PENDAHULUAN
Salah satu aliran seperti yang telah disebutkan di atas adalah Ahmadiyah.
Meskipun tujuan Ahmadiyah adalah menghidupkan kembali agama Islam dan
menegakkan kembali syari’at Qur’aniah, namun ajaran-ajaran dalam aliran ini
dapat dikatakan sesat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan tentang
Ahmadiyah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Ahmadiyah didirikan di kota Qadian, India oleh Mirza Ghulam Ahmad
pada tanggal 23 Maret 1889.3 Mirza Ghulam Ahmad juga mengaku bahwa dia
adalah nabi utusan Allah. Nabi palsu ini menuturkan tentang kelahirannya dan
keluarga-nya. Dia berkata “Nama saya adalah Ghulam Ahmad, ayah saya
bernama Ghulam Murtadlo, dan kakek saya bernama ‘Atho Muhammad, suku
saya adalah Mongol Barlas, dari data-data yang tersimpan nenek moyang saya
berasal dari Samarqndi” (Kitab Al-Bariyah, Mirza:134).
Seperti yang diketahui bersama, suku Mongol adalah suku dari Turki.
Mirza sendiri mengatakan bahwa dirinya dari Mongol, akan tetapi pada
kesempatan lain. Dia mengatakan bahwa keluarganya berasal dari Persia. Dia
mengatakan, “Yang jelas keluarga saya adalah dari Mongol, akan tetapi saya
ketahui dari kalam Allah, bahwa keluarga saya berasal dari Persia, saya percaya
dengan kalam Allah ini, sebab tidak seorangpun mengetahui hakikat asal keluarga
yang sesungguhnya seperti yang diketahui Allah.” (Hasyiah Arbain, No. 2, hlm.
18, Mirza). 4
Pada saat usianya menjelang remaja, dia mulai belajar ilmu shorof, nahwu,
dan beberapa kitab dalam bahasa Arab dan Persia, serta sedikit ilmu kedokteran.
Disebutkan juga bahwa gurunya adalah seorang pecnadu narkotik. Adapun sifat
menonjol dalam usia kecilnya adalah: (1) Penakut, (2) Bodoh, (3) Suka mencuri,
5
dan (4) Sering sakit. Penyakit yang diderita Mirza sungguh banyak. Dia
mengidap penyakit TBC. Selain itu, ia juga tidak bisa menahan kencing dan
pusing kepala. Dia juga penderita penyakit syaraf dan daya ingat yang buruk.
Kedua matanya juga dalam keadaan yang lemah dan sakit, sampai-sampai kedua
matanya sulit untuk dibuka dengan sempurna.
3
Harapan Dahri, Ahmadiyah Qodianiyah, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama
Jakarta, 2008), vii.
4
Ibid, 92.
5
Ibid, 94.
3
Hindu dan buku-buku Kristen, sebab pada saat itu sedang terjadi perdebatan
sengit dan perang kata-kata antar pemuka agama, baik Hindu, Kristen maupun
Islam. Kaum Muslimin pada saat itu sangat menghormati para pemuka agama
mereka, mereka berusaha membantu dan mempersembahkan kepada para ulama
apa saja yang bisa mereka lakukan, baik berupa moril, materi ataupun tenaga,
layaknya kaum Muslimin di seluruh dunia dalam setengah abad sebelumnya.
Mirza melihat kesempatan yang baik ini pada saat itu. Dia melihat
pekerjaan ini mudah dan terhormat, di samping itu dia juga bisa mengumpulkan
materi yang tidak dia dapatkan dalam pekerjaannya yang pertama kali dia lakukan
adalah menulis iklan perlawanan terhadap orang-orang Hindu, kemudian dia juga
menulis di beberapa harian, setelah itu dia gencar menulis di berbagai media
menghadapi orang-orang Hindu dan Kristen. Hal ini menjadikan kaum Muslimin
simpati kepadanya, hal ini terjadi pada tahun 1877 dan 1878. 6
a. Ahmadiyah Qadian
Dibawa oleh muballig Maulana Rahinat Ali HA, pada tahun 1924 dari
Departement Da’wat wa Tabligh Pakistan. Pokok-pokok ajaran Ahmadiyah Qadian:
6
. Ibid, 8.
4
1. Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran Qadian, India sebagai Imam
Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman oleh
Allah SWT.
2. Mengimani dan meyakini bahwa kitab Alquran adalah satu-satunya kitab
suci.
3. Mengimani dan meyakini bahwa Mekah dan Madinah tempat suci sebagai-
mana umat Islam pada umumnya.
4. Wanita Ahmadiyah dianjurkan menikah dengan laki-laki Ahmadiyah demi
menjaga dan meneruskan keturunan rohani, namun laki-laki Ahmadiyah
boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.
5. Percaya bahwa Nabi Isa a.s. adalah manusia biasa yang dikandung oleh
ibunya secara luar biasa tanpa ayah.
6. Kaum muslimin Ahmadiyah yang tidak percaya pada ajaran ahmadiyah di
kafir.
7. Kaum muslimin Ahmadiyah boleh jadi Imam kaum muslimin non
Ahmadiyah, tapi tidak boleh ,menjadi makmum.
8. Percaya bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terbesar dan paling mulia
tapi bukan Nabi terakhir
b. Ahmadiyah Lahore
5
4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu
kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin
rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka
pintu khatamun-nubuwwat.
5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup,
akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan
akhlak umat tetap cerah dan segar.
6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini
tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan
tetapi tidak akan datang nabi.
7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits,
mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam
Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam
dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza
Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9. Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh
disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab
berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah
pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.
6
pada akhir abad 19.7 Pendapat ini kurang valid karena pada akhir abad itu
Ahmadiyah baru lahir di India.
Tahun 1922 dua orang pemuda itu berangkat ke India dengan maksud
menemui ulama terkenal, Syeikh Abdul Bari al Anshari, di Lucknow, keduannya
akhirnya belajar di Madrasah Nizamimiyah di bawah asuhan ulama tersebut.
Setelah beberapa lama, datang pemuda lain dari Padang Panjang, Zaini Dahlan
untuk belajar di madrasah tersebut.
7
Howard Federspiel, Persatuan Islam, Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, (Ithaca:
Cornel University Ithaca, 1970), 5.
8
Aboebakar, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar, (Djakarta: Panitia Buku
Peringatan Almarhum Wahid Hasjim, 1957), 127
9
Van de Mehden, Religion and Nationalism in Southeast Asia, (Wisconsin: The University of
Wisconsin Press, 1968), 203
7
Setelah berlangsung dua setengah bulan mereka memutuskan untuk
meninggalkan madrasah itu menuju Lahore. Di kota tersebut mereka berkenalan
dengan Ahmadiyah. Di kota ini mereka belajar kepada Maulana Abdus Sattar,
namun tidak memperoleh kepuasan. Mereka kemudian menemui tiga orang
ulama, Maulana Abdullah Malabari, Maulana Syeikh Abdul Khalid dan Maulana
Muhammad Taqi yang hendak berdebat dengan Maulana Muhammad Ali, tokoh
pemimpin Anjuman Ahmadiyah Lahore. Setelah menetap selama enam bulan
mereka meninggalkan Lahore menuju Qadian untuk belajar agama kepada Mirza
Basyiruddin Mahmud yang merupakan putra Mirza Ghulam Ahmad. Tak lama
kemudian mereka masuk Jama’ah Ahmadiyah dengan berbai’at kepada Khalifah
II yaitu Mirza Basyiruddin Mahmud.
BAB III
PENUTUP
8
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
9
Zulkarnain, Iskandar. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LkiS. 2005.
10