Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PEMIKIRAN POLITIK MUHAMMAD IQBAL

Untuk Memenuhi Mata Kuliah “Pemikiran Politik Islam Modern”

Dosen Pengampu :

Dr. H. Ainur Rofiq Al Amin, SH, M.Ag

Kelompok 4:

M Chindra Bagas (07020420010)

Widya Khadijah (07020420016)

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022
A. Latar Belakang Sosial Politik Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Punjab, Pakistan pada 9 November 1877. 1 Nenek
moyang beliau berasal dari keluarga Muslim taat yang memeluk agama Islam tiga abad sebelum
kelahirannya. Ayah dan kakeknya adalah orang-orang yang selalu hidup dalam tradisi sufistik.
Pendidikan awalnya ditangani oleh ayahnya sendiri. Kemudian ia dimasukkan ke maktab
(madrasah) untuk belajar Al-Qur’an. Selanjutnya, Iqbal masuk Scottish Mission Schoo di
Sialkot. Disini ia bertemu dan belajar dengan Mir Hasan, seorang ulama sufi yang kelak
memberi pengaruh dalam perkembangan pemikiran dan kepribadiannya.

Menurut Wilfred Cantwell Smith, yaitu seorang ahli Ilmu Perbandingan Agama yang
terkenal dengan teori personalisasi (personalization) dapat mengkaji agama pada aspek
pemahaman doktrin dengan metode perbandingan. Ia mengatakan bahwa ada tiga hal yang turut
memengaruhi perkembangan pemikiran keislaman Iqbal ketika berada di Eropa. Hal ini kelak
semakin mengkristal dalam aktivitas dan gerakanannya, setelah ia kembali ke negerinya, India
untuk menyadasrkan umat Islam yang sedang terlena. Pertama, vitalitas dan aktivitas kehidupan
orang Eropa yang luar biasa, ; Kedua, berhubungan dengan yang pertaman, Iqbal menangkap visi
yang sangat mungkin dikembangkan dalam kehidupan bangsa-bangsa Timur berupa potensi diri
yang telah begitu luas dikembangkan oleh orang Barat; dan Ketiga, ada bagian tertentu
kehidupan Barat yang melahirkan manusia-manusia yang terpecah kepribadiannya. Peradaban
Barat yang ditandai semangat kapitalisme dan liberalism, dalam pandangan Iqbal , memberikan
andil yang besar bagi tumbuhnya keputusan individu.

Iqbal merupakan sosok yang kritis dalam menghadapi dan menanggani nilai-nilai Barat.
Iqbal dapat menerima vitalitas dan dinamika masyarakatnya yang begitu tinggi dalam
menjalankan kehidupan, karena hal ini tidak bertentangan dengan Islam. Sebaliknya, hal-hal
yang berlawanan dengan semangat ajaran Islam dikecam Iqbal. Peradaban Barat memang maju,
tetapi kering dari nilai-nilai spiritual keagamaan. Dalam syairnya, Iqbal mengungkapkan bahwa
peradaban Barat sebenarnya merupakan lembah kegelapan yang kekurangan mata air kehidupan.
Dalam pergulatannya dengan nilai-nilai Barat, Iqbal melihat ada yang hilang dari peradaban
Barat, yaitu semangat spiritual dan transendental. Barat terlalu menumpukkan segala
permasalahan pada akal rasio dan menafikan keberadaan hal-hal yang bersifat immateri.

1
Muhammad Iqbal dan Amin Husein N., Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: PRENADAMEDIA, 2010) hlm 87.
Di India, Iqbal juga terlibat aktif dalam kegiatan politik di negerinya. Ia menerjunkan diri
dalam upaya kemerdekaan umat Islam untuk mengatur hidupnya sendiri terlepas dari dominasi
Hindu India. Iqbal melihat tidak ada keharmonisan hubungan Muslim-Hindu di India. Umat
Islam selalu menjadi korban agitasi politik orang-orang Hindu. Iqbal terpilih menjadi Dewan
Legeslatif, selain itu Iqbal juga menjadi salah seorang tokoh teras Liga Muslim, organisasi
politik umat Islam yang menuntut negara sendiri yang terpisah dari dominasi Hindu. Di partai ini
Iqbal mengkristalisasi gagasannya tentang pemisahan umat Islam dalam suatu negara dari
masyarakat Islam. Sebagai presiden Konferensi Tahunan Liga Muslim di Allahbad, untuk
pertama kalinya Iqbal menyampaikan pidato dan seruannya untuk pembagian India menjadi dua
bangsa. Baginya, umat Islam hanya dapat tetap hidup dan bertahan di bumi India dengan
memiliki pemerintahan sendiri yang terlepas dari dominasi umat Hindu. Dalam sebuah suratnya
kepada Muhammad Ali Jinnah, Iqbal menyatakan bahwa jalan terbaik yang bisa mengantarkan
perdamaian di India adalah pemisahan negara tersebut berdasarkan prinsip-prinsip ras,
keagamaan, dan bahasa.

Sejak tahun 1955, kondisi kesehatan Iqbal menurun drastis. Penyakit kencing manis yang
dideritanya semakin menggerogoti Iqbak. Akhirnya, pada 21 April 1938 Iqbal mengembuskan
napas terakhir. Meskipun tidak sempat menyaksikan wujud impiannya berdiri satu negara
tersendiri di anak Benua India, cita-cita ini dilanjutkan oleh temannya Muhammad Ali Jinnah.
Dan akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1947, umat Islam pun berhasil mendapatkan satu negara
merdeka yang terlepas sari hegemoni Hindu dengan nama Pakistan.

B. Pandangan Politik Muhammad Iqbal


Menurut Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar Metafisika Iqbal, memiliki beberapa
pemikiran yang fundamental, yaitu intuisi, diri, dunia, dan Tuhan. Baginya, Iqbal sangat
berpengaruh di India, bahkan pemikiran muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa
mengkaji ide-idenya secara mendalam. Namun yang diketahui dan dipahami oleh masyarakat
dunia dengan bukti berupa lieratur-literatur yang beredar luas, iqbal adalah seorang negarawan,
filosof dan sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan
karya-karyanya mencerminkan hal itu. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang
fundamental (intuisi, diri, dunia, dan Tuhan) itulah yang mengerakkan dirinya untuk berperan di
India pada khususnya dan di belahan dunia timur ataupun barat pada umumnya, baik sebagai
negarawan maupun sebagai agamawan.2

Sepulangnya dari Eropa, Iqbal terjun ke dunia politik, bahkan menjadi tulang punggung
Partai Liga Muslim India. Ia terpilih menjadi anggota legislatif Punjab dan pada tahun 1930
terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya pun semakin
harum ketika dirinya diberi gelar “Sir” oleh pemerintah Kerajaan Inggris di London atas usulan
seorang wartawan Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal di bidang intelektual dan
politiknya. Gelar ini menunjukan pengakuan dari Kerajaan Inggris atas kemampuan
intelektualitasnya dan memperkuat Bargaining Position politik perjuangan umai Islam India pada
saat itu.

Pemikiran dan aktifitas Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam (Pakistan) ia tunjukan sejak
terpilih menjadi Presiden Liga Muslim tahun 1930. Ia memandang bahwa tidaklah mungkin
umat Islam dapat bersatu dengan penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki
keyakinan berbeda. Oleh karenanya ia berpikir bahwa kaum muslimin harus membentuk negara
sendiri. Ide ini ia lontarkan ke berbagai pihak Liga Muslim dan mendapatkan dukungan kuat dari
seorang politikus muslim yang sangat berpengaruh, yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang
mengakui bahwa Negara Pakistan adalah dari Iqbal), bahkan didukung pula oleh mayoritas
Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi front melawan Inggris. Bagi
Iqbal, dunia Islam merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan
yang akan dibentuk menurutnya adalah salah satu republik itu. Sebagai seorang negarawan yang
matang, tentu pandangan-pandangannya terhadap ancaman luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal,
budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti spiritual dan jauh dari norma
insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk budaya Barat. Dia yakin bahwa faktor
terpenting bagi reformasi dalam diri manusia adalah jati dirinya. Dengan pemahamannya yang
dilandasi di atas ajaran Islam itulah maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri terhadap
umat Islam dan identitas keislamannya. Umat Islam tidak boleh merasa rendah diri menghadapi
budaya Barat. Dengan cara kaum muslimin dapat melepaskan diri dari belenggu imperialis. 3

2
Choiriyah, Muhammad Iqbal; Pemikiran Politik dan Sumber Hukum Islam, Jurnal Ilmu Syariah, FAI Universitas Ibn
Khaldun (UIKA) Bogor Vol. 4 No. 1 (2016), pp. 87-102, hlm 92, link: https://www.academia.edu/31855354
3
Ibid, hlm 93.
Iqbal juga memiliki pandangan politik yang khas, yaitu gigih menentang nasionalisme
yang mengedepankan sentimen etnis dan kesukuan (ras). Bagi dia, kepribadian manusia akan
tumbuh dewasa dan matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentimen nasionalisme. M.
Natsir menyebutkan bahwa dalam ceramahnya yang berjudul Structure of Islam, iqbal
menunjukkan asas-asas suatu negara dengan ungkapannya.4

“Didalam agama Islam spiritual dan temporal, baka dan fana, bukanlah dua daerah yang
terpisah, dan fitrah suatu perbuatan betapapun bersifat duniawi dalam kesannya di tentukan oleh
sikap jiwa dari pelakunya. Akhir-akhirnya latar belakang ruhani yang kentara dari sesuatu
perbuatan itulah yang menentukan watak dan sifat amal perbuatan itu. Suatu amal perbuatan
ialah temporal (fana), atau duniawi, juga amal itu dilakukan dengan sikap yang terlepas dari
kompleks kehidupan yang tak terbatas. Dalam agama Islam yang demikian itu adalah seperti
yang disebut orang “gereja” kalau dilihat dari satu sisi dan sebagai “negara” kalau dilihat dari
sisi lain. Itulah maka tidak benar kalau gereja dan negara disebut sebagai dua fase atau dua
belahan dari barang yang satu. Agama Islam adalah suatu realita yang tak dapat dipecah-
pecahkan seperti itu”.

Demikian tegasnya prinsip Iqbal, maka ia berpandangan bahwa dalam Islam politik agama
tidaklah dapat dipisahkan, bahwa negara dan agama adalah dua keseluruhan yang masing-masing
tidak terpisah satu sama lain. Dengan gerakan membangkitkan Khudi (pribadi; kepercayaan diri)
inilah Iqbal dapat mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari keterpurukan yang dialami
dewasa ini. Ia kembalikan semangat yang dulu dapat dirasakan kejayaannya oleh umat Islam.
Ujung dari konsep kepercayaan diri inilah yang pada akhirnya membawa Pakistan berdiri dan ia
disebut sebagai Bapak Pakistan.

Individu,ego,pribadi atau khudi adalah bagian terpenting dalam filsafat Iqbal. Filsafat
khudi-nya merupakan dasar yang menopang gagasan-gagasannya tentang politik kenegaraan dan
menjadi landasan bagi seluruh konstruksi pemikirannya. 5 Dan filsafat khudi-nya juga merupakan
jawaban atas keperihatinannya terhadap kolonialisme bangsa Barat yang menguasai hampir
seluruh Dunia Islam.

4
Ibid, hlm 94.
5
Muhammad Iqbal dan Amin Husein N., Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: PRENADAMEDIA, 2010) hlm 94.
Menurut Iqbal, sebagai individu, manusia adalah suatu kegiatan penciptaan yang terus-
menerus dari satu semangat meningkat bergerak ke depan dan naik dari satu keadaan kepada
keadaan yang lain. Manusia harus senantiasa menciptakan perubahan-perubahan nutuk mencapai
kemajuan. Oleh karena itu,manusia harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan potensi
kekayaan batinnya. Sebab, bila manusia sudah merasa puas dengan keadaannya dan berhenti
merasakan desakan internal khudi-nya untuk bergerak maju, maka semangatnya akan membantu
dan ia pun terjatuh ke derajat benda mati.6

C. Konsep Negara Islam menurut Muhammad Iqbal


Iqbal dalam karyanya “Political Thought in Islam”, mengungkapkan bahwa ”Cita-cita
politik Islam adalah terbentuknya suatu bangsa yang lahir dari peleburan dari semua ras”. 7
Terpadunya ikatan batin masyarakat ini timbul tidak dari kesatuan etnis atau geografis, tapi dari
kesatuan cita-cita politik dan agamanya. Keanggotaan atau kewarganegaraannya didasarkan atas
suatu “pernyataan kesatuan pendapat”, yang berakhir bila kondisi ini tidak berlaku lagi. Secara
kewilayahan, pemerintahan Islam adalah transnasional, yang meliputi seluruh dunia. Walaupun
upaya orang Arab untuk menegakkan suatu tatanan Pan Islam yang demikian gagal melalui
penaklukan pembentukannya, akan tetapi merupakan cita-cita yang akan dapat dilaksanakan.
Sesungguhnya negara Islam yang ideal memang masih dalam benih.

Iqbal tetap berpendapat bahwa setiap Muslim memerlukan komunitas Islam guna
perkembangannya. Ia menolak pendapat bahwa Islam dapat dijadikan hanya sekadar etika
pribadi yang terpisah dari lingkungan sosio-politik. cita-cita keagamaan Islam adalah organis
dalam pertaliannya dengan tatanan sosial yang diciptakannya. Penolakan terhadap satu aspek,
akhirnya akan menyebabkan penolakan pada aspek lain. Muslim India berhak untuk berkembang
penuh dan bebas atas dasar garis-garis kebudayaan dan tradisinya sendiri, di tanah airnya sendiri
sebagimana cita-citanya.

Saya ingin melihat Punjab, Provinsi Perbataasan Laut, Sindi dan Bulukistan menjadi
satu dalam suatu negara Muslim India Barat Laut yang terkonsolidasi tampaknya bagi

6
Ibid, hlm 94.
7
Akmal Hawi, Muhammad Iqbal dan Ide-Ide Pemikiran Politiknya, Junal MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016,
hlm 247.
saya merupakan tujuan akhir kaum Muslim, setidak-tidaknya bagi umat Islam di India
Barat Laut.8

Iqbal adalah orang yang pertama kali menyerukan dibaginya India, sehingga kaum
Muslimin mempunyai tanah air yang khusus bagi mereka. Sebab tidak mungkin penduduk India
hidup sebagai satu kelompok dan dua kelompok yang tolong menolong, dan jalan terbaik yang
biasa mengantarkan pada perdamaian di India dalam kondisi yang demikian, hendaknya negeri
ini dibagi berdasarkan prinsip-prinsip ras, keagamaan, dan bahasa.

Di mata Iqbal, terbentuknya negara Islam (Islamic State) adalah sebuah keniscayaan,
obsesi ini didasarkan pada beberapa faktor:

1) Bentrok teologis antara Hindu – Muslim yang demikian akut.

2) Penetrasi dan tekanan keras imperialisme Inggris yang berkepanjangan.

Menurut Iqbal, umat Islam akan bisa melepaskan diri dari keterkungkungan jika berada
dalam satu negara kesatuan Islam, pemikiran di atas dilatar-belakangi oleh beberapa hal:

1) Konservatisme umat Islam, karena tidak kurang dari lima ratus tahun umat Islam
tenggelam dalam kejumudan,9 dan kajiannya hanya berkutat pada : matan, syari’ah, hasyiah
dam mukhtashar, dan nyaris tidak dapat menyelesaikan masalah umat Islam sendiri;

2) Di saat belajar di Eropa, ia melihat betapa besar filsafat Barat sudah mengalami kemajuan
yang amat pesat, sehingga Iqbal sendiri cenderung menggunakan pisau bedah sistem Barat
dalam menggugah umat Islam dari tidur nyenyaknya;

3) Sebuah keprihatinan yang ia lihat, bahwa secara sosio kultural bangsa India dihuni oleh
mayoritas masyarakat Hindu;

4) Imperialisme Inggris yang berkepanjangan.

Dari pandangannya tentang Al-Qur’an dan filsafat khudi-nya serta respons Iqbal terhadap
ideologi Barat, selanjutnya Iqbal mengembangkan gagasan kenegaraannya. Bagi Iqbal, tidak ada

8
Rodliyah Khuza’i, Pemikiran Politik Mohammad Iqbal, Jurnal Jilimbar Volume XIX No. 2 April - Juni 2003 : 179 –
194, hlm 188.
9
Akmal Hawi, Muhammad Iqbal dan Ide-Ide Pemikiran Politiknya, Junal MADANIA Vol. 20, No. 2, Desember 2016,
hlm 248.
pemisahan antara spiritual dan materiil, agama dan negara. 10 Keberadaan agama adalah untuk
mengembangkan kedua aspek tersebut dan menyelaraskannya dengan keinginan Tuhan. Negara
harus mampu menjabarkan prinsip-prinsip tauhid yang mengacu pada persamaan,
kesetiakawanan, dan kebebebasan. Negara merupakan usaha untuk mentransformasikan prinsip
tersebut kedalam kekuatan ruang dan waktu.

Kesimpulan
Iqbal hidup selama periode antar-dua zaman, masyarakat feodal lama dan kapitalis modern.
Berkat tempat kelahirannya, pendidikannya, dan perjalanannya ke Eropa, ia dapat menilai
kelebihan dan kekurangan kedua sistem tersebut. Ia mengagumi prestasi-prestasi Barat,
dinamisnya, tradisi intelektual dan kemajuan-kemajuan teknologinya Tetapi, iapun mengecam
imperialisme Eropa. Karena itu ia menganjurkan kembali ke Islam, dalam rangka membangun
suatu alternatif Islam untuk masyarakat Muslim modern.

Iqbal menghubungkan melemahnya Islam dengan komunitas Muslim yang menyimpang


dari prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, ia mengobarkan kembali akan semangat dinamis
Islam. Peristiwa-peristiwa yang terjadi selama hidupnya menghendaki beberapa perubahan., ini
tidak berarti mengabaikan seluruh cita-cita Pan Islam. Ia menyerukan agar tiap-tiap Muslim
menggalang solidaritas dan saling berhubungan seperti liga bangsa-bangsa, suatu liga yang
berakar dalam cita-cita bersama anggotanya. Kesamaan pendapat ini akan timbul pemahaman
yang penuh dengan cita-cita bersama. Setia kawan, dan hukum yang akhirnya dapat menghindari
jebakan-jebakan nasionalisme yang bersifat memecah belah dengan kecenderungannya terhadap
disintegrasi masyarakat.

Iqbal, merupakan pelopor dari reformisme Islam masa kini. Penekanannya pada kesatuan
dan totalitas pandangan dunia Islam, dan seruannya untuk suatu pembangunan kembali
pemikiran dan praktik Islam, merupakan dasar-dasar acuan bagi para reformis Islam mutakhir.
Bagi Iqbal, obat bagi suatu masyarakat yang tertinggal adalah suatu sintesa baru dari ilmu-ilmu
Barat dan Islam, yang akan merupakan jembatan antara tradisi dan modernitas. Ini tetap menjadi

10
Muhammad Iqbal dan Amin Husein N., Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: PRENADAMEDIA, 2010) hlm 101.
kebutuhan yang terasa, tetapi sukar dipahami, dan terus merupakan tantangan utama bagi
reformis masa kini yaitu munculnya “modernitas Islam”.

Daftar Pustaka

Choiriyah. (2016). Muhammad Iqbal; Pemikiran Politik dan Sumber Hukum Islam. Jurnal Ilmu Syariah,
FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor Vol. 4 No. 1, 87-102.

Hawi, A. (2016). Muhammad Iqbal dan Ide-Ide Pemikiran Politiknya. Junal MADANIA Vol. 20, No. 2, 241-
150.

Khuza’i, R. (2003). Pemikiran Politik Mohammad Iqbal. Jurnal Jilimbar Volume XIX No. 2, 179 – 194.

N, M. I. (2010). Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer. Jakarta:
PRENADAMEDIA.

Anda mungkin juga menyukai