Anda di halaman 1dari 4

Wahabi lebih tepatnya Wahhabisme (Arab: ‫وهابية‬, Wahhābiyah) atau Salafi adalah sebuah aliran

reformasi keagamaan dalam Islam. Aliran ini berkembang dari dakwah seorang teolog Muslim abad ke-
18 yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab yang berasal dari Najd, Arab Saudi. Aliran ini
digambarkan sebagai sebuah aliran Islam yang "ultrakonservatif", "keras".

Pendukung aliran ini percaya bahwa gerakan mereka adalah "gerakan reformasi" Islam untuk kembali
kepada "ajaran monoteisme murni", kembali kepada ajaran Islam sesungguhnya, yang hanya
berdasarkan kepada Qur'an dan Hadis, bersih dari segala "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik yang
mereka anggap bid'ah, syirik dan khurafat. Sementara penentang ajaran ini menyebut Wahhabi sebagai
"gerakan sektarian yang menyimpang", "sekte keji" dan sebuah distorsi ajaran Islam.

Dakwah utama Wahhabisme adalah Tauhid yaitu Keesaan dan Kesatuan Allah. Ibnu Abdul Wahhab
dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Ibnu Taymiyyah dan mempertanyakan interpretasi Islam dengan
mengandalkan Alquran dan hadits.

Menurut sejarah, walau sebagian masih ada yang menafikan kenyataan ini, istilah Wahabi dibuat fobia
oleh sebagian kita. Lalu, nisbah sebenarnya siapa Wahabi yang mestinya patut dijadikan fobia itu?

Kelompok (firqah) yang menyimpang sebagaimana diklaim Mohammad Khoiron (Wahabi dan NU
Sama?), mestinya lebih tepat kepada sekte Wahhabiyah yang sudah ada sejak abad ke-2 H di Afrika
Utara, dipelopori Abdul Wahhab bin Rustum. Nama Wahhabiyah adalah nisbah kepadanya —pecahan
dari sekte Wahbiyah Ibadhiyah yang berpemahaman Khawarij— nisbah kepada pendiri awalnya, yaitu
Abdullah bin Wahb ar-Rasibi (Lihat Al Farqu Bainal Firaq Al Baghdadi, hlm 80-81, lihat juga Al Khawarij,
Tarikhuhum Wa Araauhum Al I’tiqadiyah Wa Mauqif Al Islam Minha, Dr Ghalib bin ‘Ali ‘Awaji, hlm 95).

istilah Wahabi yang marak justru berkembang pada zaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Mestinya, dapat saja disebut sebagai Muhammadiyah. Lalu, mengapa istilah itu tidak dipakai?

Bukankah nama aslinya adalah Muhammad dan Abdul Wahhab itu nama ayahnya? Kerancuan ini seolah
agar dianggap sama saja Wahabi yang kedua dengan Wahabi yang pertama. Hal ini terkesan menjadi
sentimen tersendiri jika tidak disebut antipati mendalam yang kurang bijak dalam menilai siapa
Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya.

Di sinilah perspektif lain tentang Wahabi berkembang. Sepengetahuan penulis, Wahabi ke-2 yang
difobiakan ini mengikuti Alquran dan Sunah dengan manhaj (cara beragama) salafuna shalih
berpemahaman para sahabat. Yang dimaksud adalah tiga generasi Islam permulaan (generasi Rasulullah
SAW dengan para sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabi’in) itulah yang kerap disebut as-Salafus Shalih. (HR-
Bukhari, No 3650).

Para ulama tafsir menyimpulkan, mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat, dan
paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka juga para pendahulu yang memiliki kesalehan
tertinggi (as-salafu ash-shalih). Inilah yang dinamakan dakwah salafiyah.

Selain itu, dakwah ini adalah pelopor gerakan islah (reformasi) yang muncul menjelang masa
kemunduran Islam. Dakwah salafiyah ini juga menyerukan agar akidah Islam dikembalikan pada asalnya
yang murni dan menekankan pada pemurnian arti tauhid dari syirik, khurafat, dan bid’ah dengan segala
manifestasinya. Maka, di antara prinsip dakwah salafiyah yang dinisbahkan kepada Muhammad bin
Abdul Wahab (1703 –1791 M).

Di antara yang disarikan dari buku Al Mausu’atul Muyassaroh Fil Adyaan Wal Madzahibil Muaashiroh,
WAMY, hlm 227–232: senantiasa merujuk kepada Alquran dan Sunah yang sahih dalam masalah akidah;
berpegang teguh pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah sesuai pemahaman para sahabat; menyerukan
pada pemurnian tauhid; menetapkan tauhid asma dan sifat-sifat Allah tanpa tamsil (perumpamaan),
takyif (pencocokan), dan takwil (interpretasi); menjauhi segala bentuk bid’ah dan khur

Sejarah kemunculan Wahabi berkaitan erat dengan politik dan pembentukan Kerajaan Saudi Arabia.
Dalam penyebaran pemikirannya, Muhammad bin Abdul Wahhab (w. 1792 M) memiliki strategi untuk
berkerjasama dengan penguasa. Maka dimulailah gerakan Wahabiyah pada abad ke-19 dengan
munculnya persekutuan antara Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Muhammad bin Saud, kepala
pemerintahan Dar’iyah, Najed Selatan. Persekutuan ini berhasil menyebarkan paham Muhammad bin
Abdul Wahhab dan meluaskan kekuasaan Ibnu Saud ke seluruh Jazirah Arab.

Gagasan utama yang dibawa Wahabi adalah bahwa umat Islam telah banyak melakukan kesalahan dan
menyimpang dari kemurnian Islam yang lurus. Ajaran Wahabi mengajak umat Islam untuk kembali
kepada Alquran dan Sunah Nabi dan menghapuskan segala bentuk penyimpangan yang telah merusak
dan menyeleweng dari ajaran Islam menurut Wahabi, seperti tasawuf, tawasul, rasionalisme, ajaran
Syiah serta banyak praktik lain yang dinilai sebagai inovasi bid’ah dalam beragama.

Berdasarkan catatan Richard C. Martin dalam Encyclopedia of Islam dan The Muslim World, masyarakat
dunia menyebut pengikut Muhammad bin abdul Wahhab sebagai kelompok Wahabi, meskipun kaum
reformis Wahabi sendiri menyebut diri mereka sebagai bagian dari kelompok salafi. Sementara istilah
salafi sendiri dipopulerkan oleh Nasiruddin al-Albani sekitar tahun 1980-an di madinah.

gerakan Wahabi tidak ragu untuk mengkritik pemerintah dan berpolitik. . secara prinsip Wahabi
memiliki cita-cita untuk memurnikan ajaran Islam dari syirik dan bid’ah.

Di saat Muhammad Bin Abdul Wahab mulai berdakwah guna melawan praktik-praktik yang dianggapnya
tidak Islami itu, dan dia menganggapnya sebagai praktik Jahiliyah---yang merupakan atribut yang sama
diberikan pada penduduk Arab di masa sebelum Nabi SAW.

Pada awal dakwahnya, Bin Abdul Wahab berhadapan dengan para penentangnya, namun kemudian ia
mendapat perlindungan dari seorang kepala Suku lokal bernama Muhammad Bin Saud, dengannya ia
bersekutu.

Inilah penyebab bertahan dan berkembangnya pergerakan Wahabi dikarenakan persekutuan antara
pendiri Wahabi dan kekutaan politik dari Al Saud yang berada dibagian selatan Najd.

Hubungan antara Al Saud dan Bin Abdul Wahab, beserta keturunan dan para pengikutnya secara efektif
merubah kesepakatan (Kesetiaan) bersifat politik menjadi sebuah "kewajiban dalam agama".

Selanjutnya Muhammad Bin Saud merubah ibukota, Ad Diriyah, menjadi pusat studi Islam dibawah
bimbingan Muhammad Bin Abdul Wahab dan ia mengirimkan para pendakwah untuk menyebarkan
"Islam reformasi" ini ke semenanjung Arab, teluk dan hingga Siria dan Mesopotamia.
Dibawah bendera agama dan dakwah Tauhid ala Muhammad Bin Abdul Wahab dan kepatuhan total
terhadap penguasa Muslim, maka Al Saud memperbesar dominasinya hingga menyebrang semenanjung
dari Mekah hingga Bahrain pada tahun 1803, menempatkan para guru agama, membangun sekolah dan
para aparat untuk berkuasa.

Anda mungkin juga menyukai