Berbicara tentang Jema’at Ahmadiyah tidak terlepas dari diri Mirza Ghulam
Ahmad yang merupakan pendiri gerakan Ahmadiyah. Ia dilahirkan pada 13
Februari 1835 Qadian-Punjab India. Ayahnya bernama Mirza Ghulam Murtada dan
ibunya bernama Ciragh Bibi. Mirza Ghulam merupakan keturunan bangsawan,
seorang tokoh terkenal di daerahnya.
Mirza Ghulam memiliki hobby menulis artikel dalam membela ajaran Islam
dari serangan-serangan orang Nasrani dan Arya Samaj. Pada 1880 M, ia
meluncurkan sebuah buku berjudul “Baharin Ahmadiyah” yang memfokuskan
1
Asep Burhanudin, Jihad Tanpa Kekerasan. Yogyakarta : PT LKiS Yogyakarta, 2005, hl. 29.
2
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara,
2005, hl. 58.
keunggulan ajaran Islm dan ketinggian Al-Qur’an.3 Buku tersebut melahirkan pro-
kontra di kalangan umat beragama India, kontranya adalah non muslim
menimbulkan adanya berdebatan yang dasyat antara Mirza Ghulam dengan para
tokoh agama, khususnya umat Hindu Brahma Samaj dan Nasrani.
Pada 1883, Mirza sangat tersorot dalam kalangan umat Islam, dimana umat
Islam yang berkeinginan di bai’at untuk menjadi muridnya. Mirza menolak hal
tersebut, karena ia merasa belum mendapatkan ilham dari Allah untuk menerima
bai’at. Selanjutnya, Mirza mendapatkan ilham dari Allah dan pada 23 Maret 1889,
40 orang di bai’at pertama dengan tangan Mirza disebuah rumah Ludiana-India.4
Pada waktu itulah Mirza disebut peletak dasar berdirinya organisasi Al-Jama’ah Al-
Ilamiyah Al-Ahmadiyah (Jama’ah Islam Ahmadiyah).
3
Asep Burhanudin, Jihad Tanpa Kekerasan. Yogyakarta : PT LKiS Yogyakarta, 2005,hl. 35.
4
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Suvenir Peringatan Seabad Gerhana Bulan dan Gerhana
Matahari Ramadhan 1894-1994. Parung : JAI, 1994, hl. 3.
Ajaran dalam Jema’at Ahmadiyah:
5
Sinar Islam, No. 4 Tahun VI, April 1956, hl. 13.
6
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara,
2005, hl. 113.
sendiri. Hal tersebut berbeda penafsiran, seperti yang disebutkan dalam Al-
Qur’an. Pada Q.S. Al-Baqarah: 31-32, Q.S. Shad: 27, Q.S. Al-A’raf: 70-
75, Q.S. Al-A’raf: 143.
Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore, khalifah ada dua macam yaitu
khalifah yang sesuai dengan Al-Qur’an (Q.S. An-Nur: 55). Selanjutnya,
khalifah ditafsirkan sebagai, mujaddid serta para tokoh spiritual yang
mendirikan sebuah organisasi terkonsep sebagai penerus syari’at.7 Dalam
hadis mengatakan bahwa setiap satu abad sekli akan ada mujaddid yang
memperbaharui agamanya. Melihat pandangan dari kedua aliran
Ahmadiyah tersebut, Ahmadiyah Lahore menjadi pemicu perpecahan
Ahmadiyah sendiri.
Adapun perbedaan Ahmadiyah Qadian dan Lahore degan kalangan
muslim secara umum mengenai khalifah terletak dalam beberapa hal.
Menurut mayoritas kaum muslim suni, bahwa khalifah yang mengantikan
Rasulullah saw tidak berarti menganti pangkat dan kedudukannya sebagai
Nabi dan menerima wahyu, melainkan sebagai pijakan langsung dalam
dakwah Islam di dunia. Selanjutnya aliran Ahmadiyah Qadian mengatakan
bahwa khalifah pengganti kedudukan nabi sekaliguspenerima wahyu Allah.
Ahmadiya Lahore sendiri menganggap khalifah adalah mujaddid yang
dipilih oleh Tuhan melalui wahyu. Hal ini menurut sebagian besar umat
Islam adalah prinsip untuk membedakan antara mayoritas dengan aliran
Ahmadiyah.
7
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara,
2005, hl. 120.
kepada kafir dn musyrik). Selamjutnya yang terakhir, jihad akbar
(menggunakan haw nafsu amarah diri sendiri, godaan setan).