Anda di halaman 1dari 13

Eksistensialisme Muhammad Iqbal Tentang Insan kamil

M. Fuadur Roziqin_1860302221005

Trisya Abdillah Imami_1860302222045

Siti Ma'rifatun Nur Chusnia_ 1860302223044

Kamelia Fadilla _ 1860302222028

Abstrak
konsep iqbal tentang tuhan merupakan kunci untuk memahami pemikiran
eksistensialismenya, karena pada keseluruhan pemikirannya ini mengacu pada
tauhid atau keyakinan yang teguh dan mendalam terhadap ke-esa-an ilahi. Dengan
tauhid ini manusia kian bertambah daya hidup dan daya juang, kian meluas
gairah, cinta, harapan dan kemauan, serta dapat menghilangkan rasa takut kepada
siapapun, kecuali tuhan yang maha esa.dalam konsep insan kamil mendekati
tuhan membuka peluang untuk menyempurnakan diri pribadi dan dapat
memperkuat kemauannya, pribadi dapat bergerak menuju kekesempurnaan
melalui pemahaman terhadap sifat-sifat tuhan, sehingga dapat menjadi manusia
utama yaitu insan kamil yang bereksistensi atau bertindak denagn dilingkupi sifat-
sifat tuhan ke dalam khudinya sendiri.

A. Pendahuluan
Manusia adalah mahkluk yang paling sempurna dia memiliki akal untuk berfikir
dan tak sama seperti mahkluk-mahkluk lain, manusia bisa memilih mau menjadi
apa dan seperti apa, tidak seperti pohon mangga yang harus tetap menjadi pohon
mangga dan pohon jambu harus tetap menjadi pohon jambu tidak boleh pohon
jambu menjadi strawberry, berbeda dengan tumbuhan, manusia bisa menentukan
sendiri kehidupan apa yang ia inginkan. Persoalan ini akan masuk kedalam filsafat
eksistensialisme, mengambil pengertian dari Soren Kierkegaard eksistensialisme
adalah filsafat yang menekankan pada keberadaan manusia, dimana manusia
dipandang sebagai suatu makhluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara
manusia berada di dunia dengan kesadaran. Manusia lahir dengan kebebasan
untuk memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Manusia tidak ditentukan oleh
takdir atau kondisi objektif, tetapi oleh pilihan-pilihan yang dibuatnya. aliran
eksistensialisme terbagi menjadi dua yaitu teistik dan antiteistik. Ateistik ini lebih
menonjolkan rasional dan empiris akan tetapi berbeda dengan teistik yang lebih

1
menonjolkan sisi ketuhanan. Salah satu tokoh eksistensialisme teistik adalah
Muhammad iqbal dengan konsep yang sangat terkenalnya yaitu insan kamil, iqbal
menilai bahwa pandangan eksistensialisme ateistik sangatlah berbeda dengan
konsep yang dia tuturkan bahwa manusia sejatinya adalah individu yang mampu
bertindak sesuai keinginannya. Agama bukanlah pengahalang untuk kita menjadi
bebas, melainkan tuhan malah memberi kita kebebasan dan kita tetap diberi hak
untuk memilih. Dari pernytaan tersebut apa sih itu kebebasan untuk itulah tim
penulis kelompok kami akan mencoba menggali lagi pandangan Iqbal tentang
eksistensialisme yang dia ungkapkan tentang sebenarnya apa itu insan kamil?
Agama menjadikan manusia tidak bebas begitu pandangan eksistensialisme ateis
berbeda dengan ateis para eksistensialisme teis seperti Muhammad iqbal
menganggap bahwa agama lah yang membuat manusia itu bebas! Apakah benar
agama membuat manusia lebih bebas? Untuk itu mari kita coba mengkaji
pemikiran eksistensialisme muhamad iqbal.

B. Biografi
Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 22 Februari 1873 di Saiklot, Punjab
(sekarang Pakistan) namun ada penelitian yang mengatakan bahwa Iqbal lahir
pada tanggal 9 November 1877. Dia lahir di keluarga terpandang nenek
moyangnya termasuk kedalam kasta Brahman kasymir karena keluarga dan nenek
moyangnya berasal dari lembah kasymir yang terkenal dengan kebijakan Rum dan
Tabriz nya. Ketika dinasti Moghul berkuasa pada saat itu yang menjadi dinasti
Islam terbesar di India, 300 tahun yang lalu salah satu nenek moyang Iqbal masuk
islam.

Iqbal termasuk dalam kalangan keluarga sufi, kakeknya bernama Syeikh


Muhammad Rofiq adalah seorang sufi yang zuhud, ayahnya bernama Syeikh Nur
Muhammad dia bekerja sebagai pegawai pemerintah awalnya, namun beralih
menjadi seorang pedagang, ibunya bernama Imam Bibi. Kisah hidup Iqbal tidak
banyak kisah tragisnya hanya pada saat sebelum dia lahir terjadi perang
kemerdekaan India tahun 1857 peristiwa ini dikenal dengan pemberontakan rakyat
India yang kemudian mengakibatkan sebanyak 500.000 rakyat India tewas

2
ditangan serdadu Inggris, kebanyakan dari korban tersebut adalah kaum muslim,
namun pada saat masa keputusasaan dan kekacauan tersebut kaum hindu malah
memperlihatkan perasaan bermusuhan kepada kaum muslim saat itu. Sangat ironis
sekali ditengah masa peperangan dimana seharusnya persatuan dan rasa senasib
sepenanggunan harus dijunjung tinggi malah yang muncul rasa permusuhan antar
kaum.

C. Masa pendidikan Muhammad Iqbal


Sebelum menempuh pendidikan formal Iqbal didik oleh ayahnya sendiri, ayahnya
mengirim ke sebuah surau untuk belajar Al- Quran dan menghafalkannya dan
juga beberapa ilmu agama ditempat tersebut, barulah setelah itu Iqbal menepuh
pendidikan formal tepatnya di Scottish Misions School di Sialkot. Sejak
menempuh pendidikan di Sialkot, Iqbal gemar menggunakan dan mengarang
syairsyair serta dapat mengesankan hati Mir Hasan pada sajaksajak karya Iqbal.
Sejak sekolah di Sialkot pula, dia sudah menampakkan bakat menggubah syair
dalam bahasa Urdu. Mir Hasan merupakan sastrawan yang sangat menguasai
sastra persia dan menguasai bahasa Arab. Iqbal yang gemar pada sastra dan
gurunya yang ahli sastra menyebabkan karier Iqbal memperoleh momentumnya
yang signifikan. Di dalam hati, Iqbal merasa banyak berutang budi kepada ulama
besar ini, oleh karena itu Iqbal mengisyaratkannya dalam salah satu sajak indah
menyentuh hati, yang berbunyi ”Nafasnya mengembangkan kuntum hasratku
menjadi bunga”.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sialkot, pada tahun 1895


Muhammad Iqbal yang cerdas dan penyair yang berbakat ini hijrah ke
Lahore untuk melanjutkan studinya di Governtment College sampai ia berhasil
memperoleh gelar B.A pada tahun 1897 kemudian ia mengambil program Masters
of Arts (MA) pada bidang filsafat pada tahun 1899. Ia juga mendapat medali emas
karena keistimewaanya sebagai satusatunya calon yang lulus dalam ujian
komprehensif akhir.

Dimasa kuliahnya di Governtment College, Iqbal telah mendapat bimbingan dari


seorang Orientalist bernama Thomas Arnold, yang pada waktu itu menjadi dosen
di Governtment College, Lahore. Pada tahun 1899 Iqbal sempat menjadi dosen di
Oriental College, Lahore, pada bidang bahasa Arab. Kemudian pada tahun 1905
ia meninggalkan Lahore dan hijrah menuju Eropa tepatnya di Inggris atas

3
dorongan dan bimbingan Thomas Arnold. Untuk melanjutkan studinya, Iqbal
masuk di Universitas Cambridge sebagai usahanya dalam mempelajari dan

mendalami bidang filsafat pada R.A. Nicholson. Pada Universitas ini, Iqbal juga
mendapat bimbingan dari para dosendosen filsafat terkemuka, diantaranya adalah
James Wart dan J.E Mac Tegart, seorang Neo Hegelian, dimana selain itu Iqbal
juga mengambil kuliah hukum dan ilmu politik di Lincoln Inn London dan
berhasil lulus ujian keadvokatan dan memperoleh gelar M.A. Dua tahun
kemudian, yakni pada tahun 1907 ia pindah ke Jerman dan masuk ke Universitas
Munich, di Universitas ini ia mendapatkan gelar Ph.D (Doktor) dalam bidang
filsafat dengan Disertasi berjudul “The Development of Metaphysics in Persia”
(Perkembangan Metafisika Persia). Dan ketika Disertasinya diterbitkan, ia
persembahkan pada Thomas Arnold. Hal itu berarti, selama tiga tahun di Eropa,
Iqbal meraih gelar formal Bachelor of Art (B.A) dalam bidang seni dan advokat,
serta gelar Doktor dalam bidang filsafat. Hal ini merupakan sebuah prestasi yang
spektakuler dan tentu sulit dicari tandingannya di abad modern ini.

Setelah menyelesaikan studinya selama tiga tahun, maka Iqbal kembali ke Lahore
untuk membuka praktik sebagai pengacara serta menjadi guru besar yang luar
biasa dalam bidang Filsafat dan Sastra Inggris pada Government College. 1

D. Mengenal Eksistensialisme
Eksistensialisme secara historis muncul pada awal abad ke sembilan belas,
meskipun masih dalam bentuk embrional. Usai perang dunia, filsafat ini
berkembang pesat dan berpengaruh kuat di Eropa dan Amerika. Eksistensialisme
muncul sebagai gerakan pemikiran yang menentang rezim rasionalisme dan
intelektualisme yang mengakar kuat dalam tradisi filsafat Barat. Filsafat Barat
telah melahirkan suatu tradisi panjang yang mengajarkan bahwa “ berpikir sama
dengan berada,” atau mengajarkan doktrin metafisik bahwa akal adalah reliatas
sejati.

Sejak paruh pertama abad ke sembilan belas, tradisi tersebut diguncang


oleh kemunculan aliran filsafat baru, eksistensialisme. Para tokoh dan pendukung
filsafat ini menentang doktrin esensialisme dari metafisika tradisional Barat.
Mereka menolak pandangan umum atau segala bentuk kolektivisme yang
cenderung mengabaikan dan memeras individualitas manusia. Kondisi-kondisi
1
Lidinillah, Ahmad SyafiiMaarif dan Muhammad Diponegoro, Percik-percik pemikiran Iqbal
(Yogyakarta: Shalahudin Press, 1983), 10

4
umum dari masyarakat bisa menjadi penjelasan yang baik bagi kemunculan dan
perkembangannya yang cepat di Eropa.

Kemunculan Eksistensialisme ini merupakan sikap protes atau reaksi atas


ajaran filsafat sebelumnya bahwa kebenaran dapat disamakan dengan akal.
Eksistensialisme menolak bahwa kebenaran selamanya dapat disamakan dengan
akal, sebuah tema sentral dalam pemikiran Plato, Kant, Hegel. Berlawanan
dengan pandangan itu, eksistensi tidak menyetarakan segala sesuatu dengan
pengetahuan konseptual, eksistensialisme menuntun kepada suatu pemeriksaan
eksistensi, faktisitasnya, emosi - emosinya, yang menegaskan bahwa eksistensi
harus menjadi kategori utama yang melaluinya konsep - konsep seperti esensi
harus dilihat.

Ketiga filosof yang disebut Nauman tersebut mempunyai kontribusi besar


kepada doktrin esensialisme, di samping filosof-filosof lain dalam abad
pencerahan. Secara khusus memang reaksi dan protes eksistensialisme ditujukan
kepada esensialisme Hegel, tetapi secata umum bisa merupakan reaksi dan respon
terhadap aliran filsafat dan bangunan pemikiran apapun yang mengarah kepada
kolektivisme, sistem. Demikian juga dengan pemikiran keagamaan. Pemikiran
keagamaan yang cenderung totalitarianism, absolutisme, sektarianisme dan
determinisme akan ditolak oleh eksistensialis teis. Karena pemikiran itu hanya
akan menundukkan individu kepada ikatan kelompok agama. Personalitas
beragamanya adalah personalitas kelompok. Hampir semua eksistensialis baik teis
maupun ateis mendekonstruksi pandangan Hegelianisme. Misalnya Nietzshe
menolak idealisme objektif Hegel dan menerima idealisme subjektif Kant yang
dimodifikasi dengan suatu serbuan non rasional menggantikan agnostisismenya.
Gabriel Marcel secara khusus memberikan reaksinya pada Hegelianisme2

Inggris, seperti pada diri Bradley. Ia menilai bahwa absolutisme Hegelian


membuat manusia kehilangan personalitasnya. Lebih kompleks lagi hubungan
Sartre dengan Hegel. Pencarian dan minat keduanya saling bertentangan. Sebagai
seorang eksistensialis, Sartre berminat pada inner experience, di pihak lain, Hegel
dan pengikutnya mencari objective truth, suatu sistem. Sartre berminat pada
emosi-emosi, Hegel pada akal murni. Minat fenomenologis Sartre berbicara
masalah meaning, obsesi rasionalis Hegel menghendaki integibility. Sartre
memandang bahwa manusia merupakan bagian dari proses yang di dalamnya ia
sedang berpartisipasi. Bagi Sartre, sejarah diindividualisasikan, masing-masing
manusia mempunyai kisahnya sendiri. Bagi hegel, sejarah dimutlakkan dengan
sejarah individu-individu ditelan dalam zeitgeist (roh manusia).

2
Alim, Roswantoro, “Eksistensialisme Teistik Iqbal”, Jurnal Kajian Hermeneia.
Vol-3-No-2-2004. Hal. 5

5
Aliran idealisme ini sebelumnya telah mendapat kecaman keras dari
materialisme karena tidak menyentuh realitas empirik sama sekali. Aliran
materialisme beranggapan bahwa satu-satunya kenyataan adalah materi, dan
sesuatu kejadian hanya dilihat dari proses-proses yang bersifat mekanis. Ditinjau
dari sudut pandang materialisme, manusia secara keseluruhan merupakan proses-
proses yang bersifat jasmaniah, korporeal. Sedangkan jiwa atau roh itu tidak ada;
ia merupakan semata-mata merupakan akibat dari proses-proses kebendaan. Jiwa
bukan merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Dengan demikian,
manusia dipandang tidak begitu beda dengan benda. Manusia diposisikan sebagai
objek atau “subjek tak sadar” karena ia hanya sekedar bagian dari proses-proses
fisikal-biologis-kimiawi benda-benda. Manusia begitu mekanik.

Pandangan ini pada zamannya masing-masing mendapatkan protes yang


keras. Pandangan materialistis mengabaikan aspek lain dari manusia yaitu bahwa
manusia itu mempunyai karsa yang bebas, bahwa manusia itu mengerti
kesusilaan, dan bahwa manusia itu mengerti dan membangun kebudayaan.
Manusia adalah suaatu yang sadar akan dirinya sendiri, sesuatu yang berpikir.
Aspek inilah yang dilupakan materialisme, dan sebaliknya dilebihlebihkan oleh
idealisme; begitu dilebih-lebihkan sedemikian rupa sehingga akhirnya tidak ada
sesuatu lain kecuali pikiran. Dalam idealisme mutlak Hegel, manusia adalah
bahwa dalam diri manusia, Roh menjadi sadar dan memungkinkan manusia untuk
menciptakan wilayah Roh. Jadi bagi Hegel, manusia merupakan mahkota dalam
perkembangan dialektik. Hegel maemandang manusia tidak

sebagai manusia perorangan tetapi sebagai manusia dalam masyarakat seperti


dalam bangsa dan negara. Peranan individu tidaklah penting di mata Roh. Dengan
demikian nampak dalam dirinya bahwa makna manusia perorangan itu tidak lebih
dari sekedar mata rantai dalam sistem yang besar.3

Tokoh-tokoh besar dalam sejarah menjadi besar karena kekuatan Roh,


berkat momentum sejarah dan suasana Roh bangsa (Volksgeist). Jadi Hegel
melihat manusia secara kolektif, sebagai massa, bangsa atau negara dan sepanjang
sejarah Roh umum menggunakan bentukbentuk kolektif itu untuk mencapai
tujuannya. Perkembangan historis menentukan pula makna dan kemungkinan
ultim manusia. Tidak mengherankan jika filsafat sejarah menjadi begitu penting
baginya, karena sejarah dunia secara serentak merupakan pengadilan dunia
(Weltgeschichte ist Weltgericht).

Ajaran esensialisme dalam filsafat Barat secara umum memandang


manusia sebagai individu yang ada di bawah dominasi dan determinasi ide; ia
hanya sebuah alat ide itu, seperti halnya manusia merupakan perkembangan ide
itu semata-mata. Sampainya tradisi filsafat itu pada pandangan esensialistik

3
Ibid.,6

6
adalah karena ia terlalu meletakkan problem-problem pada satu tingkat yang
bersifat konseptual saja, dan melupakan bahwa konsep-konsep tak pernah
seimbang dengan pengalaman sendiri. Jadi, dengan memasuki ruang arena ide-
ide, doktrin esensialistik itu sama sekali kehilangan kesanggupan untuk
merasakan demensi esensial segala sesuatu. Terhadap kediktatoran hal yang
abstrak itu, berontaklah kaum eksistensialis memperjuangkan sifatt-sifat khas-
unik pribadi manusi ayang sadar diri dan konkret sebagai individu. Tidak setuju
kepada reduksi realitas oleh batasan-batasan akal, mereka menyerukan kepada
resolusi kehendak dan kebebasan. Di atas basisnya masing-masing, filosof
eksistensialis mendasarkan pada keyakinan tertentu tentang manusia. Misalnya
Heidegger dengan “manusia eksistensi”-nya, Marcel dengan “manusia
problematisa”-nya, Albert Camus dengan “manusia pemberontak”-nya, Sartre
dengan “manusia bebas total”-nya.

Hal itu menunjukkan bahwa fokus sentral dalam eksistensialisme adalah


manusia, lebih khusus lagi individu atau manusia perorangan yang memiliki
otoritas dan kebebasannya sendiri. Filsafat ini memandang manusia dalam arti
eksistensi, bukan esensi. Penekanan bahwa eksistensi adalah yang terpenting.
Eksistensi berasal dari kata eks yang berarti keluar dan sistensi yang berarti
berdiri, menempatkan. Oleh karena itu eksistensi berarti manusia berdiri sebagai
diri sendiri yang sadar bahwa dirinya ada. Dengan keluar dari dirinya maka
manusia individual menjadi sadar bahwa dia ada dan bebas. Eksistensi adalah
keadaan aktual, yang terjadi dalam ruang dan waktu, yang berarti kehidupan yang
penuh, tangkas, sadar, tanggung jawab dan transformatif diri. Kebalikan dari
eksistensi adalah esensi. Esensi adalah yang menjadikan sesuatu benda apa
adanya, atau sesuatu yang dimiliki secara umum oleh bermacam-macam benda.
Esensi adalah umum untuk beberapa individu dan esensi dapat dibicarakan secara
berarti walaupun tak ada contoh bendanya pada suatu waktu.

Premis umum dari eksistensialisme adalah bahwa eksistensi mendahului


esensi. Dengan kata lain, selalu premis eksistensialisme adalah kebebasan untuk
membuat kehidupan dirinya sesuai dengan ia inginkan. Premis ini menjadi dasar
bersama bagi para eksistensialis. Dengan premis seperti itu ia menolak pandangan
bahwa konsep manusia mempunyai realitas yang lebih dari pada manusia
perorangan, dan partisipasi dalam ide atau esensi yakni 4kemanusiaan adalah yang
menjadikan seseorang itu manusia. Mereka menggarisbawahi bahwa di dalam diri
manusia itu terdapat sesuatu yang tak dapat dikonsepsikan, didefinisikan dan
diprediksikan, yaitu tindakan pribadi untuk mengada (personal act and existing).
Realitas adalah eksistensi yang terkandung dalam “I” dan bukan “it”. Personalitas
yang harus lebih dilihat daripada universalitas.

4
Ibid,.7

7
Eksistensi sebagai keadaan pertama ini bisa kita temukan hampir di setiap
pemikir eksistensialis. Nietzsche menyatakan bahwa dengan kematian Tuhan,
manusia menjadi bebas dan terbuka kesempatan yang seluas-luasnya baginya
untuk menentukan diri. Bagi Jaspers, eksistensi adalah aku yang sebenarnya, ia
senantiasa terbuka pada kemungkinan kemungkinan baru, sampai ia menemukan
situasi yang mutlak tak dapat dihindari manusia seperti kematian, penderitaan
perjuangan, nasib dan kesalahan. Jespers menyebutnya situasi batas. Heidegger
mengatakan bahwa eksistensi itu nampak pada ketiadaan dan ia sama sekali bukan
hanya proyeksi manusia, melainkan sesungguhnya eksistensi manusia itu
mendahului proyeksinya. Dia berkata bahwa “ kita adalah eksistensi tanpa
esensi.”

Sartre adalah eksistensialis yang paling jelas menerangkan slogan


existence precedes essence ini. dia menerangkan pengertian ini dengan analogi
bahwa manusia tidak dapat disamakan dengan pisau kertas. Karena pisau kertas
ini dibuat seseorang yang mempunyai konsep tentang pisau itu. Nampak bahwa
sebelum jadi, pisau itu telah dikonsepsikan sebagai sesuatu benda yang
mempunyai maksud tertentu dan dibuat dengan suatu proses tertentu pula. Ini
berarti esensi pisau itu telah ada. Menurutnya, manusia ada tanpa didahului esensi.
Ia ada kemudian bereksistensi membentuk esensinya. Maksud eksistensi
mendahului esensi, lebih lanjut katanya, adalah bahwa Manusia pertama kali ada,
muncul nampak dalam suatu adegan, dan baru setelah itu ia menentukan dirinya
sendiri. Jika manusia, seperti dipahami eksistensialis, tak dapat didefinisikan,
maka hal ini karena pada mulanya ia adalah tak ada.5

Dari uraian itu dapat diringkas bahwa ciri-ciri yang mengkarakterisir


eksistensialisme, setidak-tidaknya adalah sebagai berikut:

1. Ketidaksetujuan atau penentangan terhadap filsafat esensialisme. Filsafat


Plato, Hegel dan rasionalisme abad ke delapan belasan dalam filsafat Barat
Modern adalah pendukung filsafat jenis ini. Ketidak setujuan dengan filsafat
seperti ini karena ia membatasi realitas hanya pada konsep-konsep semata dan
mengakibatkan realitas empirik dan konkret manusia.Pada dasarnya, kaum
eksistensialis menolak filsafat kemapanan dan intelektualisme yang
mengabaikan keunikan individualitas manusia.

2. Para pendukung eksistensialisme menekankan pentingnya eksistensi


manusia. Eksistensi selalu datang mendahului esensi. Pengalaman selalu
mendahului konsep atau pemikiran. Tesis dasar ini menegaskan semesta
subjektivitas atau individualitas. Subjektivitas manusia bukan berarti bahwa
manusia terkungkung di dalam dirinya, melainkan dia adalah realitas yang
terbuka belum selesai.

5
Ibid,.8

8
3. Pencarian makna dalam situasi absurd; suatu upaya untuk mencari pijakan
yang aman dalam menghadapi nilai yang berubah.

4. Penekanan kepada kebebasan. Manusia adalah diri yang sadar, konkret dan
bebas. Manusia bebas menciptakan dirinya, karena manusia adalah
kebebasannya.6

E. Eksistensialisme ateistik dan teistik

Dalam paham eksistensialisme terbagi menjadi dua golongan yaitu ateistik dan
teistik secara singkat ateistik mengatakan bahwa eksistensi manusia tidak
tergantung pada tuhan manusia bebas sebebas bebasnya dalam menentukan
tindakannya serta bertanggung jawab atas pilihannya tersebut, sedangkan
eksistensialisme teistik tidak jauh berbeda dengan pendapat ateistik tapi lebih
mengarah pada tuhan jadi teistik berpendapat bahwa manusia memang bebas tapi
kebebasannya harus dibimbing oleh tuhan sehingga meminimalisir resiko
tanggung jawab yang tinggi.

Tokoh-tokoh eksistensialime ateistik, Nama-nama seperti Nietzsche. Heidegger,


Sartre, Albert Camus adalah para tokoh eksistensialisme ateistik, dan nama-
nama seperti Kierkegaard, Karl Jaspers, Gabriel Marcel dan juga Iqbal adalah di
antara mereka yang mendukung eksistensialisme teistik. Menurut
pengelompokan Sartre, yang masuk dalam kelompok teis adalah Karl Jasres dan
Gabriel Marcel dan yang teis adalah dia sendiri dan eksistensialiseksistensialis
Prancis.

F. Pemikiran Muhammad Iqbal:

1. Khudi
Khudi atau biasa disebut dengan Ego dalam bahasa urdu merupakan suatu
tema yang sentral dalam pemikiran filsafat Iqbal. Pengertian Khudi
merupakan turunan atau bentuk kecil dari kata Khuda yang berarti Tuhan.,
sedangkan Khudi sendiri berarti diri, pribadi, atau ego. 7Dengan konsep
Khudi ini, Iqbal hendak memperlihatkan bahwa diri atau individual
merupakan entitas yang bersifat real dan fundamental yang merupakan
entitas yang bersifat real dan fundamental yang merupakan dasar serta
sentral dari seluruh organisasi kehidupan. Iqbal beranggapan, ego tidak
dimaksudkan untuk menunjukan individualis semata, malainkan
kehidupan itu sendiri merupakan bentuk real dan kehidupan ltu sendiri
berada dalam bentuk individu.8 Pandangan Iqbal tentang Tuhan bagaikan
suatu Ego mutlak atau Ego yang berkedudukan tinggi(Ultimate-Ego), dan
6
Ibid,.hal.10
7
MustofaAnshoriLidinillah, Agama dan AktualisasiDiriPerspektifFilsafat Muhammad Iqbal
(Yogaykarta: BadanPenerbitFilsafat UGM, 2005), 69

9
dari Ego tertinggi itulah ego-ego bernula. Setiap atom tenaga Ilahiat,
betapakecil pun adalah skala wujud (scale of existence) bagaikan sebuah
ego. Iqbal berpendapat, realitas yang ada merajuk pada wujud Tuhan,
manusia dan alam, tetapi realitas yang ada dan sebenarnya adalah wujud
dari ralitas hakiki, wujud hakiki, atau ego mutlak. Sesungguhnya, realitas
hakiki atau ego mutlak merupakan keseluruhan dari hakikat dan realitas.9

Ada perbedaan antara Karakteristik ego dan ego yang lain adalah
kemandirian nya yang esensial, disinilah letak keunikan ego. Ego insane
memiliki tataran menentukan martabat sesuatu dalam ukuran wujud,
mempunyai kehendak kreatif. Kehendak kreatif merupakan sesuatu yang
bertujuan, dan diri selalu bergerak kearah yang pada gilirannya
mencerminkan pada sebuah pilihan diri yang sadar sehingga dapat
mengubah dunia.10Iqbal memberikan suatu penekanan kepada manusia
sebagai makhluk yang bebas untuk mampu mengasah kehendak kreatif
dan terlibat langsung dari berbagai perubahan dunia.

2. Insan Kamil

Pemikiran Iqbal tentang ego ialah Insan Kamil atau yang biasa
dikenal dengan manusia ideal yang menjadi puncak pemikirannya.11Insan
Kamil merupakan (wakil) Tuhan di buku ini. Pada diri seorang manusia
terjalin berbagai unsur jiwa yang kontradiktif. Unsur-unsur tersebut
disatukan oleh kekuatan kerja yang besar dan didukung oleh pikiran,
ingatan, akal budi, imajinasi serta temperamen yang berpadu dalam
dirinya, sehingga ketidak selarasan kehidupan mental menjadi
keharmonisan dalam dirinya. Pandangan Effendi, Insan Kamil menurut
Iqbal adalah seorang mukmin sejati yang dalam dirinya terdapat kekuatan,
wawasan, perbuatan, serta kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini didalam
wujudnya yang tertinggi tercermin dalam akhlak nabawi.12

Entitas Insan Kamil menurut Iqbal ialah diri Nabi Muhammad saw
yang seluruh hidupnya adalah untuk menengakkan Kalimatullah,
menegakkan kemanusiaan dengan penuh semangat, damai, dan kreativitas.
Lebih jauh menurut Iqbal, bahwa Rasulullah ketika memperoleh

8
AlimRoswantoro, “EksistensialismeTeistik Iqbal”, Hermineina, JurnalKajianInterdisipliner. 2. (Juli-
Desember, 2004), 216.
9
SuhermantoJa’far, “Metafisika Iqbal dan Rekonstruksi Pemikiran Islam”, QualitaAhsana, Vol VII
No.2(Agustus, 2005), 95
10
Ja’far, Metafisika Iqbal, 98
11
Ibid, 1986, 26.
12
Djohan Effendi, “Adam, Khudi, dan InsanKamil: Pandangan Iqbal tentangManusia”
dalmInsanKamil, ed.M. DawamRaharjo (Jakarta: PustakaGrafitipers, 1987), 25.

10
pengalaman spiritual yang setinggi-tingginya, tetapi Rasulullah mau
kembali dan menjadi bermanfaat bagi manusia yang lainnya, berbeda
dengan orang kebatinan yang ketika ia sampai pada pengalaman
spiritualitas yang tinggi, ia takmau kembali, andaikan ia kembali,
kembalinya tidak banyak yang berarti bagi manusia yang lain.13

Faktor-faktor yang dapat memper kuat ego menurut Muhammad


Iqbal sebagai berikut:
a) Faqr
Faqr ialah sebuah sikap tidak mengharapkan
imbalan dan ganjaran yang akan diberikan di dunia, sebab
bercita-citakan yang lebih Agung.14Tabiat dari faqr
memiliki dampak positif bagi kehidupan. Diantaranya,
manusia mampu hidup mandiri, manusia tidak rendah diri
hanya kekurangan benda-benda material. Sikap faqr
mengangkat kedudukan kaum miskin.

b) Isyq-o-muhabbat(cintakasih)
Pengertian dari Cinta Kasih menurut Iqbal adalah
keinginan untuk mengasimilasi dan menggugurkan sifat-
sifat utama dari yang dikasihi. Cinta kasih mampu
mengkonsentrasikan kekuatan-kekuatan diri dan menambah
intensitas kekuatan-kekuatanitu.15

c) Toleransi
Toleransi atau sikap keterbukaan bagaikan organ
yang berharga dalam kehidupan. Tanpa hadirnya sikap
menghargai perbedaan, mak yang ada hanyalah sikap
perselisihan disetiap manusia. Menurut Iqbal, toleransi
adalah sebuah landasan perikemanusiaan yang sepatutnya
ada pada manusia, serta semangat keagamaan yang
sejati.Bagi Iqbal, inti kemanusiaan ialah saling menghargai
sesama manusia, karena manusia yang walaupun dilihat
dari sudut pandang Tuhan tetaplah ia sama-sama makhluk
yang diciptakan-Nya.

d) Kasb-I Halal

13
Ibid, 70.; Muhammad Iqbal, Pesandari Timur. Terj. Abdul Hadi W.M. ( Bandung: Penerbit,
Pustaka, 1985), 38.
14
Lidinillah, Agama, 77., Iqbal, Rahasia-rahasia, 100.
15
Lidinillah, Ahmad SyafiiMaarif dan Muhammad Diponegoro, Percik-percik pemikiran Iqbal
(Yogyakarta: Shalahudin Press, 1983), 35

11
Kasb-I Halal memiliki makna yang luas dan berarti
memperoleh benda-benda dan cita-cita melalui usaha dan
perjuangan sendiri. Jadi istilah ini mengajak ego untuk
hidup penuh usaha dan perjuangan giat, serta menjauhkan
pikiran yang memungkinkan diri sendiri.16Kasb-I Halal
juga berarti mengambil nilai pikiran dari kitab suci Ilahiya
itu dengan jalan ijtihad.

e) Kerja Kreatif dan Orisinil


Aspek terakhir ini menjadi penyempurna dari aspek
sebelumnya. Jika dalam Kasb-I Halal Iqbal menekankan
kita agar mengajak ego untuk hidup penuh usaha serta
perjuangan yang gigih, maka usaha serta perjuangan yang
gigih tersebut haruslah bersifat kreatik dan orisinil.

G. Kesimpulan

menjadi manusia ideal menurut muhammad iqbal, manusia ideal dalam pemikiran
muhammad iqbal adalah insan kamil yang memberikan gambaran bahwasanya
manusia memiliki kehendak bebas yang menolak tunduk pada pola hukum
kausalitas. manusia menentukan sendiri tujuan-tujuannya serta mampu
merealisasikan tujuan-tujuannya itu dengan usaha dan kehendak yang otonom,
dalm perealisasian kehendaknya, manusia ambil bagian dengan cara menyerap
sifat-sifat ketuhanan serta kerinduaan kepadanya, yang akan mampu
mengantarkan kepada manusia sempurna atau ideal.

Daftar Pustaka

16
Vahid, Iqbal Seorang, 36.

12
M.M. Syarif, 1993, Iqbal: TentangTuhan dan Keindahan. Terj. Yusuf Jamil,
Bandung: Mizan

Mustofa, Anshori, Lidinillah, 2005, Agama dan Aktualisasi Diri Perspektif


Filsafat Muhammad Iqbal Yogaykarta: BadanPenerbit Filsafat UGM

Alim, Roswantoro, 2004, “Eksistensialisme Teistik Iqbal”, Jurnal Kajian


Hermeneia. Vol-3-No-2.

Suhermanto, Ja’far, 2005, “Metafisika Iqbal dan Rekonstruksi Pemikiran Islam”,


QualitaAhsana, Vol VII No.2

Djohan Effendi, 1987, “Adam, Khudi, dan InsanKamil: Pandangan Iqbal tentang
Manusia” dalam Insan Kamil, ed.M. Dawam Raharjo, Jakarta: Pustaka
Grafitipers

Lidinillah, Ahmad SyafiiMaarif dan Muhammad Diponegoro, 1983, Percik-percik


pemikiran Iqbal, Yogyakarta: Shalahudin Press

13

Anda mungkin juga menyukai