Anda di halaman 1dari 6

Nama : Isra Hasanah

NIM : 0401171002
Jurusan : Aqidah dan Filsafat Islam
Semester : VI (A)

ALIRAN/ GERAKAN KEAGAMAAN BERMASALAH DI INDONESIA


AHMADIYAH DAN LDII
A. Ahmadiyah

Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad
pada tahun 1891 di Asia Selatan (sekarang India). Gerakan ini mempunyai dasar pemikiran dan
penafsiran berdasarkan ajaran Islam, namun ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda
dari umat Islam pada umumnya. Beberapa hal yang membedakannya adalah penafsiran
mengenai pemahaman tentang kenabian, konsep tentang wahyu, dan kedatangan Nabi Isa yang
kedua. Tahun 1914 Ahmadiyah pecah menjadi dua golongan, yakni Ahmadiyah Qadian dan
Ahmadiyah Lahore. Pada perkembangannya, hal yang paling mencolok datang dari Ahmadiyah
sekte Qadian. Bagi Qadiani, Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir, karena bagi mereka pintu
kenabian akan terus terbuka sepanjang masa. Namun demikian, mereka tetap mempercayai Nabi
Muhammad SAW sebagai khatam al-nabiyyin, yakni sebagai nabi yang paling sempurna dan
nabi terakhir pembawa syariat), sedangkan Ahmadiyah Lahore mempercayai semua yang
diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad tetapi tak menganggapnya sebagai seorang nabi. Mereka
menganggap Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid.
Ahmadiyah Qadian di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Jemaah Ahmadiyah Indonesia
(JAI) sedangkan Ahmadiyah Lahore dikenal dengan nama Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).
Eksistensi atau keberadaan Ahmadiyah Qadian (JAI) di Indonesia telah lama ada, yakni sebelum
Indonesia merdeka sekitar tahun 1926 dan dibawa oleh Rahmat Ali seorang alumnus Universitas
Punjab. Dia berangkat ke Sumatera atas undangan tiga mahasiswa Minangkabau, yang belajar di
Lahore, British India. Pada tahun 1926, Jemaah Ahmadiyah resmi berdiri sebagai organisasi di
Padang, dalam masa pemerintahan Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff pada
tahun 1926-1931. Sama seperti Pakistan, keberadaan Ahmadiyah Qadian (JAI) di Indonesia yang
telah lama ada, juga mendapat beragam sorotan dari berbagai elemen masyarakat. Tak hanya
sorotan, beberapa masyarakat di wilayah Indonesia terutama Jawa Barat (pusat JAI), bahkan
melakukan protes penolakan terhadap keberadaan anggota JAI. Penolakan tersebut, juga sempat
diiringi dengan beberapa tindak kekerasan dari masyarakat. Salah satu kasus kekerasan yang
menimpa JAI yang belum lama terjadi adalah kasus Cikeusik tahun 2011 yang menimbulkan
korban jiwa dipihak JAI sebanyak tiga orang.
Pada saat bersamaan, kasus ini (Cikeusik) juga mendapat banyak respon dari masyarakat
karena sebelumnya telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri (SKB 3 Menteri)
tahun 2008, tentang Ahmadiyah. Respon tersebut terkait dengan adanya SKB 3 Menteri yang
sejak awal kemunculannya telah menimbulkan pro dan kontra. Salah satu kontroversi itu terkait
dengan adanya poin yang menyebutkan bahwa JAI tak boleh menyebarkan ajarannya. Bagi
sebagian pihak, poin tersebut merupakan pelanggaran atas hak asasi dalam berkeyakinan, namun
pihak lainnya menganggap poin tersebut cocok dikenakan pada JAI karena mereka dianggap tak
sesuai (dianggap sesat) dengan Islam pada umumnya. Berikut adalah isi dari SKB 3 Menteri
tahun 2008 oleh Kementerian Agama tentang Ahmadiyah.
1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak
menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1
PNPS 1965 tentang pencegahan penodaan agama.
2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua
kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti
pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak
mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenani saksi sesuai peraturan perundangan.
4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara
kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum
terhadap penganut JAI.
5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan
peringatan dari perintah dapat dikenakan sanksi sesuai perundangan yang berlaku.
6. Memerintahkan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan
ini.
7. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, 09 Juni 2008.

B. LDII
Perkembangan LDII sekarang, dapat dilihat dari beberapa periode: Periode pertama
sekitar tahun 1940-an, ini adalah masa awal H. Nurhasan (Madigol) menyampaikan ilmu
Manqul-Musnad-Muttashil, yaitu Ilmu Al-Quran Manqul dan Ilmu Hadits Manqul. Pada
tahapan ini juga ia mengajarkan Qiro’at dan ilmu beladiri pencak silat kanuragan. Pada tahun
1951 ia memproklamirkan Pondok Pesantren Darul-Hadits. Periode kedua tahun 1951, adalah
masa membangun asrama pengajian Darul- Hadits berikut pesantren-pesantrennya di
Jombang, Kediri, dan di Jalan Petojo Sabangan Jakarta, hingga sang Madigol bertemu dan
mendapat konsep asal doktrin Imamah dan Jama’ah (yaitu Bai’at, Amir, Jama’ah, Taat) dari
imam dan khalifah Dunia Jama’atul Muslimin Hizbullah, yaitu Imam Wali al-Fatah, yang
pada zaman Bung Karno menjabat Kepala Biro Politik Kementerian Dalam Negeri RI, yang
dibai’at pada tahun 1953 di Jakarta oleh para Jama’ah dan Madigol. Adapun mantan Anggota
DH/IJ Ust. Bambang Irawan Hafiluddin pada tahun 1960 ikut berbai’at kepada Wali al-Fatah
di Jakarta. Periode ketiga tahun 1960, adalah masa periode bai’at kepada Madigol. Yaitu
ketika ratusan Jam’ah Pengajian Asrama Manqul Qur’an dan Hadits di Desa Gading Mangu
menangis meminta sang Madigol agar mau dibai’at dan ditetapkan menjadi Imam/Amir
Mu’minin. Mereka menyatakan sanggup taat dengan mengucap Syahadat, Sholawat, dan kata
bai’at “Sami’na wa ‘atho’na, Mas tatho’na“ .

Periode keempat, penyebaran doktrin bai’at dan mengajak anggota sebanyak-banyaknya,


setelah masa bai’at sang Madigol. Pada periode ini masa bergabungnya Bambang Irawan,
Drs. Nur Hasyim, Raden Eddy Masiadi, Notaris Mudiyomo, dan Hasyim Rifa’i, hingga masa
pembinaan aktif oleh mendiang Jenderal Soedjono Hoemardani dan Jenderal Ali Moertopo
berikut para perwira Opsus-nya, yaitu masa pembinaan dengan naungan surat sakti BAPILU
SEKBER GOLKAR dengan Surat Keputusan No. KEP. 2707/BAPILO/SBK/1971 dan
Radiogram PANGKOPKAMTIB No. TR 105/KOMKAM/III/1971 atau masa LEMKARI
sampai dengan saat LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur atas desakan keras Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur pimpinan K.H. Misbach hingga masa meninggalnya
Sang Madigol pada hari Sabtu 13 Maret 1982 dalam pristiwa kecelakaan lalu lintas di dekat
Cirebon, yang saat itu ia mengendarai sepeda motor Mercy Tiger. Namun, pristiwa itu
dirahasiakan dan posisinya digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Abdu Dhohir.
Periode kelima, masa LEMKARI berganti nama tahun 1990/1991 menjadi LDII hinga
sekarang. Masa ini disebut sebagai masa kemenangan, sebab LDII berhasil go-internasional,
masa suksesi besar setelah antek-antek Madigol berhasil menembus Singapura, Malaysia,
Saudi Arabiya, Amerika Serikat dan Eropa, bahkan Australia, tentu saja dengan siasat
Taqiyahnya (Fathonah, Bithonah, Budi Luhur Luhuring budi).

Di antara pokok-pokok ajaran LDII mencakup beberapa aspek berikut ini:

1. Imamah dan jama’ah. Sebagai landasannya adalah QS. Ali Imran: “Dan berpegang
teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah”. Kata Jami’an dalam ayat itu
diterjemahkan dengan “berjama’ah”, dan ditafsirkan wajib berjama’ah; dalam hal ini
wajib adanya Amir. Kemudian juga yang menjadi landasannya adalah ucapan
Khalifah Umar ibnul Khatthab,“Tidaklah Islam kecuali berjama’ah, tidaklah
berjama’ah kalau tidak berAmir, tidaklah ber-Amir kalau tidak berbai’at, dan
tidaklah berbai’at kalau tidak taat”. Ucapan Khalifah Umar di atas dijadikan dalil
wajib berjama’ah, bai’at dan taat kepada amir. Mati dalam keadaan tidak berimam
adalah mati dalam keadaan jahiliyyah.
2. Kewajiban berbai’at, Landasannya adalah sebuah hadits yang mengatakan
“Barangsiapa mati dalam keadaan tidak berimam, maka matilah ia dalam keadaan
mati jahiliyyah”. Penafsirannya adalah bahwa orang Islam yang tidak melakukan
bai’at kepada Amir menjadi kafir, sama halnya dengan orang jahiliyah sebelum
Islam. Landasan lainnya adalah QS. An-Nisa: 59 yan artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada rasul-Nya serta ulil ‘amri di
antara kamu”. Dalam pengajarannya kata “Ulil Amri Minkum” diterjemahkan Amir
dari kamu sekalian, yaitu Nurhasan al-Ubaidah.
3. Kewajiban taat. Ajarannya adalah kewajiban taat dan patuh kepada Amir tertentu,
yaitu Nurhasan al-Ubaidah. Islam Manqul, Musnad muttashil.

Ajarannya, bahwa semua ajaran Islam harus dinukilkan secara langsung dari lisan Sang
Amir, wakil amir, atau amir-amir daerah melalui Amir Nurhasan al- Ubaidah. Kaidah yang
digunakan isnad muttashil itu termasuk urusan agama. Kalau tidak ada isnad tentu orang
berkata sesukanya.
Anggota LDII juga mempunyai perilaku perilaku sosial keagamaan yang khas. Di antara
perilaku sosial-keagamaan yang ditunjukkan para jama’ah LDII adalah sebagai berikut:

a. Dengan siasat taqiyah mereka boleh berbohong demi eksistensi misi dakwahnya.
b. Tidak bermakmum kepada orang selain kelompoknya. Bersifat eksklusif, menganggap
dirinya adalah suci, sedangkan orang di luar jama’ah adalah najis.
c. Memandang orang di luar kelompoknya adalah ahli kitab, kafir, musyrikin, dan ahli
neraka, hingga mereka bertaubat dan berbai’at kepada Amir.
d. Kewajiban infaq hanya kepada Amir, sedangkan kepada yang lainnya hanya budi luhur
saja.
e. Bersifat tertutup, enggan bergaul dengan kelompok lain serta menganggap dirinya paling
benar.

Jika kita perhatikan, maka kita akan menemukan beberapa hal dan kriteria yang terdapat
dalam Ahmadiyah dan LDII yang menjadi sebab aliran ini masuk dalam kategori aliran atau
gerakan keagaamaan yang bermasalah di Indonesia. Ada beberapa kriteria yang dibuat oleh
MUI yang terdapat dalam aliran Al-Wasliyah dan LDII. Salah satu nya yang terdapat dalam
Ahmadiyah Qadian yaitu, menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, Nabi Muhammad
bukanlah nabi terakhir, karena bagi mereka pintu kenabian akan terus terbuka sepanjang
masa. Namun demikian, mereka tetap mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai khatam
al-nabiyyin, yakni sebagai nabi yang paling sempurna dan nabi terakhir pembawa syariat. Hal
ini tentu bertentangan dengan aqidah Islam, yang otomatis menjadi salah satu kriteria yang
dibuat oleh MUI. Para ulama bersepakat bahwa konsep tentang nabi sudah final, dan Nabi
Muhammad saw adalah Khatamul An-Biya atau penutupnya para Nabi.

Sedangkan di dalam LDII, menurut Muhammad Umar Jiaul Haq, bahwa LDII termasuk
dalam kategori aliran sesat. Kriteria aliran sesat berada dalam salah satu wilayah dari tiga
bidang, yaitu: pertama kesesatan dalam bidang ‘aqidah/keyakinan, kedua kesesatan dalam
bidang Syari’ah (menolak Syariah, menambah,mengurangi atau sekuler); dan ketiga kesesatan
dalam bidang Ijtihad (masalah kepemimpinan, masalah hukum dan politik, masalah ekonomi,
dan masalah kebudayaan).

Referensi:
1. Muhammad Jiaul Haq, 2009. Mencermati Aliran Sesat, (Bandung: Pustaka Islamika)
2. Hajam, 2011. Kenabian Belum Berakhir, Cet. 1, (Cirebon: Nurjati Press)
3. Iskandar Zulkarnain, 2005. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: LkiS)
4. Asal-Usul dan Perkembangan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Oleh: Ottoman,
uin Raden Fatah Palembang.
5. www. Academia. Edu (Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, oleh : Atin Istiami )
6. http://digilib.uinsby.ac.id (sejarah dan ideology LDII)
7. Eprints.uny.ac.id
8. https://media.neliti.com ( Ahmadiyah dalam Labirin Syariah dan Nasionalisme
Ketuhanan Di Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai