Anda di halaman 1dari 12

“DESKRIPSI DAN ANALISIS GERAKAN SALAFIYYAH”

Oleh: Drs. Samian Hadisaputra, M.I.Kom

A. Prolog
Sumber hukum utama Islam adalah Al-Qur’am dam As-sunnah
yang dipedomani oleh umat Islam pada berbagai aspek kehidupannya.
Karena kedua sumber pedoman tersebut mengandung kabar baik,
petunjuk, penjelasan, obat dan aturan-aturan. Tetapi kedua sumber
tersebut (khususnya) Al-Qur’an, dapat menjadi sumber konflik. Hal ini
terbukti dengan banyak penafsiran dan pentakwilan terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an yang hasilnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut muncul
karena adanya penggunaan metode dan pendekatan yang beraneka
ragam.
Dari perbedaan penggunaan metode dalam memahami sumber
hukum tersebut, melahirkan aliran-aliran dalam Islam, baik dama
bidang teologi maupun dalam bidang fiqh. Salah satu aliran tersebut
adalah aliran salaf, yaitu aliran yang mempunyai seboyan kembali
kepada Al-Qur’an dan As-sunnah serta meliputi keteladanan para
generasi terdahulu (sahabat, tabi’in, dan tabi’at tabi’in)
Aliran Salaf ini dinisbatkan kepada Imam Ahmad ibn Hanbal
sehingga penganut aliran ini dapat juga disebut sebagai simpatisan
Hanbali, tetapi penamaan Aliran Salaf ini lebih dekat dengan Ibnu
Taimiyah. Kemudian ajaran-ajaran aliran Salaf diteruskan oleh
Muhammad Abd al-Wahhab yang telah mempelopori kelahiran
Gerakan Wahhabi.
Tetapi, apakah hanya sekedar itu saja yang menjadi Karakteristik
aliran Salaf? dan bagaimana sumbangsih aliran Salaf ini bagi
perkembangan umat Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
mudah-mudahan makalah ini yang dijadikan sebagai bahan diskusi
dapat mengantarkan kita pada pemahaman terhadap aliran tersebut.

B. Pengertian Salaf
Pengertian makna asli (etimologi)nya kata salaf adalah terdahulu,
kuno, atau kolot, jadi aliran salaf adalah aliran kolot, bukan modern.
Namun, tidak yang kolot itu tidak baik. Dalam hal ini, salaf berarti

143
jama’ah yang terdahulu yaitu nenek moyang, generasi awal daripada
sahabat dan tabi’in dinamakan Salaf as-Shalihin.
Sedangkan secara istilah (terminologi) yang dimaksud salaf adalah
para sahabat Rasulullah, orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, para pengikut mereka, serta generasi selanjutnya dari para
pemuka (imam) din yang diakui keimanannya dan di kenal kebesarann
peranannya dalam din, sehingga manusia dapat menerima pendapatnya
serta belum pernah tertuduh menyimpang atau berbuat bid’ah.1
Salafiyyah adalah istilah yang mengacu kepada sikap atau pendiri
para ulama Islam dan generasi Salaf (terdahulu) dalam lapangan
aqidah atau mengacu pada golongan umat dari generasi Salaf tersebut.2
Berdasarkan pengertian dan karakteristik generasi Salaf terseut,
maka aliran Salaf merupakan aliran yang hanya berpegang teguh
kepada dhahirnya nash; ia beritikad sepanjang dikehendaki oleh nash
(lafadh), mensucikan Allah dari hal-hal yang menyerupai dengan
makhluk. Para ulama Salaf mensifatkan Allah dengan sifat-sifat yang
disifatkan oleh Allah untuk diri-Nya dengan tidak menafikan, tidak
menyerupai, dan tidak mentakwilkan.3

C. Pertumbuhan Aliran Salaf


Aliran/gerakan Salaf dapat juga disebut simpatisan Hanbali. Para
pengikut Hanbali ini tampil dalam perbincangan tentang tauhid,
sebagaimana mereka berbicara tentang ayat-ayat takwil dan tasybih
yaitu apa yang pertama mereka tampilkan apada abad ke-4 Hijriyah.
Mereka menisbatkan pembicaraan kepada Iman Ahmad bin Hambal.
Kemudian gerakan ini diperbaharui pada abad ke-17 dengan tampilan
Ibnu Taimiyah. Dia menambahkan persoalan-persoalan laian
berkembanga pada masanya. Kemudian pemikiran-pemikiran tersebut
diteruskan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya

1
Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama: Antara
Modernisme dan Tajdidudin. Wacana Lazuardi Amanah, Bekasi, 1995. Hal. 10-
11
2
Tim IAIN SYAHID, Enslikopedia Islam-Indonesia. Jambatan, Jakarta, tt. Hal.
831
3
Zainuddin, Ilku Lengkap. Rineka Cipta, Jakarta, 1996. Hal. 43

144
(Wahabiyun) di jazirah Arab, yang terkenal dengan sebutan Gerakan
Wahabi.
Berdasarkan peran para tokoh tersebut di atas - Imam Ahmad Ibnu
Hambal, Ibnu Taimiyah, dan Muhammd Abd al-Wahhab - perlu
kiranya kita mengetahui biografi mereka, walaupun hanya sebagian
kecil saja.

1. Imam Ahmad ibn Hanbal


Imam Abu Abdillah Ahmad Ibn Hanbal dilahirkan di Baghdad
pada tahun 164 H/780 M dan meninggal dunia pada tahun 241
H/855 M pada usia 75 tahun.4
Ibnu Hanbal hidup pada masa Daulah Abbasiyah berkuasa dan
ketika masa kekhalifahan al-Mu’tashim. Ia pernah dipenjara dan
disiksa karena menolak mengikuti paham Mu’tazilah yang pada
waktu itu merupakan madzhab resmi daulah. Namun karena
keteguhan pendiriannya maka banyak yang simpati padanya, ia juga
seorang pemaaf. Oleh karena itu, setelah ia terbebas dari belenggu
tirani ia tidak melakukan balas dendam.
Imam Hanbali lebih populer sebagai ulama fiqh dan hadits
karena ia telah mendirikan madzhab Sunni yang terkenal dengan
sebutan Madzhab Hanbali.5
Ibnu Hanbali juga murid Imam Safi’i, ia banyak belajar dari
Imam Syafi’i terutama dalam istinbah Hukum.

2. Ibnu Taimiyah
Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqidy al-Din al-Abbas
Ibnu Abd al-Halim. Ia lahir di Haran tanggal 10 Rabi’ul Awwal 666
H/22 Januari 1263 M dan meninggal dunia di Damaskus pada
tanggal 20 Dzulkaidah 728 H/ 26 September 1328 M. Ia dibesarkan
dalam keluarga yang taat beragama dan berpendidikan, belajra dari
pada guru dan ulama yang terkemuka seperti Ali Abd al-Qawi.
Disamping studi Al-Qur’an, hadist dan bahasa Arab, hukum,

4
Thomas Patrick Hughes, dictionary of Islam. Cosmo Publications, New Delhi,
1982. Hal 188
5
Thomas Patrick Hughes, Ibid. Hal. 161

145
mantiq, dan filsafat. Hukum islam yang dipelajarinya adalah
madzhab Hanbali. Hal ini juga disebabkan karena ayah, paman, dan
kakeknya merupakan tokoh terkemuka dalam madzhab ini. 6 Ia
hidup pada masa kemunduran dan kehancuran Daulah Abbasiyah,
yang mana pada saat itu seolah-olah pintu hijrah telah tertutup.
Maka abad ke-8 Hijriyah (ke-14 M) merupakan masa yang relatif
sunyi bagi dunia intelektual Islam jika dipandang secara
keseluruhan, dengan kesan kuat akan adanya Neo-Hanbalisme.7
Daya tarik utama Ibnu Taimiyah bagi para pendukungnya adalah
obsesinya menantang tatanan yang mapan dan menegaskan kembali
hak untuk melakukan ijtihad maupun keyakinan umum berpendapat
bahwa pintu ijtihad telah tertutup sejak abad ke-10. Dia diyakini
telah menjalankan tugas “memperbaharui syari’ah dan pertahanan
nilai-nilai agama”. Aspek lain dari peranannya adalah sebagai
model kebangkitan Islam adalah tuntunannya yang tidak kenal
kompromi terhadap peranan total syari’ah, baik dalam kehidupan
politik maupun pribadi. Ibnu Taimiyah terkenal karena
penekanannya mazdhab-mazdhab fiqh yang kemudian (khalf). 8
Selain itu, keinginannnya untuk menentang mazdhab yang mapan
tidak dimanifestasikan dengan mendirikan mazdhab baru atau karya
independen.
Ide dan pemikiran Ibnu Taimiyah dipengaruhi oleh Salaf al-
Shalihin, karena itu gerakannya disebut Gerakan Salaf, dengan
semboyan kembali kepada Al-Qur’an dan al-Hadist.

3. Muhammad bin Abd al-Wahhab


Muhammad Inb Abd al-Wahhab dilahirkan di Najd pada atahun
1961, ia merupakan penganut mazdhab Hanbali. Semasa hidupnya
ia pernah menuntut ilmu di Mekkah, Basrah, dan Baghdad.9

6
Depag RI, Enslikopedia Islam di Indonesia Jilid II DIRJEN Penelitian
Kelembagaan Agama Islam, 1993. Hal. 414
7
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1994.
Hal 45.
8
Abdullahi Ahmed an-Na’im, Dekontruksi Syariah. LkiS-Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1994. Hal 45.
9
Thomas Patrick Hughes, Loc, Cit. Hal 659.

146
Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Muhammd Abd al-Wahhab
dapat berkembang subur di jazirah Arab karena mendapat dukungan
dari penguasa Saudi Arabia. Gerakan yang dipeloporinya, terkenal
dengan sebutan Gerakan Wahhabi, yang banyak dipengaruhi oleh
ajaran-ajaran Ahmad Ibn Hanbal.
Pada akhirnya, gerakan salaf ini telah banayak mengilhami
gerakan-gerakan serupa yang terus berkembang hingga masa kini.
Gerakan-gerakan tersebut antara lain adalah: al-Ikhwan al-Muslim
yang dipelopori oleh Iman Syahid Hasan al-Banna yan dilahirkan di
Mesir, gerkan Sanusiyah di Tunisia (Afrika) di bawah
kepepimpinan Ahmad Syarif yang sangat ditakuti oleh Inggris,
gerakan pembaharuan Muhammad Abdul, dan gerakan-gerakan
lainnya. Sedangkan di Indonesia pola gerakan Salaf ini diidentikkan
dengan Muhammadiyah dan Persis.

D. Doktrin-Doktrin Ulama Salaf


Metode berpikir kaum Salaf adalah tidak percaya kepada akal,
sebab akal dapat menyesatkan. Mereka hanya percaya kepada nash dan
dalil-dalil yang disyaratkan oleh nash, sebab ia merupakan wahyu yang
diturunkan kepada Nabi, mereka juga menegaskan bahwa berbagai
pola pemikiran rasional itu merupakan hal yang baru dalam Islam yang
tidak pernah dikenal secara pasti di kalangan para sahabat dan tabi’in.
Aliran Salaf, sebagaimana disimpulkan oleh Ibnu Taimiyah,
berpendapat bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui aqidah, hukum-
hukum, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, baik dari
segi i’tikad maupun istindalnya kecuali dari al-Qur’an dan as-Sunnah
yang menjelaskannya. Oleh karena itu, metode Salaf dapat dimaknai
dengan metode yang menempatkan aksi berjalan di belakang dalil
naqli, menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna nash.10
Dari metode yang digunakannya, ini berpengaruh pada paradigm
aliran salaf, sehingga menghasilkan doktrin-doktrin sebagai berikut:

10
Imam Muhammad Abu Zaroh, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Logos,
Jakarta, 1996. Hal. 227

147
1. Wahdaniyyah (keesaan Tuhan, zat, dan sifat-Nya)
Salaf memandang wahdaniyyah sebagai asas pertama Islam,
ia merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi. Mereka
menegaskan bahwa beberapa hal yang bertentangan dengan
keesaan Tuhan tidak diakui oleh juhmur kaum muslimin. Maksud
dari keesaan Tuhan addalah bahwa Tuhan itu satu, tidak ada yang
menyerupai-Nya. Dia Esa dalam zat, Esa dalam sifat, Esa dalam
penciptaan dan esa sebagai Tuhan yang disembah.11
Berdasarkan pendapat tersebut, kaum Salaf berkeyakinan
bahwa Tuhan mempunyai zat, akan tetapi zat Tuhan hanya satu.
Menurut Ibnu Taimiyah kandungan perkataan “keesaan” (tauhid),
“penyucian” (tanjih), “penyerupaan” (tasybih), dan “penjisiman”
(tasjim) dapat berbeda-beda menurut perbedaan orang yang
memakainya, sebab tiap-tiap golongan mengartikan dengan kata
yang berlainan. Tuhan mempunyai sifat, akan tetapi sifat Tuhan
itu tidak ada yang menyerupai: Tuhan sebagai pencipta akan tetapi
dalam menciptakan sesuatu tidak ada bantuan dari makhluk.
Tuhan Esa sebagai Tuhan yang disembah, artinya tidak ada lagi
Tuhan lain kecuali Tuhan Yang Maha Esa.12
Mereka mengaku, bahwa semua sifat Tuhan yang terdapat
dalam al-Qur’an, seperti pendengaran, pengelihatan, mata, muka,
tangan, ilmu, kekuatan, kodrat, kebesaran, keagungan, kemauan,
penciptaan, marah, hidup, dan lain-lain sifat keagungan semuanya
dimiliki Tuhan dalam arti kata berlainan dengan manusia.13

2. Tafwidh (Pasrah)
Menurut kaum Salaf bahwa sikap yang paling selamat adalah
tafwidh (pasrah) tanpa mentakwilkan. Ayat al-Qur’an yang
mustasyabihat diartikan secara literal, sebab jika berusaha

11
Imam Muhammad Abu Zaroh, Ibid, Hal. 228
12
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam. Bulan Bintang, Jakarta, 1987. Hal. 142
13
Abubakar Aceh, Salaf: Islam dalam Masa Murni. Ramadhani, Solo, 1986. Hal.
21

148
mentakwilkannya maka menjadi sesat. 14 Sebagimana terdapat
dalam QS. Ali Imron ayat 7:
َ‫ت فَأ َ َّما ٱلَّ ِذين‬ٞۖ ٞ ‫ش ِب َٰ َه‬
َ َٰ َ ‫ب َوأ ُ َخ ُر ُمت‬ ِ َ ‫ت ُّم ۡح َك َٰ َمتٌ ه َُّن أ ُ ُّم ۡٱل ِك َٰت‬ٞ َ‫ب ِم ۡنهُ َءا َٰي‬ َ َ ‫ِي أَنزَ َل َعلَ ۡيكَ ۡٱل ِك َٰت‬
ٓ ‫ه َُو ٱلَّذ‬
ُۗ َّ ‫ِۦه َو َما يَعۡ لَ ُم ت َۡأ ِويلَ ٓۥهُ إِ ََّّل‬ٞۖ ‫شبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱب ِتغَا ٓ َء ۡٱل ِف ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَا ٓ َء ت َۡأ ِوي ِل‬
ُ‫ٱّلل‬ َ َٰ َ ‫غ فَ َيتَّبِعُونَ َما ت‬ٞ ‫فِي قُلُوبِ ِه ۡم زَ ۡي‬
٧‫ب‬ ِ َ‫َّل أ ُ ْولُواْ ۡٱۡل َ ۡل َٰب‬ٓ َّ ِ‫ل ِم ۡن ِعن ِد َربِن َُۗا َو َما يَذَّ َّك ُر إ‬ٞ ‫ٱلر ِس ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُولُونَ َءا َمنَّا بِِۦه ُك‬ َّ َٰ ‫َو‬
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu.
Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah
pokok-pokok isi Al qur´an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta´wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta´wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali
Imron:7)
Ibnu Taimiyah berkeyakinan bahwa dengan cara tersebut di
atas, ia menggabungkan antara penafsiran dengan sikap pasrah. Ia
menafsirkan ayat dengan pengertian yang dhahir, mensucikan
Allah dari persamaan dengan makhluk yang baru dan bersikap
pasrah kepada-Nya.
Para sahabat berpendapat bahwa Allah memiliki tangan,
wajah, dan bersemayam, tetapi tangan dan wajah Allah tidak sama
dengan tangan manusia. Mereka mengartikan kata tangan, wajah
dengan makna lahiriyah dan tidak berusaha mencari tahu tentang
bagaimana gambaran dan hakikatnya, sebagaimana mereka tidak
beruaya untuk hakikat zat Tuhan.

3. Kemakhlukan al-Qur’an
Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui Ruh al-Quddus (Jibril). Siapa yang

14
Ibnu Taimiyah, Majmu Fatwa. Daar al-Fikr, Mesir, 1980. Hal. 355

149
mengatakan bahwa al-Qur’an itu kalam Jibril atau kalam
Muhammad, maka ia telah kufur.15
Tentang masalah Khalq Al-Qur’an, Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa menurut Salaf, Al-Qur’an adalah Kalamullah,
bukan makhluk, akan tetapi qadim. Adapun tentang firman-Nya
seperti Taurat, Injil dan Al-Qur’an, yang demikian tidak dapat
dikatakan qadim, sebagaimana halnya bahwa semua itu tidak
dapat dikatakan sebagai makhluk. 16 Allah senantiasa berbicara
dengan bahasa, Dia menghendaki sebagaimana Dia berbicara
tentang Al-Qur’an. Pembicaraan-Nya bukan makhluk yan terpisah
dari diri-Nya.

4. Kedudukan Akal
Akal manusia tidak memiliki hak dan kemampuan untuk
menakwilkan dan menafsirkan Al-Qur’an ataupun beristinbah
darinya, kecuali sekedar sebagai pengantar dalam mendapatkan
berita/riwayat. Akal hanyalah sebagai penguat dan pembukti,
bukan sebagai penerima atau penolak. Ia juga hanya sebagai
penjelas dalil yang tercantum dalam Al-Qur’an.17

5. Ziarah ke Kuburan Orang Shalih dan Kuburan Nabi Muhammad


SAW
Ziarah ke makam orang-orang soleh dengan maksud mencari
keberkahan atau keberuntungan atau mendekatkan diri kepada
Allah lewat kuburan tidak boleh. Namun jika maksud ziarah itu
untuk mengambil pelajaran, maka hukumnya boleh bahkan
disunatkan.
Ajaran aliran Salaf dan sikap keagamaan yang lahir dari aliran ini,
banyak memberikan pengaruh terhadap umat Islam. Gerakan Salaf
(khususnya gerakan Wahhabi) mempunyai sikap kurang toleran
terhadap aliran lainnya dan mereka menentang keras serta
15
Musthofa al-‘Alim, Al-‘Aqidat al-Wasithiyyah Li Syekh al-Islam Ibnu
Taimiyah. Daar al-‘Arabiyah, Beirut, tt. Hal. 49
16
Mustofa Muhammad Asy Syaka’ah, Islam Tidak Bermazhab. Gema Insani
Press, Jarta, 1994
17
Mustofa Muhammad Asy Syaka’ah, Ibid, Hal 390

150
memberantas praktik-praktik bid’ah, khurafat, dan takhayul. Karena
sikap ini, mereka telah menghancurkan beberapa kuburan sahabat dan
kuburan orang shalih lainnya, bahkan merusak kain penutup Ka’bah.
Ini bias terjadi karena manifestasi ajaran tauhid yang mereka pahami.
Manifestasi dari ajran Tauhid; yang merupakan ajaran yang paling
fundamental dalam Islam, menurut Muhammad Ibn Abd al-Wahhab
adalah sebagai berikut:
1. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan dan orang yang
menyembah selain dari Tuhan telah menjadi musyrik dan boleh
dibunuh,
2. Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang
sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan lagi dari
Tuhan, tetapi dari Syekh atau Wali dan kekuatan gaib. Orang
Islam demikian juga telah menjadi musyrik,
3. Menyebut nama Nabi, Syekh, atau malaikat sebagai pengantara
dalam do’a juga merupakan syirik,
4. Meminta syafa’at selain dari kepada Tuhan adalah juga syirik,
5. Bernazar selain dari kepada Tuhan juga syirik,
6. Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur’an, al-hadist, dan
Qiyas (analogi) merupakan kekufuran,
7. Tidak percaya kepada qhada dan qadar Tuhan juga merupakan
kekufuran,
8. Demikian pula menafsirkan Al-Qur’an dengan ta’wil (interpetasi
bebas) adalah kufur. 18
Oleh karena itu, gerakan Salaf merupakan gerakan puritan atau
fundamentalisme yang berciri khas:
1. Hanya al-Qur’an dan as-sunnah lah yang merupakan sumber asli
dari ajaran-ajran Islam dan pendapat ulama tidak merupakan
sumber,
2. Taqlid kepada ulama tidak dibenarkan,
3. Pintu ijtihad terbuka dan tidak terutup.

18
Harum Nasution, Pembaharuan dalam Islam. Bulan Bintang, Jakarta, 1992.
Hal. 24-25

151
Hal tersebut merupakan pemikiran Muhammad Abn al-Wahhab yang
mempunyai pengaruh pada abad ke-19 dan juga mempunyai kesamaan
pemikiran dengan tokoh lainnya.19
Perbedaan-perbedaan pendapat di antara mazdhab Hanafi, Maliki,
Syafi’I, dan Hanbali dalam hal-hal yang berhubungan dengan hukum
fiqh dan peribadatan relative kecil sekali, walaupun mazdhab Hanbali,
yang lebih keras menentang segala macam bid’ah, secara teoritik
menolak ijma’ sama sekali kecuali dalam pengertian yang sangat
sempit dalam banyak hal menunjukkan sikap kurang toleran terhadap
pendapat-pendapat lainnya. 20 Dan pengaruh mazdhab yang lebih
dominan dari keempat mazdhab tersebut dalam pengambilan istinbath
hukum Islam (fiqh) adalah mazdhab Hanbali dan dalam lapangan
aqidahnya banyak dipengaruhi oleh aliran Mu’tazilah, Maturidiyah,
dan Jabariyah.

E. Epilog
Dari beberapa pernyataan dan keterangan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Aliran Salaf merupakan aliran dalam Islam yang memnisbatkan
nama alirannya pada Slaf as-Shalihin (generasi Islam terdahulu),
ia merupakan aliran yang hanya berpegang kepada dhahirnya
nash; ia beritikad sepenjang dikehendaki oleh nash (lafadh),
mensucikan Allah dari hal-hal yang menyerupai dengan makhluk.
Para ulama Salaf mensifatkan Allah dengan sifat-sifat yang
disifatkan oleh Allah untuk diri-Nya dengan tidak menafikan,
tidak menyerupakan, dan tidak mentakwilkan.
2. Metode berpikir aliran salaf bersifat literal/tekstual karena
menempatkan posisi akan dibelakang nash-nash dan dalil-dalil
yang diisyaratkan oleh nash sehingga aliran ini cenderung kaku
dalam menyikapi pemikiran-pemikiran dan persoalan-persoalan
yang terjadi di kalangan umat Islam.

19
Harum Nasution, Ibid, Hal. 26
20
H.A.R Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, Rajawali, Jakarta. 1993.
Hal.23

152
3. Aliran ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap umat
Islam baik pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif dari
aliran ini adalah militansi atau semangat keagamaan untuk
menerapkan ajaran-ajran Islam pada berbagai sendi kehidupan
manusia (khususnya umat Islam). Adapun pengaruh negatifnya
adalah menumbuhkan sikap kurang toleran terhadap perbedaan-
perbedaan pendapat/pemikiran dan menimbulkan kejumudan
(stagnansi) dalam memahami al-Qur’an dan al-hadits.
4. Aliran Salaf berdasarkan perkembangannya terlihat berpaya
menjadi aliran yang tidak hanya bersifat literal/tekstual tetapi juga
menjadi aliran kontekstual sehingga cenderung menjadi mazdhab
kolektif atau mazdhab kutifan. Namun karena ke-ego-annya, maka
aliran ini baru bisa melakukan pembaharuan dalam bidang sosial
keagamaan saja.(an-Na'im, 1994) (Aceh, 1986) (Sa'id, 1995) (RI,
1993) (Nasution, 1992) (Gibb, 1993) (Zaroh, 1996) (Taimiyah,
1980) (al-‘Alim) (Syaka'ah, 1994) (Madjid, 1955) (SYAHID)
Daftar Pustaka

Aceh, A. (1986). Salaf: Islam dalam Masa Murni. Solo: Raamdhani.


al-‘Alim, M. (n.d.). Al-‘Aqidat al-Wasithiyyah Li Syekh al-Islam Ibnu
Taimiyah. Beriut: Daar al-Arabiyyah.
an-Na'im, A. A. (1994). Dekonsruksi Syariah. Yogyakarta: Abubakar
Aceh.
Gibb, H. (1993). Aliran-aliran Mkodern dalam Islam. Jakarta: Rajawali.
Madjid, N. (1955). Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, H. (1992). Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
RI, D. (1993). Enslikopedia ISlam di Indoesia Jilid II. Jakarta: DIRJEN
Penelitian Kelembagaan Agama Islam.
Sa'id, B. M. (1995). Gerakan Pembaharuan Agama: Antara Modernisme
dan Tajidudin. Bekasi: Wacana Lazuardi.

153
SYAHID, T. I. (n.d.). Enslikopedia Islam-Indonesia. Jakarta: Jambatan.
Syaka'ah, M. M. (1994). Islam Tidak Bermazdhab. Jakarta: Gema Insani
Press.
Taimiyah, I. (1980). Majmu' Fatwa. Mesir: Daar al-Fikr.
Zaroh, I. M. (1996). Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta:
Logos.

154

Anda mungkin juga menyukai