Anda di halaman 1dari 7

Pokok Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dan Konsep Dakwah Muhammad

Ilyas Al-Kandahlawy dalam Jama’ah Tabligh

Oleh: Ayu Noer Afifah

A. Pendahuluan
Pada abad ke-18 Masehi umat Islam mengalami kemunduran, banyak yang
melakukan penyimpangan akidah Islam seperti bid’ah dan khurofat. Lalu muncul
beberapa tokoh pembaharu Islam untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya
yaitu Muhammad bin Abdul Wahab. Tokoh pembaharu asal Arab Saudi tersebut
menggunakan ide-idenya untuk memurnikan akidah para umat Islam pada masa itu
yang telah melenceng dari ajaran tauhid. Dari ide-ide tersebut, di kemudian hari
lahirlah kelompok yang kita kenal dengan nama Wahabi.1
Penyimpangan akidah oleh umat Islam juga terjadi di India pada abad ke-20
Masehi, hingga muncul seorang tokoh pembaharu bernama Muhammad Ilyas Al-
Kandahlawy. Ia mencoba mengembalikan umat Islam pada syari’at, karena banyak
terjadi kemusyrikan yang diperparah dengan adanya penyebaran Kristen oleh Inggris
sebagai penjajah. Salah satu upayanya yaitu dengan menyerukan ajaran Islam dengan
dakwah. Upayanya tersebut merupakan asal dari kemunculan kelompok Jama’ah
Tabligh yang dikenal dengan jaulah atau khuruj-nya yang berarti berpergian berhari-
hari untuk berdakwah. 2

B. Pembahasan
1. Biografi Singkat Muhammad bin Abdul Wahab
Muhammad bin Abdul Wahhab terkenal sebagai pendiri Wahabi. Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin
Muhammad bin Rasyid bin Rasyid bin Bari bin Musyarif bin Umar bin Muanad
Rais bin Zhahir bin Ali Ulwi bin Wahhab. Lahir di Nejed (Uyainah), pada tahun
1703 M/ 1115 H. Ayahnya yang merupakan seorang ulama bermazhab Hanbali.
Merasa tidak cukup belajar di Ayahnya, Muhammad bin Abdul Wahab
melanjutkan pembelajaranya ke Madinah, Basrah, Persi, Baghdad, Kurdistan,
Isfaham dan Qum. Kemudian ia kembali ke negeri asalnya.3
1
Naila Farah. Dakwah Revolusioer Muhammad bin Abdul Wahab untuk Pemurnian Ajaran Islam. Jurnal
Yaqhzan. 3:1, 2017. H. 16-29.
2
Uswatun Hasanah. Jama’ah Tabligh I (Sejarah dan Perkembangan). Jurnal El-Afkar. 6:1, 2017. H. 1-10.
3
Riswandi. Skripsi: ‘Muhammad bin Abdul Wahab Telaah atas Pemikiran, Gerakan serta Dampaknya di
Indonesia’ (Makasar: UIN Alaudin Makasar, 2019). H. 10-13.
Pada tahun 1740 M, di negeri asalnya ia mulai mengadakan pengajaran
tentang ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan perubahan terhadap
ajaran-ajaran tradisi yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam.
Kegiatannya berlangsung mendapat tantangan dari keluarganya yaitu Sulaiman
bin Wahhab (saudaranya) dan Abdullah bin Husein (sepupunya). Gerakan yang
dilakukannya menimbulkan pro dan kontra sehingga di Uyaynah timbul
perselisihan.4
Sebenarnya Gubernur (amir) Unaynah mendukung gerakan ini, akan tetapi
pemerintah Turki mencurigai gerakan tersebut, sehingga atas pertimbangan
keamanan ia dan keluarganya mengungsi ke Dariyah. Di Dariyah ini ide-idenya
dapat diterima dengan baik oleh Gubernur (amir) Dariyah, Muhammad bin Saud,
bahkan mengadakan kerjasama pada tahun 1744 M dan ia bersedia membantu
menyebarluaskan gagasannya melalui kekuasaan politik yang dimilikinya. Dalam
mewujudkan ide-idenya ia bekerja keras dan aktif mendidik masyarakat melalui
tulisan-tulisannya. Diantara kitab-kitab yang ditulisnya salah satunya adalah
Kitab at-Tauhid, yang menjadi rujukan utama bagi murid dan pengikutnya.5

2. Pokok Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab


Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab dimulai ketika ia pulang ke
kampung halamannya. Ia menjumpai praktek-praktek kebiasaan masyarakat
seperti terlalu mengangung-agungkan seorang yang dianggap dekat dengan
Tuhan. Masyarakat setempatnya meyakini bahwa Allah tidak dapat didekati
secara langsung oleh karena itu harus melalui perantara atau tawassul salah
satunya dengan cara berziarah ke kuburan para syekh dan wali tarekat.6
Untuk mengoreksi dan meluruskan aqidah umat itu ia menulis kitab al-
Tauhid allazi huwa Haqq Allah Ala al-ibad yang berisi tentang keutamaan tauhid
dan perbuatan dosa yang menyebabkan hilangnya tauhid bagi seorang muslim
serta berbagai macam perbuatan yang menyebabkan syirik kepada Allah. Pokok-
pokok isi Kitab al-Tawhid diantaranya adalah:7

4
Romadhoni Wakit Wicaksono. Skripsi: ‘Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Abduh’ (Surabaya:
UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019). H. 21-27.
5
Ibid.,
6
Naila Farah. Dakwah Revolusioer Muhammad bin Abdul Wahab untuk Pemurnian Ajaran Islam. Jurnal
Yaqhzan. 3:1, 2017. H. 16-29.
7
Naila Farah. Dakwah Revolusioer Muhammad bin Abdul Wahab untuk Pemurnian Ajaran Islam. Jurnal
Yaqhzan. 3:1, 2017. H. 16-29.
a. Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah SWT semata, orang
yang menyembah selain Allah SWT telah menjadi musyrik dan boleh
dibunuh.
b. Kebanyakan dari umat Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang
sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada
Allah, tetapi dari Syeikh atau wali dari kekuatan gaib. Orang Islam
yang demikian juga menjadi musyrik.
c. Menyebut Nabi, Malaikat atau Syeikh sebagai perantara doa
(wasilah) juga merupakan perbuatan syirik.
d. Meminta syafaat selain dari Allah merupakan perbuatan syirik.
e. Nazar bukan karena Allah juga merupakan perbuatan syirik.
f. Bersumpah dengan nama selain Allah adalah perbuatan syirik.
g. Tidak percaya kepada qada dan qadar Allah merupakan kekufuran.
h. Memperoleh pengetahuan selain dari AL-Quran, Hadis dan qiyas
merupakan kekufuran.
i. Demikian pula penafsiran Al-Quran dengan ta’wil (interprestasi
bebas) adalah kufur.

Dari isi pokok kitab tersebut, Kitab at-Tawhid juga berfungsi sebagai
penghujat terhadap kepercayaan yang telah menyimpang dari ajaran tauhid, juga
merupakan pedoman bagi pengikutnya untuk meluruskan akidah umat. Sehingga
para pengikutnya menamakan diri al-Muwahhidun karena berusaha memurnikan
ajaran tauhid, sebutan Wahabi sendiri merupakan sebutan yang dimunculkan
bukan dari pengikutnya.8
Sikapnya yang tegas terhadap penyimpangan prkatik-praktik keagamaan,
khususnya praktik-praktik yang berbau musyrik, membuat Muhhamad bin Abdul
Wahhab tidak mentoleransi kaum sufi yang menurutnya sebagai sumber
meluasnya praktik- praktik kemusyrikan. Sikap semacam itu adalah pengaruh dari
Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.9
Salah satu praktik yang dibenci Muhhamad bin Abdul Wahhab dari kaum
sufi ialah praktik wasilah dan kepatuhan berlebihan terhadap tokoh-tokoh agama
yang dianggap suci. Praktik ini, menurutnya, selain tidak memiliki dasar jelas,
baik dari Al-Quran maupun Sunnah, praktik semacam itu dianggap sebagai salah
satu penyebab meluasnya sikap taqlid, dimana taqlid mengakibatkan pada
kemunduran Islam di masa itu. Ia menganjurkan kaum muslim agar independen
dan tidak bergantung kepada pendapat orang lain.10
8
Ibid.,
9
Ibid.,
10
Naila Farah. Dakwah Revolusioer Muhammad bin Abdul Wahab untuk Pemurnian Ajaran Islam. Jurnal
Yaqhzan. 3:1, 2017. H. 16-29.
Muhammad bin Abdul Wahab menginginkan adanya pemikiran yang
bebas tidak terikat oleh faham tertentu, karena pemikiran merupakan kekuatan
bebas dari taqlid, juga sebagai penegasan akan hak untuk melakukan ijtihad.
Pandangan mengenai kebolehan seorang pemikir dapat melakukan ijtihad hukum
antara lain: a. Bahwa adanya Al-Quran dan Sunnah sejalah yang merupakan
sumber asli dari ajaran-ajaran Islam, pendapat para ulama bukanlah sumber
ajaran. b. Taqlid kepada ulama tidak dibenarkan. c. Pintu ijtihad tidaklah
tertutup, akan tetapi terbuka untuk semuanya.11
Sikap Muhammad bin Abdul Wahab yang mendukung ijtihad dan
menolak taqlid menempatkannya sebagai pembaharu Islam sejati. Namun, para
pengikutnya yang dikenal sebagai Wahhabi cenderung tertutup serta sangat
fanatik terhadap pandangan-pandangan gurunya. Dalam beberapa hal, mereka
bahkan melakukan praktik taqlid, suatu yang dibenci oleh Muhammad bin Abdul
Wahab sendiri.12

3. Biografi Singkat Muhamad Ilyas Al-Kandahlawy


Nama lengkapnya adalah Muhammad Ilyas bin Muhammad Ismail al-

Kandahlawy. Kata Kandahlawy diambil dari kampung halamannya yang bernama


Kandahla di Saharanpur, India. Ia dikenal sebagai pendiri Jama’ah Tabligh. Pada
tahun 1303 H Muhammad Ilyas dilahirkan. Muhammad Ilyas menghabiskan masa
kecilnya di Kandahla. Kemudian bersama kedua orang tua dan saudaranya,
mereka tinggal di Nizhamuddin, New Delhi, India yang pada akhirnya menjadi
markas besar Jama'ah Tabligh. 13
Muhammad Ilyas berasal dari keluarga pencinta ilmu dan sangat agamis.
Ayahnya, Muhammad Ismail merupakan seorang penganut tasawuf yang sangat
abid dan zahid. Ayahnya telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk ibadah
kepada Allah swt. Demikian juga para saudara Muhammad Ilyas dan tidak
terkecuali Muhammad Ilyas sendiri. Muhammad Ilyas telah hafal al-Quran dalam
usia yang masih sangat muda. Dia banyak belajar kepada kakak kandungnya
sendiri yang bernama Muhammad Yahya. Muhammad Ilyas belajar di madrasah
Madhahirul Ulum yang terletak di kota Saharanpur.
Pada tahun 1326 H, Muhammad Ilyas pergi ke Deobandi untuk
mempelajari kitab hadis Jami al-Sahih al-Turmudzi dan Shahih al-Bukhari dan
11
Ibid.,
12
Ibid.,
13
Uswatun Hasanah. Jama’ah Tabligh I (Sejarah dan Perkembangan). Jurnal El-Afkar. 6:1, 2017. H. 1-10.
Kutub al-Sittah. Pada tahun 1328 H setelah menyelesaikan pelajarannya di
Deobandi Muhammad Ilyas mendapat tugas sebagai pengajar di madrasah
Madhahirul Ulum. Pada tahun 1364 H Muhammad Ilyas wafat dalam usia 61
tahun. Sepeninggal Muhammad Ilyas kepemimpinan Jamaah Tabligh diteruskan
oleh puteranya Muhammad Yusuf Kandahlawi.14

4. Konsep Dakwah Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi dalam Jama’ah Tabligh


Pemikiran Muhammad Ilyas tentang konsep dakwahnya, dilatar belakangi
oleh keadaan Umat Islam di India mengalami kerusakan akidah dan moral yang
sangat dahsyat. Mereka hidup jauh dari syariat Islam. Di mana-mana terjadi
kebatilan, dan perilaku bid’ah. Lebih dari pada itu, juga telah terjadi gerakan
pemusryikan dan pemurtadan oleh para misionaris Kristen yang berasal dari
Inggris sebagai penjajah India saat itu.
Karena fenomena itu timbul kegelisahan di dalam jiwa Muhammad Ilyas
untuk membangun sistem dakwah yang mampu mengembalikan umat Islam di
India khususnya kepada syari'at-Nya. Akhirnya Muhammad Ilyas berkesimpulan
bahwa kelangsungan sebuah dakwah dan penyebarannya tidak akan pernah
terwujud kecuali apabila dakwah itu berada di tangan orang yang benar-benar rela
dan ikhlas berkurban demi kepentingan dakwah. Ia menyerukan sebuah slogan,
Wahai ummat muslim! Jadilah yang kaffah. Ini merupakan seruan dakwah
seorang Muhammad Ilyas yang mengawali kiprah dari sebuah gerakan yang
kemudian dikenal dengan sebutan Jama'ah Tabligh. 15
Nama Jamaah Tabligh sesungguhnya hanya merupakan sebutan yang
diberikan masyarakat bagi para juru dakwah. Sebenarnya gerakan ini tidak
memiliki nama tertentu tetapi cukup menyebut Islam saja ketika berdakwah.
Muhammad Ilyas pernah mengatakan seandainya ia harus memberikan nama pada
kegiatan dakwahnya maka ia akan beri nama gerakan iman.16

5. Dakwah Jama’ah Tabligh


Sebagian besar pengikut Jamaah Tabligh berada di India, Pakistan, dan
Bangladesh. Sejak 1980-an organisasi dakwah ini melebarkan sayapnya ke Timur
Tengah, Asia Tenggara (terutama Indonesia, Malaysia, Thailand), Australia, dan
14
Uswatun Hasanah. Jama’ah Tabligh I (Sejarah dan Perkembangan). Jurnal El-Afkar. 6:1, 2017. H. 1-10.
15
Ibid.,
16
Uswatun Hasanah. Jama’ah Tabligh I (Sejarah dan Perkembangan). Jurnal El-Afkar. 6:1, 2017. H. 1-10.
Amerika. Jamaah Tabligh adalah sebuah organisasi yang gerakan dakwahnya
berpijak kepada penyampaian. Jamaah ini menekankan kepada setiap anggota
untuk bisa meluangkan sebagian waktunya menyampaikan dan menyebarkan
dakwah.
Jamaah ini mempunyai kebiasaan khuruj atau jaulah. Khuruj berasal dari
kata kharaja yang terjemahannya berarti keluar, artinya jamaah keluar dari rumah
untuk menyampaikan kalimat tauhid kepada masyarakat. Adapun jaulah, artinya
keliling bertatap muka mendakwahkan ajaran Allah. Mereka berkeliling ke
berbagai daerah, dengan cara berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan.17
Mereka mendatangi masjid untuk beritikaf dan berdakwah kepada
masyarakat sekitar untuk melaksanakan ajaran Islam dengan kembali
memakmurkan masjid. Segala akomodasi dibiayai oleh mereka sendiri yang
diperoleh dari hasil pekerjaan yang dilakukan selama mereka tidak ber-khuruj.
Anggota jamaah juga harus mempersiapkan akomodasi diri dan keluarga yang
ditinggalkan.18
Dalam ajarannya Jamaah Tabligh Buku Fadhail Amal menjadi salah satu
buku rujukan utama. Dikarang oleh Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, yang
tidak lain merupakan kemenakan sekaligus menantu Muhammad Ilyas. Disebut
kitab, buku ini menjadi panduan ke mana saja Jamaah ini bergerak. Hampir di
setiap masjid yang didiami Jamaah Tabligh, pasti di situ ada buku ini. Bahkan,
buku inilah yang sering mereka baca secara berkelompok setiap dalam bayan
(sharing tentang agama), dilakukan secara bergiliran setelah selesai shalat.
Jamaah ini juga merekrut anggota masyarakat lain dengan cara berdakwah,
yang dikenal dengan istilah musyawarah; membicarakan tentang ajaran Islam,
konsep jamaah, dan pengalaman hidup. Sasaran dakwah mereka hanya kepada
umat Islam saja. Ada beberapa keunikan yang menjadi identitas Jamaah Tabligh,
mulai dari penampilan fisik seperti berjenggot, cara berpakaian seperti pakaian
Afghanistan (jubah, sorban, penutup kepala), tingkah laku, keluar rumah untuk
berdakwah selama berhari-hari, cara makan bersama, metode berdakwah, hingga
menghindari politik dan kekerasan dalam berdakwah Islam. 19

17
Kankan Kasmana. Jama’ah Tabligh dan Homologi. Jurnal Visualita. 2:2. 2010. H. 83-95.
18
Ibid.,
19
Kankan Kasmana. Jama’ah Tabligh dan Homologi. Jurnal Visualita. 2:2. 2010. H. 83-95.
C. Penutup
Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang pembaharu yang mencoba
mengatasi kemunduran umat Islam pada masanya, di abad ke-18. Upaya yang
dilakukannya yaitu memurnikan ajaran akidah umat Islam dengan membuat berbagai
tulisan. Salah satu tulisannya ialah Kitab At-Tauhid yang menjadi pedoman para
pengikutnya. Kemudian tentang Muhammad Ilyas al-Kandahlawy, ia dikenal sebagai
akar dari adanya kelompok Jama’ah Tabligh. Dimana kelompok tersebut mempunyai
cara dakwah yang khas yaitu khuruj atau jaulah yang berarti berpergian selama
beberapa hari untuk berdakwah.

Daftar Pustaka

Farah, Naila. Dakwah Revolusioer Muhammad bin Abdul Wahab untuk Pemurnian
Ajaran Islam. Jurnal Yaqhzan. 3:1, 2017.
Hasanah, Uswatun. Jama’ah Tabligh I (Sejarah dan Perkembangan). Jurnal El-Afkar. 6:1,
2017.
Kasmana, Kankan. Jama’ah Tabligh dan Homologi. Jurnal Visualita. 2:2. 2010.
Riswandi. Skripsi: ‘Muhammad bin Abdul Wahab Telaah atas Pemikiran, Gerakan serta
Dampaknya di Indonesia’ (Makasar: UIN Alaudin Makasar, 2019).
Salihima, Syamsuez. Konsep Pembaharuan Muhammad bin Abdul Wahab. Jurnal Rihlah.
1:1, 2013.
Syauqani, Syamsu. Sejarah dan Doktrin Salafi (Dirosah Naqdiyah dari Perspektif
Pemikiran Islam). Jurnal Musthafa STIT Al-Aziziyah Lombok Barat. 2:2, 2022.
Wicaksono, Romadhoni Wakit. Skripsi: ‘Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad
Abduh’ (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019).

Anda mungkin juga menyukai