Anda di halaman 1dari 16

Nama : Muhammad Iskandar Romadhoni

NIM : 17105050077

Kelas : Studi Pemikiran Hadis di Indonesia/kelas A

HADIS PERSPEKTIF SALAFI WAHABI PENGIKUTNYA DI INDONESIA

Hadis mempunyai kedudukan sangat penting dalam Islam, hadis tidak hanya
sebagai salah satu bentuk penjelas dari tafsir Alquran, semua konteks yang berkaitan
dengan Rasulullah yakni informasi, pesan, kesan dan sifat Nabi juga dijelaskan dalam
hadis. Selain itu hadis juga menjadi rujukan kedua setelah Alquran untuk menjawab
berbagai problem keagamaan yang dihadapi oleh umat muslim.

Meskipun diyakini sebagai sumber ajaran kedua dalam Islam, hadis juga tidak
luput dari berbagai problem yang cukup rumit terkait dengan proses kodifikasinya yang
memakan waktu cukup panjang yakni setelah hampir seratus tahun berhenti dalam
hafalan para sahabat dan tabi’in, yang secara garis besar mengalami beberapa periode,
dari periode ketepeliharaan dalam hafalan hingga periode dibukukannya hadis tersebut
(pentadwin).1

Setidaknya terdapat tiga fokus kajian dalam keilmuan hadis, yakni kritik sanad,
kritik matan dan problem pemahaman hadis. Kritik sanad dan kritik matan menjadi
kajian yang sanagat penting dalam keilmuan hadis, karena dengan dilakukanya kegiatan
kritik sanad dan kritik matan, maka akan dapat diketahui apakah suatu hadis memang
benar-benar berasal dari Nabi saw. sehinggah dapat dijadikan pegangan bagi umat
muslim. Setelah problem keshahihan sanad dan matan, maka baru kemudian melangkah
pada pemahaman terhadap teks hadis. Pemahaman terhadap teks-teks hadis dilakukan
dengan menulis syarah-syarah hadis, hal ini dilakukan sebagai upaya ulama untuk
memahami hadis.

Upaya pemahaman terhadap suatu hadis ini terus menerus dilakukan sebagai
salah satu bentuk kontekstualisasi dan penyelesaian problem sosial masyarakat melalui
teks yang dianggap sebagai sumber ajaran, maka hal ini menimbbulkan banyaknya

1
Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: TH
Press, 2009) 11.
perbedaan dalam memahami hadis. Perbedaan dalam memahami hadis sudah terjadi
sejak masa Nabi. Namun demikian perbedaan pemahaman ini tidak sampai
mengakibatkan perpecahan karena ada Nabi sebagai rujukan para sahabat sendiri untuk
menjelaskannya. Seiring dengan berjalannya waktu dan jarak yang semakin jauh dengan
Rasulullah. Perbedaan-perbedaan dalam pemahaman hadis dirasakan semakin tajam,
hingga pada masa selanjutnya perbedaan permahaman tersebut membentuk dua aliran.
Pertama, kelompok tekstualis, kelompok ini lebih menekankan pemahaman terhadap
hadis nabi tanpa memperdulikan proses sejarah yang melingkupinya. Sedangkan kedua,
yakni kelompok kontekstualis, kelompok ini melakukan pemahaman hadis dengan
mempertimbangkan asal-usul (asbabul wurud) hadis, atau konteks yang berada dibalik
teks.

Dalam konteks Indonesia, kedua kelompok di atas tidaklah sulit ditemukan,


maka dalam tulisan ini penulis akan membahas hanya pada kelompok tekstualis yang
berkembang di Indonesia atau dalam dunia Islam kelompok ini biasa dikenal dengan
kelompok Salafi Wahabi. Penulis akan memaparkan mulai dari sejarah berdirinya
kelompok salafi wahabi, berkembangnya kelompok tersebut di Indonesia, tokoh-
tokohnya di Indonesia serta pemikiran dalam kajian hadis.

A. Sejarah Berdirinya Salafi Wahabi

Sebelum membahas jauh terkait berdirinya kelompok Salafi Wahabi, lebih


baiknya biografi pendirinya untuk diikutsertakan juga. Muhammad bin Abdul Wahab,
lahir di Najd, kota Riyadh. Ia lahir pada tahun 1703 M. Nama lengkapnya ialah
Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Rasyid bin Buraid bin Musyaraf. Ia adalah keturunan Bani Siman dari Tamim dan
ayahnya ialah ulama besar ahli fiqih pada masanya.2

Pada usia dewasa, ia merantau ke beberapa daerah untuk menuntut ilmu. Selain
pengetahuan agama, ia juga mempelajari hadis dan fiqih, Perantauannya berawal di
Madinah dan berguru pada Abdulloh bin Saif dan Muhammad Hayyat Hindi, serta
menetap di Madinah selama dua bulan. Abdulloh bin Ibrahim bin Saif adalah seorang
ulama yang ahli dalam bidang fiqih Hanbali serta menguasai bidang hadis. Selain itu dia
2
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2001)
157.
adalah seorang pengikut Ibnu Taimiyah. Sedangkan Muhammad Hayyat Hindi
merupakan seorang ulama bidang hadis yang terkenal keras dalam memerani perilaku
bid’ah dan perbuatan-perbuatan menyekutukan Allah lainnya.3 Sepulangnya dari
Madinah, ia melanjutkan perantuannya ke Bashrah dan Ahsa. Di Bashrah, ia berguru
pada Syaikh Muhammad al-Majmu’I seorang ulama yang terkenal dengan berpegang
pada ajarang tauhid. Pada saat di Ahsa, ia berguru pada Syaikh Abdulloh bin
Muhammad bin Abdul Lathif asy-Syafi’I al-Ahsa’i.4

Pokok-pokok pemikirannya banyak menyinggung akidah, yang menjunjung


tinggi ketauhidan. Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya lebih senang
menamanakan kelompoknya dengan sebutan al-muwahidun yaitu pendukung tauhid.
Namun, orang-orang barat dan lawan-lawan politiknya mengambil nama ‘Wahhab’
untuk menjuluki faham tersebut dengan sebutan Wahhabi, yaitu para pengikut
Muhammad bin Abdul Wahhab.

Sejak ayahnya wafat, Abdul Wahab mulai mendakwakan keyakinannya tentang


tauhid dan menolak praktik keagamaan yang bertolak belakang dengan agama Islam
yang murni. Pada awalnya, dakwanya tidak begitu mendapatkan tanggapan dan banyak
mendapatkan pertentangan, bahkan oleh saudaranya sendiri yaitu kakaknya SUlaiman
dan sepupunya Abdulloh bin Husayn. Akan tetapi Abdul Wahab terus mendakwakan
ideologi ketauhidannya, hingga penguasa daerah dari Turki Utsmani yang merasa
khawatir jika pengaruhnya akan menganggu stabilitas kekuasaan Turki Utsmani di
Najd.5

Abdul Wahab dan pengikutnya melakukan gerakan dakwanya seperti:


mengahancurkan kuburan-kuburan di Baqi’ yang banyak dikunjungi dengan tujuan
mencari syafaat yang dapat membawa kepada paham syirik. Hal ini dilakukan untuk
menjaga agar jangan sampai menjadi benda pujaan.6

Gerakan Wahhabi yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab,


merupakan faham keagamaan yang berpengaruh dalam terbentuknya Kerajaan Saudi

3
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, 157.
4
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. 158.
5
Ja’far Subhani, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya (Jakarta: Citra Press, 2007)
12.
6
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1999) 30.
Arabia. Banyaknya praktek bid’ah, khurafat, dan takhayul menjadikan Abdul Wahab
sangat mengecam tindakan tersebut dan menyebutkannya sebagai bentuk syirik.
Gerakan Wahhabi atau sering dikenal gerakan Salafi, lahir di Arab Saudi, berkembang
di sana sejak abad 18 tepatnya pada tahun 1744 M. gerakan ini diawali dengan adanya
dukungan dari seorang pemimpin kabilah kecil di wilayah Diraya, yaitu Muhammad bin
Saud.

Ketika kerjasama tersebut terjalin, maka dimulailah sebuah gerakan militant.


Semangat agama dan kekuatan politik disatukan dlam sebuah gerakan sosial-politik
yang berperang dengan semangat jihad. Bersama kekuasaan Ibnu Saud, Abdul Wahhab
menyebarkan ajarannya di wilayah jazirah Arab karena Abdul Wahhab memandang
kondisi Arab waktu itu dan kesultanan Usmani telah banyak melenceng dari ajaran
Islam. Turki Usmani memvonis gerakan Salafi Wahhabi sebagai gerakan yang
menyimpang, serta menyyetarakan gerakan tersebut sebagai kelompok khawarij dan
keompok Syiah Qaramithah yang pernah mencuri hajar aswad. Berbagai peperangan
dilakukan antara kedua kubu ini, hingga usmani tidak mampu menaklukannya dan
akhirnya kekuasaan Saudi semakin terkonsolidasi dan berhasil mendeklarasikan sebagai
Negara Arab Saudi pada tahun 1932.7

Para pengikut Wahhabi menyebut diri mereka al-Ikhwan (persaudaraan), juga


menyebut dirinya dengan Muwahhidun (orang-orang yang menegakkan Tauhid). 8
Sedangkan istilah Salafi diartikan dengan orang yang mengembalikan semua keputusan
kepada Alquran, Assunnah, para sahabat dan mengikuti pendapat-pendapat para ulama’
salaf asholih.9 Penggunaan kata Salafi juga digunakan oleh banyak gerakan selain dari
Saudi seperti gerakan pembaharuan Islam yang banyak gerakan selain dari Saudi seperti
gerakan pembaharuan Islam yang dibawah oleh Muhammad Abduh (1849) dan
Jamaluddin al-Afghani. Sementara itu salafi yang berada di Arab Saudi berakar pada
pemikiran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahab.10

7
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 17.
8
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. 156.
9
Muhammad Ali Chozin, Strategi Dakwah Salafi di Indonesia dalam Jurnal Dakwah, Volume
XIV,No.1 Tahun 2013, 2.
10
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 18.
Muhammad bin Abdul Wahhab sekalpun merupakan seorang tokoh pembaharu
dalam dunia Islam dia juga mempunyai beberapa karangan Kitab, diantara karya-karya
Muhammad bin Abdul Wahab:

1) Kitab at-Tauhid.
2) Kitab al-Kabair.
3) Kasyf asy-Syubhat.
4) Mukhtasar Sirat ar-Rasul.
5) Masa‟il al-Jahiliyah.
6) Usul al-iman.
7) Fada‟il al-Qur‟an.
8) Fada‟il al-Islam.
9) Majmu‟al al-Ahadits.
10) Mukhtasar al-Insaf wa asy-Syarh al-Kabir.
11) al-Usul ats-Tsalatsah.
12) Adap al-Masyi ila ash-Shalah, dan lain sebagainya.11
Sedangkan tokoh-tokoh atau ulama dari kelompok Wahhabi daintaranya ialah:

1. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (1910-1999 M/1330-1430H)


2. Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (1347-1421 H)
3. Muhammad Nashiruddin al-Banni
4. Abdulloh bin Abdurrahman bin Jibrin
5. Muhammad bin Abdul Ghani ad-Dahlawi
6. Muhammad Nadzir Husain ad-Dahlawi
7. Abu Turab Adz-Dzahiri.12
B. Konsep Ajaran Salafi Wahabi

Konsep ajaran wahabi ialah menganut pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal atau
Imam Hanbali yang diteruskan oleh Ibnu Taimiyah meskipun diantara keduanya
terlampau 5 abad. Namun demikian pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal sangat
menginspirasi Muhammad bin Abdul Wahhab seperti tidak membenarkan pendapat-
pendapat akal secara mutlak tanpa bersandar pada Alquran dan Hadis. Beliau juga tidak

11
Muhammad bin Shalih al-Ustaimin, Syarah Kasyfu Syubhat (Solo: al-Qowam, 2016) 22.
12
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. 158.
menyukai berdebat, menurutnya kebenaran akan pudar cahayanya karena perdebatan.
Perdebatan terjadi jika memang sudah dalam keadaan yang mendesak atau terpaksa,
seperti perdebatan mengenai aqaid dan khalifah. 13 Imam Ahmad bin Hanbal ialah
seorang yang sangat menekuni hadis Nabi. Kecintaan kepada hadis Nabi sangat terlihat
juga dengan pendapatnya yang snagat menentang adanya tindakan bid’ah dalam agama
Islam, beliau menegur dengan tegas orang-orang yang mengatakan dirinya beragama
Islam namum melakukan tindakan bid’ah. Beliau juga mengecam keras orang-orang
yang mengaku ulama’ namun perbuatanya banyak menyalahi sunnah Nabi.

Begitu juga dengan Ibnu Taimiyah yang menentang inovasi dalam beribadah
dan menyebutnya dengan tindakan bid’ah, seperti pemujaan terhadap wali dan ziarah ke
tempat suci. Hal tersebt juga dikecam oleh Wahhabi. Mnurut Muhammad bin Abdul
Wahhab, Islam adalah kesalehan yang tulus, keyakinan yang utuh dan peribadatan yang
sederhana. Dengan kata lain, ajaran tersebut tidak mengenal cara beribadah yang
berlebihan. Sedangkan cara dakwah yang dilakukan olehh kelompok Wahhabi
terkadang juga harus dengan mengambil jalan peperangan, seperti yang terjadi pada
penyerbuan di Karbala, saat gerakan Wahhabi yang ingin meratakan makam Husein
harus melawan orang-orang penganut Syiah yang berusaha melawannya. Tindakan
perataan makam Husein dilakukan Wahhabi, agar tidak lagi terdapat praktek-praktek
menyimpang yang dilakukan oleh kelompok Sy’iah pada makam Husein di Karbala.14

Pada dasarnya aqidah yang menjadi landasan gerakan Wahhabi ini ada dua hal.
Pertama, terfokus kepada masalah tauhid yang murni dalam segala aspeknya. Kedua,
memerangi dan menghilangkan bid’ah. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahhab
berpendapat bahwa ziarah kubur kepada wali termasuk perbuatan syirik, dan bertawasul
kepada meraka akan mengakibatkan rusaknya kemurnian akidah. Termasuk perayaan
mauled, perayaan-perayaan spiritual seperti haul untuk memperingati kematian seorang
wali adalah perbuatan bid’ah yang harus diberantas karena Rasulullah tidak pernah
melakukan hal tersebut.15

13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. 158.
14
Musthofa Muhammad Asy syak’ah, Islam tidak Bermadzhab, (Jakarta: Gema Insani, 2003)
392.
15
Musthofa Muhammad Asy syak’ah, Islam tidak Bermadzhab, 393.
Dalam kitab At-Tauhid yang ditulis sendiri oleh Muhammad bin Abdul Wahab,
menyatakan bahwa tauhid ialah pemurnian ibadah kepada Allah. Menghambakan diri
hanya kepda Allah secara murni dan mentaati segala perintahnya serta menjauhi segala
larangannya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadanya.
Menurutnya pula, iblis mempercayai bahwa tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui
keesaan Allah. Kaum jahilliyah yang hidup pada masa RAsullullah juga menyakini
bahwa yang mengatur, pencipta, penguasa alam semesta adalah Allah. Namun,
kepercayaan dan keyakinan tersebut tidak menjadikan mereka sebagai muslim yang
beriman kepada Allah.16

Menurut Muhammad bin Abdul Wahab mengartikan Syirik ialah meminta


pertolongan bukan kepada Allah swt. tetapi kepada syaikh, wali atau kekuatan ghaib,
tawasul dengan menyebut nama nabi atau malaikat, meminta syafaat kepada selain
Allah, dan bernazdar selain kepada Allah.17

Misi utama dalam gerakan Wahhabi ini adalah untuk memperbaiki akidah dan
praktik agama Islam yang mengalami kerusakan fatal dari sisi spiritual, moral, dan
kehidupan. Baik melalui pengajaran ilmu, dakwah, dan penegakan syariat. Sedangkan
prinsip-prinsip dasarnya antara lain:

1. Al-ilm (menghidupkan ilmu-ilmu keislaman), prinsip ini dilakukan dengan


mengadakan halaqah-halaqah ilmu, majlis-majlis taklim, daurah-daurah, menulis
risalah-risalah ilmiah, mencetak buku-buku dan menyebarkannya, mendirikan
unversitas- unversitas Islam.
2. At-Tauhid (memurnikan tauhid dan memberantas kemusyrikan), hal ini dimulai
atas keprihatinannya ketika melihat kondisi kaum muslimin di Najd yang rusak
secara moral, akidah, ibadah dan akhlak. Banyak tindakan yang menyimpang
seperti meminta dan berdoa kepada kuburan, memiliki jimat, mendatangi tukang
sihir dan bahkan meminta pertolongan kepada benda mati. Maka, Ibnu Abdul
Wahhab hadir dengan faham dan gerakannya untuk memurnikan tauhid dan
memberantas kemusyrikan.

16
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007) 5.
17
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. 158.
3. As-Sunnah (menghidupkan sunnah dan memberantas bid’ah), perbuatan bid’ah
termasuk hal yang Ibnu Abdul Wahhab kritisi dalam dakwahnya. Perilaku
bid’ah seperti meminta pertolongan kepada kuburan orang-orang shalih, jin, dan
malaikat, percaya kepada ramalan dukun, atau tukang sihir. Pengamalan sunnah
yang dilakukan penganut faham Wahhabi dapat terlihat dari penampilannya,
seperti: memanjangkan jenggot, memakai gamis dengan tidak melebihi mata
kaki.
4. At-Tasfiyah (pemurnian khazanah ilmu-ilmu keislaman) yaitu dengan
membersihkan kitab-kitab Islam dari pengaruh hadis palsu, hadis lemah, kisah
israiliyat, ajaran-ajaran khurafat, filsafat-filsafat Yunani. Hal ini dimaksud untuk
menyelamatkan para umat. Ibnu Abdul Wahab dalam kitabnya tidak ada yang
merujuk pada pendapat tokoh-tokoh aliran sesat seperti Syi’ah, para filusuf,
ilmuan barat, dan non-Muslim. Ibnu Abdul Wahab hanya merujuk pada
pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah dan Imam-Imam
Hadis lainnya.
5. Ad-Dakwah (menyebarkan ajaran Islam yang lurus) titik tekannya ialah untuk
membina dakwah, menyerukan dakwah, dan memperkuat pengaruh dakwahnya.
6. Amar Makruf NAhi Munkar (menganjurkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran) tidak jarang dalam aktifitas gerakan dakwahnya mencegah
kemungkaran dengan kekuatan, seperti meratakan kuburan-kuburan yang
dianggap keramat, merubuhkan kubah-kubah diatas kuburan, dan membersihkan
symbol-simbol kemungkaran di wilayah Najd dan sekitarnya
7. That Biqus Syari’ah (menegakkan hukum Allah dalam pemerintahan dan
masyarakat), hal tersebut sangat jelas ketika berdirinya kerajaan Saudi Arabia
yang merupakan Negara Islam dengan hukum yang dipakai adalah hukum
syari’at Islam.
8. Al-Ijtihad (membuka pintu-pintu Ijtihad untuk menjawab masalah-masalah
kontemporer umat) hal ini selama tidak berbenturan dengan Syari’at Islam maka
dibuka pintu ijtihad seluas-luasnya.
9. Jihad fi-Sabilillah (membela agama Allah dan negeri-negeri muslim dengan
kekuatan senjata).
10. At-Tazkiyah (mensucikan jiwa) mensucikan jiwa dari segala hal yang
mengotorinya. Upaya tazkiyah yang dilakukan gerakan Wahhabi dengan
membersihkan keyakinan dari kemusyrikan dan ajaran sesat, membersihkan
amal dari perbuatan bid’ah.18
C. Gerakan Wahabisme di Indonesia

Keberadaan paham Wahhabi di Asia Tenggara dipandang sebagai ancaman terhadap


tradisi keagamaan, khususnya Islam yang telah berkembang lama dan berjalan
beriringan dengan budaya setempat. Hal ini disebabkan karena kelompok ini cenderung
ekslusif dan cenderung melakukan penyeragaman terhadap tradisi keislaman di wilayah
Asia Tenggara. Selain itu, beberapa kelompok yang sering dianggap terorisme di Asia
Tenggara sangat dipengaruhi oleh aliran pemikiran Wahabi. Upaya Arab Saudi
menyebarkan aliran Islamnya di Asia Tenggara oleh Ignatius disebut sebagai
Saudization of South East Asia.19

Interaksi antara pemikiran Wahhabi dengan masyarakat Indonesia mulai nampak


pada abad 19. Dakwah kelompok Salafi Wahabi dianggap menginspirasi ulama asal
Sumatera Barat yang dikenal dengan kaum Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam
Bonjol. Namun, fakta sejarah ini menurut Martin Van Bruinessen kurang kuat dalam
mendukung argument pengaruh Wahhabi dalam gerakan Paderi. Bahkan, banyak fakta
lain yang justru tidak menunjukkan argument tersebut. Pemikiran Salafi Wahabi di
Indonesia juga dianggap telah mempengaruhi pemikiran Syaikh Ahmad Syurkati
pendiri Madrasah al-Irsyad di awal-awal abad 20.20

Pengaruh pemikiran Salafi Wahhabi secara massif masuk ke Indonesia melalu peran
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh Muhammad Natsir.
Melalui dukungan dana dari Arab Saudi, lembaga ini banyak mengirimkan mahasiswa
ke Timur Tengah untuk belajar Islam. Selain itu, DDII juga mendirikan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) pada tahun 1981 yang kurikulumnya mengikuti
Universitas al-Imam Muhammad bin Saud al-Islamiyah di Riyadh. Dari LIPIA inilah
lahir kader-kader dakwah salafi di Indonesia serta menjadi sarana penyemaian bibit-
18
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012) 213.
19
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 21.
20
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 21.
bibit kader untuk menyebarkan pemikiran Wahabi melalui kitab-kitab yang dicetak serta
dibagikan gratis oleh lembaga oleh lembaga tersebut. Melalui lembaga ini pula banyak
mahasiswa yang setiap tahun dikirim ke Arab Saudi untuk belajar Islam. Pada tahun
2009, jumlah alumni LIPIA berjumlah 8.604 orang dan menyebar di berbagai wilayah
di Indonesia dengan profesi yang berbeda-beda, bahkan banyak diantaranya yang
menjadi pejabat. Beberapa alumni LIPIA yang saat ini telah menjadi tokoh penting di
kalangan salafi Wahabi di Indonesia diantaranya ialah: Yazid Jawwas di Minhaj as-
Sunnah Bogor, Farid Okbah direktur al-Irsyad, Ainul Harits di Yayasan Nida’ul Islam
Surabaya, Abubakar M. Altway di Yayasan al-Sofwah Jakarta, Ja’far Umar Thalib
pendiri Forum Ahlussunnah wal Jama’ah, dan Yusuf Utsman Ba’isa direktur Pesantren
al-Irsyad Tengaran.21

Selain menjadikan LIPIA sebagai sarana pencetak kader-kader dakwah Salafi


Wahabi, Saudi juga rutin memberikan beasiswa setiap tahun kepada mahasiswa-
mahasiswa Indonesia untuk belajar di Arab Saudi seperti Universitas Islam Madinah
dan Universitas Muhammad bin Sa’ud di Riyadh. Kemudian mereka akan
disebarluaskan di beberapa daerah untuk menyebarkan aliran paham Wahabi baik
melalui ceramah di masjid-masjid, membuat pesantren, mendirikan radio, membuat
majalah, tabloid, bahkan membangun siaran televisi. Konten-konten dari ceramah para
alumni Arab Saudi ini berisi ajakan untuk terikat pada ajaran salafussholih versi
pemahaman Wahhabi serta meninggalkan praktek-praktek bid’ah yang sesat seperti
perayaan Maulid Nabi, perayaan Isra’ Mi’raj, Qunut Shubuh, tahlilan 3,7, 14, sampai 40
hari, mengaji di depan jenazah, mengaji di kuburan, membaca Yasin malam Jum’at.
Semua praktek tersebut dipandang sesat karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad Saw.22

Pendirian LIPIA menurut Amanda Kovacs, tidak hanya bermotifkan kepentingan


dakwah Islam melalui pendidikan di Indonesia, namun misi ini menjadi sarana Arab
Saudi untuk membendung ekspansi pemikiran Syiah pasca revolusi Iran tahun 1979.

21
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 21.
22
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 22.
Keberadaan Iran dianggap membahayakan legitimasi Saudi sebagai sebuah Negara
Islam yang menjadi pola Islam seluruh dunia. 23

Salah satu ormas berskala nasional yang mendakwahkan ajaran Salafi Wahabi di
Indonesia adalah Wahdah Islamiyah. Lembaga ini didirikan tahun 2002 di Makasar
Sulawesi Selatan sebagai sebuah ormas resmi di Indonesia. Salah satu pendirinya ialah
Zaitun Rasmin, ia adalah lulusan Universitas Islam Madinah. Wahdah Islamiyah hingga
saat ini sangat aktif dalam mendakwakan Islam ala Salafi Wahabi khususnya di wilayah
Indonesia bagian timur dan juga telah memiliki cabang di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Bahkan ormas ini memiliki sekolah-sekolah dan pesantren. Lembaga
pendidikan yang paling penting sebagai wadah kaderisasi dakwah salai Wahabi adalah
STIBA (Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab), kampus ini diasuh oleh para
alumni Universiat Islam Madinah. Zaitun Rasmin sebagai keta Umum DPP Wahdah
Islamiyah saat ini telah menjadi salah satu tokoh Islam yang diakui di Indonesia. Selain
menduduki jabatan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) dia juga sebagai wakil ketua
MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia).24

Tanggapan umat Islam di Indonesia sulit untuk menerima ajaran-ajaran Salafi


Wahabi ini, sebab masyarakat di Indonesia sudah sering dan senang mengamalkan
praktik-praktik Islam yang dianggap sesat oleh kalangan Wahabi, menurut Azyumardi
Azra Islam ala Wahabi adalah Islam yang terlalu kering, sederhana, dan terlalu
primitive bagi masyarakat muslim di Indonesia.25

Sebuah kajian yang dilakukan oleh Bid’ah Khasanah Group menuliskan


beberapa bahaya dari keberadaan pemikiran Wahhabi di Indonesia antara lain:

1. Sikap ekslusif dari Wahhabi yang hanya merasa benar sendiri dan menyesatkan
umat Islam lain akan berdampak pada menyebarnya kebencian antara sesama
Muslim dan akan memecah belah persatuan umat Islam.
2. Sikap Wahhabi yang merasa diri mengikuti ulama salaf merupakan sebuah
kebohongan. Sebab, berbagai praktek yang dilakukan oleh sebagian kaum
23
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 22.
24
Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia, dalam
Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I, Agustus 2016, 23.
25
Ahmad Syafi’I Mufid, Perkembangan faham Keagamaan Transnasional di Indonesia (Jakarta:
Badan Litbang dan DIklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementrian Agama RI, 2011) 43.
Muslim seperti Maulid Nabi, membaca Alquran di kuburan, bertawassul dengan
orang-orang Sholeh yang selama ini dianggap sesat oleh kalangan Wahhabi,
padahal ada banyak ulama salaf juga yang membolehkannya.
3. Doktrin Sunnah dan Bid’ah yang diyakini dan sering dipropogandakan oleh
Wahhabi akan berdampak pada kejumudan dalam beragama. Bagi kalangan
Wahhabi, semua yang tidak memiliki refrensi dari Nabi adalah sesat sehinggah
berdampak pada ketidakmampuan kalangan Wahhabi untuk melaksanakan
ajaran agama secara dinamis. Padahal, dalam pandangan para ulama, tidak
selamanya aktifitas yang tidak dilakukan oleh Nabi berarti tidak boleh
dikerjakan oleh umatnya.
4. Pada dasarnya, persoalan yang diangkat oleh kalangan Wahhabi merupakan
perdebatan klasik dan telah diselesaikan oleh ulama-ulama terdahulu. Bedanya,
ulama terdahulu tidak ekstrem menyesat-nyesatkan orang hanya karena
perbedaan yang sifatnya tidak prinsipil atau furu’iyyah. Sementara, kelompok
Salafi Wahabi menyesatkan orang-orang yang dianggap bid’ah dan semua orang
yang melakukan bid’ah tempatnya di neraka.26

Sedangkan tokoh-tokoh Salafi Wahabi di Indonesia diantarnya ialah:

1. Abdul Hakim Abdat


2. Zainal Abidin Syamsuddin
3. Firanda
4. Maududi Abdulloh
5. Abu Haidar
6. Abu Zubeir al-Harawi
7. Yusuf Ustman Baisa
8. Aris Munandar
9. Ali Musri
10. Ainul Riza di Malang
11. Zaitun Rasmin
12. Abdulloh Sholeh Hadrami di Malang

26
As’ad Ali,Perkembangan Dakwah Salafi Wahabi di Indonesia dalam Websit:
http://www.nu.or.id/post/read/32743/perkembangansalafidiIndonesia 1 April 2016. Diakses pada 12
Oktorber 2019 .
13. Abu Umar Basyir al-Maidany
14. Yazid Jawwas di Minhaj as-Sunnah Bogor
15. Farid Okbah direktur al-Irsyad
16. Ainul Harits di Yayasan Nida’ul Islam Surabaya
17. Abubakar M. Altway di Yayasan al-Sofwah Jakarta
18. Ja’far Umar Thalib pendiri Forum Ahlussunnah wal Jama’ah
19. Yusuf Utsman Ba’isa direktur Pesantren al-Irsyad Tengaran

Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh pergerakan Salafi Wahhabi di Indonesia27

D. Pemahaman Hadis Salafi Wahabi di Indonesia

Jejak pengaruh keagamaan yang bercorak Wahhabi mulai popular di Indonesia pada
awal abad 20 M dan semakin terasa dengan keberadaan kelompok salafi pada
pertengahan 1980an, dan semakin menguat sejak bergantinya era orde baru ke era
reformasi di tahun 1998. Keberadaan mereka mudah dikenali dan semakin terasa karena
mereka cenderung membedakan diri dari apa yang selama ini berlaku secara umum di
masyarakat. Dengan mengorganisir diri ke dalam ikatan komunitas-komunitas kecil
yang terjalin ketat dan ekslusif, mereka menunjukkan keinginan kuat untuk
memperbarui dan mengikuti contoh-contoh teladan Nabi Muhammad dan generasi umat
Islam, yakni menjalankan Islam dengan murni dan ideal.

Kajian hadis bagi kelompok Wahhabi menjadi hal yang sangat penting. Hal ini
karena upaya untuk menghidupkan kembali secara murni sunnah-sunnah NAbi. Segala
sesuatu yang hendak dilakukan oleh seorang muslim terlebih jika menyangkut ibadah
kepada Allah, maka harus memiliki dasar yang kuat, bahkan memiliki contoh yang jelas
dari Nabi. Sebaliknya, kelompok ini dengan tegas menolak segala bentuk amalan yang
tidak memiliki contoh atau tuntunan dari Nabi. Oleh karena itu, hadis menjadi andalan
dalam rangka pemurnian tersebut. Kelompok Salafi Wahhabi juga menolak terhadap
ta’wil atau pengalihan makna dalam bentuk apapun. Mereka memilih pemaknaan secara
kebahasaan sebagaimana lazimnya digunakan dan dipahami oleh penuturnya. Mereka
juga tidak menggunakan majaz dalam memahami Alquran maupun hadis.28
27
Firanda Anddirja, 70 tokoh Wahhabi Indonesia 07 08 2016 dalam website:
http://www.dakwahmuslimah.com/2016/07/70-tokoh-wahabi-indonesia-dan-ciri.html# diakses pada 20
Oktober 2019
28
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahabi, 255.
Bagi kelompok Salafi Wahhabi periwayatn berbasis sanad kitab dan pembacaan
hadis satu persatu sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok tradisionalis tidaklah
penting. Dari manapun hadis asalkan bersumber dari kitab-kitab hadis yang otoritatif
dan meiliki status shohih dapat dijadikan hujjah. Demikian juga setiap muslim yang
dianggap telah meiliki kompetensi memahami bahasa Alquran dan hadis diperbolehkan
untuk mempelajarinya secara mandiri. Selain itu, pembelajaran hadis juga dilakukan
dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, melalui TV, radio, atau penerbitan buku
terjemah hadis. Hal inilah yang menjadi salah satu penunjang kesuksesan dakwah
mereka melalui teknologi. Adapun terkait dengan kajian keshahihan hadis atau kritik
sanad hadis, kelompok Salafi Wahhabi merasa cukup dengan hasil penelitian dari al-
Bani.

Nasr al-Din al-Albani (W.1999 M) adalah sosok fenomenal dalam dunia hadis
abad 20. Di dunia hadis Albani adalah sosok ahli hadis modern yang menyerukan
kepada gerakan salafisme Ahmad bin Hanbal. Ia mengembangkan teori fungsionalisme
hadis sebagai sumber hukum Islam yang mandiri, yang tidak lagi bergantung kepada al-
Qur‟an atau sekedarpenjelas al-Qur‟an, melainkan sebagai sumber hukum yang sama
persis kedudukannya dengan al-Qur‟an. Albani juga merupakan pengkaji hadis yang
sangat ulet. Karya-karyanya cukup banyak, namun dia mempelajati secara otodidak
tanpa memiliki sanad sebagaimana para pengkaji hadis padamasanya yang masih
menganggap penting silsilah sanad keilmuan. Hal ini menjadikan kompetensinya dalam
bidang takhrij diragukan oleh banyak pemerhati kajian hadis. Selain itu Albani juga
melakukan kritik terhadap sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Sehingga hal itu membuat
sosok Albani menjadi kontroversial.29

Dalam hal pengambilan hukum dari permasalahan-permasalahan aktual,


komunitas ini akan merujuk kepada hadis jika tidak menjumpai jawaban-jawabannya
dalam al-Qur‟an. Hadis dapat menjadi satu-satunya sumber hukum dan ajaran,
meskipun tidak ditahui secara pasti akarnya dari al-Qur‟an. Dalam proses ini, seseorang
tidak cukup melakukan pengkajian terhadap matan, tetapi harus melakukan kritik
sanad.30

29
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahabi, 255.
30
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahabi, 255.
E. Kesimpulan

Terjadinya perbedaan-perbedaan dalam memahami hadis bahkan semenjak masa


Nabi Saw, serta perbedaan dalam ‘memperlakukan’ hadis sebagai sumber rujukan
hukum bagi berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat muslim, mengindikasikan
bahwa hadis sebagai teks agama sangat terbuka untuk ditafsirkan dan dipahami.

Bagi kelompok Salafi Wahabi yang bersikap anti tradisi dan budaya lokal serta
terusik dengan hal-hal baru dalam beragama mempunyai perbedaan tersendiri dalam
memahami hadis. Bagi mereka periwayatn berbasis sanad kitab dan pembacaan hadis
satu persatu sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok tradisionalis tidaklah penting
serta menganggap bahwa kajian keshahihan hadis atau kritik sanad hadis, merasa cukup
dengan hasil penelitian dari Nashrudin al-Bani.

Pemahaman hadis yang memperkuat ideology sebuah kelompok atau komunitas dan
ideology yang mempengaruhi pemahaman hadis adalah dua hal yang saling berkaitan.
Apa yang terjadi kemudian adalah kontestasi wacana keagamaan dalam konteks
masyarakat Indonesia. Sehingga hal ini mempengaruhi cara memahami teks agama dan
perilaku keagamaan suatu komunitas adalah sebuah symbol yang jika dibaca secara
mendalam akan menjelaskan sebuah kontestasi dan ideology masing-masing komunitas
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Asy syak’ah, Musthofa Muhammad, Islam tidak Bermadzhab, Jakarta: Gema Insani,
2003.
al-Ustaimin, Muhammad bin Shalih, Syarah Kasyfu Syubhat, Solo: al-Qowam, 2016.

Subhani, Ja’far, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ajarannya, Jakarta: Citra
Press, 2007.

Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis,


Yogyakarta: TH Press, 2009.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001.

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1999.

Wahab, Muhammad bin Abdul, Kitab Tauhid (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007.

Waskito, Am, Bersikap Adil kepada Wahabi,Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012.

Mufid, Ahmad Syafi’I, Perkembangan faham Keagamaan Transnasional di Indonesia


Jakarta: Badan Litbang dan DIklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementrian
Agama RI, 2011

Jurnal:

Hasbi Aswar, Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi Wahabi di Indonesia,
dalam Jisiera: The Journal of Islamic Studies And International Relations Volume I,
Agustus 2016.

Muhammad Ali Chozin, Strategi Dakwah Salafi di Indonesia dalam Jurnal Dakwah,
Volume XIV,No.1 Tahun 2013.

Website:
Ali , As’ad,Perkembangan Dakwah Salafi Wahabi di Indonesia dalam Websit:
http://www.nu.or.id/post/read/32743/perkembangansalafidiIndonesia 1 April 2016.
Diakses pada 12 Oktorber 2019

Anddirja, Firanda, 70 tokoh Wahhabi Indonesia 07 08 2016 dalam website:


http://www.dakwahmuslimah.com/2016/07/70-tokoh-wahabi-indonesia-dan-ciri.html#
diakses pada 20 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai