DISUSUN OLEH:
NAILA RIZKA
ZIHAN RIZKI
ISYANA NISSA
SYAHDAN MUHAMMAD
ZAIDAN FALLAH
FADHIL ABDILLAH
PANJI PALWAGUNA
Kelas:XI IKI
-Rumusan masalah
-Tujuan penulisan
-Manfaat penelitian
Khawarij sebagai sebuah aliran teologi adalah kaum yang terdiri dari pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan
barisannya, karena tidak setuju terhadap sikap Ali bin Abi Thalib yang menerima arbitrase (tahkim) sebagai jalan untuk
menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
Pada umumnya, mereka terdiri dari orang orang Arab badawi. Kehidupannya di padang pasir yang serba tandus,
menyebabkan mereka bersifat sederhana, baik dalam cara hidup maupun pemikiran. Namun mereka keras hati, berani,
bersifat merdeka, tidak bergantung pada orang lain, dan cenderung radikal. Perubahan yang dibawakan agama ke dalam
diri mereka, tidak mampu mengubah sifat sifat badawi yang mereka miliki. Mereka tetap bersikap bengis, suka pada
kekerasan, dan tidak gentar menghadapi mati. Karena kehidupannya sebagai badawi, menyebabkan mereka jauh dari ilmu
pengetahuan
Ajaran Islam sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadis mereka pahami secara literal atau lafziyah serta
harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu, iman dalam paham mereka bercorak sederhana, sempit, ditambah
dengan sikap fanatik, membuatmereka tidak dapat menoleransi penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham
mereka. Menurut al-Syahrastani golongan-golongan Khawarij yang terbesar di antaranya sebagai berikut.
1. Al-Muhakkimah, golongan ini yang berpendapat bahwa Ali, Mu’awiyah, kedua pengantar (Amr bin al-Ash dan
Abu Musa al-Asy’ari) serta semua orang yang menyetujui tahkim sebagai orang-orang yang bersalah dan menjadi
kafir.,
2. Al-Azariqah, golongan ini mengubah term, kafir menjadi term musyrik atau polytheis. Aliran ini membolehkan
membunuh anak kecil yang tak sealiran dengannya, orang yang melakukan dosa besar keluar dari Islam secara
total dan kekal dalam neraka beserta orang-orang kafir.
3. Al-Najdat, golongan ini menganggap orang yang berdosa besar dan dapat menjadi kafir serta kekal dalam neraka
hanyalah orang Islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar,
betul akan mendapat balasan siksa, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga.
Tokoh-Tokohnya
1) Abdullah bin Wahhab Ar-Rasyidi
2) Urwah bin Hudair
3) Mustarid bin Sa’ad
4) Hausarah Al-Asadi
5) Quraib bin Maruah
6) Nafi’ bin Al-Azraq
7) Abdullah bin Basyir
8) Najdah bin Amir Al-Hanaf
Syi'ah sebagai golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih lebihan. Karena mereka beranggapan,
bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah peng ganti Nabi Muhammad saw. berdasarkan wasiatnya. Adapun khalifah
lainnya, seperti Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan dianggap sebagai penggasab atau perampas
khilafah.
Sebenarnya Syi'ah bermula dari perjuangan politik, yaitu khilafah, kemudian berkem bang menjadi agama. Adapun dasar
pokok Syi'ah ialah tentang khalifah, atau sebagaimana mereka menamakannya dengan "imam". Sayyidina Ali adalah imam
sesudah Nabi Muhammad saw. Kemudian, sambung-bersambung imam tersebut menurut urutan dari Allah Swt. Beriman
kepada imam dan taat kepadanya merupakan sebagian dari iman. Golongan Syi'ah memahami imam sebagai guru yang
paling besar. Orang-orang Syi'ah tidak percaya kepada ilmu dan hadis, kecuali yang diriwayatkan dari imam imam golongan
Syi'ah sendiri.
Sesungguhnya perbedaan syi'ah dengan golongan lainnya adalah bercorak agama dan politik. Inti ajaran syi'ah adalah
berkisar masalah khalifah, yang akhirnya berkembang dan bercampur dengan masalah masalah agama. Ajaran-ajarannya
yang terpenting berkaitan dengan khalifah ilalah al - 'ishmah atau ma' shum dalam segala tingkah lakunya, tidak pernah
berbuat dosa besar maupun kecil, tidak ada tanda tanda berlaku maksiat, dan tidak boleh berbuat salah atau pun lupa.
Aliran aliran Syi'ah ada yang moderat dan ada yang radikal. Zaidiyah merupakan aliranSyi'ah yang paling dekat dengan
Sunni, bahkan menolak faham al-Mahdi dan ar-Raj'ah yang menjadi kepercayaan umum aliran-alirannya.
1. Syi'ah Zaidiyah adalah aliran pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Syi'ah Zaidiyah tidak mengangkat
imam sampai pada martabat kenabian. Akan tetapi, mereka menganggap imam seperti manusia pada umumnya, yang
memiliki keutamaansesudah Rasulullah saw. Mereka tidak mengafirkan seorang pun di antara sahabat Nabi dan orang yang
dibai'at oleh Ali.
2. Syi'ah Ghaliyah atau Ashabul-Ghulat, aliran Syi'ah yang ajaran-ajarannya telah melampaui batas (ekstrim). Mereka ada
yang berpendapat bahwa imam-imam mereka mempunyai unsur-unsur ketuhanan. Ada pula yang menyerupakan Tuhan
dengan makhluk-Nya. Di antara aliran Ghaliyah yang bertentangan dengan akidah Islam dan lebih condong pada teologi
Yahudi dan Nasrani, di antaranya: as-Saba'iyah, alGhurabiyah, dan al-Khattabiyah.
3. Syi'ah Khattabiyah adalah aliran pengikut Abu Khattab Muhammad bin Abu Zainab bin Asad. Mereka beranggapan
bahwa dunia tidak akan rusak. Sesungguhnya surga ialah keadaan yang manusia mendapatkan kebaikan, kenikmatan, dan
kesehatan. Sesungguhnya neraka ialah keadaan yang manusia mendapatkan keburukan, kesulitan, dan bencana. Mereka
menghalalkan khamar, zina, dan semua hal
Aliran Murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengafirkan terhadap orang
yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan aliran Khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan
iman seseorang.
Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih dianggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin
yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai
Rasul-Nya. Dengan kata lain, bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar, masih tetap mengucapkan dua
kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman sehingga orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan kaum Murji’ah tersebut terlihat dari arti kata Murji’ah itu sendiri yang berasal dari kata arja’a yang berarti
orang yang menangguhkan, mengakhirkan, dan memberi pengharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda
soal siksaan seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung masuk surga, sedangkan jika
tidak maka ia akan disiksa sesuai dengan doanya, dan setelah itu ia akan dimasukkan ke dalam surga. Makna mengakhirkan
dimaksudkan karena mereka memandang bahwa perbuatan atau amal sebagai hal yang nomor dua, bukan yang pertama.
Selanjutnya, kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka menangguhkan keputusan hukum bagi orang orang yang
melakukan dosa di hadapan Tuhan.
Sebagai aliran teologi, kaum Murji’ah ini mempunyai pendapat tentang akidah yang secara umum dapat digolongkan pada
pendapat yang moderat dan ekstrim. Menurut golongan Murji’ah yang moderat, orang yang melakukan dosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang ia
lakukan, dan ada kemungkinan Tuhan akan mengampuninya, sehingga mereka tidak akan masuk neraka sama sekali.
Adapun menurut golongan Murji’ah ekstrim, orang Islam yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufuran
secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuh manusia tetapi dalam hati
sanubari. Iman tempatnya di hati, ia tidak bertambah dan tidak berkurang karena perbuatan apa pun dan amalan
seseorang tidak punya pengaruh apa-apa terhadap iman.
Ajaran Murji’ah yang ekstrim tersebut amat berbahaya jika diikuti, karena dapat menimbulkan kehancuran dalam bidang
akhlak dan budi pekerti luhur, lebih-lebih pada masyarakat yang dilanda berbagai produk budaya yang tidak bermoral yang
pada gilirannya akan menimbulkan sikap permissivisme, yakni sikap yang menoleransi penyimpangan penyimpangan dari
norma akhlak dan moral yang berlaku. Inilah sebabnya nama Murji’ah pada akhirnya mengandung arti tidak baik dan tidak
disenangi.
Jika ditelusuri dari berbagai sumber rujukan, nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.
Adapun menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt.
Menurut istilah dalam bahsa Inggris, paham Jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyatakan
bahwa perbuatan manusia ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar Tuhan. Dengan demikian, posisi manusia dalam
paham ini tidak memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri. Akan tetapi, terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu,
aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya.
Manusia dalam paham ini memang benar melakukan suatu perbuatan, tetapi per buatannya tersebut dalam keadaan
terpaksa. Paham Jabariyah ini diduga telah ada sejak lama, di kalangan masyarakat Arab sebelum agama Islam datang,
karena paham ini lebih banyak dibentuk oleh kondisi alamiah Jazirah Arabia.
Aliran Jabariyah ini selanjutnya mengembangkan pahamnya sejalan dengan perkembangan masyarakat pada masa itu.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. bahwa Jabariyah mengajarkan paham, bahwa manusia dalam melakukan
perbuatannya berada dalam keadaan terpaksa. Manusia dianggap tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
Dalam sejarah tercatat, bahwa orang yang pertama kali mengemukakan paham
Jabariyah di kalangan umat Islam adalah Ja'ad bin Dirham. Pandangan pandangan Ja'ad ini kemudian disebarluaskan oleh
para pengikutnya, seperti Jahm bin Safwan.
Manusia dalam paham Jabariyah adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan
perbuatan manusia tidak boleh lepas dari aturan, skenario, dan kehendak Allah.
Segala akibat baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Namun ada kecenderungan bahwa Tuhan lebih memperlihatkan sikap-Nya yang mutlak, absolut, dan berbuat sekehendak-
Nya. Hal ini bisa
menimbulkan paham seolah-olah Tuhan tidak adil jika menyiksa orang yang berbuat dosa.
sedangkan perbuatan dosa yang orang tersebut terjadi atas kehendak Tuhan.
Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam
perbuatannya. Tokoh utamanya adalah Ja'ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan . Sedangkan
sebagai aliran dalam ilmu kalam , Qadariyah merupakan nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan – perbuatannya . Dalam paham
Qadariyah manusia dipandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya , dan bukan berasal
dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar atau qada Tuhan .
Tentang kapan munculnya paham Qadariyah dalam Islam , secara pasti tidak dapat diketahui . Namun , ada sementara para
ahli yang menghubungkan paham Qadariyah ini dengan kaum Khawarij.
Tokoh pemikir pertama kali yang menyatakan paham Qadariyah ini adalah Ma’bad al – Juhani , yang kemudian diikuti oleh
Ghailan al – Dimasqi . Sementara itu , Ibnu Nabatah berpendapat bahwa paham Qadariyah pertama kali muncul dari
seseorang asal Iraq yang menganut Kristen Dari tokoh inilah Ma’bad al – Juhani dan Ghailan al – Dimasqi menerima paham
Qadariyah .
Dalam menentukan keputusan yang menyangkut perbuatannya sendiri , manusialah yang menentu kan , tanpa ada campur
tangan Tuhan . Selanjutnya Qadariyah , sebagaimana dikemukakan Ghailan berpendapat bahwa manusia berkuasa untuk
melakukan perbuatan – perbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri , dan manusia pula yang melakukan atau tidak
melakukan perbuatan jahat atas kemampuan dan dayanya sendiri .
Kemunculan Mu’tazilah dilatarbelakangi oleh kasus Washil bin Ata’ yang berbeda pendapat dengan Hasan Al-Bashri yang
menganut paham kaum Khawarij kemudian membentuk aliran teologi yang dikenal dengan nama Mu’tazilah. Menurut
washil bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar itu bukan kafir dan bukan pula mukmin, tetapi mengambil posisi di
antara posisi kafir dan mukmin yaitu orang fasik, dan kalau orang yang demikian bertobat sebelum meninggal, ia akan
masuk surga. Akan tetapi, kalau tidak sempat bertobat, ia akan masuk neraka untuk selama-lamanya. Corak pemikiran
kalam Mu’tazilah lebih cenderung menggunakan pendekatan berpikir filsafat, sehingga
2.Al-‘adl, yaitu berpaham bahwa Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia dan manusia
dapat mengerjakan perrintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya dengan kekuasaan yang ditetapkan Tuhan pada diri
manusia
3.Al-Wa’ad wa Al-Wa’id, artinya bahwa janji Tuhan berupa pemberian pahala dan ancaman kepada manusia, pasti terjadi
dan tidak bisa tidak.
4.Al-manzilah baina Al-Manzilatain, yaitu meyakini adanya suatu tempat yang terletak di antara surga dan neraka
5.Amar ma’ruf nahi munkar, yaitu berpendapat bahwa dalam keadaan normal pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar
cukup dengan seruan saja, tetapi kalau dalam keadaan tertentu amar ma’ruf nahi munkar perlu dengan kekerasan.
- an-Nazzam
Teologi asy’ariyah di bangun oleh abu Hasan Ali bin Ismail asy’sari yang lahir di bashrah pada tahun 873M dan wafat di
Baghdad pada tahun 931M.pada mulainya,ia adalah murib Al jubbai dan termasuk salah seorang yang terkemuka dalam
golongan mu’tazilah.
Ajaran asy’ari ini muncul sebagai alternatif yang menggantikan kedudukan ajaran teologi mu’tazilah yang sudah mulai di
tinggalkan orang sejak zaman Al Mutawakkil. Diketahui, bahwa setelah al- mutawakkil membatalkan putusan al- ma’mun
yang menetapkan aliran mu’tazilah sebagai mazhab negara, kedudukan aliran ini mulai menurun, apalagi setelah al-
mutawakkil menunjukan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap Ibnu hambal sebagai lawan mu’tazilah terbesar
diwaktu itu. Adapun ajaran teologi asy’ariyah yang cukup terkenal, diantaranya sebagai berikut.
1.*sifat* *tuhan*
Menurut Asy’ari mustahil tuhan mengetahui dengan zat,nya tuhan mengetahui dengan pengetahuan-nya tersebut bukan
zat,nya
Menurut Asy’ari kita wajib percaya pada adanya tuhan karena di perintahkan tuhan dan perintah tersebut kita tangkap
dengan akal
3.*perbuatan* *manusia*
Asy,Ari menolak paham qadariyah dan menolak paham jabariyah asy, Ari mengajukan paham kasab
4.*pemakaian* *akal*
- Al Ghazali
- Al imam fakhurarrazi
Maturidi semasa hidupnya bersama dengan Asy’ari, hanya dia hidup di Samarkand, sedang Asy’ari hidup di Bashrah (Iraq).
Asy’ari adalah pengikut Syafi’i dan Maturidi pengikut mazhab Hanafi. Karena itu, kebanyakan pengikut Asy’ari adalah
orang-orang Syafi’iyah, sedang pengikut Maturidi adalah orang-orang Hanafiyah.
Maturidi mendasarkan pemikirannya dalam persoalan kepercayaan kepada pemikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum
dalam kitabnya al-Fiqhu al-Akbar dan al-Fiqhu al Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab
tersebut. Maturidi meninggalkan karangan-karangan yang banyak dan sebagian besar dalam lapangan ilmu tauhid.
Maturidiyah lebih mendekati golongan Mu’tazilah. Dalam membahas kalam, Maturidi
Dalil ini menyatakan bahwa alam ini tidak akan mungkin qadim, karena di dalamnya terdapat keadaan yang berlawanan,
seperti diam dan gerak, baik dan buruk dan lainnya. Keadaan tersebut adalah baru, sesuatu yang tidak terlepas dari yang
baru maka baru pula.
Alam ini terbatas, pihak yang terbatas adalah baru, jadi alam ini adalah baru, alam ada batasnya dari segi bendanya. Benda,
gerak, dan waktu selalu bertalian erat. Sesuatu yang ada batasnya adalah baru.
Alam ini tidak bisa mengadakan dirinya sendiri atau memperbaiki dirinya kalau rusak. Kalau alam ini ada dengan sendirinya
tentulah keadaannya tetap satu. Akan tetapi alam ini selalu berubah, yang berarti ada sebab perubahan tersebut.
BAB 3
PENUTUPAN
- Kesimpulan.
Dari uraian diatas, dapat kita pahami bahwa Islam telah hadir sebagai pelopor lahirnya pemikiran-pemikiran yang hingga
sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi
mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada al-
Quran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas. Sekarang, bagaimana kita menaggapi
pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki titik pertentangan dan persamaan masing-masing dan tentunya
pendapat-pendapat mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Namun
pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling baik, tidaklah bisa kita nilai sekarang. Kerana penilaian
sesungguhnya ada pada sisi Allah yang akan diberikanNya di akhirat nanti. Penilaiaan baik tidaknya suatu pendapat dalam
pandangan manusia mungkin di lakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa
yang berkembang dalam sejarah. Disisi lain, kita juga bisa menilai baik tidaknya suatu pendapat atau paham dengan
mengaitkannya pada kenyataan yang berlaku dimasyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia, dan juga
pendapat tersebut banyak di ikuti oleh Manusia.