Anda di halaman 1dari 9

Pemikiran Muhammad Iqbal: Pembaharuan Islam di Asia Selatan

Atsna Zakiyah A (A92218093)

Atsnazakiyy@gmail.com

Abstrak

Muhammad Iqbal adalah seorang pemikir dan penyair muslim terbesar pada abad XX yang
kreatif dan penuh kedinamisan, terbukti dengan adanya karya-karya yang di wariskan untuk
kaum muslim dan umat manusia. Gagasan Muhammad Iqbal khususnya pada pembaruan Islam
di India banyak dipengaruhi oleh dinamika sosial yang terjadi di kalangan masyarakat Eropa dan
pemahaman terhadap al-quran dan al-Hadits sebagai sumber etika mampu menangkap
perkembangan zaman. Menurut Muhammad Iqbal masyarakat Islam, jika ingin maju dan
berkembang harus bisa merubah pola pikir tentang adanya sikap asketis dan lebih
mensakralkan agama yang belakangan terjadi dalam pekembangan Islam. Menurut Iqbal
pemahaman terhadap Alquran dan Hadis sebagai sumber etika harus mampu mengadopsi
dinamika perkembangan zaman. Untuk itu, umat Islam harus mampu memahami kandungan
nash-nash Syara’ (Alquran dan Hadis) secara utuh dan mendalam guna menemukan solusi untuk
masalah sosial yang terus berkembang dan kompleks. Iqbal juga melihat pentingnya
mengalihkan kekuasaan ijtihad individual kepada ijtihad kolektif (ijma)’.

Kata Kunci : Muhammad Iqbal, Pemikiran, Pembaharuan Islam


Pendahuluan

Peradaban Islam di Asia Selatan khususnya India dimulai setelah berakhirnya era
Abbasyiah di Baghdad dan era Umaiyah di Cordova. Sebelumnya masyarakat India mayoritas
beragama Hindu. Karena memang sebelum Islam datang terdapat dua bangsa yang sangat
berpengaruh di India yaitu bangsa Dravida dan bangsa Arya. Setelah itu Islam datang di
India dibawa oleh para pedagang Arab yang melakukan transaksijual belidengan masyarakat
India. Pada saat Islam hadirpun hubungan perdagangan antara India dan Arab masih terus
dilanjutkan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang
sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang
dipengaruhi Islam.1
Islam diperkenalkan ke India untuk pertama kali ketika Muhammad Ibn al-Qasim, jenderal
Arab zaman Bani Umayyah yakni pada masa khalifah Al-Walid. Penaklukan ini dilakukan oleh
pasukan Umayyah yang dipimpin oleh panglima Muhammad Ibn al-Qasim. Selanjutnya
pemerintahan Islam di India dikuasai oleh khalifah Al-Mansur dari Daulah Abbasiyah setelah
berakhirnya Daulah Umayyah. Setelah Ghaznawi hancur muncullah beberapa dinasti kecil yang
mneguasai India. Negara terakhir adalah Imperium Mughal yang menguasai hampir seluruh anak
benua itu.2 Sebelumnya telah pernah diusahakan persatuan Hindu Muslim dalam satu Negara
Nasional India. Kenyataan tersebut telah dibuktikan oleh para pejuang-pejuang tokoh
Pembaharuan di India seperti Syah Waliyullah, Sayyid Ahmad khan, Muhammad Iqbal,
Muhammad Ali Jinnah dan organisasi Liga Muslim. Tujuannya untuk tercapai berdirinya negara
Islam Pakistan pada tanggal 15 Agustus 1947.3
Keadaan umat Islam sebagai minoritas semakin tertindas oleh keberadaan mayoritas umat
Hindu. Orang-orang Hindu secara terus menerus menekan, mengintimidasi ketenangan kaum
muslimin India. Dalam rapat tahunan Liga Muslimin di tahun 1930 Muhammad Iqbal
menegaskan tujuan membentuk Negara sendiri diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi
tujuan perjuangan nasional umat Islam India.4

1
Mohammad Rizqillah Masykur. 2018. “Pembaharuan Islam di Asia Selatan Pemikiran Muhammad Iqbal”. Jurnal
Al-Makrifat Vol 3, No 1. Hal 2
2
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), hal. 142.
3
Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hal. 158.
4
Adinda Mastari Lubis. Skirpsi. “Kontribusi Muhammad Iqbal Terhadap India-Pakistan Tahun 1876-1938”. (Bandar
Aceh: UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY, 2019) hlm 4-5
Biografi Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal merupakan seorang penyair, filsuf serta pembaru Islam, Ia lahir di
Sialkot, Punjab. Mengenai tahun kelahirannya terdapat perbedaan pendapat, pertama pendapat
yang didukung oleh Miss Luce-Claude Maitre, Osman Raliby dan Bahrum Rangkuti yang
mengatakan bahwa Iqbal lahir pada tanggal 22 Februari 1873, sementara pendapat yang kedua
dikemukakan W.C Smith yang mengatakan bahwa Iqbal lahir pada tahun 1876. Sedangkan J.
Mark dari Universitas Praha mengatakan bahwa Iqbal lahir pada tanggal 9 November 1876.1
Sedangkan dalam buku yang berisi tentang Seminar Pemikiran Islam yang ber-tema “Iqbal dan
Pembentukan Semula Identiti Muslim” or Iqbal and The Revivification Of The Muslim Identity,
tertulis bahwa Iqbal lahir pada 9 November 1877 di Punjab. Muhammad Nur, orang tua Iqbal, ia
adalah seorang pegawai negeri, tetapi berhenti dan beralih profesi sebagai pedagang. Dia adalah
seorang yang saleh dan memiliki kecendrungan yang kuat pada mistik.5

Ayah Muhammad Iqbal bernama Nur Muhammad yang merupakan seorang muslim yang
saleh dan pengamal tasawuf (sufi) yang telah mendorong Iqbal untuk menghafal Al-Quran secara
teratur.3 Kondisi semacam inilah yang memotivasi Iqbal untuk memiliki jiwa keagamaan dan
kecenderungan spiritualitas secara teguh serta mempengaruhi perilaku Iqbal secara menyeluruh.
Ibunda Iqbal, Imam Bibi juga dikenal sebagai seorang yang sangat religius. Di bawah bimbingan
kedua orang tua inilah Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering
berkata bahwa pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi
oleh kedua orang tuanya tersebut.6

Dari Punjab Iqbal pindah ke Lahore, salah satu kota besar di India. Di kota ini Iqbal masuk
Government College untuk meneruskan studinya. Setelah Iqbal menyelesaikan studinya di
Government College Lahore, ia di angkat menjadi staf dosen di perguruan tinggi pemerintah
(Government College) menjadi pengajar di bidang ilmu sejarah dan filsafat di samping bahasa
Inggris. Karena keluasan wawasan ilmu pengetahuan, keluhuran moral serta pandangannya,
menjadikan ia sangat terkenal dan di pandang sebagai seorang pengajar yang berbakat.

Pada tahun 1905 atas anjuran nasehat dan dorongan T.W Arnold seorang orientalis yang
berkebangsaan Inggris yang merupakan salah satu guru Iqbal di Goverent College, akhirnya

5
W.F Smith, Modern islam in india: A Social Analysis,Usha Publication, (New Delhi: 1979), hlm.188.
6
Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Teraju, 2003), hlm. 24
dapat mempangaruhi Iqbal untuk dapat melanjutkan studi pada Universitas Cambridge London.
Dari dia juga Iqbal memperoleh prinsip dan teknik penelitian modern serta kritik Barat terhadap
disiplin pengetahuan kuno.7

Di tanah airnya Iqbal aktif terjun dalam dunia pendidikan hukum dan politik, namun
kegemarannya menggubah puisi tidak pernah padam.Pada masa inilah, Iqbal melahirkan karya-
karya puisi sebagai sarana untuk mengekspresikan getaran kalbunya. Meskipun Iqbal pernah
menghirup ilmu pengetahuan dan pemikiran Barat selama tiga tahun keberadaannya di sana,
namun Iqbal tidak pernah merasa kagum terhadap kebudayaan Eropa, sebaliknya ia
mengkritiknya dan menunjukkan kelemahannya. Sebelum kembali ke Lahore Iqbal sempat
memperingatkan Barat tentang bencana yang akan menimpa mereka jika terus berpegang pada
paham meterialsme.

Pemikiran Muhammad Iqbal

1) Ketuhanan

Ketuhanan merupakan persoalan yang fundamental bagi setiap orang. Sebab


permasalahan ketuhanan menjadi tiik acuan seseorang dalam bersikap dan bertindak. Tentang
persoalan ketuhanan menurut Hasyimsyah Nasution, Iqbal mengalami tiga fase:

a. Fase ini terjadi dari tahun 1901 hingga kira-kira tahun 1908.

Pada tahap ini Iqbal cenderung sebagai mistikus-panteistik. Hal itu terlihat pada
kekagumannya pada konsepsi mistik yang berkembang di wilayah Persia, lewat tokoh-
tokoh tasawuf falsafi, seperti Ibnu Arabi. Puncak kekaguman itu terlihat jelas dalam
disertasi doktoralnya yang berjudul Development of Metaphysic in Persia. Pada tahapan ini
Iqbal meyakini bahwa Tuhan merupakan Keindahan Abadi, keberadaan-Nya tanpa
tergantung pada sesuatu dan mendahului segala sesuatu, bahkan menampakkan diri dalam
semuanya itu.

b. Fase ini terjadi pada tahun 1908 hingga tahun 1920.


7
Alim Roswantoro, Gagasan Manusia Otentik Dalam Eksistensialisme Religius Muhammad Iqbal, (Yogyakarta: IDEA
Press, 2008), hlm. 20
Pada fase ini Iqbal mulai menyangsikan tentang sifat kekal dari Keindahan beserta
efisiensinya, serta kausalitas akhirnya. Sebaliknya tumbuh keyakinan akan keabadian cinta,
hasrat dan upaya atau gerak. Kondisi ini menurut Hasyimsyah tergambar dalam karya Iqbal
yang berjudul Haqiqat-IHusna (Hakikat Keindahan). Pada tahap ini, Iqbal tertarik pada
Jalaludin Rumi yang dijadikannya sebagai pembimbing rohaninya. Pada tahap ini, Tuhan
bukan lagi dianggap sebagai Keindahan luar, tetapi sebagai keakuan abadi, sementara
keindahan hanyalah sebagai sifat Tuhan di samping keesaan-Nya. Sebab itu, Tuhan
menjadi asas rohaniah tertinggi dari segala kehidupan.

c. Fase ini berlangsung dari tahun 1920 sampai 1938.

Fase ini merupakan pengembangan dari fase yang kedua di mana fase yang ketiga ini
Iqbal mematangkan konsep ketuhanannya. Dalam fase ini, Iqbal berpendapat bahwa Tuhan
adalah “Hakikat sebagai suatu keseluruhan”, dan hakikat sebagai suatu keseluruhan pada
dasarnya bersifat spiritual, dalam arti suatu individu dan suatu ego. Tegasnya, Ia adalah
ego mutlak, karena dia meliputi segalanya serta tidak ada sesuatu apapun di luar Dia. Dia
merupakan sumber segala kehidupan dan sumber dari mana ego-eego bermula, yang
menunjang adanya kehidupan itu.8

2) Ego

Ego atau Khudi dalam bahasa urdu merupakan tema yang sentral dalam pemikiran
filsafat Iqbal. Seluruh sistem pemikiran Iqbal tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan
sebagai ego. Khudi merupakan turunan atau bentuk kecil dari kata Khuda yang berarti Tuhan,
sedang Khudi sendiri berarti diri, pribadi atau ego. Menurut Iqbal, realitas yang ada merujuk
pada wujud Tuhan, manusia dan alam, tetapi realitas yang ada dan sebenarnya adalah wujud
dari realitas absolut, wujud absolut atau ego mutlak. Realitas absolut, ego tertinggi atau ego
mutlak juga terkandung di dalamnya ego-ego terbatas dalam wujudnya tanpa menghapus
eksistensi ego-ego terbatas.9

3) Insan Kamil

8
M.M. Syarif, Iqbal: Tentang Tuhan dan Keindahan. Terj. Yusuf Jamil (Bandung: Mizan, 1993), 36.
9
Alim Roswantoro, “Eksistensialisme Teistik Iqbal”, Hermineia. Jurnal Kajian Interdisipliner. 2. (Juli-Desember,
2004), 216.
Puncak pemikiran Iqbal tentang ego adalah Insan Kamil atau yang biasa disebut dengan
manusia ideal. Pemikiran Iqbal tentang Insan Kamil ada di dalam karya puisinya yang
berjudul Asrar-I-Khudi. Insan Kamil merupakan khalifah (wakil) Tuhan di bumi ini. Menurut
Effendi, Insan Kamil menurut Iqbal adalah seorang mukmin sejati yang dalam dirinya
terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan serta kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini di dalam
wujudnya yang tertinggi tercemin dalam akhlak nabawi.10

Menurut Iqbal, tujuan daripada keseluruhan hidup adalah membentuk Insan Kamil, dan
setiap individu haruslah berusaha untuk mencapainya. Oleh karena itu Iqbal memberikan
berbagai faktor tentang apa saja yang dapat memperkuat ego dan apa saja yang dapat
memperlemah ego. Menurut Iqbal, orang yang dapat memperkuat egonya adalah orang yang
sudah mencapai derajat Insan Kamil.

Pembaharuan Islam Muhammad Iqbal

1) Rekonstruksi Pemahaman Ajaran Islam

Muhammad Iqbal adalah seorang penyair dan filosof sekaligus. Namun pemikirannya
mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan
pembaruan Islam. Ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam selama ini disebabkan
kebekuan dalam pemikirannya. Sebagai ahli hukum, menurutnya, umat Islam mundur karena
cenderung melaksanakan hukum statis dan konservatif. Kelompok konservatif ini bahkan
menuduh golongan pemikir rasional Mu’tazilah sebagai biang perpecahan umat Islam.
Akhirnya, kelompok yang berpegang teguh pada tradisi yang keliru itu membawa umat agar
tetap memelihara persatuan dengan jalan lari kepada syari’at dalam arti sempit. 

Salah satu pendapatnya yang brilian adalah: “Orang kafir yang aktif dan dinamis lebih
baik daripada muslim yang suka tidur”.  Menurutnya, intisari hidup adalah gerak, sedangkan
hukum hidup adalah menciptakan. Ia selalu mengajak umat Islam untuk senantiasa
menciptakan dunia baru. Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam ini
bersifat statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan
perubahan dalam hidup sosial manusia.

10
Djohan Effendi, “Adam, Khudi, dan Insan Kamil: Pandangan Iqbal tentang Manusia” dalam Insan Kamil, ed. M.
Dawam Raharjo (Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1987), 25.
2) Sikap Muhammad Iqbal terhadap Dunia Barat

Di satu sisi, Iqbal tidak berpendapat bahwa Baratlah yang harus dijadikan sebagai
model. Barat, menurutnya, banyak dipengaruhi oleh materialisme dan mulai meninggalkan
agama. Yang harus diambil dari Barat hanya ilmu pengetahuannya. Namun, di sisi lain, jika
kapitalisme Barat ia tolak, sosialisme Barat dapat ia terima. Kapitalisme dan imperialisme
Barat tak dapat diterimanya, sementara Islam dan sosialisme ia lihat ada persamaan.

Dengan demikian, seperti disebutkan oleh Mukti Ali (1995), Iqbal adalah produk dari
kekuatan yang satu sama lain saling bertentangan; seorang muslim sosialis, juga berpaham
sangat reaksioner. Namun, pada dasarnya, ia adalah seorang pemikir yang kuat yang tidak
terikat oleh adat kebiasaan, dan lebih menghadap ke depan daripada ke belakang. Ia benar-
benar mencintai lembaga-lembaga Islam

3) Nasionalisme Muhammad Iqbal = Pan-Islamisme

Pemikiran Iqbal di bidang kenegaraan dan aktivitasnya dalam memajukan negara Islam,
dimulai ketika ia dipilih menjadi presiden Liga Muslimin pada tahun 1930. Dengan
kedudukannya ini, ia sebagai nasionalis yang sesungguhnya tetapi bukan dalam arti sempit.

Ia dengan jeli melihat ketidakmungkinan bersatunya warga India yang amat berbeda ras,
keyakinan, dan sosial itu. Karenanya golongan muslim mesti memisahkan diri dan
membentuk negara sendiri. Dalam bentuk lain, pemikiran kenegaraan ini, sebenarnya
mengambil inti gerakan Pan-Islamisme. Meskipun Iqbal seorang nasionalis, tetapi
pertimbangan ini diarahkan semata-mata untuk keuntungan persatuan Muslim.11

11
https://www.harjasaputra.com/riset/kontribusi-muhammad-iqbal-terhadap-pemikiran-modern-islam-dan-
filsafat.html#sikap-iqbal-terhadap-dunia-barat. Diakses pada 3 Juni 2021 pukul 08:37
Kesimpulan

Muhammad Iqbal merupakan seorang penyair, filsuf serta pembaru Islam, Ia lahir di
Sialkot, Punjab. Mengenai tahun kelahirannya terdapat perbedaan pendapat, pertama pendapat
yang didukung oleh Miss Luce-Claude Maitre, Osman Raliby dan Bahrum Rangkuti yang
mengatakan bahwa Iqbal lahir pada tanggal 22 Februari 1873, sementara pendapat yang kedua
dikemukakan W.C Smith yang mengatakan bahwa Iqbal lahir pada tahun 1876.

Meskipun Iqbal pernah menghirup ilmu pengetahuan dan pemikiran Barat selama tiga
tahun keberadaannya di sana, namun Iqbal tidak pernah merasa kagum terhadap kebudayaan
Eropa, sebaliknya ia mengkritiknya dan menunjukkan kelemahannya. Sebelum kembali ke
Lahore Iqbal sempat memperingatkan Barat tentang bencana yang akan menimpa mereka jika
terus berpegang pada paham meterialsme.

Pemikiran Muhammad Iqbal tertuang menjadi tiga, Ketuhanan, Ego dan Insan Kamil.
Ketuhanan merupakan persoalan yang fundamental bagi setiap orang. Sebab permasalahan
ketuhanan menjadi tiik acuan seseorang dalam bersikap dan bertindak Ego atau Khudi dalam
bahasa urdu merupakan tema yang sentral dalam pemikiran filsafat Iqbal. Seluruh sistem
pemikiran Iqbal tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan sebagai ego. Khudi merupakan
turunan atau bentuk kecil dari kata Khuda yang berarti Tuhan, sedang Khudi sendiri berarti diri,
pribadi atau ego. Pemikiran Iqbal tentang Insan Kamil ada di dalam karya puisinya yang berjudul
Asrar-I-Khudi. Insan Kamil merupakan khalifah (wakil) Tuhan di bumi ini. Pembaharuan Islam
Muhammad Iqbal terdapat tiga yaitu Rekonstruksi Pemahaman Ajaran Islam Sikap Iqbal
Terhadap Dunia Barat dan Nasionalisme Iqbal = Pan-Islamisme.
Daftar Pustaka

Adinda Mastari Lubis. Skirpsi. “Kontribusi Muhammad Iqbal Terhadap India-Pakistan Tahun
1876-1938”. (Bandar Aceh: UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY, 2019)

Ali Kettani, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini, (Jakarta: Raja Grafindo, 2005),

Alim Roswantoro, “Eksistensialisme Teistik Iqbal”, Hermineia. Jurnal Kajian Interdisipliner. 2.


(Juli-Desember, 2004),
Alim Roswantoro, Gagasan Manusia Otentik Dalam Eksistensialisme Religius Muhammad
Iqbal, (Yogyakarta: IDEA Press, 2008),
Djohan Effendi, “Adam, Khudi, dan Insan Kamil: Pandangan Iqbal tentang Manusia” dalam
Insan Kamil, ed. M. Dawam Raharjo (Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1987),
Donny Gahral Adian, Muhammad Iqbal, (Teraju, 2003),
https://www.harjasaputra.com/riset/kontribusi-muhammad-iqbal-terhadap-pemikiran-modern-
islam-dan-filsafat.html#sikap-iqbal-terhadap-dunia-barat. Diakses pada 3 Juni 2021 pukul
08:37

M.M. Syarif, Iqbal: Tentang Tuhan dan Keindahan. Terj. Yusuf Jamil (Bandung: Mizan, 1993)
Mohammad Rizqillah Masykur. 2018. “Pembaharuan Islam di Asia Selatan Pemikiran
Muhammad Iqbal”. Jurnal Al-Makrifat Vol 3, No 1.

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: Karya Toha Putra, 2002),

W.F Smith, Modern islam in india: A Social Analysis,Usha Publication, (New Delhi: 1979),

Anda mungkin juga menyukai