Anda di halaman 1dari 11

SKI - Kebangkitan Umat Islam Masa Modern

KEBANGKITAN UMAT ISLAM PADA PERIODE MODERN


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen :
lo g o -u in -s u k
a -b a ru -w a rn a .jp g
Error: Reference source not found
Disusun Oleh:
Fathkul Hidayat (10411083)
Prahesti Surani (10411084)
Reni Shintawati (10411086)
Kelas: PAI-B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peranan sejarah Islam dalam mewarnai sejarah dunia cukup diperhitungkan para ahli
sejarah, walaupun akhir-akhir ini Islam dipandang jauh tertinggal dengan Barat, akan
tetapi Barat juga harus mengakui bahwa munculnya embrio ilmu pengetahuan yang
berkembang di Barat dengan begitu spektakuler tidak terlepas dari peran ulama-ulama
Islam.
Periode modern merupakan masa kebangkitan Islam kembali yang diwarnai dengan
kemerdekaan negara-negara Islam serta munculnya para tokoh-tokoh pemikir
pembaharuan Islam, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pokok
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran Islam modern?
2. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharu Islam?
3. Apa factor kebangkitan umat Islam?
4. Apa usaha yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan dari bangsa barat?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pokok masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tulisan ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui gambaran secara menyeluruh peradaban Islam era modern.
2. Mengetahui tokoh-tokoh pembaharu Islam.
3. Mengetahui factor kebangkitan umat Islam.
4. Mengetahui usaha yang dilakukan untuk mencapai keerdekaan dari bangsa barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Islam Modern
Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul
penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun
dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses modernisasi
maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.
Selain itu, salah satu sebab perlunya perkembangan modern dalam Islam adalah karena
dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak
bisa diubah. Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah
sikap dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima
pendapat yang bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya. Dogmatisme
membuat orang bersikap tradisional, emosional dan tidak rasional.1
Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman
terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir manusia
serta kondisi social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan di segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin
canggih. Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi berpikir umat sebagai buah dari
fanatisme serta adanya "pihak luar" yang ingin merekomendasi dan menguasai,
mendorong sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan.
Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak
bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan.
Dan yang masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal
dari dunia Barat (setelah dahulu mengalami masa keemasan).
Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas
ketinggalan dunia Islam akan segala hal. Bangsa yang pertama kali merasakan
ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan
yang utama menghadapi kekuatan Barat.

1
Perkembangan Modern dalam Islam,pengantar Harun
Nasution …,hlm. 1
Pembaharuan yang dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social, politik,
dan militer. Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan Turki
Usmani membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam
lainnya seperti Mesir.
Pada dasarnya kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah
tercemari oleh berbagai khurafat dan bid'ah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam
bidang sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu
pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam.
B. Tokoh-tokoh Pembaharu Islam
Berikut tokoh dan pemikirannya yang ikut andil dalam memperbaharui kebangkitan
Islam:
1. Pembaharuan dalam Bidang Akidah
a. Muhammad ibn Abdul Wahhab
Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi dunia Islam di masa modern sejak
abad kesembilan belas. Walaupun ia sendiri hidup di abad sebelumnya, tetapi
pemikirannya mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan Islam pada abad setelahnya.
Bahkan sisa-sisanya masih terasa hingga kini.2
Muhammad ibn Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada tahun 1115 –
1703 M. Ayahnya Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya. Di masa
pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan mengajar fiqh dan hadis di
masjid kota tersebut. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ia mulai belajar
agama dari Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an. Di samping
belajar kitab-kitab agama aliran Hanbali, ia berkelana mencari ilmu ke Mekkah, Madinah
dan Basra.
Sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun (kelompok
pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama Muhammad ibn
Abdul Wahab.
Pemikiran keagamaan yang dibawakan olehnya dan menonjol difokuskan pada
pemurnian tauhid, yakni meng-Esa-kan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.

2
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan
…,hal.151-155
Namun, dengan berjalannya waktu, gerakan mereka berkembang menjadi gerakan politik.
Meski demikian, ia tidak meninggalkan misi asalnya yaitu pemurnian Islam.
Menurutnya, pembagian tauhid dikategorikan menjadi tauhid ilahiyyah, rubbubiyah,
asma, sifat dan tauhid af’al yang disebut juga tauhi ilm dan i’tiqad.3
Baginya, syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan diampuni oleh
Allah dosa yang disebabkan tersebut. Pembagian syirik menjadi dua, yaitu syirik akbar
(syirik yang nyata) dan syirik asghar (syirik yang tidak tampak) seperti berbuat
berlebihan terhadap mahluk yang tidak boleh seseorang beribadah kepadanya, bersumpah
kepada selain Allah dan riya’
b. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama Abdul Hasan
Khoirullah yang berasal dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai
kepada suku Umar Bin Khatab. Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun ia bersal
dari keluarga petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar dan melanjutkan
studinya di al Azhar.4
Sebagai rektor al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-
Azhar, upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berpikir orang-orang al-Azhar. Akan
tetapi usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al Azhar lainnya yang
masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukan lewat
pendidikan di al-Azhar tidak berhasil.
Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa Abduh, memberikan dampak positif
bagi perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Selain sektor pendidikan, proyek
pembaharuan Abduh menurut professor sejarah Islam di University of Massachuussets
adalah politik dan ranah social keluarga yaitu peran wanita5. Disamping tiu, Murodi
dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa ide-ide pemikiran Abduh
diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad / penghargaan terhadap 'akal' (Rasionalitas),
kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi dalam pengelolaan negara,
memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al Azhar.6
3
Untuk keterangan pengertian setiap pembagiannya, lihat Ali Mufrodi, Islam di Kawasan
…, hal.153
4
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam (Semarang: Toha Putra, 1997) hlm. 177-178
5
Para Perintis Zaman Baru Islam, terj. Ilyas Hasan…. ,hlm. 50-68
6
Murodi, Sejarah Kebudayaan…,hlm. 177-178
c. Muhammad Rasyid Ridho
Rasyid Ridho dilahirkan di al Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal 23
September 1865 M. Pendidikan bermula di madrasah al Kitab al Qalamun, kemudian di
madrasah ar Rasyidiah di Tropoli.
Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al Azhar 1898 M dan berguru
pada Muhammad Abduh. Diantara pembaharuannya adalah: pembaharuan dalam bidang
agama, social, ekonomi, memberantas khurafat dan bid'ah. Serta paham-paham yang
dibawa tarekat.
Adapun ide-ide pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di
kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas
dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan
khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
2. Pembaharuan dalam Bidang Politik
a. Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun 1897. Ia
termasuk pembaharu yang berpengaruh di dunia Islam. Saat usia 25 tahun, ia menjadi
pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, dan pada tahun 1864 menjadi
penasehat Sir Ali Khan. Serta pernah diangkat sebagai Perdana Menteri oleh Muhammad
A’zam Khan beberapa tahun kemudian.
Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan nergeri
Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang menentangnya. Karena
kalah melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan negerinya dan pergi menuju ke
India. Sejak itulah, ia berpindah-pindah kewarganegaraan. Pernah ke Paris dan Turki.
Perpindahan itu juga dalam rangka membangkitkan umat Islam.
Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah satu sebabnya
adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran qada’ dan qadar telah
berubah menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat menjadi statis. Sebab-sebab
lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, yaitu lemahnya persaudaraan
antar umat Islam dan lain-lain. Untuk mengatasi semua itu, menurutnya umat Islam harus
kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan ahlak, berkorban
untuk kepentingan umat, pemerintahan otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan
persatuan umat harus diwujudkan sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman.
Selain itu, ia menegaskan bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena ikatan etnik
maupun rasial, tetapi karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa mana datangnya,
walau pada mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain
seagama selagi ia masih menegakkan hukum agama. Ide yang terahir inilah merupakan
ide orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan Islamisme, persaudaraan sesame umat
Islam sedunia.7
b. Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali Pasya adalah orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir,
kemudian beberapa tahun diakui sebagai the founder of modern egypte. Berasal dari
Turki, kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan wafat pada tahun 1849. Sejak kecil beliau
telah bekerja keras untuk keperluan hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu untuk
sekolah dengan demikian beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa Ali Pasya bekerja
sebagai pemungut pajak dan karena rajin bekerja beliau disukai oleh gubernur yang
akhirnya diangkat menjadi menantu.
Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke
Mesir, di antara perwiranya adalah Muhammad Ali Pasya yang ikut melawan Napoleon
pada tahun 18018, setelah itu diangkat menjadi colonel dan mulai saat itu Ali Pasya
menjadi penguasa tunggal di Mesir. Akan tetapi ia keasikan dengan kekuasaannya dan
bertindak diktator.
Akhirnya Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir kurang lebih 1,5 abad
lamanya. Akhir kekuasaanya pada tahun 1953. Jika diteliti Muhammad Ali Pasya tidak
pandai baca tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas dan merupakan sosok ambisius
menjadi penguasa umat Islam. Keambisiusannya itu tampak dalam pembaharuan yang
dilakukan terhadap kemajuan umat Islam, diantaranya: perkembangan politik dalam
negeri maupun luar negeri,

7
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan …, hal.155-159
8
Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 69.
seperti membangun kekuatan militer, meningkatkan bidang pemerintahan, ekonomi dan
pendidikan.9
3. Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan
Al Tahtawi
Nama aslinya adalah Rifa'ah Badhawi Rafi' al Tahtawi, lahir pada tahun 1801 di Mesir
Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo. Seorang pembaharu yang mempunyai pengaruh besar
pada abad ke-19 dan seorang yang sangat berpengaruh dalam usaha-uasaha gerakan
pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya. Al Tahtawi belajar di al Azhar
Mesir, dan setelah kembali diangkat menjadi sebagai guru bahasa Perancis dan
penerjemahan di sekolah kedokteran.10
Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh al Tahtawi.
Beliau bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah memperbaiki tradisi, khususnya
dalam bidang pendidikan, kewanitaan dan memperbaiki literature. Beliau menginginkan
Mesir maju seperti dunia Barat, namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurutnya adalah, berpegang pada agama dan
akhlak budi pekerti, untuk itu pendidikan merupakan sarana penting. Tujuan dari
pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan
istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Perasaan patriotic itu akan menimbulkan
rasa kebangsaan, persatuan, tunduk dan mematuhi undang-undang, serta bersedia
mengorbankan jiwa dan harta untuk mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal agama dan peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu
mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan
modern. Ini mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar. Ide-ide
pembaharuan yang dilontarkan al Tahtawi: ajaran Islam tidak hanya monoton mengurusi
Tuhan akan tetapi kehidupan social juga harus seimbang, kebiasaan dictator raja
seharusnya diganti dengan musyawarah, syari'at harus sesuai dengan perkembangan
modern, para ulama harus belajar filsafat dan ilmu pengetahuan agar
9
Ibid, hlm. 71-72.
10
Ibid, hlm. 74.
syari'at sesuai dengan kehidupan modern, pendidikan harus bersifat social (termasuk
tidak ada pembedaan bagi perempuan). Umat Islam harus dinamis.
C. Faktor Kebangkitan Umat Islam
Pada abad ke-19 dan 20, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam.
Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah merdeka khususnya di
Asia dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-
partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip
syari'at Islam.11
Faktor yang Mempengaruhi
Kemerdekaan Negara Islam tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam
memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang
mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah:
1. Benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa
mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.12 Turki Usmani adalah yang pertama
merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan pejuang Turki untuk belajar di Eropa.
2. Dorongan gagasan dua factor yang saling mendukung dalam gerakan pembaharuan
Is;am, pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang dipandang sebagai
penyebab kemunduran Islam. Kedua, gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu
pengetahuan dari Barat, seperti gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan
Afrika Utara.13
3. Bangkitnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan berdirinya
partai-partai politik merupakan modal umat Islam dalam perjuangannya untuk
mewujudkan Negara nerdeka yang lepas dari pengaruh Barat.
D. Usaha yang Dilakukan untuk Mencapai Kemerdekaan dari Bangsa Barat
Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam
bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan disadari
pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan utama dalam usaha
menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang
Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
11
Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam, (Bandung:
Mizan, 1990) cet. II, hlm. 45
12
Riaz Hasan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme (Jakarta: Rajawali
Press, 1985) hlm. 185
13
Ibid.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya didorong oleh dua
faktor, yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang
sebagai penyebab kemunduran Islam, seperti gerakan Wahabiyah yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abd al-Wahhab di Saudi Arabia, Syah Waliyullah di India dan gerakan
Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair.
Kedua: Menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini
tercermin dalam pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki dan Mesir ke
negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan
penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa mereka. Pelajar-pelajar India juga
banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam
memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul
adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya
didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru
disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin al-Afghani. Al-
Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan
bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam
akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Umat Islam menurutnya,
harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia
juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena
itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk
mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan
hangat dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut
menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak
di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah
Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan
dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung nasionalisme, rasa
kesetiaan kepada negara kebangsaan. Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat
tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat Islam dengan Barat
yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu
ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka.
Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka
Islam, karena dipandang tidak sejalan dengan semangat uóuwaú al-Islamiyaú. Akan
tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin al-
Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah Ahmad
Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga
nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi di Mesir,
Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan Arab tersebut
diperkuat pula oleh usaha barat untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa
Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan
gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali adalah salah seorang pelopornya.
Namun, gerakan ini pudar setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang
dihapuskan Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan
nasionalisme, yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan
nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum
muslim yang minoritas tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antar
kedua komunitas besar Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di
anak benua India tidak lagi semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang
dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme
Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres
Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga
Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada
masa Sir Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
E. Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat
Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik
merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara
merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari
kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara
lain:
1. Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan
mengisi kemerdekaan.
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka
dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan
tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua
Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan. Tahun 1922, Timur
Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952,
Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya
Luybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya
membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara,
Yaman selatan dan Uni Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia
tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris
tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wajah peradaban Islam era modern mempunyai beberapa kategori. Pertama kategori
sebagai masa kemerdekaan negara Islam. Pada abad ke-18 dan 19, era modern diwarnai
dengan kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak negara
muslim yang telah merdeka. Bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi
dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-
prinsip syari'at Islam.
Kedua, masa pembaharuan Islam. Dalam kategori ini terdapat beberapa konstribusi yang
masih exist bahkan dikembangkan. Berbagai bidang masih mewarnai pemikiran tokoh
ini, diantaranya; bidang Akidah diprakarasai oleh mantan Muhammad ibn Abdul Wahhab
disusul oleh mantan Rektor al-Azhar Mesir, Muhammad Abduh dan muridnya
Muhammad Rasyid Ridho. Keduanya melakukan pembaharuan untuk menumbuhkan
sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme
(jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan
tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem
khalifah.
Pembaharuan lainnya disusul dari berbagai macam bidang. Baik itu politik, pendidikan.
Pembaharuan tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh.. Semisal bidang politik dipelopori
oleh Muhammad Ali Pasya. Dia diakui sebagai the founder of modern egypte.
Pembaharuan yang dilakukan diantaranya; perkembangan politik dalam negeri maupun
luar negeri.
Bidang Pendidikan, pelopornya al Tahtawi. Menurutnya, pendidikan merupakan sarana
penting untuk meraih sejahtera. Selain itu, tujuan dari pendidikan adalah membentuk
manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air.
Dalam hal agama dan peranan ulama, ia menghendaki agar para ulama selalu mengikuti
perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini
mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim., Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
Zainal Abidin Ahmad, Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang: Perkembangannya
dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) hlm. 188
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), hal.
88-89
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), hal.314-321
Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm 69.
M. Abdul Karim, Islam Nusantara, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007)
s

Anda mungkin juga menyukai