alasan utama:
1. Tidak ada bukti satupun Ulama’ yang menyaratkan bukti
sezaman untuk ketetapan nasab seseorang.
Penyaratan bukti sezaman hanya berdasar keangkuhan pribadi
tanpa dasar metodologis yang riil. Adapun penelitian ilmiah
terhadap bukti-bukti sezaman sangat perlu untuk didukung dan
diapresiasi sebagai penguat ketetapan nasab Bani Alawi.
2. Melanjutkan manhaj taslim dan percaya pada Para Ulama’.
Cukuplah Imam Ibnu Hajar al-Haitami, Imam al-Janadi, Imam al-
Khirid, Sayyid as-Samarqandi, Imam as-Sakhawi, Sayyid Bakri
Syatha, serta Sayyid Murtadla Az-Zabidi yang secara sharih
mengakui kesahihan nasab Bani Alawi sebagai keturunan Baginda
Nabi Muhammad SAW. Tidak sepantasnya kita mendahulukan
keangkuhan dengan memilih untuk tidak mempercayai catatan
para Ulama’ tersebut hanya berdasar syarat yang dibuat-buat
sebagaimana poin pertama. Ditambah lagi penghormatan kepada
habaib Bani Alawi telah dicontohkan oleh Ulama’-Ulama’
ASWAJA kita terdahulu seperti Syaikh Yusuf an-Nabhani, Syaikh
Nawawi Banten, Kiyai Kholil Bangkalan, Hadlratussyaikh KH.
Hasyim Asy’ari, Kiyai Hamid Pasuruan, Kiyai Hasan Genggong
dan lain sebagainya.
3. Meyakini bahwa tidak disebut bukan berarti menafikan.
Beberapa tulisan kuno yang tidak menyebutkan nama-nama
leluhur Bani Alawi sebagai keturunan baginda Nabi SAW tidak
bisa diartikan menafikan kesahihan nasab mereka.
‫عدم ذكر اليشء ال يدل عىل عدم وقوعه‬
Tidak menyebut sesuatu bukan berarti tidak ada (dinafikan)
‫ذكر العدد ال ينفي الزائد‬
(tidak disebutkannya Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir tidak berrarti
menafikannnya sebagai putra Ahmad al-Muhajir).
Tidak pernah ada satupun bukti kalangan keluarga Bani Alawi
yang menafikan nasab mereka. Tidak ada satupun dari kalangan
Bani Bishri dan Bani Jadid yang menafikan kesahihan Sayyid
Alawi sebagai putra Ubaidillah. Begitu pula tidak ada satupun
kalangan Bani Ahdal maupun Bani Qudaim/Ruqaim sebagai
kerabat Jauh Ahmad al-Muhajir yang menafikan kesahihan nasab
Ubaidillah bin Ahmad al-Abah.
4. Meneladani sikap Masyayikh dan Ulama’ terdahulu.
Sudah merupakan hal yang maklum secara pasti bahwa Syaikhina
Maimun Zubair dan seluruh Masyaikh sarang terdahulu seperti
Mbah Ahmad, Mbah Imam dan Mbah Zubair menjunjung tinggi
rasa hormat dan ta’dzim kepada kalangan sadah Bani Alawi.
Sudah sepantasnya sebagai santri, harus mengikuti jejak dan
teladan para guru demi keberkahan ilmu. Sikap-sikap yang
menyebarkan keraguan akan kesahihan nasab Bani Alawi jelas
sangat mengecewakan dan jauh berbeda dari manhaj Masyaikh
Sarang terutama Syaikhina Maimoen Zubair.
5. Meragukan nasab Bani Alawi adalah sikap yang suul adab.
Sebagai pribadi didikan pesantren, sudah sepantasnya kita
mandahulukan adab dan akhlak yang baik. Menyebar keraguan
tentang nasab Bani Alawi adalah tindakan yang mencermikan
su’ul adab kepada banyak tokoh-tokoh besar dan alim di kalangan
Bani Alawi. Seperti Sayyid Abdullah al-Haddad, Sayyid
Abdurrohman bin Ubaidillah Assegaf (penulis kitab al-istizadah
min akhbari as-sadah), Sayyid Abdurrahman al-Masyhur (penulis
Bughyah al-Mustarsyidin), Sayyid Ubaidillah Balfaqih, Sayyid
Ali bin Abi Bakr al-Sakran, Sayyid Abi Bakr al-Idrus Habib Ali
bin Husain al-Attas Bungur, Habib Husain bin Abu Bakar al-Idrus
Luar Batang, Habib Ali al-Habsyi Kwitang, Habib Alwi bin
Muhammad al-Haddad Bogor, Habib Abdullah bin Muhsin al-
Attas Empang Bogor, Habib Sholeh Tanggul dan masih banyak
lagi.
6. Tidak terjebak dalam upaya-upaya politis di balik isu ini.
Patut adanya kewaspadaan bahwa gerakan menyebar keraguan
terhadap para Habaib dapat ditunggangi kekuatan-kekuatan
politik tertentu. Seluruh santri al-Anwar 1 wajib untuk
menghindar dari keterlibatan upaya-upaya tersebut agar tidak
terjebak dalam kepentingan politik praktis yang menunggangi
upaya-upaya ini.
Di luar dari pada itu, sangat dianjurkan bagi seluruh elemen
untuk membaca ratib al-Haddad diniatkan untuk menjaga diri,
menjaga pesantren-pesantren, ataupun menjaga negeri kita, lebih-
lebih menjaga saudara kita di Palestina. Ratib al-Haddad merupakan
kumpulan awrad karya Sayyid Abdullah al-Haddad dimana di
dalamnya terdapat banyak sekali wirid yang bersumber dari baginda
Nabi Muhammad SAW, dan sesuai dengan akidah ahlussunnah wal
Jama’ah. Salah satunya adalah kalimat:
ْ َ ‫خْر‬
َ َ‫الّشَبَ خَمشَ َي َئخةََالل‬
َ‫يَ خَو ر‬
َ ‫ال‬
َ
Demikian pernyataan ini kami buat untuk menjadi perhatian para
Santri, Alumi dan Muhibbin PP al-Anwar 1. Diharapkan bagi semua
pihak untuk mengamalkannya dengan sepenuh hati sebagai bukti
bakti terhadap manhaj dan uswah dari para Masyayikh.

Pondok Pesantren Al-Anwar 1 Sarang

Anda mungkin juga menyukai