1
2
MUHAMMAD IBN ABD AL-
WAHHAB DAN GERAKAN
WAHABIYAH
Oleh: Zainun Kamal
A. PENDAHULUAN
35
tingkat syirik, mereka mengalami kemunduran dan ditimpa
kehancuran. Dari situ, Abd al-Wahhab mengembalikan
sebab kelemahan umat Islam dan kemunduran mereka
adalah karena kelemahan akidah, yang telah bercampur
dengan syirik. Karena itu, Abd al-Wahhab berusaha untuk
memurnikan akidah mereka dengan cara kembali secara
langsung kepada al-Qur’an al-Karim dan al-Sunnah al-
Nabawiyah. Setiap yang berbeda dari keduanya dianggap
sebagai bid’ah, suatu ajaran yang kemudian masuk ke
dalam Islam (Al-Muhafazhah, 1978: 40). Semboyan gerakan
wahabiyah adalah “Back to the Qur’an !” dan “Back to the
Sunnah !” dalam artian, “Back to the God of the Sunnah and
it’s exhilaration,” (Smith, 1977: 44).
Kedua, Tauhid yang diformulasikan dalam kalimat
syahadat “ ا ال إل ه ال هلال ”. Menurut Abd al-Wahhab, tauhid ada
dua macam. Tauhid Rububiyah dan Tauhid Ulluhiyah.
Tauhid Rububiyah adalah memercayai bahwa Allah
sendirian dalam menciptakan alam dan mengaturnya.
Tetapi kepercayaan kepada tauhid Rububiyah tidak men•
jadikan seseorang menjadi muslim. Yang menjadikan
seorang muslim adalah kepercayaan terhadap tauhid
uluhiyah, yaitu memercayai bahwa tidak ada yang
disembah kecuali Allah. Orang yang menyembah Allah
dan juga menyembah berhala, atau nabi Isa, atau
malaikat, tidaklah disebut mentauhidkan Allah;
walaupun ia percaya bahwa sang pencipta dan pemberi
Rezeki hanyalah Allah (Ghannam, 1961: 299).
Di dalam kitab Kasyf al-Syububat, Abd al-Wahhab
mempertegas pengertian tauhid bahwa “tauhid adalah
pembenaran di dalam hati, diucapkan dengan lidah, dan
KESIMPULAN
Dari beberapa ide pembaruan Muhammad Ibn Abd
A. PENDAHULUAN
D. KESIMPULAN
Penjajahan, bagaimanapun bentuknya, sering digam•
barkan sebagai sesuatu yang menakutkan. Dalam istilah
penjajahanterkandungbayanganpenindasan,perbudakan,
pemaksaan, penganiayaan, dan hal-hal yang negatif bagi
bangsa terjajah. Tetapi ekspansi yang dilakukan Napoleon
Bonaparte ke Mesir, sekalipun tentu tidak luput dari hal-hal
negatif tersebut, ternyata memberi makna yang besar bagi
perkembangan Islam dan masyarakat Mesir sendiri. Dengan
ekspedisinya, kesadaran umat Islam untuk bangun
membenahi dirinya telah muncul, sehingga lahir gerakan-
gerakan pembaruan, tidak hanya di Mesir, tetapi
A. PENDAHULUAN
IDE-IDE PEMBARUANNYA
Mesir pada saat kehadiran ekspedisi Napoleon benar-
benar kurang dari satu bulan, tentara Napoleon berhasil
menjarah seluruh Mesir, yang ketika itu masih berada di
bawah kekuasaan Turki Ustmani. Kebudayaan, ilmu
C. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa usaha-
usaha pembaruan yang dilakukan Muhammad Ali mulai
dari pembenahan militer lengkap dengan teknik per•
senjataan modern, industrialisasi perekonomian, moder•
nisasi sistem pendidikan, penerjemahan buku-buku Eropa
sampai kepada masalah kesehatan dan kebersihan.
Sekalipun demikian tidak semua usahanya itu berhasil baik,
karena sebagian terlalu dini bagi rakyat Mesir dan mereka
masih terpaksa dengan kebiasaan-kebiasaan lama seperti
senang hidup sederhana dan lain lain.
C. KESIMPULAN
Sebagai penerjemah sering kali al-Tahtawi hanya
menyampaikan ide-idenya kepada masyarakat tanpa
menyatakan pendapatnya sendiri; seperti yang dilaku•
kannya dalam cabang ilmu geografi atau mengenai konsep
A. PENDAHALUAN
IDE-IDE PEMBARUAN
Apabila ide pembaruan Muhammad Ali Pasya (1765-
1849) yang lebih menonjol adalah pembaruan di bidang
pranata sosial dan melahirkan sejumlah kaum intelektual
berpendidikan Barat dan Rafi’ al-Tahtawi (1801-1873) di
bidang pemikiran, maka ide pembaruan al-Afghani yang
pokok adalah di bidang politik. Karena itu, beberapa
penulis lebih menempatkan al-Afghani sebagai pemimpin
politik ketimbang pemimpin dan pembaru dalam Islam.
“Tetapi”, demikian Prof. Dr. Harun Nasution, “tak boleh
dilupakan bahwa kegiatan politik yang dijalankan al-
Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang
pembaruan dalam Islam. Kegiatan politik itu timbul
sebagai akibat yang semestinya dari pemikiran-
pemikirannya tentang pembaruan” (Nasution, 1988: 54).
Jika dilihat kapasitas ilmu agama yang dimiliki al-
Afghani dan latar belakang aktivitas politik yang dilaku•
kannya, apa yang dikemukakan oleh Harun Nasution di
atas cukup beralasan, antara lain karena:
Aktivitas politik yang dilakukan al-Afghani menentang
dominasi Barat dan despotisme penguasa didasarkan
pada kenyataan bahwa dominasi Barat dan despotisme
penguasa tersebut sangat merugikan umat Islam dan
membawa mereka kepada kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Umat Islam sendiri ketika itu bersifat
statis dan fatalistis, menyerahkan diri kepada
Kegiatan Politik
Dalam perjalanan sejarah hidup al-Afghani sejak usia
remaja hingga akhir hayatnya, ia selalu terlibat dalam
kegiatan politik. Ini tentu tidak bisa terlepas dari tujuan
C. PENUTUP
Ide pembaruan terpenting dari al-Afghani adalah
pembaruan di bidang politik yang didasari oleh
pemikiran-pemikiran keagamaan. Meskipun idenya,
semacam Pan-Islamisme tidak berhasil baik, namun,
pengaruhnya sangat besar di kemudian hari dengan
lahirnya usaha-usaha pembebasan diri dari kolonialisme.
Bahkan pengaruh itu menjalar sampai ke Indonesia yang
tecermin dari perjuangan Syarikat Islam.
Ide-ide pembaruan yang dicetuskan oleh al-Afghani
yang diikuti dengan aktivitas politik tanpa henti merupa•
kan wujud dari kerinduannya yang dalam akan kejayaan
dan keagungan Islam seperti yang pernah dialami di
masa klasik. Ia juga meninggalkan sejumlah warisan
hidup yang tak ternilai harganya, antara lain Syekh
Muhammad Abduh, murid terkasihnya.
PENDAHULUAN
TEOLOGI RASIONAL
Corak teologi Muhammad Abduh adalah teologi
rasional. Corak tersebut dapat ditelusuri melalui karya-
Bab III — Pembaruan Islam Paska Zaman Modern
karyanya, antara lain Risalah al-Tauhid, Hasyiyah al-Syarh al-
Dawwani li al-Aqaid al-Adudiah, dan Tafsir al-Nanar. Di
kalangan ilmuwan, sistem teologi Abduh tetap kontroversial.
C.C. Adams misalnya berkesimpulan bahwa ajaran teologi
Muhammad Abduh termasuk dalam teologi Ahlussunnah
(Adams, 1933: 115). Horten sebagaimana dikutip Prof.
Harun Nasution, menganggap Abduh meng• ikuti
Ahlussunnah secara ekstrim (Nasution, 1987: 3).
Michel dan Abd al-Raziq yang menerjemahkan Risalah
al-Tauhid ke dalam bahasa Prancis cenderung menilai
Abduh dalam sifat-sifat Tuhan sebagai pengikut Asy’ari, dan
dalam kebebasan memberi kritik sebagai seorang Mu’tazilah
modern (Nasution, 1987: 3). Mereka yang me• nilai Abduh
sebagai Ahlussunnah umumnya berpegang kepada buku
Risalah al-Tauhid, yang ditulis pada 1885 dari kumpulan
ceramahnya di madrasah Sultaniyah. Prof. Harun Nasution
melalui penelitiannya yang intens dalam tesis Ph. D-nya
berkesimpulan bahwa corak teologi Muhammad Abduh
adalah Mu’tazilah (Nasution, 1987:
atau paling tidak banyak persamaannya dengan
Mu’tazilah (Dunia, 1958: 62). Sependapat dengan ini, adalah
Jomier, Usman Amin, Gardet dan Anawati, Caspar,
Kerr dan Sulaiman Dunia. Malahan yang terakhir ini
menilai Abduh memberikan kedudukan akal lebih tinggi
daripada Mu’tazilah.
Akal menurut Abduh memiliki kemampuan bukan
hanya empat masalah; mengetahui tuhan, kewajiban
mengetahui tuhan, mengetahui baik dan buruk dan
mengetahui kewajiban berbuat baik dan meninggalkan
kejahatan, tetapi mempunyai dua kelebihan, yaitu pertama,
KESIMPULAN
Muhammad Abduh yang hidup akhir abad ke-19 dan
awal 20 adalah pemikir pembaru Islam yang berpengaruh
baik di dunia Arab maupun dunia Islam pada umumnya.
Corak teologinya serupa dengan Mu’tazilah, bahkan dalam
menempatkan akal lebih tinggi daripada Mu’tazilah itu.
Meski demikian, Muhammad Abduh menurut orang
Mu’tazilah sendiri belum cukup syarat untuk disebut
sebagai Mu’tazilah. Ia memiliki corak teologi rasional, karena
tidak mau taklid kepada para ulama terdahulu.
Ide-ide pembaruannya yang menonjol adalah di bidang
IDE-IDE PEMBARUANNYA
Sebagai seorang intelektual yang merasa bertanggung
jawab atas keterbelakangan umat Islam dan terpanggil
untuk mencari terapi penyembuhannya, Ridha berusaha
keras melahirkan konsep-konsep untuk memperbaiki
kehidupan umat Islam dengan melakukan analisis terlebih
dahulu apa sebab-sebab keterbelakangan umat tersebut.
Paling tidak ada tiga masalah pokok, menurut Ridha, yang
perlu segera diperbarui, yaitu:
A. BIDANG AGAMA
Ridha prihatin melihat kondisi umat Islam yang jauh
ketinggalan dari Barat. Setelah sekian lama merenung, ia
berkesimpulan bahwa keterbelakangan umat Islam ternyata
bukanlah karena ajaran Islam itu sendiri, tetapi justru
karena umat Islam telah salah memahami Islam. Islam
dianggap sebagai beban dan penghalang dalam dinamika
kehidupan, padahal sebenarnya Islam sangatlah mudah dan
sederhana untuk diamalkan, tetapi karena sudah dimasuki
upacara-upacara spiritual yang sifatnya bukanlah
merupakan prinsip Islam kelihatannya menjadi berat dan
sekaligus penghalang bagi dinamika kehidupan. Akhirnya,
aktivitas dan dinamika umat Islam menjadi lemah dan tidak
sesuai dengan jiwa semangat ajaran Islam
PENDIDIKAN
Dalam upaya mengejar keterbelakangan dalam segala
bidang Ridha menilai bahwa pembaruan dalam bidang
pendidikan adalah prinsip dan tidak perlu ditunda-tunda.
Keberhasilan dalam bidang pendidikan merupakan syarat
mutlak untuk mencapai kemajuan. Pembaruan dalam
bidang pendidikan, bagi Ridha, di samping fasilitas harus
mencukupi, yang paling penting adalah penyempurnaan dan
pembaruan dalam bidang kurikulum. Untuk itu, Ridha
berpendapat bahwa perlu ditambahkan ke dalam kurikulum
itu mata pelajaran sebagai berikut: teologi, pendidikan
moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung
(matematika), ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan
ilmu mengatur rumah tangga (sema•cam pkk), di samping
fiqih, tafsir, hadis dan lain-lain yang biasa diberikan di
madrasah-madrasah (Nasution, 1975: 71).
Peradaban Barat modern, menurut Ridha, didasarkan
atas ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sama sekali
tidak bertentangan dengan Islam. Demi kemajuan Islam,
umat harus mau menerima peradaban Barat. Ia menga•
takan bahwa kemajuan umat Islam di zaman klasik karena
mereka menguasai bidang ilmu pengetahuan. Barat maju
karena mereka mengambil ilmu pengetahuan yang
dikembangkan umat Islam. Dengan demikian, meng• ambil
ilmu pengetahuan Barat modern sebenarnya berarti
mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki
C. POLITIK
Sebagaimana al-Afghani, Ridha melihat perlunya
dihidupkan kembali kesatuan umat Islam. Salah satu sebab
kemunduran umat Islam ialah perpecahan yang terjadi di
kalangan mereka. Kesatuan yang dimaksud bukanlah
kesatuan yang didasarkan atas kesatuan bahasa atau
kesatuan bangsa, tetapi kesatuan atas dasar keyakinan
yang sama. Oleh karena itu, ia tidak setuju dengan gerakan
nasionalisme yang dipelopori Mustafa Kamil di Mesir dan
D. PENUTUP
Setelah mengkaji prestasi, karier dan gagasan-
gagasan Ridha dalam pembaruan agaknya penulis
mempunyai kecenderungan untuk menempatkan Ridha
dalam kelompok• pembaru bercorak tradisional yang
bersifat moderat. Ide-ide Ridha, memang tidak jauh ber•
beda dengan apa yang telah diungkap kedua gurunya, Al-
Afghani dan Abduh. Namun, dalam beberapa hal ide-ide
Ridha dalam bidang pendidikan dan politik tampak lebih
jelas dan realistis. Dan ide-idenya, dalam bidang politik
sangat berpengaruh dalam masyarakat Indonesia.