Anda di halaman 1dari 8

GERAKAN SALAFI DI INDONESIA

Muhammad Tajul Mafakhir (U2084002)

Prodi Sejarah Peradaban Islam

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora

Institut Agama Islam Negeri Jember

Oktober, 2020

A. Sejarah Berdirinya Gerakan Salafi di Indonesia


Istilah Salafisme belakangan ini dilabelkan kepada kelompok yang ingin
mengembalikan esensi Islam di masa-masa awal lahirnya Islam. As-salaf as-
shalih merupakan kalimat dalam bahasa Arab yang berarti leluhur yang
shaleh, dalam artian kaum salafi ialah mereka yang ingin kembali kepada
Islam yang sejati yang telah dipraktikkan oleh pendiri agama Islam yaitu Nabi
Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya.1 Mereka yang menyebut dirinya
Salaf merupakan kaum tekstualis yang menjadikan landasan hukum hanya
dari Al-Qur’an dan Hadits dan mengikuti pendapat-pendapat para ulama salaf
alshalih seperti Ibn Taimiyah (1263-1328), Ibn Qayyim al-Jauziyah (1292-
1350), Husein al-Dzahabi (1284-1348), Ibn Katsir (1300-1373), Muhammad
bin Abdul Wahhab (1703-1792), dan ulama-ulama modern, seperti Abdul
Aziz Bin Baz (1912-1999), dan Muhammad Nashiruddin al-Albani (1914-
1999).2
Gerakan Salafi sering disebut sebagai gerakan pembaharu Islam. Ideologi
salafiyah berubah-ubah karena dedikasinya bagi reformasi dan kebangkitan
berjalan seiring dengan tantangan yang dihadapi umat Islam. Kelompok salafi
1
Aden Rosadi, “Gerakan Salaf”, (TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama, Vol.7, No.2 Juli-
Desember 2015), hlm 194.
2
Muhammad Ali Chozin, “Strategi Dakwah Salafi di Indonesia” (Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1
Tahun 2013), hlm 4.
ini memiliki bentuk yang berbeda-beda ada yang berdakwah dan berpartisipasi
dalam aturan Negara dan ada juga yang berpikiran bahwa jihad dalam bentuk
kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan utama mereka yaitu
kembali kepada Islam yang sejati. Meskipun memliki bentuk yang berbeda-
beda namun intinya adalah reformasi dan pembaharuan.3
Di Indonesia setelah masuk era reformasi kelompok-kelompok
transnasional mulai tumbuh dengan cepat. Banyak organisasi-organisasi yang
lahir pada awal-awal reformasi yang merupakan kloningan dari kelompok-
kelompok dari dunia Timur Tengah seperti HTI, Ikhwanul Muslimin
Indonesia sampai Ahmadiyah Indonesia. Sementara itu Salafiyah tidak
berkembang menjadi organisasi di Indonesia, namun ideologi Salafi dijadikan
inspirasi oleh beberapa orang yang kemudian mendirikan organisasi baru
bermanhaj Salafi, misalnya Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) 1967,
Forum Komunikasi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (FKAWJ) 1999, Majelis
Mujahidin Indonesia, dan masih banyak lagi.4
Perkembangan gerakan dakwah salafi pada era reformasi ini juga secara
penuh ditopang oleh jaringan sosial yang dibangun sejak Orde Baru. Jaringan
ini memberikan dukungan berupa pendidikan baik di dalam negeri, yakni di
LIPIA, maupun di Arab Saudi, yakni di Universitas Islam Madinah atau
Universitas Muhammad bin Su’ud, Riyadh. Upaya ini berhasil dengan
lahirnya tokoh-tokoh salafi yang menyokong perkembangan gerakan dakwah
Salafi pada era reformasi. Pada era reformasi, salafi bebas melakukan kegiatan
ekspansi dakwahnya melalui berbagai media yang mereka miliki tanpa takut
adanya represi dari penguasa. Upaya ekspansi ini juga didukung oleh kondisis
struktural yang memberikan kesempatan gerakan untuk berkembang, dengan
bermunculannya aktor-aktor gerakan (ustadz) yang mulai menyampaikan ide-
ide gerakan.5
B. Tokoh dan ajaran-ajaran Salafi di Indonesia

3
Aden Rosadi, Op.Cit, hlm 195.
4
Muhammad Ali chozin, Op.Cit, hlm 2.
5
Dady Hidayat, “Gerakan Dakwah Salafi di Indonesia pada Era Reformasi”, (Jurnal Sosiologi
MASYARAKAT Vol. 17, No. 2, Juli 2012) hlm 124.
1. Ja’far Umar Tholib
Jafar Umar Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, tanggal 29 Desember
1961. Jafar Umar Thalib belajar di ponpes milik ayahnya di Semarang,
yakni Ponpes Al Irsyad. Pada 1981, ia beralih ke Ponpes Persis di Bangil,
Pasuruan, Jawa Timur. Selanjutnya, Jafar Umar Thalib menimba ilmu di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Islam dan Arab (LIPIA) di Jakarta.
Blum sempat lulus, Jafar ke luar negeri untuk menempuh studi di
Maududi Institute di Lahore, Pakistan. Pendidikannya di Lahore juga tidak
tuntas, namun disana ia mempelajari manhaj sekte Salafi yakni di
Pakistan. Jafar Umar Thalib sempat pulang ke tanah air untuk memimpin
pesantren ayahnya, Al-Irsyad. Namun, pada 1991 ia kembali ke Timur
Tengah, termasuk Yaman, guna memperdalam ilmunya selama dua
Tahun. Tahun 1993, Jafar mendirikan pesantren Ihya as-Sunnah di
Yogyakarta.6
Pada tahun 1999, ia mendirikan Forum Komunikasi Ahlussunnah
Wal Jama'ah (FKAWJ), sebuah kelompok yang dimaksudkan untuk
mendorong reformasi politik. Secara khusus, tujuannya adalah untuk
mengecam kampanye calon presiden perempuan, karena menurut
interpretasi mereka, hukum syariah secara tegas melarang perempuan
untuk memiliki wewenang.
Dia menyatakan pembentukan Laskar Jihad sebagai kelompok
paramiliter FKAWJ pada 30 Januari 2000 sebagai upaya untuk membela
dan melindungi Muslim Maluku dari kekerasan oleh umat Kristen di
Maluku selama konflik sektarian Maluku. Kelompok ini memulai
perekrutan anggota yang ingin melakukan jihad di Ambon. Meskipun
Jihad adalah salah satu prinsip terpenting kelompok itu, itu tidak pernah
dimaksudkan untuk menjadi agresor perang. Ini membatasi jihad pada
tindakan defensif untuk melindungi Muslim dari serangan Kristen.7

6
Iswara N Raditya & Yonda Nancy, “Sejarah Hidup Jafar Umar Thalib: Wafatnya Panglima Laskar
Jihad”, https://tirto.id/eg33, (diakses pada 3 Oktober 2020)
7
Wikipedia bahasa Indonesia, “Jafar Umar Thalib ”, https://id.wikipedia.org/wiki/Ja
%27far_Umar_Thalib, (diakses pada 3 Oktober 2020).
Jafar mengidentifikasi dirinya sebagai “salafi”, merujuk kepada
gerakan Islam yang bertujuan membangun kepercayaan merujuk pada
contoh generasi pertama para pengikut Nabi. Gerakannya lebih tepat
dipahami sebagai neo-fundamentalis atau neo-salafisme karena
penekanannya pada masalah-masalah konservatif yang tidak berhubungan
dengan salafisme periode awal. Hal tersebut antara lain meliputi
pengasingan yang ketat terhadap wanita, bermusuhan dengan gaya hidup
Barat, dan meyakini konspirasi dunia melawan Islam.8
Ja’far Umar Thalib menyebut empat tujuan dakwah Salafi: pertama,
mengajarkan pemahaman agama yang benar kepada kaum Muslim dengan
menunjukkan pemahaman yang lengkap untuk menjawab permasalahan
kehidupan. Kedua, meluruskan penyimpangan-penyimpangan pemahaman
di kalangan kaum Muslim dari bid’ah dan kufur. Ketiga, menghidupkan,
memasyarakatkan, dan mengokohkan amalan-amalan yang pernah
diajarakan dan dilakukan Rasulullah. Keempat, menumbuhkan
persaudaraan dan kesatuan umat Islam atas dasar loyalitas dan kecintaan
kepada Sunnah Rasulullah (alwala’) dan kebencian kepada bid’ah dan
kufur (al-bara’).9
2. Muhammad Tholib
Muhammad Thalib lahir di Desa Banjaran, Gresik, Jawa Timur pada
tanggal 30 November 1948 dengan nama kecil Muhammad. Ayahnya
bernama Abdullah bin Thalib al-Hamdani al-Yamani. Dengan demikian,
secara garis keturunan nama lengkap Thalib adalah Muhammad bin
Abdullah bin Thalib al-Hamdani al-Yamani. Tahun 1954, sebagai anak
dari seorang pedagang Thalib kecil berkesempatan menempuh pendidikan
dasar di Sekolah Rakyat Negeri (SRN) Karangandong.
Menginjak usia remaja, tepatnya tahun 1962 Thalib melanjutkan
jenjang pendidikannya di salah satu pesantren bercorak Persis di Bangil,
Pasuruan. Pada 1967, ia mampu menyelesaikan semua tingkatan kelas di

8
Aden Rosadi, Op.Cit, hlm 201.
9
Muhammad Ali chozin, Op.Cit, hlm 15.
pesantren tersebut, dan mengabdi disana. Ia kemudian melanjutkan
pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi di Fakultas Syariah
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan lulus pada tahun
1978.10
Kiprah Thalib terlihat mencolok saat ia bergabung dengnan organisasi
MMI. Pada kongres ketiga MMI tanggal 9-10 Agustus 2008, Tholib
ditunjuk sebagai pemimpin baru dan diharapkan menjadi angin segar bagi
MMI. Thalib diputuskan untuk memimpin Ahl al-Hall wa al-‘Aqd
(AHWA) sekaligus menjadi amīr, sementara pengurus hariannya tetap
dipegang oleh Irfan S. Awwas. Terpilih sebagai amir MMI, Muhammad
Thalib menegaskan komitmennya untuk menyongsong era baru
perjuangan penegakan syariat Islam di Lembaga Negara. Di sisi lain,
kiprah Thalib sebagai amir MMI dalam dunia intelektual pun cukup
diperhitungkan. Ia merupakan pelopor gerakan “jihad dengan pena”, yang
mana jargon tersebut diarahkan untuk merebut simpati publik melalui
dunia literasi, baik cetak maupun online.11
Berbicara mengenai MMI mereka memiliki komitmen-komitmen,
arah gerak dan pandangan organisasi yang telah disepakati, dengan
lahirnya “Piagam Yogyakarta”. Berikut isi dari piagam tersebut:
1. Wajib hukumnya melaksanakan syariat Islam bagi umat Islam di
Indonesia dan dunia pada umumnya.
2. Menolak segala ideologi yang bertentangan dengan Islam yang
berakibat syirik dan nifāq serta melanggar hak asasi manusia.
3. Membangun satu kesatuan, saf mujāhidīn yang kokoh-kuat, baik di
dalam negeri, regional, maupun internasional (antar-bangsa).
4. Mujahidin Indonesia membentuk Majelis Mujahidin menuju
terwujudnya imāmah (kepemimpinan) umat, baik di dalam negeri
maupun dalam kesatuan umat islam sedunia.

10
Anwar Kurniawan dan Ahmad Aminuddin, “Muhammad Thalib, Majelis Mujahidin Indonesia,
dan Tafsir Ayat-Ayat PenegakanSyariat Islam di Indonesia”, (Teosofi: Jurnal Tasawuf dan
Pemikiran Islam, Volume 8, Nomor 1, Juni 2018) hlm 117-119.
11
Ibid, hlm 115.
5. Menyeru kepada kaum Muslim untuk menggerakkan dakwah dan
jihad di seluruh penjuru dunia demi tegaknya Islam sebagai
rahmah li al-‘ālamīn. 12
Thalib merupakan sosok yang terhitung vokal menyuarakan
pentingnya penegakan syariat Islam di Indonesia. Bagi Thalib, sejarah
Indonesia adalah sejarah pergerakan Islam. Menurut dia, adanya Indonesia
sekarang merupakan jasa dari umat Islam yang mengajak rakyat
Nusantara berjuang menuju gerbang kemerdekaannya. Disebutkan oleh
Thalib, adalah Partai Sarekat Islam (SI) pimpinan H.O.S. Cokroaminoto
yang pernah melancarkan tuntutan perlunya Indonesia baru yang
bersyariat. Menurutnya, belum ada organisasi lain yang hidup di zaman
penjajah Hindia-Belanda yang mampu memobilisasi masa dari Sabang
sampai Merauke saat itu, kecuali SI.13
C. Perkembangan gerakan Salafi saat ini di Indonesia
Keberadaan kelompok Salafi di Indonesia masih banyak ditemukan
hingga sekarang dan bahkan berkembang cukup pesat. Menurut hemat penulis
bahwasanya gerakan Salaf ini tidak hanya mengenai satu organisasi saja,
gerakan Salaf mempunya banyak bentuk. Terkadang di kalangan salafiyah
sendiri muncul sikap menegasikan, bukan hanya kepada non-salaf, tetapi juga
terhadap sesama salfi.14
Ja’far Umar Tholib yang mepopulerkan nama Salafi melalui majalah
Salafy sekarang memang sudah tiada, bahkan organisasinya FKAWJ sudah
terlebih dahulu dihapuskan. Namun masih banyak organisasi-organisasi Islam
di Indonesia yang menjadikan ideologi Salafi sebagai inspirasi mereka.
Organisasi MMI hingga sekarang masih terus berkembang di tangan
Muhammad Tholib. Organisasi MMI memiliki website majelismujahidin.com
yang masih aktif hingga sekarang.

12
Ibid, hlm 126.
13
Ibid, hlm 134.
14
Muhammad Adnan Abdullah, “SALAFI, Memhami Ajaran Saikh Muhammad bin Abdul Wahab”,
(Surabaya: CV. Garuda Mas Sejahtera, 2016), hlm 45.
Kalangan Salafi sudah mempertimbangkan akan pentingnya internet,
sehingga mereka membuat website, situs, dan blog pribadi bahkan ada yang
yang menggunakan jejaring sosial, seperti: facebook, twitter, dan mailing list
(milis), untuk menyebarkan dakwahnya, sehingga dengan begitu pesan
dakwah sudah bisa dinikmati oleh banyak orang hanya dengan melihat alamat-
alamat dalam situs internet tersebut. Ditambah lagi dengan adanya fasilitas
kolom langganan email dalam website dan situs yang bermanhaj Salafi untuk
memudahkan para target dakwah berlangganan artikel-artikel dakwahnya.
Sedangkan website digunakan untuk menerjemahkan dan menyebarkan
karya-karya ulama salafi dan pengunjung bebas untuk meng-upload-nya
dalam internet, antara lain: Maktabah Abu Salma al-Atstari
(http://dear.to/abusalma), Kampung Sunnah (http://
kampungsunnah.wordpress.com), dan Maktabah Raudhah al Muhibbin
(http://www.raudhatulmuhibbin.org). Di samping itu, adapula website yang
dijadikan sumber rujukan dalam memahami akidah dan manhaj Salafi,
misalnya: www.almanhaj.or.id ; www.kajian.net ; www.muslim.or.id ; dan
www.salafy.or.id.15
Meskipun memiliki beragam bentuk dan model kaum Salafi terkadang
memiliki kesamaan pandangan saat membahas mengenai beberapa masalah
seperti larangan Bid’ah, larangan merayakan Maulid Nabi SAW, larangan
ziarah kubur, hingga kebiasaan kaum takfiri yang menuduh kaum Muslim
yang tidak sependapat dengan meraka dianggap kafir dan sesat.16

15
Muhammad Ali chozin, Op.Cit, hlm 20.
16
Muhammad Adnan Abdullah, Op.Cit, hlm 90.
Daftar Referensi

Adnan Abdullah, Muhammad. “SALAFI, Memhami Ajaran Saikh Muhammad bin


Abdul Wahab”. (Surabaya: CV. Garuda Mas Sejahtera. 2016).
Ali Chozin, Muhammad. “Strategi Dakwah Salafi di Indonesia”. (Jurnal Dakwah,
Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013).
Hidayat, Dady. “Gerakan Dakwah Salafi di Indonesia pada Era Reformasi”.
(Jurnal Sosiologi MASYARAKAT Vol. 17, No. 2. Juli 2012).
Kurniawan, Anwar dan Aminuddin, Ahmad. “Muhammad Thalib, Majelis
Mujahidin Indonesia, dan Tafsir Ayat-Ayat PenegakanSyariat Islam di
Indonesia”. (Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Volume 8,
Nomor 1, Juni 2018).
N Raditya, Iswara & Nancy, Yonda. “Sejarah Hidup Jafar Umar Thalib:
Wafatnya Panglima Laskar Jihad”. https://tirto.id/eg33. (diakses pada 3
Oktober 2020)
Rosadi, Aden. “Gerakan Salaf”. (TOLERANSI: Media Komunikasi Umat
Bergama, Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015).
Wikipedia bahasa Indonesia. “Jafar Umar Thalib ”.
https://id.wikipedia.org/wiki/Ja%27far_Umar_Thalib, (diakses pada 3
Oktober 2020).

Anda mungkin juga menyukai