Anda di halaman 1dari 10

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Pemikiran Kalam Klasik dan Modern Mawardi Hatta M.Ag

JUDUL MAKALAH

Muhammad Iqbal

DISUSUN OLEH :

Muhammad Siddiq : 210103030082

M. Rasid Ridho : 210103030131

Nor Saparina : 210103030009

Novitasari : 210103030006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDIN DAN HUMANIORA
TAHUN AJARAN
2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tokoh pemikir Muslim, Muhammad Iqbal, adalah sebagai penyair, pujangga dan filosof
besar abad ke-20. Dilahirkan di Sialkot, Punjab, Pakistan pada 9 Nopember 1877. Di
dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran
kembali tentang Islam. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang tapi lewat tarian
penanyalah yang menghempaskan bangunan unionist dan meratakan jalan untuk
berdirinya Pakistan, memang pena lebih tajam dari pada pedang. Dia mengkritik sebab
kemunduran Islam karena kurang kreatifnya umat Islam.

Sering kali dijumpai bahwa umat Islam, baik sebagai individ dan lebih-lebih
sebagai kelompok, mengalami kesulitan keagamaan -untuk tidak mengatakan
tidak siap ketika harus berhadapan dengan arus dan gelombang budaya baru ini.
Bangunan keilmuan kalam klasik rupanya tidak cukup kokoh menyediakan
seperangkat teori dan metodologi yang banyak menjelaskan bagaiamana seorang
agamawan yang baik harus berhadapan, bergaul, bersentuhan,berhubungan
dengan penganut agama-agama yang lain dalam alam praksis sosial,budaya,
ekonomi, dan politik.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana Biografi Muhammad Iqbal?
b) Apa saja pemikiran Muhammad Iqbal?

C. Manfaat Penulisan
a) Mengetahui biografi Muhammad Iqbal
b) Mengetahui pemikiran kalam Muhammad Iqbal

1
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Iqbal

Muhamad Iqbal lahir di Sialkot, salah satu kota tua bersejarah di Punjab
tahun 1876. Sialkot terletak di perbatasan Punjab Barat dan Kasymir, dari
keluarga yang tidak begitu kaya. Dengan kata lain beliau berasal dari kasta
Brahma Kasymir. Ayahnya yang pegawai negeri kemudian menjadi pedagang
merupakan seorang Muslim yang saleh dengan kecenderungan kepada tasawuf.
Iqbal menerima pendidikan awalnya di sebuah madrasah (maktab) dan kemudian
di Scottish Mission School.1

Setelah itu, beliau dimasukkan Scottish Mission School. Di bawah


bimbingan Mir Hasan, beliau diberi pelajaran agama, bahasa Arab, dan bahasa
Persia. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, beliau masuk Government
College (Sekolah Tinggi Pemerintah) Lahore. Ia menjadi mahasiswa kesayangan
Sir Thomas Arnold yang meninggalkan Aligarh dan pindah bekerja di
Government College Lahore. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan memperoleh
beasiswa serta dua medali emas karena baiknya bahasa Inggris dan Arab. Ia
akhirnya memperoleh gelar M.A. dalam filsafat pada tahun 1899.

Pada tahun 1905 setelah mendapat gelar M.A. di Government College,


Muhammad Iqbal pergi ke Inggris untuk belajar filsafat pada Universitas

1
K, “PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBARUAN HUKUM
ISLAM.” Hal, 613

2
Cambridge. Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Di Universitas ini,
ia memperoleh gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The
Development of Metaphisics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).2

Pada tahun 1908, Iqbal seorang doktor lulusan dari


Universitas Munich, Jerman. Beliau tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga
tahun. Kemudian Iqbal kembali ke Lahore, dan bekerja sebagai pengacara dan
menjadi dosen filsafat. Bukunya Reconstruction of Religius in Islam adalah hasil
ceramah-ceramahnya yang diberikannya di beberapa universitas di India sekaligus
karya terbesarnya dalam bidang filsafat.3

Pada tahun 1930, beliau memasuki bidang politik dan menjadi ketua
konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian pada tahun 1931 dan
tahun 1992, beliau ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London yang
membahas konstitusi baru bagi India. Pada bulan Oktober tahun 1933, beliau di
undang ke Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul. Pada
tahun 1935, beliau jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal
dunia pada tahun itu pula, dan beliau meninggal di Lahore, pada tanggal 20 April
1935.4

B. Pemikiran-Pemikiran Muhammad Iqbal

Islam dalam pandangan beliau menolak konsep lama yang menyatakan


bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan
mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan sosial manusia.5

2
Muhammad Iqbal, “Sejarah dan Pemikiran Teologisnya”. Hal, 75-76
3
K, “PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBARUAN HUKUM
ISLAM.” Hal, 614
4
Muhammad Iqbal, “Sejarah dan Pemikiran Teologisnya”. Hal, 76
5
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.( Jakarta: PT
BulanBintang, 1990). Hal. 190

3
Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan
perubahan. Besarnya penghargaan beliau terhadap gerak dan perubahan ini
membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an dan hokum Islam. Tujuan
diturunnya Al-Qur’an, menurut beliau adalah membangkitkan kesadaran manusia
sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih
global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika
manusia yang selalu berubah. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang
oleh beliau disebutnya sebagai prinsip gerakdalam struktur Islam.6

Dengan demikian, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan


membuang kekakuan serta kejumudan hokum Islam, ijtihad harus dialihkan
menjadi ijtihad kolektif. Menurut beliau, peralihan kekuasaan ijtihat individu
yang mewakili mazhab tertentu kepada lembaga legislative Islam adalah satu-
satunya bentuk yang paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistem
hokum Islam yang selama ini hilang dari umat Islam dan menyerukan kepada
kaum muslimin agar menerima dan mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil
realisme tersebut.
Sebagaimana pandangan mayoritas ulama, beliau membagi kualifikasi
ijtihad ke dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang
secara praktis hanya terbatas pada pendiri madzhab-madzhab
saja;
2. Otoritas relatif yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu
dari satu madzhab;
3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hokum
dalam kasus-kasus tertentu dengan tidak terikat pada ketentuan-
ketentuan pendiri madzhab.7

6
Muhammad iqbal, the Recontraction Of Religion Thought In Islam, (New Delhi: barVan,
1981),hal. 92
7
Abdul Rozak, Ilmu Kalam.., hal. 221

4
a) Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi
keimanan, mendasarkan kepada esensi tauhid (universal dan inklusivistik).
Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan,
kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan.” Pandangannya tentang ontologi
teologi membuatnya berhasil melihat anomali (penyimpangan) yang
melekat pada literatur ilmu kalam klasik. Teologi Asy’ariyah, umpamanya,
menggunakan cara dan pola pikir ortodoksi Islam. Mu’tazilah sebaliknya,
terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya mereka tidak menyadari
bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan antara pemikiran
keagamaan dari pengalaman kongkrit merupakan kesalahan besar.

b) Pembuktian Tuhan

Dalam membuktikan eksistensi tuhan, Iqbal menolak argumen


kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak teleoligis yang berusaha
membuktikan eksistensi tuhan yang mengatur penciptaannya dari sebelah
luar. Walaupun demikian ia menerima landasan teologis yang imanen.
Untuk menompang hal ini, Iqbal menolak pandangan tentang matter serta
menerima pandangan whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian
dalam aliran dinamis yang tak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut
ditemukan oleh Iqbal dalam jangka waktu murni-nya Bergson, yang tidak
terjangkau oleh serial waktu. Dalam jangka waktu murni, ada perubahan,
tetapi tidak ada suksesi(pergantian). Kesatuannya terdapat seperti kesatuan
kuman yang ada di dalamnya terdapat pengalaman-pengalaman nenek
moyang para individu, bukan sebagai suatu kumpulan, tetapi suatu
kesatuan yang ada di dalamnya mendorong setiap pengalaman untuk
menyerap keseluruhannya.

5
c) Jati Diri Manusia

Faham dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri


manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat
dilihat konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofnya.
Kata “itun” diartikan sebagai kepribadian. Manusia hidup untuk
mengetahui kepribadiannya seta menguatkan dan mengembangkan bakat-
bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang
dilakukan para sufi yang menundukan jiwa sehingga fana dengan alla.
Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran islam karena ajaran
hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Filsafat khudinya
tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika itu
telah dibawa oleh kaum Sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud islam
yang sebenarnya. Dengan ajaran khudinya ia mengemukakan pandangan
yang dinamis tentang kehidupan dunia.

d) Dosa

Iqbal secara tegas mengatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa


Al-Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang
bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang
kejatuhan Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang
berisi pelajaran tentang kebangkitan manusia dari kondisi primitive yang
dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang
diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan
kecenderungan untuk membangkang dan timbulnya ego terbatas yang
memiliki kemampuan untuk memilih.

6
e) Surga dan Neraka
Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat
gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Quran adalah
penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual, dan sifatnya.
Neraka, menurut rumusan Al-Quran adalah api Allah yang menyala-
nyala dan yang membumbung ke atas hati, pernyataan yang menyakitkan
mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena
mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang
menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam islam.
Neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, bukanlah kawah
tempat penyiksaan abadi yang disediakan tuhan.8

8
Muhammad Iqbal, “Sejarah dan Pemikiran Teologisnya”. Hal, 77-78

7
PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Beliau berasal dari
keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang
terkenal saleh. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri kemudian beliau
dimasukkan ke sebuah maktab untuk mempelajari Al- Qur’an. Beliau meninggal
di Lahore, pada tanggal 20 April 1935.

Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal di antaranya yaitu:


1. Hakekat Telogi
2. Pembuktian Tuhan
3. Jati diri Manusia
4. Dosa
5. Surga dan Neraka

8
DAFTAR PUSTAKA

K, Hendri. “PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN PENGARUHNYA


TERHADAP PEMBARUAN HUKUM ISLAM.” Al-’Adalah 12, no. 1
(2015): 611–22. https://doi.org/10.24042/adalah.v12i1.240.
Iqbal, Muhammad. “SEJARAH PEMIKIRAN DAN TEOLOGISNYA.” Jurnal:
Kajian, Keagamaan, dan Teknologi.

Iqbal, Muhammad,1981. the Recontraction Of Religion Thought In Islam,


NewDelhi: barVan

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan


Gerakan.( Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990).

Razak, Abdur dan Anwar, Rosihan, 2006. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia.

Anda mungkin juga menyukai