Dosen pengampu:
Drs. Sukarma M, Ag.
Disusun oleh:
Dea Safitri Nawa El Nabila (03010221005)
1
Uswatun Hasanah, ‘JARINGAN ISLAM LIBERAL : SEJARAH DAN PERKEMBANGAN 2001-2010 - Digilib UIN Sunan
Ampel Surabaya’.
masyarakat. Dengan semboyan “Islam yang membebaskan” kelompok yang kemudian
mengusung bendera “Jaringan Islam Liberal” disingkat JIL berhasil membetot
perhatian banyak kalangan baik yang pro maupun yang kontra.
Reputasi JIL makin meningkat terutama disebabkan program Islam dan
masyarakat sipil yang diselenggarakan oleh komunitas Teater Utan Kayu (TUK).
Kegiatan yang dilakukan komunitas ini, antara lain melakukan proyek riset, publikasi
buku, stasiun radio, pertunjukkan seni dan forum diskusi. Komunitas ini juga
menerbitkan majalah dan jurnal. Program Islam dan Masyarakat sipil adalah
merupakan kerja sama antara TUK dan TAF yang dikelola Ulil Abshar Abdalla.
Adanya komunitas ini, memberikan dukungan terhadap JIL. Sehingga hal ini,
dimanfaatkan dengan baik oleh JIL. Misalnya, dalam mempromosikan pemikiran
mereka, salah satunya lewat radio.2
Adapun beberapa berikut beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya JIL
ke Indonesia:
a. Adanya Kolonialisme Barat yang begitu panjang, karena pada dasarnya
paham Liberalisme berasal dari Barat.
b. Banyaknya para pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan diluar
negeri, khususnya di negeri Barat. Walaupun para intelektual tersebut
sebenarnya berasal dari Timur Tengah. Namun, karena sudah
mengenyam pendidikan di luar negeri (Barat), maka disana banyak
para intelektual Islam yang pemikirannya dianggap liberal.
B. Tokoh-tokoh JIL
Berikut nama-nama tokoh senior aktivis islam liberal:
1. Ulil abshar abdallah
2
Dr H Adian Husaini, ‘LIBERALISASI ISLAM DI INDONESIA’.
Ulil Abshar Abdalla adalah seorang cendekiawan muslim atau lebih
dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL). Ulil lahir
di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 11 Januari 1967. Ulil menyelesaikan
pendidikan menengahnya di Madrasah Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, Jawa
Tengah yang diasuh oleh Alm.K.H. M. Ahmad Sahal Mahfudz (Mantan Ketua
MUI dan juga tokoh Nadhlatul Ulama). Ketika menempuh pendidikan di
Madrasah, Ulil memiliki ketertarikan yang cukup besar pada bidang sastra
Indonesia. Dapat dikatakan, bahwa Ulil adalah seorang sosok yang memiliki
kultur santri yang cukup kental karena sejak kecil hingga menempuh sekolah
menengah,ia banyak bersentuhan dengan tradisi pendidikan keagamaan,
sesuatu yang menjadi ciri khas kalangan Nadhlatul Ulama (NU).
Ulil dikenal sebagai salah satu tokoh cendekiawan muda muslim yang
mempelopori pembentukan Jaringan Islam Liberal (JIL). Ia mendirikan JIL
karena dua alasan utama. Pertama, Ulil melihatbahwa pasca reformasi
terjadikecenderungan keagamaan yang fundamentalistis, radikal, dan pro
terhadap kekerasan. Untuk itulah JIL hadir sebagai kritik terhadap munculnya
kecenderungan tersebut.Kedua, JIL hadir untuk mendiseminasi ajaran Islam
yang rasional, kontekstual, humanis, dan pluralis, sehingga dapat relevan
dengan realitas sosial yang selalu berubah-ubah.3
Nama Ulil menjadi sangat melambung ketika iamelontarkan
gagasannya dalam sebuah tulisan di Kompas tertanggal 18 November
2002yang berjudul Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam. Sejak
kemunculan artikel Ulil di harian Kompas, nama Ulil menjadi bulan-bulanan
oleh kelompok Islam radikal yang memiliki cita-cita untuk mewujudkan
negara yang berlandaskan syariat Islam, seperti Front Pembela Islam (FPI),
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Majelis Mujahidin Indonesia(MMI).
Di tengah kuatnya hantaman yang menerpa Ulil, Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) hadir membela Ulil melalui sebuah artikel yang berjudul “Ulil
dengan Liberalismenya”. Menurut Gus Dur, umat Islam tak perlu terburu-buru
memberi cap kafir pada Ulil karena ia sendiri adalah seorang muslim.4
2. Djohan effendi
3
Muhamad Afif Bahaf, Islam Liberal Indonesia: Tokoh, Gagasan Dan Respon Kritis (Penerbit A-Empat, 2015).
4
Lahir pada tanggal 1 Oktober 1939 di kalimantan selatan. Pendidikan
Djohan effendi yakni di Pendidikan Guru Agama (PGA) di ibu kota Provinsi,
Banjarmasin. Setelah itu, Djohan Effendi melanjutkan studi ke Pendidikan
Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta. Setelah dari PHIN, Johan berkarir di
Departemen Agama sebagai pegawai yang bertugas di daerah Amuntai,
Kalimantan Selatan, akibatnya ia harus menunda karir pendidikannya selama
dua tahun. Namun, Djohan Effendi mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena mendapatkan tugas belajar
dari tempatnya bertugas, ia masuk ke Fakultas Syari’ah IAIN (sekarang UIN)
Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mendalami kajian tafsir.
Pada saat mahasiswa, Djohan effendi terlibat dalam organisasi
kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Selepas lulus dari
IAIN, Djohan Effendi ditempatkan di Sekretariat Jendral Departemen Agama.
Tidak lama kemudian, ia diangkat menjadi staf pribadi Menteri Agama yang
saat itu dijabat oleh Mukti Ali. pada tahun 1998 Djohan Effendi diminta oleh
Malik Fadjar menjadi Menteri Agama sebagai Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan (Kabalitbang) Departemen Agama, pada tanggal 20 Oktober
1998. Menurut Djohan effendi kewajiban negara adalah melayani hajat
keberagamaan warganegaranya, seperti melayani hajat pendidikan,
transportasi dan lain-lain. Dalam kerangka itulah sebenarnya hubungan antara
agama dan negara. Negara melayani agama, bukan mengatur.5
3. Azyumardi Azra
Azyumardi lahir di Lubunk Alung, Sumatera barat. Pada tanggal 4
Maret 1955. Riwayat pendidikan sarjana di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta
pada tahun 1984. Selanjutnya pendidikan master di Columbia University,
disini ia mengambil dua departemen, yakni departemen budaya timur pada
tahun 1982 dan departemen sejarah pada tahun 1992.
Perkembangan intelektual Azyumardi Azra di mulai pada saat
mengambil gelar sarjana di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN
Syarif Hidayatullah) yang secara aktif mengikuti Forum Diskusi Mahasiswa
Ciputat (Formaci), kemudian aktif di Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah
IAIN Jakarta dengan posisi sebagai Ketua, aktif juga di HMI dan pernah
menjadi Ketua HMI Komisariat Ciputat, dilanjutkan aktif di dalam lingkungan
5
Muh Idris, ‘Potret Pemikiran Radikal Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia’, Kalam, 8.2 (2014), 367–88.
LP3ES dan LIPI. Setelah meraih gelar doktor, kiprahnya semakin berkembang
dengan banyak memberikan ilmu di universitas dan ceramah ilmiah baik di
dalam maupun di luar negeri.
C. Pemikiran Jaringan Islam Liberal
Menurut Fachri Aly dan Bactiar Effendi, terdapat empat versi islam liberal,
yaitu:
6
Taufani Taufani, ‘Relasi Islam Dan Kebebasan: Telaah Atas Pemikiran Ulil Abshar Abdalla’, Jurnal Dakwah
Tabligh, 17.2 (2016), 85–100.
Sikap pro-kontra terhadap JIL dipetakan menjadi 2 bentuk, yaitu fisik dan
intelektual. Dalam bentuk intelektual dapat dilihat dari terbitnya beberapa buku yang
mendapatkan tanggapan negatif maupun positif dari masyarakat.
Dari hasil analisis saya diatas, dengan memandang dua pemikiran tokoh
diatas dengan latar belakang yang sama bukan berarti masalah muamalah seperti ini
bisa ditoleransi. Suatu hukum dalam islam tetap berpegang teguh pada tempatnya.
Salah dan benarnya suatu agama pastinya islam yang menjadi pemenangnya karena
sudah tertulis lengkap di dalam kalam Allah, Alquran. Yang diturunkan oleh malaikat
Jibril kepada nabi terakhir, Nabi Muhammad saw untuk umatnya.